Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diberikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah
sebagai garis besar Tugas Akhir ini. Bab ini terdiri dari lima sub bab yaitu latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan
masalah.

1.1 Latar Belakang

Penyakit rabies adalah salah satu penyakit endemik tertua di dunia. Data WHO
tahun 2013 menyatakan bahwa sebanyak 59.000 orang meninggal karena rabies
setiap tahunnya dalam selang waktu 10 menit. Penyakit ini termasuk dalam kategori
ensefalitis virus akut, progresif, dan hampir selalu berakibat fatal begitu gejala klinis
muncul. Agen penyebabnya adalah virus RNA neutropik dalam famili
Rhabdoviridae, genus Lyssavirus yang menyerang sistem saraf pusat (Made Sriasih,
2020). Penularan virus rabies biasanya menyebar melalui air liur ketika hewan yang
terinfeksi rabies menggigit hewan lain. Selain itu, adanya kontak dengan air liur atau
jaringan saraf melalui selaput lendir maupun luka di kulit juga menjadi salah satu cara
penularan virus rabies. Penyakit rabies menurut kementerian kesehatan, 98%
ditularkan oleh gigitan anjing dan 2% disebabkan oleh gigitan kucing dan monyet.

Secara global, anjing domestik adalah spesies yang signifikan atau host
reservoir utama penularan virus dan bertanggungjawab atas jutaan orang yang
dicurigai terpapar serta puluhan ribu kematian. Di Indonesia, dari 34 provinsi hanya 8
provinsi yang dinyatakan bebas rabies sementara 26 provinsi lainnya masih endemis
atau tertular virus rabies, provinsi Sulawesi Barat termasuk dalam kategorinya.
Berdasarkan data kemenkes 2020, dilaporkan kasus gigitan hewan penular rabies
berjumlah 404.306 kasus dengan 544 kematian pada tahun 2015-2019 yang saat itu
ada 5 provinsi dengan jumlah kematian tertinggi antara lain Sulawesi Utara,
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur.

Penyebaran penyakit rabies masih menjadi masalah besar di dunia pada


umumnya dan di Indonesia khususnya, sehingga para peneliti pun melakukan
berbagai riset dan penelitian, salah satu yang paling populer pada bidang matematika

1
2

epidemiologi atau pemodelan matematika adalah lahirnya penelitian mengenai


dinamika penyebaran penyakit rabies di Indonesia. Misalnya penelitian dari
Syamsuddin Toaha mengenai analisis kestabilan penyakit rabies dengan efek
vaksinasi pada anjing domestik dan pemusnahan pada anjing liar. Begitu pula pada
penelitian Dede Roberta yang membagi tiga sub populasi yakni subpopulasi rentan,
tervaksin, dan terinfeksi. Oleh sebab itu, peran dari pemodelan matematika sangat
penting terutama dapat digunakan untuk mencari solusi dari permasalahan dunia
nyata khususnya pada penyakit rabies.

Model matematika digunakan untuk memahami dinamika penyebaran penyakit


dan membantu peneliti untuk melihat dinamika penyebaran penyakit rabies. Selain
itu, dengan adanya dinamika penyebaran penyakit maka dapat mengadopsi tindakan-
tindakan pencegahan untuk menyelamatkan populasi secara maksimal serta
membantu dalam membuat strategi untuk mengendalikan atau menghilangkan
penyakit rabies.

Pada penelitian ini, penyakit rabies dari anjing akan dianalisis secara dinamik
dengan menggunakan model matematika epidemiologi yang dipengaruhi vaksinasi
sehingga menimbulkan kekebalan sementara pada individu. Penelitian ini
menambahkan subpopulasi baru yakni variabel E (Eksposed) dimana anjing yang
telah terpapar akan mengalami masa inkubasi dan lama masa inkubasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Misalnya usia, jumlah strain virus atau varian virus yang
ditransmisikan, tempat inokulasi, kekebalan inang dan sifat luka. Model matematika
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model matematika tipe SVEI
(Susceptible, Vaccinated, Eksposed, Infected).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini yaitu:

1. bagaimana model matematika penyebaran penyakit rabies dengan


model SVEI?
2. bagaimana analisis model matematika penyebaran penyakit rabies
untuk menentukan titik kesetimbangan?

3. bagaimana dinamika penyebaran penyakit rabies dari hasil simulasi


numerik?
3

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka cakupan dari tujuan penelitian


adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui model matematika penyebaran penyakit rabies dengan


model SVEI.
2. Menganalisis model matematika penyebaran penyakit rabies untuk
menentukan titik kesetimbangan.
3. Mengetahui dinamika penyebaran penyakit rabies dari hasil simulasi
numerik.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan wawasan keilmuwan matematika umumnya tentang


pemodelan matematika epidemiologi SVEI.
2. Meningkatkan penanggulangan dan pencegahan penyakit rabies
dengan melihat dinamika penyebaran penyakit rabies.

1.5 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini terdapat


beberapa batasan masalah sebagai berikut.

1. Pada penelitian ini akan diformulasikan model matematika dengan


adanya pengaruh vaksinasi dan melakukan analisis kestabilan pada
penyakit rabies dengan model SVEI (Susceptible-Vaccinated-
Eksposed-Infected).
2. Populasi dibatasi hanya pada populasi anjing.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai pemodelan matematika, persamaan dan
sistem persamaan diferensial, analisis kestabilan titik kesetimbangan, nilai eigen
dan vektor eigen, matriks Jacobian, kriteria Routh-Hurwitz, bilangan reproduksi
dasar, serta penyakit rabies dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2.1 Pemodelan Matematika

Model merupakan representasi dari suatu objek, benda, atau ide-ide dalam
bentuk yang disederhanakan dari suatu fenomena nyata. Model berisi informasi-
informasi terkait dengan fenomena-fenomena alam. Representasi matematika
yang dihasilkan dari pemodelan matematika disebut model matematika. Adapun
proses merepresentasikan dan menjelaskan permasalahan dunia nyata dalam
pernyataan matematis ialah alur dalam membuat suatu pemodelan matematika
(Widowati,2007).

Model matematika dapat diselesaikan secara analitik dan numerik. Solusi


metode numerik selalu berbentuk angka, sedangkan solusi metode analitik dapat
berbentuk fungsi matematika yang selanjutnya dapat dievaluasi untuk
menghasilkan nilai dalam bentuk angka. Solusi dari metode numerik berupa
hampiran, sedangkan metode analitik berupa solusi sejati.

Pemodelan matematika merupakan penyusunan suatu deskripsi dari


beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian
matematika yang disebut sebagai dunia matematika. Model matematika
deterministik dan model matematika empirik merupakan dua tipe model
matematika.

4
5

Model matematika deterministik merupakan suatu model matematika yang


dibangun berlandaskan dengan hukum-hukum atau sifat-sifat yang berlaku pada
sistem, sedangkan model matematika empirik lebih cenderung kepada fakta yang
diberikan oleh sistem atau data (Giordino & Weir,2002).

Berikut adalah diagram alur tahapan dalam membangun model matematika.

Masalah Dunia Masalah Dalam Membuat


Nyata Matematika Asumsi

Memformulasikan
Persamaan/Pertidaksamaan

Solusi Dunia Interpretasi Menyelesaikan


Nyata Hasil Persamaan/Pertidaksamaan

Gambar 2.1 Alur pemodelan matematika

Adapun keterangan dari gambar 2.1 di deskripsikan di bawah ini.

1. Masalah dunia nyata.


Dalam membangun sebuah model matematika, penentuan permasalahan di dunia
nyata merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebagai topik penelitian.
2. Masalah dalam matematika.
Masalah yang telah ditemukan dari dunia nyata kemudian diformulasikan ke
dalam bentuk matematis dan identifikasi serta pembatasan masalah dilakukan
dalam tahap ini sehingga menghasilkan variabel-variabel yang akan digunakan
pada model matematika.
6

3. Membuat asumsi.
Setelah menentukan masalah dunia nyata dan memformulasikan dalam bentuk
matematis maka membuat asumsi perlu dilakukan sebagai penggambaran dan
arahan dalam proses membangun model matematika.
4. Memformulasikan persamaan/pertidaksamaan.
Berdasarkan variabel dan asumsi yang telah ditentukan di tahap sebelumnya maka
terbentuklah persamaan dan apabila pada proses pengujian kembali pada model
ditemukan ketidaksesuaian maka asumsi sebelumnya perlu dicek kembali
kemudian membentuk asumsi yang baru agar persamaan dapat diselesaikan.
5. Menyelesaikan persamaan/pertidaksamaan.
Setelah model terbentuk dari formulasi asumsi ke persamaan selanjutnya adalah
menyelesaikan persamaan secara matematis untuk menentukan solusi.
6. Interpretasi hasil.
Setelah diperoleh model dan solusi kemudian dihubungkan kembali dengan
permasalahan dunia nyata, adapun penyajian interpretasi ini dilakukan dengan
bermacam cara seperti grafik yang digambarkan berdasarkan penyelesaian yang
diperoleh.

2.2 Persamaan Diferensial

Persamaan matematika untuk fungsi satu variabel atau lebih yang


menghubungkan nilai fungsi itu sendiri dan turunannya dalam berbagai orde
adalah persamaan diferensial (PD). Jenis-jenis persamaan diferensial dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu persamaan diferensial biasa (PDB) dan
persamaan diferensial parsial (PDP).

Persamaan diferensial yang hanya melibatkan satu variabel bebas


dikategorikan sebagai persamaan diferensial biasa. Sedangkan, persamaan
diferensial yang melibatkan lebih dari satu variabel bebas dikategorikan sebagai
persamaan diferensial parsial. Dilihat dari bentuk fungsi dan pangkat, persamaan
diferensial dibedakan menjadi dua persamaan yaitu persamaan diferensial linear
dan persamaan diferensial non linear. Suatu persamaan dikatakan linear jika tidak
ada perkalian antar variabel-variabel tak bebas dan derivatif-derivatifnya.
7

Definisi 2.2.1 (Ross,L.,1984)

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan dari satu atau lebih
variabel tak bebas tehadap satu atau lebih variabel bebas.

Adapun pengklasifikasian persamaan diferensial berdasarkan jumlah


variabel bebas yang terlibat yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan
diferensial parsial.

Definisi 2.2.2 (Ross,L.,1984)

Suatu persamaan diferensial yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel
tak bebas terhadap satu variabel bebas disebut sebagai persamaan diferensial
biasa.

Persamaan diferensial biasa dapat dibedakan menjadi persamaan diferensial biasa


linear dan persamaan diferensial biasa nonlinear berdasarkan sifat kelinearannya.

Adapun bentuk umum persamaan diferensial biasa linear yaitu:

dnx dnx dy
an (t ) n
+ an −1 (t ) n −1
+ an (t ) + an (t ) x = f (t ) (2.1)
dt dt dt

dengan an  0, an , an −1 ,..., a0 disebut koefisien persamaan diferensial.

Fungsi f (t ) disebut input atau unsur nonhomogen. Jika f (t ) disebut


input, maka solusi dari persamaan diferensial x(t ) biasanya disebut output. Jika
ruas sebelah kanan f (t ) bernilai nol untuk semua nilai t dalam interval yang
ditinjau maka persamaan dikatakan homogen dan sebaliknya dikatakan
nonhomogen.

Definisi 2.2.3 (Ross,L.,1984)

Persamaan diferensial parsial merupakan suatu persamaan diferensial yang


melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari satu
variabel bebas.
8

2.3 Sistem Persamaan Diferensial

Suatu persamaan yang melibatkan turunan dari satu atau lebih variabel

terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan diferensial

sedangkan sistem persamaan diferensial terdiri dari beberapa persamaan

diferensial.

Di bawah ini diberikan bentuk umum sistem persamaan diferensial linear


dan nonlinear yang terdiri dari persamaan berikut:
dx1
= f1 ( x1 , x2 ,..., xn )
dt

dx2
= f 2 ( x1 , x2 ,..., xn )
dt

⋮ (2.2)

dxn
= f1 ( x1 , x2 ,...., xn )
dt

dengan f1 adalah fungsi nonlinear untuk i = 1, 2,..., n dimana sistem ini

mempunyai penyelesaian jika f1 merupakan fungsi kontinu (Siti Kholipah,2013).

2.3.1. Sistem Persamaan Diferensial Linear

Sistem persamaan diferensial linear adalah sistem persamaan yang terdiri

dari n buah persamaan diferensial linear dengan n buah fungsi tak diketahui

berbentuk:
9

x '1 = a11 (t ) x1 + a12 (t ) x2 + ... + a1n (t ) xn + f 1 (t )

x '2 = a21 (t ) x1 + a22 (t ) x2 + ... + a2 n (t ) xn + f 2 (t )

⋮ (2.2)

x 'n = an1 (t ) x1 + an 2 (t ) x2 + ... + anm (t ) xn + f n (t ).

Sistem persamaan diferensial linear dengan dua fungsi yang tak diketahui
berbentuk:

x '1 = a(t ) x1 + b(t ) x2 + f1 (t )

x '2 = c(t ) x1 + d (t ) x2 + f 2 (t ) (2.3)

dimana fungsi f1 dan f 2 merupakan fungsi t yang kontinu pada suatu selang I,

sedangkan x1 dan x2 adalah fungsi t yang tak diketahui (Candra,M.2010).

2.3.2. Sistem Persamaan Diferensial Non Linear

Persamaan yang terdiri atas lebih dari satu persamaan yang saling terkait

merupakan sistem persamaan diferensial non linear dimana dua sistem dari

persamaan diferensial tak linear dengan dua fungsi yang tidak diketahui

berbentuk:

dx
= F ( x, y , t )
dt
dy
= G ( x, y , t )
dt

dengan F ( x, y , t ) dan G ( x, y, t ) adalah fungsi-fungsi tak linear dari x dan y


secara kualitatif dibanding kuantitatif (Candra,M.2010).
10

Contoh 2.3.2

Diberikan persamaan diferensial nonlinear:

dy
a. 4 y + 8 xy = 0 merupakan persamaan diferensial nonlinear karena
dx
dy
terdapat perkalian variabel tak bebas dan turunannya (y ).
dx

dx1
= x1 x2 + x1
dt
b.
dx 2
= x12 − x2
dt

merupakan sistem persamaan diferensial nonlinear dengan variabel bebas t


dan variabel tak bebas x1 & x2 terdapat perkalian antara variabel tak bebas

x1 & x2 pada persamaan pertama dan pada persamaan kedua terdapat

kuadrat dari variabel tak bebas x1 .

2.4 Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan/Titik Ekuilibrium

Untuk mengetahui apakah suatu penyakit menyebar atau menghilang dari


suatu populasi maka perlu dilakukan analisis kestabilan sehingga dapat dilakukan
tindakan lebih lanjut.

2.4.1. Titik Kesetimbangan

Suatu titik dimana sistem tidak akan berubah terhadap perubahan waktu
merupakan titik kesetimbangan dimana titik kesetimbangan ini dapat diperoleh
dengan mengambil turunan pertama yang sama dengan nol.

Definisi 2.4.1 (Perko L.,2001)

Titik x  R n disebut titik kesetimbangan (equilibrium point) dari x ' = f ( x) jika


memenuhi f ( x ) = 0 .
11

Contoh 2.4.1

Diberikan model sebagai berikut:

dS
= −rSI
dt
dI
= rSI − aI
dt
dR
= aI
dt

dengan

N =S+I +R

Tentukan titik kesetimbangan dari model yang diberikan.

Penyelesaian:

dS dI dR
Diperoleh dari = = =0
dt dt dt

− rSI = 0..........(1)
rSI − aI = 0.....(2)
aI = 0..............(3)

Dari (1) diperoleh:

SI = 0

S = 0 atau I = 0

Dari (2) diperoleh:

I (rS − a) = 0

a
I = 0 atau rS − a = 0 dimana S =
r
12

Dari (3) diperoleh:

aI = 0
I =0

Sehingga diperoleh dua titik kesetimbangan sistem yaitu

a
E1 = (0, 0) & E 2 = ( , 0)
r

2.4.2. Kriteria Kestabilan Titik Kesetimbangan

Konsep perilaku sistem pada kesetimbangan dikenal sebagai kestabilan titik


kesetimbangan. Berikut merupakan definisi kestabilan titik kestabilan persamaan
diferensial linear dan persamaan diferensial non linear.

Definisi 2.4.2 (Olsder, G.J.,, & Woude,J.W.,2004)

dx
Misalkan x(t ) adalah solusi dari sistem = x = f ( x), x  R n dengan
dt
x = ( x1 , x2 ,...xn ) dan x(t ) adalah solusinya serta x  Rn adalah titik

ekuilibriumnya.

1. x dikatakan stabil jika  bilangan   0,  bilangan  =  ( )  0 sehingga


 x(t ) dengan sifat:

|| x(t0 ) − x ||  berlaku || x(t ) − x ||  , t  t0

dx
2. x dikatakan tidak stabil jika memenuhi persamaan = x = f ( x), x  R n
dt
dengan x = ( x1 , x2 ,...xn ) .

3. x dikatakan stabil asimtotik jika x stabil dan terdapat bilangan  0  0

sehingga  x(t ) dengan sifat || x ( t0 ) − x ) ||  0 berlaku lim x (t ) = x .


t →
13

2.5 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Nilai eigen digunakan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sistem


persamaan diferensial.

Definisi 2.5.1 (Anton, H., & Rores, C.,2014)

Jika A adalah matriks n  n maka sebuah vektor taknol x  R n disebut vektor


eigen dari A (atau operator matriks TA ) jika Ax merupakan sebuah kelipatan

skalar dari x yaitu,

Ax =  x (2.4)

untuk suatu skalar  dimana skalar  disebut nilai eigen dari A (atau dari TA ),

dan x disebut sebagai vektor eigen dari A bersesuaian dengan  .

Adapun untuk memperoleh nilai eigen dari sebuah matriks Ann , maka persamaan

(2.4) dapat dituliskan sebagai

Ax =  x
 Ax = x (2.5)
 ( A − I )x = 0

dengan I adalah matriks identitas.

2.6 Matriks Jacobian

Matriks Jacobian merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam


menyelesaikan suatu model matematika pelinearan dan untuk menentukan kriteria
kestabilan nilai eigen yang telah diperoleh dari titik kesetimbangan. Untuk itu,
pada bagian ini akan dibahas mengenai matriks Jacobian.
14

Definisi 2.6.1 (Kocak,H., & Hale, J.K.,1991)

dx
Diberikan = x = f ( x), x  R n dengan f = ( f1 , f 2 ,..., fn) dengan fi  C ( E ) ,
dt
i = 1, 2,..., n, E  R n dan x merupakan titik ekuilibrium dari fungsi
f = ( f1 , f 2 ,..., fn)

 

  f1 ( x )  f1 ( x )  f1 ( x ) 
  x1  x2  xn 
 
J ( f ( x ) =   f2 ( x )  f2 ( x )  f2 ( x ) 
  x1  x2  xn 
 
  fn ( x )  fn ( x )  fn ( x ) 
 
  x1  x2  xn 

Matriks tersebut adalah matriks Jacobian dari fungsi f = ( f1 , f 2 ,..., fn) di titik x .

Adapun nilai eigen dari matriks Jacobian adalah akar-akar yang diperoleh dari
persamaan

| J −  I |= 0

dengan J adalah matriks Jacobian, I adalah matriks identitas, dan  adalah akar
persamaan | J −  I |= 0 yang selanjutnya disebut sebagai nilai eigen.

Setelah menentukan matriks Jacobian kemudian menentukan nilai eigen,


selanjutnya perlu diperhatikan mengenai kestabilan nilai eigen dari matriks
Jacobian. Berikut adalah teorema kriteria kestabilan nilai eigen matriks Jacobian.

Teorema 2.6.1

dx
Misalkan x adalah ttik kesetimbangan = x = f ( x), x  R n ,
dt

1. Jika bagian real semua nilai eigen Jf ( x ) negatif, maka x stabil asimtotik.
15

2. Jika terdapat nilai eigen dari Jf ( x ) dengan bagian real positif, maka x tidak
stabil.

2.7 Kriteria Routh-Hurwitz

Kriteria Routh Hurwitz digunakan untuk menentukan karakteristik akar-akar

polinomial. Adapun prosedur dalam menentukan kriteria Routh Hurwitz yaitu.

1. Menulis persamaan orde-n dalam bentuk a0 S n + a1S n −1 + ... + an −1S + an = 0

dengan koefisien-koefisien besaran nyata dan an  0 (akar di titik asal telah

dihilangkan).
2. Apabila terdapat koefisien yang bernilai nol atau negatif disamping adanya
koefisien positif, maka hal ini menunjukkan bahwa terdapat satu akar atau
akar-akar imajiner yang memiliki bagian real positif (sistem tidak stabil).
Kondisi perlu tetapi belum cukup untuk stabil adalah semua koefisien
persamaan polinom positif dan lengkap.
3. Membuat tabel Routh seperti dibawah ini jika semua koefisien positif.

Tabel 2.7. Routh Hurwitz


Variabel Koefisien
Sn a0 a2 a4 a6 … an −1

S n −1 a1 a3 a5 a7 an

S n−2 b1 b2 b3 b4 bn

S n −3 c1 c2 c3 c4 cn

S n−4 d1 d2 d3 d4 dn

S2 e1 e2

S1 f1

S0 g1
16

dengan koefisien-koefisien:

a1a2 − a0 a3
b1 = b1a3 − a1b2
a1 c1 =
a1
a1a4 − a0 a5 b1a5 − a1b3
b2 = c2 =
a1 a1
a1a6 − a0 a7 b1a7 − a1b4
b3 = c3 =
a1 a1

a1a2 n − a0 a2 n +1 b1a2 n +1 − a1bn +1


bn = cn =
a1 a1

c1b2 − b1c2
d1 =
c1
c1b3 − b1c3
d2 =
c1

4. Kriteria kestabilan Routh yaitu banyaknya akar tak stabil sama dengan
banyaknya perubahan tanda pada kolom pertama tabel Routh Hurwitz.

5. Syarat perlu dan cukup untuk stabil yaitu:

(i) semua koefisien persamaan karakteristik positif, dan

(ii) semua suku pada kolom pertama tabel Routh bertanda positif.

Contoh 2.7

Diberikan sistem dinamik sebagai berikut:

a0 s 3 + a1s 2 + a2 s + a3 = 0 buat tabel Routh!


17

Penyelesaian:

s3 a0 a2

s2 a1 a3

s1 a1a2 − a0 a3
a1

s0 a3

Terlihat bahwa sistem akan stabil jika:

a1a2 − a0 a3
0
a1

a1a2 − a0 a3  0
a1a2  a0 a3

2.8 Bilangan Reproduksi Dasar

R0 merupakan bilangan atau angka penyebaran penyakit yang

menunjukkan jumlah individu Susceptible yang dapat terinfeksi oleh individu

Infected. Beberapa kemungkinan yang muncul dari kondisi R0 menurut

Side,S.,dkk.,2016 yaitu:

1. Jika R0  1, maka penyakit akan menghilang atau tidak dapat menyerang

populasi.

2. Jika R0 = 1 , maka penyakit akan menetap.

3. Jika R0  1, maka memungkinkan penyakit akan menyebar dan menjadi

wabah.
18

Terdapat cara lain untuk menentukan R0 yaitu dengan menggunakan


metode Next Generation Matriks (NGM) dengan rumus sebagai berikut
(Indrayani, S.W.,2017):

R0 =  (k ) =  ( fv −1 ) (2.6)

dengan

fi v
f =[ ( x0 )]; v = [ i ( x0 )]
x j x j

dimana

f merupakan laju infeksi baru,

v merupakan perkembangan penyakit, kematian, dan atau kesembuhan,

x merupakan kelas infeksi,

x0 merupakan titik kesetimbangan bebas penyakit.

2.9 Penyakit Rabies

Penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang diprioritaskan agar


terkendali di Indonesia adalah penyakit rabies. Kematian dan berkurangnya
produktivitas manusia maupun ternak yang terpapar, tingginya biaya penyidikan
dan pengendalian, serta tingginya biaya post-exposure treatment merupakan
kerugian yang ditimbulkan pada daerah endemis tertular virus rabies (Hampson et
al., 2016). Berdasarkan data WHO 2017, penyakit mematikan yang ditularkan
dari hewan ke manusia adalah penyakit rabies dan sumber utama penular rabies ke
manusia melalui air liur yang mengandung virus rabies adalah anjing.

Jenis penyakit rabies pada hewan dibedakan menjadi dua jenis yaitu rabies
ensefalitis (ganas) dan rabies paralitik. Bentuk rabies ensefalitis sering
menyerang, mengalami hiperaktif dan hidrofobia. Adapun bentuk rabies paralitik
menyebabkan kelumpuhan. Jenis rabies ganas lebih berkompetensi dalam
19

menyebarkan virus rabies daripada hewan dengan bentuk lumpuh. Bentuk rabies
lumpuh ditandai dengan adanya kelumpuhan progresif seperti kelumpuhan pada
wajah dan turunnya rahang bawah. Sedangkan bentuk rabies paralitik dikaitkan
dengan infeksi sistem limbik ditandai dengan adanya bentuk kemarahan.

Penumpahan virus dapat dimulai sebelum timbulnya tanda-tanda klinis.


Penumpahan virus pada anjing dibatasi pada 1-5 hari sebelum timbulnya gejala
klinis. Namun beberapa penelitian mengatakan bahwa virus hadir dalam air liur
hingga 13 hari sebelum tanda klinis pertama muncul (CFSPH, 2009). Penyakit
rabies selalu berakibat fatal dalam waktu tiga minggu bahkan dalam perawatan
intensif. Setelah infeksi, virus rabies memasuki fase gerhana dimana virus
bereplikasi pada jaringan non saraf seperti otot kemudian virus memasuki saraf
perifer dan diangkut ke sistem saraf pusat melalui aliran retrogade di akson.

Fase ini tidak merangsang respon imun tetapi rentan terhadap netralisasi jika
antibodi hadir sehingga fase ini adalah fase yang baik untuk menginaktivasi virus
rabies dengan pelarut lipid (larutan sabun, eter, kloroform) atau dinonaktifkan di
bawah sinar matahari. Dengan memberikan perlakuan inaktivasi berikut antibodi
cepat merespon, maka penyebaran virus dapat dicegah dengan cepat, apabila
antibodi lambat merespon namun tetap diberikan perlakuan inaktivasi maka
setidaknya dapat menghambat penyebaran virus dalam tubuh inang. Akan
berakibat fatal jika antibodi lambat merespon dan tidak diberikan perlakuan
inaktivasi, maka virus rabies mudah menyebar pada inang dan terjadi infeksi.

Pencegahan penularan virus rabies pada hewan peliharaan dapat dilakukan


dengan vaksinasi. Pemberian vaksin pertama pada anjing yakni ketika anjing
berusia tiga bulan, dilanjut pemberian vaksin kedua berjarak satu tahun dari
pemberian vaksin pertama, selanjutnya anjing akan divaksinasi setiap tahun atau
tiga tahun sekali berdasarkan pada jenis vaksin yang diberikan dan Undang-
undang dalam suatu wilayah. Selain itu, dengan menghindari kontak dengan
hewan liar yang tertular rabies juga dapat mencegah penularan virus rabies
20

sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit rabies merupakan penyakit yang tidak
dapat diobati begitu gejala klinis muncul namun 100% dapat dicegah.

Hewan yang terpapar virus dan tidak divaksinasi akan mengalami masa
inkubasi dengan lama masa inkubasi bervariasi berdasarkan pada faktor-faktor
tertentu. Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pajanan meliputi varian virus,
dosis virus, rute dan lokasi pajanan juga faktor pejamu seperti usia dan status
kekebalan. Lokasi gigitan yang lebih dekat dengan kepala memiliki masa inkubasi
yang lebih pendek. Pada anjing, masa inkubasi adalah 10 hari-6 bulan (CFSPH,
2009).
21

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai jenis penelitian, objek kajian, tempat
dan waktu penelitian, definisi operasional variabel, dan prosedur penelitian dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu studi literatur atau kepustakaan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi dengan berbagai materi yang berkenaan
dengan pemodelan matematika SVEI pada penyebaran penyakit rabies.

3.2 Objek Kajian

Objek kajian literatur dengan proses menganalisis suatu model matematika


sebagai bahan referensi dalam penelitian berupa buku, jurnal ilmiah maupun
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pemodelan matematika serta materi-
materi prasyarat lainnya.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kampus Universitas Sulawesi Barat pada

3.4 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini demi


mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Membuat asumsi dan mendefinisikan parameter yang akan digunakan


dalam membangun model matematika SVEI pada populasi anjing.
2. Membangun model matematika SVEI berdasarkan asumsi variabel dan
parameter yang diperoleh dalam bentuk sistem persamaan diferensial.
3. Menentukan titik kesetimbangan pada model matematika SVEI yang telah
ditentukan.
22

4. Menentukan bilangan reproduksi dasar ( R0 ) untuk mengetahui terjadinya

endemik.
5. Menganalisis kestabilan titik kesetimbangan model matematika SVEI
berdasarkan nilai eigen.
6. Melakukan simulasi numerik dengan menggunakan software Maple.
7. Menarik kesimpulan dan menginterpretasikan solusi matematis menjadi
solusi dunia nyata.

3.5 Alur Penelitian

Alur penelitian dalam penyelesaian Tugas Akhir dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

Daerah endemis Membuat diagram


Membuat asumsi
tertular virus rabies pemodelan

Menyelesaikan
model yang telah Interpretasi
dibuat

Gambar 3.5 Alur penelitian

Adapun keterangan pada gambar 3.5 dapat dilihat dibawah ini:

1. Daerah endemis tertular virus rabies


Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang masih
endemis tertular virus rabies. Untuk itu, penelitian mengenai dinamika
penyebaran penyakit rabies menjadi topik dalam Tugas akhir ini.
23

2. Membuat asumsi
Membuat asumsi diperlukan sebagai dasar dalam mengarahkan model
yang akan dibuat.
3. Membuat diagram pemodelan
Setelah membuat asumsi, maka diagram model matematika dapat
dibangun. Adapun diagram pemodelan tetap berdasar kepada asumsi yang
telah dibuat sebelumnya.
4. Menyelesaikan model matematika
Diagram pemodelan akan menghasilkan parameter-parameter yang akan
diselesaikan dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah matematika.
5. Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap akhir dalam penyelesaian Tugas Akhir ini,
dimana pada tahap ini akan dipaparkan mengenai hasil dari penelitian.
24

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi, S. 2020. World Rabies Day, Pengingat Bahaya Zoonosis.


https://nakeswan.lomboktimur.go.id/baca-berita-190-world-rabies-day-
pengingat-bahaya-zoonosis-.html. Diakses pada 24 November 2021.
Gustaman, A.G.2020. RABIES (Dalam Rangka Hari Rabies Sedunia Tahun
2020). https://rsjlawang.com/news/detail/476/rabies-dalam-rangka-hari-
rabies-sedunia-tahun-2020. Diakses pada 24 November 2021.
Sriasih, M et al., 2020, Tingkat Pengetahuan Publik (Public Knowledge) Terhadap
Penyakit Hewan Menular Strategis Rabies Dalam Upaya Mendukung Status
Lombok Bebas Rabies, No.3, Vol.2, 222-227, :
http://gemangabdi.unram.ac.id/index.php/gemangabdi/article/download/101/
pdf&ved.
Hidayati, F et al.,2019, Jurnal Penyuluhan, Counseling Intervention Using
Lecture and Buzz Methods to Enhance Posyandu Cadres’ Knowledge and
Attitude in Rabies Control in Sukabumi District, No.1, Vol. 15, :
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jupe/article/download/20979/16693/&ved.
Widowati S.,2007, Buku Ajar Pemodelan Matematika Semarang:Universitas
Diponegoro.
Giordino, & Weir, (2016). Pemodelan Matematika.
Ross,L.,1984, Differential Equation, Ed.3, Springer,New York.
Kholipah,S.,2013, Model Matematika Mangsa-Pemangsa dengan Sebagian
Mangsa Sakit, Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol.10.No.2, Tahun
2013.
Candra M.,2010, Analisis Kestabilan Titik Kesetimbangan Model Matematika
Proses Transmisi Virus Dengue di dalam Tubuh Manusia dengan Terapi
Obat Herbal, Vol.2.No.2,110-119.
Perko,L.2001. Differential Equation and Dynamical System, Springer – Verlag
Berlin Heidelberg:New York.
Olsder, G.J. & Woude, J.W, van der, 2004, Mathematical System Theory,
Netherland: VVSD.
Anton, H & Rorres, C.2014. Elementary Linear Algebra 11th Edition. USA:John
Wiley & Sons, Inc.
Kocak, H. & J.K. Hale,1991, Dynamic and Bifurcation, Springer – Verlag, New
York.
25

Side, S.,dkk,2016, Analisis dan Simulasi Model SITR pada Penyebaran Penyakit
Tuberkulosis di Kota Makassar, Journal Sainsmat, No.2, Vol.11,230-239.
Indrayani, S.W.,2017, Analisis Kestabilan Model SEIR dengan Vaksinasi pada
Penyebaran Penyakit Campak di Kabupaten Sleman Provinsi DIY, Skripsi,
univ. Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai