Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PBAK

KORUPSI DUNIA KESEHATAN

Disusun Oleh
Dwi Nuryanti / P 1337424520098

PROGRAM ALIH JENJANG D4 KEBIDANAN DAN PROFESI


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020
A. LATAR BELAKANG
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan
dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Korupsi berasal dari
bahasa latin Corruption dan Corruptus, artinya buruk, bejad, menyimpang dari
kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah. Korupsi merupakan masalah serius
karena dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, merusak nilai-nilai
demokrasi dan moralitas, dan membahayakan pembangunan ekonomi, sosial politik, dan
menciptakan kemiskinan secara masif sehingga perlu mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat serta lembaga sosial.
(Anti Corruption Clearing House, 2020) Korupsi sudah merambah berbagai
bidang tak terkecuali bidang kesehatan. Sebagai contoh nyata korupsi pada Jaminan
Kesehatan Nasional atau yang biasa disebut JKN. Sejak berlakunya Jaminan Kesehatan
Nasional, potensi fraud dalam layanan kesehatan semakin nampak di Indonesia. Potensi
ini muncul dan dapat menjadi semakin meluas karena adanya tekanan dari sistem
pembiayaan yang baru berlaku di Indonesia, adanya kesempatan karena minim
pengawasan, serta ada pembenaran saat melakukan tindakan ini. Dalam sektor
kesehatan, istilah Fraud lebih umum digunakan untuk menggambarkan bentuk
kecurangan yang tidak hanya berupa korupsi tetapi juga mencakup penyalahgunaan aset
dan pemalsuan pernyataan. Fraud dalam sektor kesehatan dapat dilakukan oleh semua
pihak yang terlibat dalam program JKN mulai dari peserta BPJS Kesehatan, penyedia
layanan kesehatan, BPJS Kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan. Uniknya
masing-masing aktor ini dapat bekerjasama dalam aksi Fraud atau saling mencurangi
satu sama lain.
Salah satu upaya untuk menekan tingginya angka korupsi adalah upaya
pencegahan. Upaya serius KPK dalam memberantas korupsi dengan pendekatan
pencegahan merupakan upaya cerdas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa KPK
menyadari bahwa masa depan bangsa yang lebih baik perlu dipersiapkan dengan orang-
orang yang paham akan bahaya korupsi bagi peradaban bangsa. Upaya pencegahan
kejahatan korupsi harus dilakukan sedini mungkin, dan dimulai dari anak. Salah satu isu
penting yang harus mendapat perhatian dalam upaya encegah korupsi adalah
menanamkan pendidikan antikorupsi di kalangan anak pra usia ekolah sampai
mahasiswa juga pada Peserta Didik dari kalangan Komunitas dan Organisasi asyarakat,
Aparatur Sipil Negara (Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah),
BUMN/BUMD/Sektor Swasta, Masyarakat Politik, dan Masyarakat Umum lainnya.
B. PEMBAHASAN
1. Korupsi dan Fraud dalam Bidang Kesehatan
(Anti Corruption Clearing House, 2020) Menurut hukum definisi korupsi dijelaskan
melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan dalam tiga puluh bentuk atau jenis tindak
pidana korupsi yang kemudin dikelompokan menjadi tujuh macam yaitu :
1) Merugikan keuangan Negara
Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi jenis merugikan keuangan negara diatur
dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001. Disebutkan bahwa, segala sesuatu yang merugikan negara baik
langsung maupun tidak langsung termasuk kategori perbuatan korupsi. Contohnya dalah
penggunaan fasilitas yang diberikan negara untuk pejabat ataupun pegawai negeri sipil,
termasuk tentara dan polisi, tetapi dipergunakan untuk urusan pribadi yang tidak ada
sangkut pautnya dengan pekerjaan. Fasilitas mobil dinas dari negara adalah fasilitas
yang kerap digunakan untuk urusan pribadi keluarga sehingga hal ini dapat digolongkan
sebagai korupsi.
2) Suap Menyuap
Jika terdapat semacam “award”, bisa jadi jenis tipikor suap-menyuap termasuk yang
dinominasikan. Pasalnya, dari berbagai kasus tipikor, suap memang termasuk yang
paling sering dilakukan. Suap sangat populer sebagai upaya memuluskan ataupun
meloloskan suatu harapan/keinginan/kebutuhan si penyuap dengan memberi sejumlah
uang. Aksi suap banyak dilakukan para pengusaha dan dianggap sebagai aksi yang
umum melibatkan pejabat publik ketika menjalankan bisnis.
Ada suap untuk menang dalam pertandingan. Ada suap untuk menang dalam
persidangan atau mengurangi masa hukuman. Ada suap untuk mengeluarkan seorang
terpidana dari penjara. Banyak sekali praktik suap sehingga seperti tidak terkendali dan
menggurita. Baik yang disuap maupun penyuap sama-sama akan dijatuhi hukuman
sesuai dengan Undang-Undang. Para penyuap dan yang disuap sama-sama pula
dikenakan hukuman pidana kurungan ataupun denda bernilai ratusan juta rupiah. Praktik
suap yang juga masih sering terjadi adalah suap di jalan raya atau menyuap oknum
aparat (polisi lalu lintas) agar tidak dikenai hukuman karena lalai dalam berlalu lintas.
Dalam dunia pendidikan, muncul pula suap-menyuap untuk oknum guru terkait dengan
penilaian atau ujian agar sang siswa (penyuap) dapat lulus dengan nilai memuaskan.
Selain itu, setiap tahun ajaran baru muncul pula praktik suap terkait penerimaan siswa
baru di sekolah tertentu, terutama negeri yang dilakukan para orangtua siswa kepada
kepala sekolah/ SD, SMP, SMA Negeri atau pejabat dinas yang berwenang.
3) Penggelapan Dalam Jabatan
Pelaku korupsi jenis ini adalah mereka yang memiliki jabatan tertentu atau kewenangan
tertentu di dalam pemerintahan. Dengan jabatannya sang pelaku menggelapkan atau
membantu orang lain menggelapkan uang atau surat berharga milik negara sehingga
menguntungkan dirinya atau orang lain. Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan adalah
pemalsuan dokumen maupun buku untuk pemeriksaan administrasi sehingga sang
pelaku memperoleh keuntungan untuk dirinya maupun orang lain. Buku di sini juga
mengandung pengertian laporan keuangan sampai dengan daftar inventaris kantor.
Penggunaan bon atau kuitansi kosong adalah modus yang sering dilakukan sehingga
seseorang dapat merekayasa angka-angka. Hal ini termasuk perbuatan korupsi. Kaitan
lain dengan penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah penghancuran bukti-bukti
berupa akta, surat, ataupun data yang dapat digunakan sebagai barang bukti
penyimpangan.
4) Pemerasan
Seperti yang terjadi di bagian awal tulisan, pemerasan memang termasuk salah satu
jenis tindak pidana korupsi. Seperti yang disangkakan pada mantan menteri tadi, pada
tipikor ini, seorang pejabat negara atau pegawai negeri memiliki kekuasaan dan
kewenangan, lalu dia memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang
menguntungkan dirinya, perbuatannya dianggap korupsi. Model lain pemerasan yang
juga berhubungan dengan uang adalah menaikkan tarif di luar ketentuan yang berlaku.
Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah
Rp 50 ribu, padahal edaran resmi yang dikeluarkan adalah Rp 15 ribu atau malah bebas
biaya. Namun, dengan ancaman bahwa ini sudah menjadi peraturan setempat, sang
pegawai negeri tetap memaksa seseorang membayar di luar ketentuan resmi. Di daerah
Jawa Barat, ada dikenal dengan istilah “jual dedet” atau jual paksa. Praktiknya, seorang
pegawai negeri karena kekuasaannya “memaksa” pegawai negeri lainnya untuk
membeli barang, misalnya seragam, buku, atau apa pun. Padahal, menurut ketentuan
UndangUndang, hal ini juga termasuk kategori korupsi.
5) Perbuatan Curang
Seperti juga pemerasan, tak banyak publik tidak mengetahui bahwa perbuatan curang
juga termasuk tindak pidana korupsi. Misalnya saja, pemborong proyek curang terkait
dengan kecurangan proyek bangunan yang melibatkan pemborong (kontraktor), tukang,
ataupun took bahan bangunan. Pengawas proyek juga curang, dengan membiarkan
bawahannya melakukan kecurangan terkait dengan pekerjaan penyelia
(mandor/supervisor) proyek yang membiarkan terjadinya kecurangan dalam proyek
bangunan.
6) Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan tersebut, juga dikenal sebagai conflict of interest. Benturan
kepentingan ini terkait dengan jabatan atau kedudukan seseorang yang di satu sisi ia
dihadapkan pada peluang menguntungkan dirinya sendiri, keluarganya, ataupun kroni-
kroninya. Negara mengindikasikan benturan kepentingan dapat terjadi dalam proyek
pengadaan. Misalnya, meskipun dilakukan tender dalam proyek, pegawai negeri ikut
terlibat dalam proses dengan mengikutsertakan perusahaan miliknya meskipun bukan
atas namanya. Hal ini jelas mengandung unsur korupsi dan dikategorikan korupsi.
7) Gratifikasi
Pengertian gratifikasi yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Definisi di atas
menunjukkan bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral.
Suatu pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan dan
bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Menurut Shed Husein Alatas, ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut:
1. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela
dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam
lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya.
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang.
5. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
6. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
7. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik
atau umum (masyarakat).
8. Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.

Istilah korupsi sering dikaitkan dengan perilaku penyelewengan dana negara oleh
aparat negara. Berbeda dengan korupsi, istilah Fraud belum umum diketahui
masyarakat secara luas. Namun, sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
muncul awal tahun 2014, istilah Fraud sering terdengar dan digunakan di sektor
kesehatan. Untuk menggambarkan perbuatan curang di sektor kesehatan mencakup
hal sebagai berikut:
a. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation)
Meliputi penyalahgunaan/ pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain.
Ini merupakan bentuk Fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang
dapat diukur/ dihitung (defined value).
b. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement). 
Meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan
atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian
laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat
dianalogikan dengan istilah window dressing.
c. Korupsi (Corruption)
Jenis Fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis
yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat
dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis
mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak
sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic
extortion).

Berdasar Permenkes 36 tahun 2015 tentang Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam


Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), Fraud dalam jaminan kesehatan adalah tindakan yang dilakukan dengan
sengaja oleh peserta, petugas BPJS kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta
penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapat keuntungan finansial dari program
JKN dalam SJSN melalui perbuatan curang yang tidak sesuai ketentuan.

2. Penyebab Fraud Layanan Kesehatan


Secara umum terdapat 3 faktor yang muncul bersamaan ketika seseorang
melakukan Fraud :
a. Pertama adalah tekanan yang merupakan faktor pertama yang memotivasi
seseorang melakukan tindak kriminal Fraud.
b. Kedua adalah kesempatan yaitu situasi yang memungkinkan tindakan kriminal
dilakukan.
c. Ketiga adalah rasionalisasi, yaitu pembenaran atas tindakan kriminal yang
dilakukan.

Fraud dalam layanan kesehatan terjadi karena:


a. tenaga medis bergaji rendah
b. adanya ketidakseimbangan antara sistem layanan kesehatan dan beban layanan
kesehatan
c. penyedia layanan tidak memberi insentif yang memadai
d. kekurangan pasokan peralatan medis
e. inefisiensi dalam system
f. kurangnya transparansi dalam fasilitas kesehatan
g. faktor budaya.

Dalam sistem kesehatan banyak berbagai pihak melakukan upaya penyelamatan diri
untuk bertahan hidup selama berpartisipasi dalam program JKN. Dokter maupun
rumah sakit dapat melakukan kecurangan sebagai langkah untuk menutupi
kekurangan mereka atau paling tidak memang bertujuan mencari keuntungan
meskipun dari sesuatu yang illegal. Hal ini hadir ketika sistem pengawasan lemah
dan tidak mampu menutupi peluang oknum untuk melakukan Fraud. Oknum-oknum
akan terus menerus melakukan kecurangan sepanjang mereka masih bisa menikmati
keuntungan dengan kesempatan yang selalu terbuka.

3. Pelaku dan Dampak Fraud Layanan Kesehatan


Banyak pelaku yang dapat terlibat dalam terjadinya Fraud layanan kesehatan. yang
disebutkan dalam Permenkes No. 36 tahun 2015. Pelaku tersebut adalah peserta,
petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, dan/atau penyedia obat dan
alat kesehatan. Fraud akibat penyalahgunaan wewenang dapat mengurangi sumber
daya, menurunkan kualitas, rendahnya keadilan dan efisiensi, meningkatkan biaya,
serta mengurangi efektivitas dan jumlah. Di Indonesia, Fraud berpotensi
memperparah ketimpangan geografis. Ada kemungkinan besar provinsi yang tidak
memiliki tenaga dan fasilitas kesehatan yang memadai tidak akan optimal menyerap
dana BPJS. Penduduk di daerah sulit di Indonesia memang tercatat sebagai peserta
BPJS namun tidak memiliki akses yang sama terhadap pelayanan. Bila mereka harus
membayar sendiri, maka biaya kesehatan yang harus ditanggung akan sangat besar.
Fraud dalam layanan kesehatan di daerah maju dapat memperparah kondisi ini.
Dengan adanya Fraud, dana BPJS akan tersedot ke daerah-daerah maju dan
masyarakat di daerah terpencil akan semakin sulit mendapat pelayanan kesehatan
yang optimal.

4. Sistem Anti Fraud Layanan Kesehatan


Saat ini di Indonesia sudah terbit Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (Fraud) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar hukum pengembangan sistem anti
Fraud layanan kesehatan di Indonesia. Dalam peraturan menteri ini, sudah mencakup
kegiatan-kegiatan seperti membangun kesadaran, pelaporan, deteksi, investigasi, dan
pemberian sanksi.
(KPK, 2020) Dalam pemberantasan korupsi dilakukan dengan tiga strategi secara
bersamaan agar hasilnya lebih efektif. Strategi tersebut adalah :
1. Represif
Tahapan strategi represif :
1) Penanganan laporan pengaduan masyarakat
2) Penyelidikan
3) Penyidikan
4) Penuntutan
5) Pelaksanaan putusan pengadilan
2. Perbaikan Sistem
Banyak sistem yang membuka celah terjadinya korupsi. Misalnya prosedur
pelayanan kesehatan yang rumit sehingga memicu terjadinya penyuapan. Tidak
hanya berkaitan dengan pelayanan kesehatan secara publik, tetapi juga perizinan
dan pengadaan barang dan jasa. Tentu saja harus dilakukan perbaikan sistem
untuk meminilasi terjadina korupsi. Misalnya melalui pelayanan secara online
dan sistem pengawasan terintregasi.
3. Edukasi dan Kampanye
Salah satu hal penting dalam pemberantasan korupsi adalah kesamaan
pemahaman. Akan tetapi tidak semua masyarakat memiliki pemahaman serupa.
Contohnya mengenai pemberian uang terima kasih kepada aparat pelayanan
publik yang dianggap sebagai hal yang wajar. Itu sebabnya edukasi dan
kampanye penting dilakukan sebagai bagian dari pencegahan. Harapannya
masyarakat sadar mengenai dampak korupsi, masyarakat terlibat dalam gerakan
pemberantasan korupsi, serta membangun budaya anti korupsi pada masyarakat.
Tidak hanya bagi masyarakat umum tetapi juga mahasiswa dan anak-anak.

C. PENUTUP
Potensi terjadinya Fraud layanan kesehatan sudah semakin nampak di Indonesia namun
belum diiringi dengan sistem pengendalian yang baik. Perlu upaya-upaya sistematis
untuk mencegah berkembangnya kejadian ini. Kerjasama berbagai pihak sangat
diperlukan dalam upaya pemberantasan Fraud layanan kesehatan agar dapat
memberikan dampak baik. Upaya-upaya pengendalian Fraud hendaknya dapat berjalan
dalam siklus yang tidak terpotong-potong. Upaya-upaya pengendalian Fraud yang sudah
dilakukan dan dampaknya terhadap penyelamatan uang negara hendaknya dapat
didokumentasikan dalam bentuk laporan berkala sehingga dapat diketahui publik.
DAFTAR PUSTAKA

Anti Corruption Clearing House (2020) ‘Modul Materi TINDAK PIDANA KORUPSI’, pp.
1–80. Available at: https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-korupsi/buku/
modul-materi-tindak-pidana-korupsi.

https://acch.kpk.go.id/id/artikel/riset-publik/korupsi-dalam-pelayanan-kesehatan-di-era-
jaminan-kesehatan-nasional-kajian-besarnya-potensi-dan-sistem-pengendalian-fraud.

KPK (2020) Bagaimana Cara Memberantas Korupsi? Available at:


https://aclc.kpk.go.id/materi.

Anda mungkin juga menyukai