Anda di halaman 1dari 7

Resume pidato Bung Karno

“INDONESIA MENGGUGAT”

*Disampaikan oleh Bung Karno dalam Peradilan landraad di Bandung, 18 Agustus hingga 22

Desember 1930; dakwaan Undang Undang Hukum Pidana, pasal 161, 171, dan 153 yang dikenal

sebagai haatzaai artikelen.

I. Imperialisme dan Kapitalisme

Sukarno dituduh karena berkata bahwa kapitalisme adalah bangsa Belanda serta bangsa

asing lain dan imperialisme adalah pemerintah sekarang. Kapitalisme adalah suatu sistem

pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dri alat-alat

produksi yang menyebabkan akumulasi capital, konsentrasi capital, sentralisasi capital, dan

indutrielle reserve-armee.Imperialisme adalah suatu nafsu, suatu sistem yang menguasai atau

mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri ; adalah suatu sistem merajai atau

mengendalikan ekonomi atau negeri bangsa lain.

Imperialisme diartikan sebagai kejadian bahwa capital besar suatu negeri yang sebaikan

dikuasai bank-bank, mempergunakan politik luar negeri dari negeri itu untuk kepentingannya

sendiri. Akan tampak kebenaran bahwa imperialisme bukan pemerintahan, suatu angggota

pemerintah, bangsa asing melainkan suatu kehausan, nafsu, sistem yang menguasai atau

mempengaruhi ekonomi bangsa lain atau negeri lain oleh berbagai tulisan dari sosialis maupun

non sosialis dalam konteks imperialisme modern. Imperialisme modern adalah usaha meluaskan

milik jajahan dengan tidak terbatas yang menjadi pendorong dalam masa 1880 sampai saat

penjajahan Belanda di Indonesia bagi politik luar negeri hamper semua negeri dengan

kebudayaan besar.
Imperialisme tua hakekatnya sama dengan imperialisme modern yakni : nafsu, keinginan,

cita usaha, kecenderungan, sistem untuk menguasai atau mempengaruhi rumah tangga negeri

lain atau bangsa lain, nafsu untuk melancarkan tangan keluar pagar negeri sendiri. Yang

membedakan adalah sifatnya, azasnya, dan lahirnya. Imperilisme tua dialami dalam abad-abad

sebelum bagian kedua abad ke-19. Pada intinya, imperialisme terdapat pada semua zaman. Partai

Nasional Indonesia menolak semua teori yang mengatakan bahwa asal-asal penjajahan dalam

hakekatnya bukan pencarian rezeki. PNI menolak semua teori yang mengajarkan, bahwa sebab-

sebab rakyat Eropa dan Amerika mengembara di seluruh dunia dan mengadakan tanah-tanah

jajahan di mana-mana adalah oleh keinginan mencari kemasyhuran, keinginan kepada segala

yang asing, atau oleh keinginan menyebarkan kemajuan dan kesopanan.

Penjajahan membawa pengetahuan, kemajuan, dan kesopanan, yang sedalam-dalamnya

adalah urusan rezeki. Nafsu akan rezeki yang menjadi pendorong Colombus menempuh

samudera Atlantik, Bartholomeus Diaz dan Vasco da Gama menentang gelombnag samudera

Hindia. Nafsu akan rezeki yang menjadi nyawa Kompeni dalam abad ke-17 dan ke-18 dan

menjadi sendi-sendi balapan cari jajahan dalam abad ke-19 yakni sesudah kapitalisme modern

menjelma di Eropa dan Amerika.

II. Imperialisme di Indonesia

Dalam abad ke-17 dan ke-18 Oost Indische Compagnie (VOC), terdorong oleh persaingan

hebat dengan Inggris, Portugis, dan Spanyol dalam menanam sistem monopoli. Kepulauan

Maluku ribuan jiwa dibinasakan, kerajaan-kerajaan dihancurkan, jutaan tanaman cengkih dan

pala saban tahun dibasmi (hongitochten), kerajaan Makassar ditaklukkan dan perdagangannya

dipadamkan sehingga orang Makassar terpaksa menjadi bajak laut. Dengan devide et impera
kerajaan-kerajaan di Jawa diperhamba, ekonomi rakyat dimonopoli. Cultuurstelsel sebagai

cambuk jatuh di pundak rakyat yang diakui kejahatannya oleh hamper setiap kaum yang

mengalaminya dan oleh kaum terpelajar yang mempelajari riwayatnya. Di tanah Priangan orang-

orang kelaparan seperti kerangka kurusnya terhuyung-huyung sepanjang jalan. Bagi rakyat

Indonesia perubahan sejak tahun 1870 hanya perubahan cara pngedukan rezeki. Bagi rakyat

Indonesia, imperialisme tua dan modern adalah imperialisme belaka, kedua-duanya tinggal

pengangkutan rezeki Indonesia keluar, kedua-duanya tinggal drainage.

Zaman imperialisme modern mendatangkan “peradaban”, perikehidupan damai dan

“tenteram”, yakni keamanan disertai bertambahnya jumlah rakyat yang deras dan jalur yang

menghubungkan antar tempat di Indonesia. Tapi apakah semua itu, dalam hakikatnya ditinjau

dari pergaulan hidup nasional, suatu kemajuan yang setimbang dengan bencana yang disebarkan

oleh usaha partikelir untuk keuntungan para partikelir.

Imperialisme modern memiliki empat sifat : 1.) Indonesia tetap menjadi negeri pengambilan

bekal hidup ; 2). Indonesia menjadi negeri pengambilan bekal-bekal untuk pabrik-pabrik Eropa ;

3.) Indoensia menjadi negeri pasar penjualan barang-barang hasil dari macam-macam industri

asing ; 4.) Indonesia menjadi lapang usaha bagi modal yang ratusan, ribuan, jutaan jumlahnya

bukan saja Belanda tapi juga Inggris, Amerika, Jepang, dan lain-lain.

Bukan di dalam perusahaan gula saja Bumiputra mendapatkan upah yang paling rendah

(minimumloonen) melainkan terdapat di mana-mana. Orang bisa berkata: “Adakah imperialisme

modern itu berkejahatan?”. Manfaat yang diterima oleh Bumiputera dari modal Eropa hanya sisa

hasil pekerjaan kaum majikan. Imperialisme modern membuat rakyat Bumiputra menjadi bangsa

yang terdiri dari kaum buruh belaka dan membuat Hindia menjadi si buruh dalam pergaulan

bangsa-bangsa.
Tidak ada hak-hak yang orang berikan pada rakyat Indonesia untuk jadi “imbangan” kepada

bencana pergaulan hidup dan bencana kerezekian yang ditebar-tebarkan oleh imperialisme-

modern itu. Tidak ada hak-hak yang orang berikan pada rakyat kami yang cukup nikmat dan

menggembirakan untuk dijadikan pelipur hati nasional yang mengeluh melihat kerusakan sosial

dan ekonomi yang disebabkan oleh imperialisme-modern itu. Tidak ada hak-hak yang orang

berikan pada rakyatku yang boleh dijadikannya sebagai pegangan sebagai penguat,

sebagai sterking untuk memberhentikan kerja imperialisme yang mengobrak-abrik kerezekian

dan pergaulan hidup Bumiputra.

III. Pergerakan di Indonesia

Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak, pasti tiap-tiap bangsa akhirnya berbangkit, pasti

akhirnya bangun, pasti akhirnya menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu merasakan

celakanya diri teraniaya oleh suatu daya. Seluruh riwayat dunia adalah riwayat golongan-

golongan manusia atau bangsa-bangsa yang bergerak menghindarkan diri dari suatu keadaan

yang celaka.

Imperialisme-modern yang menyebarkan kesengsaraan di mana-mana itu sudah

menyinggung dan membangkitkan musuh-musuhnya sendiri. Raksasa Indonesia yang tadinya

pingsan seolah-olah tak bernyawa, raksasa Indonesia itu sekarang sudah berdiri tegak dan sudah

memasang tenaga. Saban kali ia mendapat hantaman, saban kali ia rebah, tetapi saban kali pula ia

tegak kembali. Sebagai mempunyai kekuatan rahasia, sebagai mempunyai kekuatan penghidup,

sebagai mempunyai aji-pancasona dan aji-candrabirawa, ia tidak bisa dibunuh dan malah makin

lama makin tak terbilang pengikutnya.


Indonesia sudah penuh dengan hawa kesedihan merasakan kesengsaraan dan oleh

karenanya, penuh pula dengan hawa keinginan menghindarkan diri dari kesengsaraan itu. Sejak

berpuluh-puluh tahun udara Indonesia sudah penuh dengan hawa-hawa yang demikian itu. Sejak

berpuluh-puluh tahun rakyat Indonesia itu hatinya selalu mengeluh, hatinya selalu menangis

menunggu-nunggu datangnya wahyu yang akan menyalakan api pengharapan di dalamnya,

menunggu-nunggu datangnya mantra yang bisa menyanggupkan sesuap nasi dan sepotong ikan

dan sepotong ikan kepadanya.

Pergerakan rakyat adalah akibat dari kesengsaraan rakyat, pengaruh kami diatas rakyat

adalah juga akibat dari kesengsaraan rakyat. Kami hanya menunjukkan jalan, mencari bagian-

bagian yang rata dan datar untuk aliran-aliran yang makin lama makin membanjir itu. Kami

hanya menunjukkan tempat-tempat yang harus dilalui oleh banjir itu, agar supaya banjir itu bisa

mencapai Lautan Keselamatan dan Lautan Kebesaran.

IV. Partai Nasional Indonesia

Partai Nasional Indonesia berkeyakinan, bahwa syarat yang amat penting untuk pembaikan

kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu, ialah kemerdekaan nasional. Oleh karena

itu, maka semua bangsa Indonesia terutama haruslah ditujukan ke arah kemerdekaan nasional itu.

Kemerdekaan nasional usahakanlah, sebab dengan kemerdekaan nasional itulah rakyat akan bisa

memperbaiki rumah tangganya dengan tidak terganggu,yakni dengan sesempurna-sempurnanya.

Rakyat yang dijajah hanya bisa mematahkan perlawanan kaum imperialisme terhadap pekerjaan

memperbaiki kembali semua susunan pergaulan hidup nasionalnya, dengan mengambil

kekuasaan pemerintahan, yakni dengan mengambil kekuasaan politik. Selama rakyat belum

mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat
hidupnya, baik ekonomi maupun sosial maupun politik, diperuntukkan bagi kepentingan-

kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan kepentingannya.

Kemerdekaan adalah pula syarat yang amat penting bagi pembaikan kembali segala susunan

pergaulan hidup suatu negeri bekas jajahan, suatu syarat yang amat penting bagi rekonstruksi

nasionalnya. Kalau bangsa Indonesia ingin mencapai “kekuasaan politik”, yakni ingin merdeka,

kalau bangsa kami itu ingin menjadi tuan di dalam rumah sendiri, maka ia harus mendidik diri

sendiri, menjalankan perwalian atas diri sendiri berusaha dengan kebisaan dan tenaga sendiri.

Dari sistem imperialisme Indonesia tidak mendapat pertolongan; dari sistem imperialisme

malahan hanya akan mendapat rintangan.

Kekuasaan politik dan kemerdekaan, hanya bisa didatangkan oleh usaha rakyat Indonesia

sendiri. Kaum imperialisme sudah semestinya menghalang-halangi kami dari sistem

imperialisme, yang hidupnya daripada penjajahan itu, kami tak harus mengharap sokongan

memberhentikan penjajahan itu. Nasib kami adalah di dalam genggaman kami sendiri;

keselamatan kami adalah di dalam kemauan kami sendiri, di dalam tekad kami sendiri, di dalam

kebisaan kami sendiri, di dalam usaha kami sendiri. Semboyan kami tidaklah “minta-minta”,

tidaklah “mengemis”, tidaklah “mendicancy”. Tapi semboyan kami haruslah “non-cooperation”,

lebih benar: “self-help”, “zelfverwerkelijking”, “self-reliance”, sebagai yang dilambangkan

dengan kepala banteng.

PNI membentuk tenaga yang halal, pembentukan kekuasaan di dalam lingkungan undang-

undang. Cara PNI beraksi tak lain dari mengadakan rapat-rapat umum di mana-mana untuk

mempengaruhi, menggugahkan, membangkitkan pendapat umum, menulis karangan-karangan di

dalam surat-surat kabar, mengadakan kursus-kursus kepada anggota-anggota sendiri tentang

pasal-pasal.  PNI adalah kaum revolusioner “radikal” yang ingin mengadakan perubahan selekas-
lekasnya. PNI menyuburkan keinsafan bangsa, dengan keinsafan nasionaliteit, dengan

nasionalisme. Sebab tiap-tiap rakyat yang dikuasai oleh bangsa lain merasakan imperialisme

bangsa lain, yang diperintahi secara jajahan demikian itu, adalah berbudi akal nasionalistis.

PNI menjawab politik divide et impera dengan mendengungkan tekad persatuan Indonesia,

menjawab politik yang memecah belah itu dengan dayanya mantram nasionalisme Indonesia

yang merapatkan barisan.  PNI mencoba memberantas kemunduran rakyat dengan mengadakan

lebih banyak pendidikan rakyat, menyokong sekolah-sekolah rakyat, mengurangi buta huruf di

kalangan rakyat. PNI mencoba membangkitkan dan membesarkan kemauan rakyat akan nasib

yang lebih mirip nasib manusia. PNI adalah suatu partai nasionalisme revolusioner dan

massaisme, kromoisme, marhaenisme PNI tidaklah karena paham “Gombinis”, melainkan karena

susunan pergaulan hidup Indonesia yang memang membuat PNI memeluk kromoisme dan

marhaenisme. “Di dalam massa, dengan massa, untuk massa!” harus menjadi semboyan PNI dan

semboyan tiap-tiap orang Indonesia yang mau berjuang untuk keselamatan tanah air dan bangsa.

Sumber artikel referensi penulisan resume :

https://id.wikisource.org/wiki/Indonesia_Menggugat

Anda mungkin juga menyukai