Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Surveilans adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan berkesimabungan.


masyarakat (core science of public health). Manfaat dan tujuan Surveilans epidemiologi
yaitu deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi dan distribusinya, perhitungan
trend, identifikasi pola penyakit, identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu,
orang dan tempat, identifikasi faktor resiko dan penyebab lainya, deteksi perubahan
pelayanan kesehatan dan terjad, dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis,
mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epideiologinya, memberikan informasi dan
data dasar untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa akan datang,
membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada
tahap perencanaan.

Istilah ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut dengan
pengertian sebagai berikut : Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan
adalah organ mulai dari idung hingga Alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya
diperlukan waktu penyembuhan 5-14 hari (Nurijal, 2009). Etiologi ISPA terdiri lebih
dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari
genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus, bordetelia, dan
korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan miksovirus,
adnovirus, koronavirus, pikormavirus, mikoplasma, Hiperpesvirus dan lain-lain.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Surveilans Epidemiologi?
2. Apa yang dimaksud dengan ISPA, pencegahan ISPA, dan penanggulangannya?
3. Bagaimana prevalensi penyakit menular dipuskesmas Sario?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui yang dimaksud dengan surveilans Epidemiologi.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ISPA, pencegahan, dan
penagnggulangannya.
3. Mengetahui bagaimana prevalensi penyakit pada puskesma Sario.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis dan


berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan
dan memantau (memonitor) peristiwa kesehatan (Noor Narsy Nur, 2008).

Kaitannya dengan penyakit kegiatan surveilans epidemiologi dapat diaplikasikan


untuk kegiatan :

a. Laporan rutin kasus penyakit tertentu, baik penyakit menular maupun tidak
menular.
b. Pencatatan dan pelaporan khusus kejadian tertentu dalam masyarakat.
c. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan penyakit yang wajib dilaporkan.
d. Surveilans ekologi dan lingkungan : vector, pengotoran lingkungan dll.
e. Pengamatan dan pengawasan pemakaian zat tertentu seperti insektisida, vaksin
dan zat lain yang berbahaya.
f. Pelaksanaan survey berkala untuk hal tertentu.
g. Pengamatan/penelitian aktif penyakit tertentu.

Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans kesehatan


masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan
metode yang sama dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan massalah
kesehatan masyarakat sehingga epidemiologi dikenal sebgaia sains inti kesehatan
masyarakat (core science of public health).

Manfaat dan tujuan Surveilans epidemiologi yaitu deteksi perubahan akut dari
penyakit yang terjadi dan distribusinya, perhitungan trend, identifikasi pola penyakit,
identifikasi kelompok resiko tinggi menurut waktu, orang dan tempat, identifikasi faktor
resiko dan penyebab lainya, deteksi perubahan pelayanan kesehatan dan terjad, dapat
memonitoring kecenderungan penyakit endemis, mempelajari riwayat alamiah penyakit
dan epideiologinya, memberikan informasi dan data dasar untuk proyeksi kebutuhan

3
pelayanan kesehatan dimasa akan datang, membantu menetapkan masalah kesehatan
prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan.

Tujuan surveilans adalah untuk mengyakinkan diagnosis dan pengobatan sedini


mingkin, sehingga karrier dan populasi terancam yang bersangkutan tidak sempat
menularkan penyakitnya kepada orang yang sehat (Buchari Lapau 2011).

Elemen-elemen dalam surveilans dapat diartikan sebagai sumber data dari surveilans
itu. Sumber-sumber data itu adalah sebagai berikut :

1. Pencatatan kematian
2. Laporan morbiditas
3. Laporan epidemic
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Investigasi kasus
6. Penyelidikan letusan penyakit
7. Survey
8. Investigasi dan reservoir
9. Penggunaan obat, serum dan vaksin
10. Informasi tentang penduduk, makanan dan lingkungan
11. Informasi mengenai program kesehatan

2.2 Pengertian ISPA

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit
pernapasan yang terberat dan banyak menimbulkan akibat dan kematian.

Istilah ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut dengan
pengertian sebagai berikut : Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan
adalah organ mulai dari idung hingga Alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya
diperlukan waktu penyembuhan 5-14 hari (Nurijal, 2009). Penyakit ini merupakan

4
penyakit tersering dijumpai pada anak balita, baik yang hanya merupakan pilek biasa
sampai dengan adanya infeksi pada saluran nafas bawah yaitu infeksi yang mengenai
paru-paru (Prasetyawati, 2012).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak. Insidens menurut kelompok umur balita diperkkirakan 0.29 episode
per-anak/tahun di Negara berkembang dan 0.05 episode per-anak/tahun dimana 151 juta
episode (96.7%) terjadi dinegara berkembang. Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta
episode. ISPA merupakan salah satu kunjungan pasien dipuskesmas (40%-60%) dan
rumah sakit (15%-30%) (WHO,2008).

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali pertahun (rata-rata 4 kali pertahun, artinya
seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun).

Penyakit Pneunomia dinegara berkembang, merupakan 25% penyumbang kematian


pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan, dan survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat
pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas
pada bayi akibat pneumonia sebesar 36%. Hasil SKRT tahun 1992 menujukkan bahwa
angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan
angka mortalitas pada balita mendudukki urutan kedua (13%). Penyakit ISPA pada
tahun 1999 di Jawa Tengah selalu menduduki rangking 1 dari 10 besar penyakit pasien
rawat jalan di puskesmas (Masriadi, 2017).

Djaja (2001) menyebutkan, bahwa prevalensi ISPA pada anak laki-laki (9,4%)
hamper sama dengan perempuan (9,3%), prevalensi ISPA diperkotaan (11,2%),
sementara dipedesaan (8,4%) ; di Jawa-Bali (10,7%), sementara diluar Jawa-Bali
(7,8%). Prevalensi ISPA untuk daerah tidak tertinggal (9,7%), sementara didaerah
tertinggal (8,4%). Profil kesehatan Indonesia tahun 2005 terlihat bahwa cakupan
Pneumonia penderita dan pengobatan dari target (perkiraan penderita) masih relative
rendah, tahun 2000 ada 30,1%; tahun 2001 ada 25% ; tahun 2002 ada 22,1% ; tahun
2003 ada 30% ; tahun 2004 ada 36% ; tahun 2005 ada 27,7%. Hasil pemantauan yang

5
dilakukan tersebut belum mengambarkan kondisi yang sebenarnya oleh karena masih
ada beberapa wilayah yang belum menyampaikan laporannya. Kecenderungan
peningkatan jumlah balita penderita ISPA, dimana penderita penyakit ISPA pada tahun
2002 berjumlah 8.836 orang dan pada tahun 2007 mencapai 9.412 orang (Masriadi,
2017).

Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25.5% (rentang : 17.5%-41.4%)


dengan 16 proponsi diantaranya mempunyai prevalensi diatas angka nasional. Kasus
ISPA umumnya terdeteksi berdasarkan gelaja penyakit, kecuali di Sumatera selatan
lebih banyak di Diagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi Pneumonia tahun 2007 di
Indonesia adalah 2.1% (rentang : 0,8%-5.6%). 14 dari 33 provinsi mempunyai
prevalensi diatas angka nasional (Masriadi, 2017).

Provinsi dengan prevalensi ISPA tinggi juga menunjukkan prevalensi pneumonia


tinggi, antara lain usa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darusalam, Papua Barat,
Gorontalo, dan Papua. Prevalensi ISPA tertinggi pada Balita (>35%), sedangkan
terendah pada kelompok umur 15-20 tahun. Prevalesni cenderung meningkat lagi sesuia
dengan menignkatnya umur. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan relatife sama,
dan sedikit lebih tinggi dipedesaan (Masriadi, 2017).

Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan
tingkat pengeluaran RT per kapita lebih rendah. Karakteristik responden Pneumonia
serupa dengan karakteristik responden ISPA, kecuali kelompok umur ≥55 tahun (>3%)
pneumonia lebih tinggi. Pneumonia klinis terdeteksi lebih tinggi pada laki-laki dan satu
setengah kali lebih banyak dipedesaan di bandingkan diperkotaan. Pneumonia
cenderung lebih tinggi pada kelompok yang memiliki pendidikan dan tingkat
pengeluaran RT per kapita lebih rendah (WHO, 2010).

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus,
hemofilus, bordetelia, dan korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan miksovirus, adnovirus, koronavirus, pikormavirus, mikoplasma,
Hiperpesvirus dan lain-lain (Khin.M.T.2005).

6
Umumnya penyekit infeksi saluran pernapasan ini di sebabkan oleh penyebaran
sejenis kuman. Kuman ini mudah menyebar dan menyerang saluran yang menuju
telinga bagian tengan, sehinga memunculkan penyakit infeksi bagian telinga. Bila
misalnya ia menyerang tenggorokan, sampai ke paru-paru, maka selaput bronchi akan
mengalami infeksi. Kemudia bila ia sampai menyerang jaringan paru-paru, maka akan
terjdai radang paru (pneumonia) da mengakibatkan terjadinya komplikasi.

Menurut penelitian yang sudah dilakukan faktor resiko paling tinggi terkena ISPA
adalah Balita. Banyak faktor yang dapat menyebabkan balita dapat mengalami ISPA
lebih besar dari pada orang dewasa, contohnya perilaku merorok orang tua, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang ISPA dan keadaan tempat tinggal.

Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :

a. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki- lakilah yang
banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan
perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA.
Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil
menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

7
b. Faktor Biologis
Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo, 2007):
1) Status gizi
Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari
penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat
5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta
istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh
akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan
masuk kedalam tubuh.
2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):
a) Bahan bangunan
Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting disini adalah tadak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk
memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat,
dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan
sarang penyakit gangguan pernapasan.
b) Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok
sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya
tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik
dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang
pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat
menambah penerangan alamiah.
c) Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah
tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat
membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang
tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat
dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan,
di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

8
d) Lain-lain (tiang, kaso dan reng) Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan
reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan
lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan
sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus
menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu
yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.
e) Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam
rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan
merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri
penyebab penyakit)
f) Cahaya Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang
dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan
rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-
bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan
menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata.
c. Faktor Polusi
Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu (Lamsidi, 2003) :
1) Cerobong asap
Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik industri yang
dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap
bisa keluar ke atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat
horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang melalui cerobong
horizontal dan dialirkan ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus
dan asap mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh

9
media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap racun dan
logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran
udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari polusi rumah
tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak,
bahan bakar untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah
bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.
2) Kebiasaan merokok
Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia
seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida,
ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-
ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut
akan beresiko terserang ISPA.
d. Faktor timbulnya penyakit
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari Effendy
(2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan
kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku
manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh
lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi
asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada orang yang terkena
penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah satu keluarga yang terkena penyakit ISPA
karena penyakit ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan pelayanan
sehari-hari yang baik maka penyakit ISPA akan berkurang dan kesehatannya sedikit
demi sedikit akan membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Serangan yang terjadi menimbulkan berbagai gejala-gejala, sesuai dengan
pederita, akibatnya yang mula-mula tampak adalah batul, disertai demam dan pusing.
Tempratur badan agak tinggi serta rasa sakit pada otot terasa pegal-pegal, sehingga
perlu mendapat perawatan sehingga yang bersangkutan perlu beristirahat.
Selera makan penderita terus menerus turun, bila penderita selama ini suka makan
dengan nafsu makan yang normal. Kadang-kadang terasa sakit pada tenggorokan,
karena rahang membengkak, serta dibawah tulang rahang membengkak dan lembek.

10
Pada saat ini kondisi tubuh terasa amat tidak enak, panas badan menaik, meskipun
gejala ini sering pula tidak pada penderita lain.
Hamper semua sendi dan otot terasa sakit dan lesu, sedangkan anggota tubuh dan
anggota badan lain terasa pegal-pegal. Bila hal ini berlangsung cukup lama, akan
lama kelamaan terjadi komplikasi dan berjangkit hebat, sehingga penderita di
samping serng batuk-batuk juuga akibat kinerja bakteri yang sudah merusak
meyebabkan rasa sakit dan sukar tidur dimalam hari.
Karena banyaknya air yang keluar dari tubuh berupa air seni dan keringat yang
terus menerus mengalir, maka cairan ini perlu diganti dengan meminum banyak air
dan dianjurkan agar penderita banyak meminum air putih Disamping banyak minum
dianjurkan pula agar penderita banyak meminum air putih. Disamping banyak
minum dianjurkan pula agar penderita juga memakan buah seperti air jeruk panas.
Makanan juga dianjurkan tidak mengandung banyak lemak, namun dapat
membangkitkan selera makan penderita.
Salah satu usaha yang sangat dianjurkan agar penderita banyak beristirahat dan
kurangi kegiatan fisik yang memerlukan nayak tenaga. Waktu yang cukup untuk
beristirahat ini juga akan mengurangi rasa sakit dan penderita sebaiknya
menghentika kegiatan merokok.
Kepada penderita amat dianjurkan untuk tidak merokok, karena tidak merokok
meringankan rasa sakit yang sedang diidap penderita. Menurut ahli, merokok dapat
memperberat rasa sakit infeksi pernapasan ini. Perokok jauh lebih hebat penderitaan
yang dirasakannya dibandingkan dengan orang yang tidak pernah merokok.
Mekanisme ISPA

11
12
BAB
III

METODE SURVEILANS
3.1. JENIS SURVEILANS
Jenis surveilans yang dilakukan saat pengumpulan data adalah surveilans pasif.
Dimana unit surveilans puskesmas sario mengumpulkan data dari kunjungan pasien
di puskesmas sario. Surveilans pasif adalah dilakukan dengan cara menerima data
dari fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam
bentuk rekam medis, buku register pasien, laporan data kesakitan/ kematian, laporan
kegiatan, laporan masyarakat dan betuk lainnya ( Permenkes no.45 thn 2014).
3.2. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data melalui data sekunder dari Puskesmas Sario tentang 10
penyakit menonjol yang tejadi diwiayah puskesmas sario, dan terdapat 4 penyakit
menular ISPA, Dermatitis, CC/Faringitis/Rhinitis dan Cought. Data sekunder adalah
sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono,
2015).
3.3. WAKTU DAN TEMPAT
Waktu pengambilan data yaitu pada tanggal 16 maret 2018, tempat pengambilan data
di Puskesmas Sario pada petugas surveilans.
3.4. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data yang dipakai yaitu kamera. Kamera dipakai untuk
merekan suatu peristiwa baik video maupun foto. Selain kamera instrument lain yaitu

13
wawancara dengan petugas surveilans di Puskesmas Sario tentang 10 penyakit yang
menonjol diwilayah kerja puskesmas Sario.
3.5. CARA/ PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Cara pengumpulan data yaitu dengan wawancara tidak terstrukrut kepada petugas
puskesmas.

3.6. ANALIS DATA


Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dipuskesmas Sario kami mendapatkan
data penyakit yang dialami oleh masyarakat diwilayah kerja puskesmas sario.
Prevalensi penyakit paling tinggi di wilayah kerja puskesmas sario yaitu penyakit
ISPA dengan penderita mencapai 1.73 orang.

kelompok umur
0- 1
15- 20- 45-
no nama 28 bln- 1-4 5-14 >60 jumlah
19 44 59
har 12 thn thn thn
thn thn thn
i bln
1 ISPA 0 72 202 170 51 167 255 156 1073
2 Dermatitis 2 28 58 79 87 93 89 100 536
3 CC/Faringitis/Rhinitis 0 60 100 64 20 105 60 92 501
4 cought 1 4 16 12 2 28 31 46 140
Table 1. Analisis penyakit menular di puskesmas sario

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada hari jumat, 16 maret 2018 dengan
petugas surveilans di wilayah sario, kami mendapatkan data penyakit yang paling
banyak di alami masyarakat sario pada tahun 2017. Berdasarkan table 1, dapat dilihat
bahwa penyakit menular yang ada diwilayah kerja puskesmas sario tahun 2017 yang
tertinggi yaitu ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 1.073 orang dengan kelompok
umur yang paling tinggi 45-59 tahun sebanyak 255 orang dan yang terendah yaitu
cought dengan jumlah kasus 140 orang, kelompok yang paling tinggi >60 tahun 46
orang.

Dari hasil wawancara yang sudah dilakukan pada petugas surveilans di wilayah kerja
sario, dapat diketahui bahwa pihak puskesmas telah melakukan penyuluhan/ sosialisasi
tentang ISPA paling sedikit 1 tahun 2 kali, terutama pada saat posyandu. Penyuluhan
tersebut tidak hanya mencakup ISPA tapi juga masalah kesehatan lainnya.

15
BAB V

PENUTUP

16
DAFTAR PUSTAKA

Noor.N. Nur. 2008. Epidemiologi. Rineka cipta, Jakarta

Masriadi H. 2017. Epidemiologi penyakit menular. Raja grafindo, Depok

Saydam Gouzali. 2011. Memahami berbagai penyakit pernapasan dan gangguan


pencernaan. Bandung : Alfabeta.

Prasetiyawati. 2009. Infeksi saluran pernafasan akut. (online).


(http://www.springelink.com diakses 25 maret 2018)

Lapau Buchari. 2011. Prinsip dan metodologi epidemiologi. Balai penerbit FKUI,
Jakarta.

World Health Organization. 2008. Pencegahan dan pengendalian ISPA di fasilitas


pelayanan Kesehatan. (online).

http://www.who.int/csr/resources/publication/AMpandemibahasa.pdf. Diakses pada


tanggal 25 maret 2018

PERMENKES. 2014. Penyelenggaraan surveilans kesehatan. (online)

17
LAMPIRAN

18
19
20

Anda mungkin juga menyukai