4 (2019): 860-879
ISSN: 0125-9687 (Cetak)
E-ISSN: 2503-1465 (Online)
Abstract
The application of Corporate Social Responsibility (CSR) and Fiduciary Duty in Law
No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies creates a conflict of interest.
The problem that arises is the placement of CSR in the company's income statement
that will reduce the company's dividend distribution. This violates the principle of
"fiduciary duty". Directors of Limited Liability Company must maximize shareholder
prosperity. So far, CSR is considered a social activity. To avoid conflicts of interest,
CSR must be classified into a promotional account in the financial statements,
especially the Balance Sheet. The method used to assess CSR refers to the effects of
promotions on investors. Therefore, CSR is not separated from the account in the
company's operational costs. Article 1 Paragraph (3) The Limited Liability Company
Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies needs to be revised and
does not refer to social interests, but the commercial interests of shareholders.
Abstrak
Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Fiduciary Duty dalam Undang-
Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas membuat konflik kepentingan.
Permasalahan yang timbul adalah penempatan CSR dalam income statement perseroan
yang akan mengurangi pembagian dividen perseroan. Hal ini melanggar prinsip
“fiduciary duty”. Direksi perseroan terbatas wajib memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Selama ini CSR dianggap sebagai kegiatan sosial. Untuk
menghindari konflik kepentingan, CSR wajib diklasifikasikan kedalam akun promosi
dalam laporan keuangan, khusunya Neraca. Metode yang digunakan untuk menilai
CSR dengan merujuk kepada efek dari promosi terhadap investor. Investor seharusnya
terpengaruh dengan “brand name” perseroan yang terbentuk karena kepatuhannya
terhadap CSR. Oleh karenanya, CSR tidak dipisahkan dari akun dalam biaya
operasional perseroan. Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas perlu direvisi dan tidak merujuk kepada
kepentingan sosial, tetapi kepentingan komersial dari pemegang saham.
Kata Kunci: Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan, Biaya Operasional Perusahaan, Promosi.
Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol49.no4.2345
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 861
I. PENDAHULUAN
1
Wan Saiful Wan Jan, “Defining corporate social responsibility”, Journal of Public Affairs, 6:
176–184, (August 2006). file:///D:/Downloads/WSWJDefiningCSRNov2006.pdf, diakses pada tanggal
11 Februari 2019.
862 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
Adapun konsep CSR yang dimaksud adalah an abstract idea; a general notion.
Namun konsep CSR tetap dapat dipaksakan berdasarkan peraturan normatif.
Penyesuaian konsep CSR harus disesuaikan dengan mengubah UU PT atau perseroan
agar dapat menarik konsep CSR ke dalam konsep akun yang telah dikenal dalam
akunting dan dapat mewakilinya.
Adapun pilihannya yang dimungkinkan dalam mengatasi konflik yang timbul
adalah perseroan menarik konsep CSR dan menyesuaikannya ke dalam konsep
akutansi yang telah dikenal dalam laporan keuangan. Penempatan biaya CSR yang
dapat mewakilinya dalam laporan keuangan akan mempengaruhi pembiayaan
operasional perseroan. Dalam hal ini, konsep CSR dimasukkan ke dalam kategori
akun yang telah ada dalam laporan keuangan perseroan. Perlunya penjelasan yang
dapat mendukung penempatan CSR dalam laporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini akan
membahas tentang pembebanan CSR dalam laporan keuangan perseroan sebagai
promosi yang belum dapat diberikan valuasi penilaiannya: Pertama, apakah CSR
dapat dimasukkan sebagai biaya operasional perseroan? Kedua, apakah CSR dapat
dianggap sebagai bentuk promosi dalam biaya operasional perseroan?
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan,
dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan per undang-
undangan, literatur-literatur dan bahan-bahan referensi lainnya yang berhubungan
dengan judul penelitian sebagai bahan analisis, yang secara deskriptif dipergunakan
untuk menggambarkan gejala-gejala yang terjadi di masyarakat terhadap obyek yang
diteliti dengan pendekatan kualitatif, dipersandingkan secara prescription dengan
menggunakan pendekatan kausal komparatif berdasarkan ilmu hukum. Penggunaan
lintas disiplin ilmu hukum dan akunting digunakan agar memperoleh gambaran atau
pedoman mengenai penempatan CSR dalam laporan keuangan yang seharusnya dan
menjadi revisi konsep CSR dalam peraturan perseroan dan peraturan lainnya.
2
Mia Mahmud Rahim, Legal Regulation of Corporate Social Responsibility: A Meta-regulation
Approach of Law for Raising CSR in a Weak Economy, Heidelberg, New York, Dodrecht, London:
Springer, (2013), hal. 15.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 863
direksi juga dapat merugikan non pemegang saham dan pasar modal secara
keseluruhan.
Demikian pula halnya dengan direksi sebagai pegawai yang diberi upah oleh
perseroan. Upah pegawai adalah uang pemegang saham yang akan digunakan untuk
membayar unit kerja pegawai di akhir bulan. Pegawai yang bekerja berhak atas jumlah
gaji tertentu. Uang perseroan yang diperuntukkan gaji pegawai adalah uang pegawai
karena gaji itu dibayar di akhir bulan setelah pegawai bekerja. Sebelum pembayaran
gaji, uang perseroan yang berasal dari pemegang saham milik pegawai. Perseroan
masih berhutang yang pembiayaannya dari pemegang saham. Sama halnya dengan
pemegang saham yang sesungguhnya mereka adalah kustomer. Setiap saat pemegang
saham dapat kembali menjadi pemegang saham dengan pengembalian sahamnya
melalui penjualan saham. Perbedaanya pemegang saham hanya mempertahankan
dananya. Investor menarik dananya dari perseroan oleh orang yang sama.
Lalu banyak hal lainnya yang tidak sesuai dengan keadilan. Pengungkapan lebih
lanjut, mengapa modal yang diungkap dalam saham termasuk dalam utang? Hal
tersebut dikarenakan kewajiban perseroan kepada pemegang saham. Perseroan adalah
subjek hukum fiksi yang dianggap berdiri sendiri. Pemegang saham sebagai pemilik
perseroan tidak mungkin menggerakkan perseroan. Pemegang saham hanya memiliki
kewenangan sebagai pemilik perseroan karena ia menanggung risiko bersama.
Keuntungan setelah pajak dapat dibagi, bila perseroan tidak membutuhkan modal.
Sebaliknya pemegang saham juga dapat menarik seluruh modalnya. Pemegang saham
dapat menjual sahammnya karena perseroan tidak dapat memberikan keuntungan yang
maksimal. Sama halnya utang bank dalam lajur utang. Bank meminta pelunasan kredit
dan bunganya secara penuh. Sebenarnya pemaksaan keuntungan yang lebih besar
terletak pada investor. Investor sebagai pemilik modal tidak ingin bertahan, bila
perseroan tidak memberikan keuntungan lebih besar dari bunga bank. Sementara
perseroan membutuhkan pinjaman uang, akan tetapi biayanya tidak membebani
operasional, sehingga keuntungan perseroan mengecil.
Namun subjek yang menggerakkan perseroan adalah karyawan, akan tetapi
perseroan membayar jasanya di akhir bulan. Perseroan memiliki kewajiban kepada
karyawan untuk membayar gaji. Tunggakan gaji di akhir bulan adalah utang
perseroan. Perseroan mencatatkannya sebagai biaya operasional perseroan. Perseroan
telah berutang kepada pekerja, akan tetapi kepentingan pekerja dikesampingkan.
Perseroan lebih mengutamakan kepentingan pemegang saham.
Keadaan diatas membuat konflik antara pemegang saham dan pekerja.
Pemaksimalan kemakmuran individu berdasarkan pemikiran Adam Smith berbeda
dengan kemakmuran pemegang saham menurut Milton Friedman. Pekerja sebagai
individu yang perlu dimaksimalkan kemakmurannya. Dalam hal ini, perseroan harus
menghadapi keadaan yang berkonflik.
Lalu uang perseroan milik siapa? Denning menganggap konsep yang diikuti
selama ini telah membodohi masyarakat. Friedman dianggap salah menyatakan uang
perseroan adalah milik pemegang saham, karenanya perseroan wajib mengatakan
pemegang saham saja. Ini yang dipertanyakan "kapan konsep yang membodohi ini
berakhir?" (Steve Denning, 2013). Pendapat Denning masuk akal. masyarakat telah
terjebak dalam institusi yang membodohinya. Hukum terlalu kuat untuk memagarinya.
Hal ini telah tertuang dalam peraturan UU PT yang sah. Perubahannya akan memakan
waktu yang panjang dan lama. Karyawan yang membuat produk atau jasa perseroan
hanya dianggap sebagai unsur produksi yang tidak memerlukan biaya tambahan,
kecuali hal yang telah disepakati dalam perjanjian.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 865
3
Unoviana, “10 Tahun Larangan Merokok, 70 Persen Tempat Umum di Jakarta Masih
"Ngebul””, Kompas.com, (2015)
https://megapolitan.kompas.com/read/2015/09/29/14502591/10.Tahun.Larangan.Merokok.70.Persen.Te
mpat.Umum.di.Jakarta.Masih.Ngebul., diakses pada tanggal 14 Januari 2019
866 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
4
Arild Vatn and Daniel W, Bromley, “Externalities-A Market Model Failure”. Environmental
and Resource Economics, Vol. 9 (1997), hal. 135-151.
http://econ.tu.ac.th/archan/Chalotorn/on%20mkt%20failure/vatn%20et%20al.pdf. diakses pada
tanggal 10 Januari 2016.
5
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, TLN Nomor: 4756.
6
Berdasarkan pasal 15 UU PT, Anggaran dasar mencantumkan salah satu syarat minimal,
termasuk anggota direksi dan dewan komisaris perseroan.
7
Pasal 1 ayat (5) UU PT.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 867
tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Anggaran dasar perseroan mencantumkan tugas, tanggung jawab, hak dan
kewajiban seluruh organ PT. Ketentuan dalam anggaran dasar tersebut mewakili
perseroan secara kongkrit sebagai badan hukum. Direksi akan diminta
pertanggungjawabannya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).8 Seseorang
diangkat sebagai direksi dalam RUPS memiliki tujuan untuk membuat keuntungan
sebesar-besarnya kepada pemegang saham dengan cara memaksimalkan kepuasan
pemegang saham. Kepuasan maksimal (utility maximazation) dapat diungkapkan
dengan pembagian keuntungan perseroan (dividen) yang sebesar-besarnya kepada
pemegang saham.9
Dalam hal ini terdapat benturan kepentingan antara direksi dan pemegang
saham, apabila direksi memiliki saham perseroan mayoritas. Namun direksi dapat
memiliki saham perseroan yang dikelolanya sendiri. Pasal 101 ayat (1) UU PT
menyebutkan: (1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai
saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam
Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus. (2)
Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.
Peraturan pelaksana yang mengaturnya terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11
/POJK.04/2017 Tentang Laporan Kepemilikan Atau Setiap Perubahan Kepemilikan
Saham Perseroan Terbuka, BAB II, pasal 2 Ayat (1) menyebutkan: Anggota Direksi
atau anggota Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham Perseroan
Terbuka baik langsung maupun tidak langsung. Direksi dapat memiliki saham
perseroannya yang go public, asalkan dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan.
Apabila perseroan belum memiliki status go public, pembelian saham oleh
direksi terhadap perseroannya dilaporkan ke daftar khusus. Permasalahannya apakah
keadaan ini konsisten dengan keadaan lainnya. Prinsipnya harta kekayaan perseroan
dan pribadi dipisahkan. Oleh karenanya, direksi memiliki tanggung jawab kepada
pemegang saham, yang dikenal sebagai fiduciary duty. Apabila direksi melanggar
anggaran perseroan, maka timbul piercing the corporate veil, artinya direksi
bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahannya. Perlindungan yg diberikan
perseroan terhadap harta kekayaan direksi terlepas.
Rapat Umum Pemegang Saham menentukan apakah direksi melakukan
pelanggaran fiduciary duty. Direksi yang merangkap pemegang saham dengan suara
terbanyak dapat menyatakan direksi tidak melakukan pelanggaran. Ini permasalahan
benturan kepentingan. Direksi yang melanggar fiduciary duty dapat disahkan oleh
pemegang saham bersalah, akan tetapi direksi dengan merangkap pemegang saham,
8
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUPT, RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
9
Neva Goodwin, etc, “Consumption and the Consumer Society”, A GDAE Teaching Module on
Social and Environmental Issues in Economics, Tufts University Global Development and Environment
Institute, this reading is based on portions of Chapter 10 from: Microeconomics in Context, Copyright
M.E. Sharpe, Dalam ekonomi mikro, konsumsi produk/jasa, termasuk keuntungan saham menjadi
tujuan utama ekonomi, (2008)
http://www.ase.tufts.edu/gdae/education_materials/modules/Consumption_and_the_Consumer_Society.
pdf, diakses pada tanggal 28 Juli 2017.
868 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
maka pemegang saham tidak akan pernah menyatakan dirinya bersalah sebagai direksi
dalam mengambil keputusannya.
Dengan demikian, direksi perseroan memiliki norma, 10 yang harus diterapkan
dalam kegiatan perseroan. Adapun norma perseroan tersebut dikenal sebagai fiduciary
duty, seperti layaknya orang yang dipercayakan memegang harta orang lain memiliki
kewajiban untuk menjaga kepentingan orang yang mempercayakannya. Adapun
norma ini digunakan untuk menjaga kepentingan investor atau pemegang saham.
Norma direksi perseroan mengasumsikan pemegang saham sebagai satu-satunya pihak
yang akan menikmati keuntungan perseroan. Dalam peristiwanya, direksi dapat
menyimpan hasil kejahatannya di dalam perusahaan.
10
Bernard S. Sharfman, “Shareholder Wealth Maximization and Its Implementation Under
Corporate Law”, Florida Law Review, Vol. 66, Issue:1, Article 7, (2014), hal. 3-5. Norma yang
dimaksud bukan norma hukum yang tertulis dan dapat dipaksakan, akan tetapi norma yang dapat
diterapkan. Norma tersebut dapat dijelaskan, “a rule that is neither promulgated by an official source,
such as a court or legislature, nor enforced by the threat of legal sanctions, yet is regularly complied
with.” Jonathan R. Macey, “Corporate Governance: Promises Broken”, 32-33, (2009), (dikutip dari
Richard A. Posner, ”Social Norms and the Law: An Economic Approach”, American Economic Review,
(Papers & Proc.), Vol. 87, Issue. 2, 365-69, (1997)).
http://scholarship.law.ufl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1180&context=flr, diakses pada tanggal 26
Juli 2017
11
Andrew J. Demetriou, etc, “Stone v. Ritter: The Delaware Supreme Court Affirms the
Caremark Standard for Corporate Compliance Programs”, ABA Ehealth Resource, Volume 3 Number 6,
(February 2007),
https://www.americanbar.org/newsletter/publications/aba_health_esource_home/Volume3_06_demetrio
u.html, diaskes pada tanggal 31 Juli 2017.
12
Andrew, S. Gold, “The New Concept of Loyalty in Corporate Law”, University of California,
Davis, Vol. 43: 457, (2009), hal. 457. http://lawreview.law.ucdavis.edu/issues/43/2/articles/43-
2_gold.pdf, diakses pada tanggal 21 Juli 2017.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 869
18
Ibid.
19
Sutan Remy Sjahdeini, “Pemidanaan Korupsi”, Kompas.id, (Kamis, 3 Agustus 2017),
https://kompas.id/baca/opini/2017/08/03/pemidanaan-korporasi/, Diakses pada tanggal 4 Februari 2019.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 871
20
Stephen Bainbridge, “A Duty to Shareholder Value”, The New York Times, (April, 16, 2015),
https://www.nytimes.com/roomfordebate/2015/04/16/what-are-corporations-obligations-to-
shareholders/a-duty-to-shareholder-value, diakses pada tanggal 19 Juli 2017.
21
Christopher Cosans, “Does Milton Friedman Support a Vigorous Business Ethics?”, Journal
of Business Ethics, (Spring, 2008), http://link.springer.com/article/10.1007/s10551-008-9927-5, diakses
pada tanggal 20 Janurai 2017.
22
Judy Laux, “Topics in Finance Part I-Introduction And Stockholder Wealth Maximization”,
American Journal of Business Education, Volume 3:2, (February, 2010), hal. 15.
http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1060345.pdf, diakses pada tanggal 19 Juli 2017.
23
Janet Ranganathan, (August 26, 2010), “Minding the Sustainability GAAP”, World Resources
Institute, https://www.wri.org/blog/2010/08/minding-sustainability-gaap, diakses pada tanggal 7
Februari 2019.
872 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
24
Thejo Jose, “Need for Harmonisation of Sustainability Reporting Standards”, Journal of
Finance and Economics. , 5(6), 253-258, 2017, http://pubs.sciepub.com/jfe/5/6/1/index.html, diakses
pada tanggal 9 Februari 2019.
25
Taridi K. Ridho, “The Development of CSR Implementation in Indonesia and Its Impact on
Company’s Financial and Non-financial Performance”, ICIFEB International Conference on Islamic
Finance, Economics and Business Volume 2018,
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:hPlRocsB-
ZcJ:https://knepublishing.com/index.php/Kne-
Social/article/download/2517/5622+&cd=3&hl=en&ct=clnk&gl=id, diakses tanggal 5 Januari 2019
26
Thomas Storck, “The Butcher, The Baker, The Candlestick Maker”, The Distrubutist Review,
(3 Desember 2012), https://distributistreview.com/the-butcher-the-baker-the-candlestick-maker/,
diakses Pada tanggal 25 Januari 2019.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 873
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Semakin besar keuntungan kotor yang didapat perseroan, semakin besar pajak
yang dibayarkan kepada negara. Pemegang saham telah berbagi keuntungan dengan
negara ketika perseroan mendapatkan keuntungan yang positif. Namun, biaya CSR
yang tidak termasuk dalam biaya operasional akan menambah pengurangan
keuntungan bagi pemegang saham, karena akan memperbesar keuntungan perseroan
sebelum kena pajak.
27
Forbes, Tim Worstall, (Contributor), “No Surprise At All-Corporate Social Responsibility
Reduces Profits”, (3 June, 2017), https://www.forbes.com/sites/timworstall/2017/06/03/no-surprise-at-
all-corporate-social-responsibility-reduces-profits/#6481f4a3ef2e, diakses pada tanggal 1 Januari 2019.
28
Ibid.
29
S Geethamani, “Advantages and disadvantages of corporate social responsibility”,
International Journal of Applied Research, Volume: 3(3), (2017), hal. 372-374.
http://www.allresearchjournal.com/archives/2017/vol3issue3/PartF/3-3-11-827.pdf, diakses pada
tanggal 7 Februari 2019.
874 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
IV. DISKUSI
Ilmu akunting adalah ilmu yang rumit, karena memerlukan perhitungan yang
teknis. Tingkat kesulitannya sangat rumit. Namun percampuran ilmu antara ilmu
hukum dan akunting ini sangat dibutuhkan dalam menganalisa CSR. Pendapatan
perseroan akan merosot dengan biaya operasional yang semakin besar. Pembagian
keuntungan dibagi setelah dikurangi pajak pemerintah. Pemegang saham mengalami
kerugian sehingga keuntungan yang kecil akan mematahkan selera pemegang saham
untuk menginvestasi dananya di perseroan. Seharusnya biaya CSR diambil dari
pembagian keuntungan perseroan. Pembiayaan CSR sebelumnya akan menambah
beban perseroan. Sama saja halnya, pemerintah membebankan biaya kepada perseroan
yang merugi sekalipun, bukan perseroan yang mendapatkan keuntungan. Pembiayaan
perseroan akan selalu merujuk kepada penggunan dalam menciptakan produk atau
jasanya.
Faktor produksi, khususnya tenaga kerja akan berkonflik dengan pemegang
saham. Pernyataan itu yang membuat mereka ingin tahu lebih lanjut. Dalam
penjelasan, pikiran Milton Friedman, pemenang hadiah Nobel dalam bidang ekonomi,
menyebutkan perseroan wajib memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.
Pemikiran yang demikian mempengaruhi perseroan dalam mengejar keuntungan
perseroan. Semua kegiatan akan ditujukan kepada kemakmuran pemegang saham.
Pendiri menyetorkan dananya menjadi modal perseroan. Uang tersebut berubah
menjadi saham perseroan. Lalu direksi dianggap bekerja untuk pemegang saham
mencari keuntungan dalam bentuk uang. Setiap penurunan harga saham karena
keuntungan yang kecil atau operasional yang besar dianggap kesalahan direksi yang
membelanjakan uang pemegang saham secara tidak hati-hati. Pemegang saham merasa
dirugikan, bila direksi tidak bertindak berdasarkan anggaran dasarnya. Direksi telah
melanggar konsep memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham.
Namun pemegang saham adalah kustomer yang membeli produk perseroan.
Saham perseroan dijual di pasar modal sehingga saham perseroan dapat dianggap
sebagai produk dari perseroan. Untuk menarik kustomer, perseroan menawarkan
prospek keuntungan. Uang perseroan adalah uang kustomer sekaligus pemegang
saham yang digunakan dalam operasional perseroannya. Saat transaksi penjualan
saham perseroan. Statusnya berpindah dari uang pemegang saham menjadi uang
kustomer. Kustomer memiliki hak untuk merubah statusnya dari pemegang saham
menjadi kustomer. Oleh karenanya, perseroan telah bekerja untuk kepentingan
pemegang saham sekaligus kustomer.
Untuk memberikan keuntungan kepada pemegang saham, perseroan harus
memperkecil harga faktor produksinya. Perseroan mendapat keuntungan besar karena
biaya produksi kecil sehingga laba bersih setelah pajak menjadi besar. Semakin kecil
biaya pekerja semakin besar dividen yang akan dibagi kepada pemegang saham. Ini
yang menjadi konfliknya.
Apakah CSR dianggap sebagai investasi yang akan menambah nilai harta
perseroan? Adapun John Ditchfield, pemilik (co-owner) dari Castlefield Advisory
Partners, menyatakan: CSR is generally used to describe activities undertaken by
companies which reflect their responsibilities to the public and not just shareholders.30
Sementara tujuan investasi adalah mencari keuntungan. Orang atau perseroan yang
melakukan investasi dengan membeli saham mengharapkan keuntungan yang sebesar-
besarnya. Penerapan CSR akan mengurangi keuntungan bagi pemegang saham.
Nyatanya CSR meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya operasional. Dengan
30
Simoney Kyriakou, “Why is CSR important for investors?”, (14 June 2018),
https://www.ftadviser.com/investments/2018/06/14/why-is-csr-important-for-investors/, diakses pada
tanggal 22 Januari 2019
876 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.4 Oktober-Desember 2019
demikian CSR termasuk bagian yang tidak terpisah dari biaya produksi yang
menguntungkan perseroan.31
V. KESIMPULAN
31
Encast, “Make Money Save Money: CSR programs generate revenue. And they reduce
operating costs. Let’s take a look at both of those claims”,
https://www.encast.gives/hubfs/offers/other/ROI_Analysis_for_Small_Businesses.pdf, diakses pada
tanggal 9 Februari 2019.
32
Cambridge Dictionary, “Investment”,
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/investment, diakses pada tanggal 22 Januari 2019
33
Rusmadi dan Achmad Zaini, Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di
Kabupaten Kutai Timur,https://media.neliti.com/media/publications/52381-ID-implementasi-corporate-
social-responsibi.pdf, diakses pada tanggal 1 Januari 2019.
Corporate Social Responsibility, Chandra Yusuf, Endang Purwaningsih 877
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, TLN Nomor: 4756.