Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Teori Keagenan di kemukakan Oleh Jansen and Meckling pada

tahun 1976, di mana di dalam teori Keagenan (Agency Theory) di jelaskan

Mengenai Hubungan antara Pemegang Saham dan Manajemen Badan

Usaha yang di gambarkan dalam hubungan principle dan agent. teori

Keagenan adalah teori yang membahas isu isu yang berkaitan dengan

hubungan principle dan agent, serta adanya pemisahan Kepemilikan

(Ownership) dan Pengendalian (Control) dalam Badan usaha

Konsep Teory agensi menurut Anthony and Govindarajan (2005:269)

dalam Ridho (2017) adalah hubungan agensi ada ketika salah satu pihak

(principal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu jasa dan

dalam melakukan hal itu, mendelegasikan wewenang untuk membuat

Keputusan kepada agen tersebut, dalam suatu korporasi, pemegang

saham meruopakan principle dan CEO adalah agen Mereka . pemegang

saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan

Principle, salah satu elemen kunci dari teory agency adalah bahwa

principle dan agen memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda. agency

theory memiliki asumsi bahwa masing masing individu semata mata

termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri Sehingga menimbulkan konflik

kepentingan antara principle dan agent, pihak principle termotivasi

16
mengadakan kontrak untuk mensejahtrakan dirinya dengan profitabilitas

perusahaannya yang selalu meningkat.

Teori Keagenan menganalisis kepentingan dan prilaku dari pihak

yang bertindak sebagai pembuat keputusan bagi pihak lain yang bertindak

sebagai pemberi wewenang kepada pihak pertama dengan maksud agar

pihak pertama bertindak dan membuat keputusan sesuai dengan

kepentingan selaku pembuat wewenang, jansen and meckling (1976)

mendefenisikan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai

kontrak di mana satu atau lebih orang ( pemilik atau principle) mengikat

orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas kepentingannya

dan melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pembuat keputusan

Kepada agent. asumsi yang mendasari teori keagenan adalah pihak

manajemen di gaji tetap dengan kurangnya aktivitas pengawasan

(Monitoring) serta kurangnya kesediaan agen membatasi aktivitasnya

agar sesuai kontrak.

Agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan

keuntungan para principal, namun disisi Kepentingan Pribadi agen juga

mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahtraan mereka,

sehingga ada kemungkinan besar agen tidak selalu bertindak demi

kepentingan terbaik principal (jansen and meckling :1976)

Konflik kepentingan yang mungkin terjadi karena perbedaan

kepentingan antra principal dan agen dapat menyebabkan timbulnya biaya

17
keagenan, menurut Jansen and meckling (1976) terdapat tiga jenis biaya

keagenan yaitu :

1. Biaya pengawasan (monitoring cost) :biaya yang dikeluarkan oleh

principle untuk mengawasi agen sehingga dapat membatasi aktivitas

yang menyimpang dari agen yang di sebabkan perbedaan

kepentingan antara agen dan principle.

2. Biaya yang mengikat (bonding cost) :sumber daya perushaaan yang

di belanjakan agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak

yang dapat merugikan principle atau untuk menyakinkan bahwa

principle akan memberikan kompensasi jika dia benar benar

melakukan tindakan tersebut

3. Biaya residu (residual Cost) : Nilai uang yang ekivalen dengan

pengurangan kesejahtraan yang di alami prisipel jika terjadi divergens

antara keputusan kepusana yang dapat memaksimal kesejahtraan

agen.

Agen sebagai Pihak yang menghasilkan Laporan Keuangan Memiliki

Keinginan Untuk Mengoptimalisasi Kepentingannya, sehingga di

mungkinkan agen melakukan memanipulasi data atas konidisi

perusahaan. optimalisasi kepentingan baik principal maupun agen yang

tidak sesuai dapat menimbulkan terjadinya asimetri informasi, asimetri

informasi dan konflik kepentingan ini mendorong agen untuk menyajikan

informasi yang tidak sebenarnya kepada principal terutama jika informasi

18
tersebut berkaitan dengan kinerja agen (Widyaning dyah, 2001) dalam

Rodho (2017)

Berdasarkan uraikan diatas, dalam penelitian ini teori agensi sangat

mendukung variabel-variabel yang diteliti untuk mengatasi masalah konflik

keagenan. Diantaranya variabel-variabel yang sesuai dengan teori

keagenan adalah prinsip konservatisme akuntansi yang merupakan sikap

kehati-hatian dalam melaporkan kondisi keuangan perusahaan yang

berfungsi untuk membatasi agen dalam melakukan tindakan membesar-

besarkan laba sehingga laba yang dihasilkan akan berkualitas baik karena

sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.

2.2 Pengertian Kinerja Keuangan

Kinerja Menurut Kamus Besar Indonesia (2002) yaitu, suatu

pencapaian prestasi yang di perlihatkan kemampuan kerja sedangkan

dalam bahasa inggris, sering di artikan dengan performen yang

mempunyai arti pelaksanaan, selain itu menurut Fahmi (2011:2) Kinerja

Keuangan adalah suatu analisis yang di lakukan untuk melihat sejauh

mana suatu perusahaan telah melaksanakannya dengan menggunakan

aturan aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar, dari hal ini

maka kinerja keuangan merupakan gambaran dari pencapaian

keberhasilan perusahaan yang dapat di artikan sebagai hasil yang telah di

capai atas berbagai aktivitas yang telah di lakukan.

Untuk memahami kinerja keuangan, tentunya dengan kita harus

memahami terlebih dahulu kinerja. istilah kinerja sering kali di hubungan

19
dengan kondisi keuangan perusahaan, maka kinerja perusahaan dapat di

artikan sebagai prestasi yang di capai perusahaan dalam suatu periode

tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan dalam suatu

periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan hal ini

dapat terlihat dari pencapaian yang telah di lakukan oleh perusahaan dari

berbagai aspek Kegiatan Operasional Meliputi aspek Keuangan, aspek

Pemasaran, aspek perhimpunan dan penyaluran dana, aspek teknologi

maupuan aspek aspek sumber daya manusia.

Menurut Bastian (2001) dalam Halimatusadiah (2016) kinerja

adalah gambaran mengenal tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, visi, misi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema

strategis (strategic planning) suatu organisasi. , Maka secara umum dapat

juga di katakana kinerja merupakan prestasi yang dapat di capai oleh

organisasi dalam periode tertentu.

Berdasarkan dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa kinerja

sebagai prestasi kerja atas pencapaian yang dilakukan oleh perusahaan

dalam mewujudkan tujuan perusahaan, selain itu kinerja juga

merupakan alat ukur bagi perusahaan dalam menilai keefektifan kinerja

perusahaan tersebut.

Menurut Mulyadi (2007) dalam halimatusadiah (2016) dalam

bukunya yang berjudul Akutansi Manajemen, Mendefinisikan Penilaian

Kinerja Yaitu :Penentuan Secara Periodik efektifitas operasional Suatu

20
Organisasi, Bagian Organisasi dan karyawannya berdasarkan, standar

dan kriteria yang telah di tetapkan sebelumnya.

Adapun Tujuan Pokok Penialaian Kinerja Menurut Mulyadi (2007)

dalam Halimatusadiah (2016) adalah untuk memotivasi karyawan dalam

mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang

telah di tetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang

di inginkan. standar prilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau

rencana formal yang di tuangkan dalam anggaran. Penilaian kinerja di

lakukan untuk menekan prilaku yang tidak semestinya, untuk merangsang

dan menegakkan prilaku semestinya yang di inginkan melalui umpan balik

hasil waktu kinerja pada penghargaan. Secara Umum Tujuan Suatu

Perusahaan untuk mengadakan evaluasi Kinerja adalah untuk :

1. Menetapkan kontribusi masing masing divisi atas perusahaan secara

keseluruhan maupun atas kontribusi dari masing masing sub Divisi,

misalnya jenis Produk, daerah Pemasaran, golongan Pelanggan dari

Suatu Divisi (Evalusi Ekonomis Maupun Evaluasi Segmen)

2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas Kinerja Masing

masing Manajer Divisi Maupun Kantor cabang (Evaluasi Manajerial)

3. Memutuskan para manajer divisi maupun Kantor Cabang, Sehingga

sesuai dengan tujuan Pokok Perusahaan (Evalusi Operasi)

Pada Umumnya Kinerja Keuangan Merupakan salah satu alat ukur

yang di gunakan Oleh para pemakai Laporan Keuangan dalam Mengukur

atau menentukan sejauh mana Kualitas Perusahaan Tersebut. hal ini

21
dapat di ketahui dari laporan Keuangan di mana dari laporan Keuangan

tersebut dapat terlihatlah keadaan Finansial serta Hasil Hasil yang telah di

capai Oleh perusahaan selama periode tertentu.

Pengukuran penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dengan

demikian penilaian kinerja dapat di artikan sebagai suatu usaha formal

yang di laksanakan, oleh pihak manajemen untuk mengevalusi hasil hasil

dari aktivitas aktivitas yang telah dilaksanakan dan di bandingkan dengan

standar yang telah di tetapkan sebelumnya. pengukuran prestasi dapat di

lakukan secara berkelanjutan dengan memberikan umpan balik untuk

upaya perbaikan secara terus menerus dalam mencapai tujuan di masa

yang akan datang.

Kinerja Keuangan Juga dapat di artikan sebagai persepsi

organisasi atau perusahaan yang menilai secara Kuantitatif dalam bentuk

Uang yang di lihat baik dari segi pengelolaan, pergerakan maupun

Tujuannya. Kinerja Keuangan Perusahaan yang tergambar dalam

Laporan Keuangan Menjadi Perhatian utama bagi para Pemakai Laporan

Keuangan Tersebut. oleh Karena Itu Manajemen Perusahaan harus

berusaha Untuk meningkatkan kinerjanya dari periode ke periode. Untuk

Mengukur Rasio Profitabilitas Menurut Irawati (2006:58)dalam

halimatusadiah (2016) dapat menggunakan rasio rasio sebagai berikut.

1. Net Profit Margin (NPM)

2. Grost Profit Margin (GPM)

22
3. Operating Profit Margin (OPM)

4. Operating Ratio (OR)

5. Return On Asset (ROA)

6. Return On Equity (ROE)

7. Earning Per share (EPS)

8. Retuern On Investmen (ROI)

Dimana Tingkat dari profitabilitas ini dapat memperlihatkan

kemampuan perushaaan untuk mendapatkan Keuntungan dari investasi

yang di lakukan. Mneurut Riko dan Rudy (2003) Dalam Halimatusadiah

(2016) Analisis kinerja Keuangan yang di lakukan pada dasarnya untuk

melakukan evaluasi kinerja di masa lalu dan melakukan berbagai analisis,

sehingga di peroleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realita

perusahaan dan potensi potensi Kinerja yang akan berlanjut. berdasarkan

Evaluasi yang di lakukan terhadap kinerja dimasa masa yang lalu, dapat

di lakukan prediksi terhadap kinerja Perusahaan di masa depan, sehingga

evaluasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan untuk melakukan

berbagai keputusan keputusan investasi (termasuk kredit yang harus di

lakukan saat ini )

Pendapat yang di kemukakan oleh sawir (2005:1) mengenai analisis

kinerja di mana, yang menyatakan kinerja keuangan merupakan kondisi

yang mencerminkan keadaan keuangan pada suatu perusahaan

berdasarkan sasaran, standard dan kinerja yanhg di tetapkan.

23
Selain Itu secara formal produk akhir yang di hasilkan dari

pengukuran Kinerja yang terwujud dalam suatu laporan yang di sebut

dengan Laporan Kinerja. Menurut Mulyadi (2007) dalam halimatusadiah

(2016), Penilaian Kinerja Mempunyai Manfaat bagi manajemen yaitu :

1. Mengelola Operasi Organisasi secara Efektif dan Efisien Melalui

Motivasi Karyawan secara Maksimal. Dalam pengelolaan perusahaan

Manejemen menetapkan sasaran yang akan di capai dimasa yang

akan datang dalam suatu proses yang di sebut dengan perencanaan .

Pelaksanaan dari perencanaan tersebut memerlukan pengendalian

agar efektif dalam mencapai sasaran yang telah di tetapkan.

pelaksanaan rencana dapat di tempuh dengan cara memotivasi

karyawan dalam mencapai sasaran yang telah di tetapkan.

pelaksanaan rencana dengan cara ini dapat mencapai sasaran

organisasi secara efektif dan efisien di mana dapat membangkitkan

dorongan dalam diri setiap karyawan untuk mengerahkan usahanya

dalam mencapai sasaran yang telah di tetapkan oleh organisasi

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkuitan dengan

karyawan seperti promosi transfer dan pemberhentian. Penilaian

Kinerja ini akan menghasilkan data yang akan dapat di pakai sebagai

dasar pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan Karyawan

yang di nilai kinerjanya, Jika Pihak Manajemen Puncak akan

memutuskan promosi maka manajemen puncak akan memilih

manajer yang memiliki kepantasan untuk di promosikan, begitu pula

24
pengambilan keputusan penghentian kerja sementara, transfer dan

pemutusan Hubungan Kerja Permanen, manajemen Puncak

Memerlukan data hasil Evaluasi Kinerja sebagai Hasil salah satu

informasi penting dalam pengambilan Keputusan.

3. Menyediakan Umpan Balik bagi karyawan mengenai bagaimana

atasan mereka untuk menilai Kinerja mereka. Dalam Oreganisasi

Perusahaan, manajemen puncak mendelegasikan sebagian

wewenangnya Kepada Manajemen dibawah mereka, dengan

Pengukuran Kinerja Ini, manajemen Puncak Memperoleh Umpan

Balik Mengenai Pelaksanaan wewenang yang di lakukan Oleh

Manajemen tingkat bawah

4. Menyediakan suatu dasar bagi Distribusi penghargaan. Penghargaan

dapat di golongkan kedalam Dua Kelompok yaitu, Penghargaan

Intrinsik dan Penghargaan Ekstrinsik. Penghargaan Intrinsik dapat

berupa rasa puas diri yang di peroleh seseorang yang telah berhasil

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai

sasaran tertentu.

Sedangkan penghargaan Ekstrinsik dapat berupa Kompensasi yang

di berikan kepada karyawan, yaitu baik Kompensasi yang bersifat

Langsung, tidak langsung maupun dalam hal Non Keuangan .

Kompensasi Langsung adalah Pembayaran Langsung berupa Gaji atau

upah Pokok, honorarium Lembur dan Hari Libur, pembagian Laba

pembagian saham dan Bonus Lainnya. , sedangkan Penghargaan tidak

25
langung adalah Pembayaran untuk kesejahtraan Karyawan seperti

asuransi Kecelakaan, asuransi Hari Tua, Honorarium, sedangkan

penghargaan Non Keuangan dapat berupa sesuatu yang ekstra yang

memiliki lokasi istimewa.

Dari hal hal di atas dalam Upaya Menilai kondisi kesehatan

perusahaan melalui tingkat kinerjanya serta melihat perkembangan suatu

Perusahaan, seseorang analisis Laporan Keuangan memerlukan alat

Ukur yang dapat Membantu pekerjaannya, salah satu alat ukur laporan

keuangan yang sering di gunakan adalah analasis Rasio Keuangan

dengan menggunakan ROA .

2.3 Return On Assets

2.3.1 Pengertian Return On Asset (ROA)

Rasio Ini di gunakan untuk mengukur tingkat Profitabilitas pada

suatu perusahaan . ROA di gunakan untuk mengetahui besarnya laba

bersih yang di dapat dari operasional perusahaan dengan mengunakan

selutruh Kekayaan.

Menurut Soepardi (2006:124) Menyatakan bahwa Return On Asset

merupakan Rasio yang perbandingan antara tingkat pengendalian

setahun dalam bentuk Laba bersih yang di bandingkan dengan Jumlah

asset yang di gunkan untuk memperoleh pendapatan. Menurut Prihadi

(2008:68) ROA dapat di artikan dengan dua cara yaitu :

26
1. Mengukur Kemampuan perushaan dalam pendayahgunaan asset

untuk Memperoleh Laba.

2. Mengukur hasil Total untuk seluruh penyedia sumber dana yaitu:

Kreditur dan Investor.

Sedangkan menurut syamsudin (2009:63) menyatakan bahwa return

On asset merupakan Pengukuran Kemampuan Perusahaan secara

keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah

keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perushaaan. rasio ini dapat

mengggambarkan perputaran aktiva yang di ukur dari volume penjualan.

Selain itu tinggi rendahnya ROA Tergantung pada pengelolaan asset

perusahaan oleh manajemen yang di gambarkan dari efiseinsi operasional

perusahaan. analisis keuangan perusahaan rasio ini juga mampu untuk

mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, dan

rasio ini juga mampu untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian di

proyeksikan di masa yang akan datang. maka dengan menggunakan ROA

sebagai alat ukur untuk melihat kinerja Keuangan di harapkan semua

pihak atau pengguna laporan baik dari dalam maupun Luar perusahaan

dapat memahami informasi dan keadaan perusahaan dengan baik

sehingga untuk pengambilan keputusan kedepannya dapat lebih Efektif

dan Efisien.

2. 3. 2 Faktor yang Mempengaruhi ROA

27
Menurut sawir (2005:31) tujuan dari profitabilitas adalah untuk

mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilakn laba selama

periode tertentu, juga bertujuan Untuk megukur tingkat keefektifitas

manajemen dalam menjalankan Operasional Perushaannya. Beberapa

manfaat dari rasio profitabilitas bagi perusahaan :

1. Dapat mengetahui besarnya timgkat Laba yang di peroleh perusahaan

dalam satu periode

2. Dapat mengetahui posisi laba perushaan tahun sebelumnya dengan

tahun sekarang

3. Dapat mengetahui perkembangan laba dari waktu kewaktu

4. Dapat mengetahui besarnya laba bersih sesudah Pajak dengan modal

sendiri

5. Dapat mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang di

gunakan baik dari modal pinjaman maupun modal sendiri

Menurut Brigham dan Houston (2010) rasio Profitabilitas (Profitability

ratio) menunjukan pengaruh gabungan dari likuiditas, manajemen aktiva

dan utang terhadap hasil operasi, menurut dwi dan Rifka (2002) dalam

halimatusadiah (2016) ROA adalah suatu rasio dalam analisis laporan

Keuangan yang mengukur tingkat kembalian invetasi yang telah di

lakukan, baik dengan menggunakan total Aktiva yang di miliki perusahaan

tersebut maupun dengan menggunakan dana yang berasal dari pemilik

modal.

28
ROA adalah suatu Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan

dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. rasio ini

mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah di lakukan

perusahaan dengan menggunakan seluruh Aktiva atau dana yang dimiliki,

maka dapat dirumuskan:

Laba bersih sesudah pajak


ROA=
Total Aktiva

Pihak manajemen memiliki kepentingan akan analisis ini dalam

menilai efisiensi suatu usaha. evaluasi Kinerja merupakan analisis dan

interprestasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian Kinerja, evaluasi ini

berkaitan dengan sumber daya (input) yang berada di bawah

wewenangnya seperti sumber daya manusia, dana atau keuangan .

sarana dan prasarana atau metode kerja dan hal lainnya.

Return On Asset (ROA) dalam analisis manajemen Keuangan

mempunyai arti yang sangat penting salah satu teknik analisis keuangan

yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. tinggi rendahnya ROA

tergantung pada pengelolaan Asset perusahaan oleh menajemen yang

menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan, jadi semakin

Tinggi ROA semakin efisiensi operasional perusahaan dan begitu juga

sebaliknya, rendahnya ROA juga dapat di sebabkan oleh banyaknya

Asset perushaaan yang menganggur, investasi dalam persedian yang

terlalu banyak, aktiva tetap beroperasi di bawah normal dan lain lain.

2.4 Manajemen Laba

29
2.4.1 Definisi Manajemen Laba

Menurut Schipper(1989) dalam Subramanyam(2010) Mendefiniskan

Manajemen Laba adalah suatu tindakan intervensi yang di lakukan

manajemen dengan sengaja dalam Proses Penentuan Laba, biasa untuk

memenuhi kebutuhan Pribadi. sering kali Proses ini mencakup

mempercantuik laporan Keuangan terutama angka yang paling bawah

yaitu, Laba

Scoot(1997) dalam Rahmawaty, dkk (2006) dalam M. Ridho (2017)

menilai tindakan manajemen Laba dengan dua sudut Pandang, Pertama,

tindakan manajemen Laba sebagai Prilaku oppurtunistik yang di lakukan

oleh manajer untuk memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi

kontrak kompensasi, kontrak utang dan Political cost, keduab dengan

memandang manajemen Laba dari perspektif Efficient Contracting

(Effisient earning manajemen) di mana manajemen laba memberi manajer

suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam

mengantisipasi kejadian kejadian yang tak terduga untuk keuntungan

pihak pihak yang terlibat di dalam kontrak dengan demikian manajer dapat

mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen

Laba, misalnya dengan membuat perataan Laba (Income Smothing) dan

pertumbuhan Laba sepanjang wakktu.

2.4.2 Faktor Faktor Pendorong Manajemen Laba

Positive Accounting Teory Menjelaskan tiga hipotesis yang

mendorong manajer Perusahaan melakukan tindakan manajemen yang

30
yang dirumuskam oleh Watts dan Zimerman (1986) dalam Halim (2005)

dalam Muhammad Ridho (2014) adalah :

1. The bonus plan hypothesis

Pada Perusahaan yang memiliki rencana pemberiamn Bonus,

manajemen Perusahaan akan memilih metode akutansi yang dapat

menggeser laba dari masa depan kemasa kini sehingga dapat menaikkan

laba saat ini, hal ini di karenakan manajer lebih menyukai pemberian upah

yang lebih tinggi untuk masa kini. dalam kontrak bonus di kenal dua istilah

yaitu (bogey (tingkat Laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap

(tingkat laba tertinggi ). pada saat laba berada di bawah atau bogey, tidak

ada bonus yang di peroleh manajer, sedangkan pada laba berada di atas

atau cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan, sehingga jika

laba bersih berada di atas atau cap, maka manajer cenderung

memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus pada periode

berikutnya, sebaliknya jika laba berada di bawah atau bogey, jika hanya

jika laba bersih berada du antara bogey dan cap, manajer akan berusaha

menaikkan laba bersih perusahaan .

2. The politicak cost hypothesis (size hypothesis)

Pada perusahaan besar yang memiliki biaya tinggi, manajer akan

lebih memilih metode Akutansi yang menangguhkan laba yang di

laporakan dari periode sekarang ke periode yang akan dating sehinngga

31
dapat memperkecil laba yang di laporkan. biaya ini muncul di karenakan

Profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan

konsumen.

2.4.3 Teknik dalam Manajemen Laba

Menurut Setiawati dan Naim (2000) dalam Muhamad Ridho (2014),

teknik dan Pola, Manajemen Laba dapat di lakukan dengan tiga teknik

antara lain :

1. Memanfaatkan Peluang Untuk membuat estimasi Akutansi. Cara

manajemen mempengaruhi laba melalui judgemen (perkiraan)

terhadap estimasi akutansi antara lain :estimasin tingkat Piutang tak

tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi Aktiva tetap dan amortisasi

aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain lain.

2. Mengubah Metode Akutansi. Perubahan metode Akutansi yang di

gunakan untuk mencatat suatu metode transaksi contohnya

mengubah metode depresiasi aktiva tetap dengan cara perhitungan

dan pencatatan depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka

tahun menjadi metode depresiasi garis lurus.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Rekayasa periode atas

biaya atau pendapatan, dapat di contohkan tdan pengembangan

sampai pada periode akutansi berikutnya, mempercepat atau

menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan

aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.

2.4.4 Pola Manajemen Laba

32
Manajemen memiliki berbagai strategi dalam melakukan manajamen

laba, subramnyan (2010) dalam Muhamamad Ridho (2017) membagi 3

jenis strategi manajemen laba yang sering di lakukan oleh manajemen

untuk mencapai tujuan manajemen laba jangka panjang dengan memilih

satu atau kombinasi dari tiga strategi ini, yaitu :

1. Meningkatkan laba. Salah satu teknik manajemen laba adalah

meningkatkan laba yang di laporkan pada periode kini untuk membuat

perusahaan di pandang lebih baik, cara ini juga memungkinkan

peningkatan laba selama beberapa periode

2. Big Bath. Startegi Big Bath di lakukan melalui Penghapusan (Write off)

aktiva sebanyak mungkinm pada suatu Periode, periode ini yang d

pilih biasanya periode dengan Kinerja yang buruk atau peristiwa saat

terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan Manajemen,

marger atau restrukturisasi

3. Perataan Laba. Perataan Laba merupakan bentuk umum manajemen

Laba, pada strategi ini, manajer meningkatkan atau, menurunkan laba

yang di laporkan untuk Mengurangi Fluktuasinya, perataan Laba juga

mencakup tidak melaporkan Bagian laba pada periode baik dengan

menciptkan cadangan atau bank laba dan kemudian melaporkan laba

ini pada periode yang buruk.

2.5 Konservatisme Akuntansi

Konservatisme Merupakan sikap atau aliran (Mazhab) dalam

menghadapi ketidakpastian Untuk mengambil tindakan atau keputusan

33
atas dasar munculan (outcome) yang terjelek dari ketidakpastian tersebut.

sikap konservatif juga mengandung makna sikap berhati hati dalam

menghadapi resiko dengan cara bersedia mengorbankan sesuatu untuk

mengurangi atau menghilangkan resiko (Suwardjono, 2014:245)

Prinsip Konservatisme merupakan Prinsip yang mengakui beban dan

kewajiban sesegera mungkin meskipun ad aketidak pastian tentang

hasilnya, namun hanya mengakui pendapatan dan asset ketika sudah

yakin akan di terima. dalam prinsip konservatisme, jika ada ketidakpastian

tentang kerugian, manajer harus cenderung mencatat kerugian.

sebaliknya jika ada ketidakpastian tentang keuntungan, manajer tidak

harus mencatat keuntungan, dengan demikian, laporan Keuantungan

cenderung menghasilkan jumlah keuntungan dan nilai aset yang lebih

rendah demi untuk berjaga jaga (savitri, 2016:24)

Menurut Belkaoui(2011:288) dalam mardiani Nur (2019) prinsip

Konservatisme (Conservatism principle) merupakan suatu prinsip

pengecualian atau modifikasi dalam hal bahwa prinsip tersebut bertindak

sebagai batasan terhadap penyajian data akuntansi yang relevan dan

handal, prinsip Konservatisme Menganggap bahwa ketika memilih antara

dua atau lebih teknik akuntansi yang berlaku umum, suatu preferensi di

tujukan untuk opsi yang memiliki dampak paling tidak menguntungkan

terhadap ekuitas pemegang saham. secara lebih spesifik, prinsip tersebut

mengimplementasikan bahwa nilai terendah dari aktiva dan pendapatan

serta nilai tertinggi dari kewajibaan dan beban sebaiknyadi pilih untuk di

34
laporkan. oleh karena itu, prinsip konservatisme mengharuskan bahwa

akuntan menampilkan sikap pesimistis secara umum ketika memilih teknik

akuntansi untuk pelaporan Keuangan.

Konservatisme merupakan prinsip kehati hatian terhadap sesuatu

keadaa yang tidak pasti untuk menghindari optimisme berlebihan dari

manajemen dan pemilik perusahaan (Limantauw, 2012) dalam mardiani

(2019). konservatisme akuntansi dalam suatu perusahaan di terapkan

dalam tingkatan yang berbeda beda. salah satu faktor yang sangat

menentukan tingkatan konservatsime dalam pelaporan keunagan suatu

perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan

dalam memberikan informasi yang transparan, akurat dan tidak

menyesatkan bagi investornya. konservatisme akuntansi merupakan

mekanisme yang efektif untuk mengatasi masalah keagenan (Amran dan

Manaf 2014) dalam mardiani (2019)

Sterling menyebutkan Konservatisme Akuntansi sebagai “Prinsip

penilaian akuntansi yang paling Kuno dan mungkin paling bertahan”

penekanan pada penyajian yang objektif dan adil serta keutamaan

investor dan pengguna telah mengurangi ketergantungan pada

konservatisme. Konservatisme saat ini di pandang lebih sebagai pedoman

untuk di ikuti dalam situasi yang luar biasa, dan bukan sebagai aturan

umum untuk di terapkan secara kaku dalam semua situasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa

konservatisme akuntansi adalah sikap dalam menghadapi ketidakpastian

35
dalam suatu bisnis dan aktivitas ekonomi perusahaan untuk melakukan

penundaan pengakuan keuntungan atau pendapatan sebelum betul betul

terealisasi serta melakukan pengakuan awal beban dan utang yang

mungkin akan terjadi pada perusahaan.

2.6 Good Corporate Governance

Konsep Corporate Governance tidak dapt dipisahkan dengan konsep

dam sistem corporation itu semdiri, untuk lebih jelasnya, berikiut adalah

pengertian corporate and Corporate Governance (Sedarmayanti, 2007)

dalam Rona Nauli Oktaviani (2014)

1. Menurut Hunger dan Loheelen. “A corporation is a Machanism

established to allow different parties to contribute capital, expertise

and labor, for their mutual benefit”(korporasi adalah mekanisme yang

di bangun agar berbagai pihak dapat memberikan kontribusi berupa

modal, keahlian dan tenaga demi manfaat bersama

2. Menurut FCGI/Forum for corporate Governance in Indonesia.

Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang, pengurus atau (pengelola) perusahaan,

pihak kreditur, pemerintah, Karyawan serta para pemegang

Kepentingan Internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan

hak hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem

yang mengendalikan perushaaan.

3. Menurut Cadbury Committee. A Set Of Rules That Define The

Relationship Beetween Shareholders, Managers, Creditor The

36
Government, Employees and Other Internal and External

Stakeholders In respect to their rifht and Responsibilies” (Seperangkat

aturan yang merumuskan antara manajer, pemerintah dan para

pemegang saham dan pihak pihak yang berkepentingan lainnya baik

internal maupun eksternal sehubungan dengan hak hak dan tanggung

jawab mereka). istilah “Corporat Governance pertama kali di

perkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporan yang

dikenal Cadbury Report. laporamn ini sebagai titik balik yang

menentukakn bagi praktik Corporate Governance di seluruh dunia

4. Menuut OECD/Organizational For Economic Cooperation and

development “ThestructureThroughwhich shareholders, directors,

managers set of the board objectives and monitoring Performance”

(Struktur yang olehnya para pemegang saham, Komisaris dan

Manajer Menyusun Tujuan Tujuan Perusahaan dan saran untuk

mencapai Tujuan Tujuan tersebut dan mengawasi Kinerja).

5. Menurut Wahyudi Prakarsa Coorporate Governance adalah

mekanisme administrasi yang mengatur hubungan hubungan antara

manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan

kelompok Kelompok Kepentingan (Share Holder) yang lain. Hubungan

hubungan ini di manifestasikan dalam bentuk berbagai aturan

permainan dam sistem insentif sebagai Kerangka Kerja yang di

perlukan untuk menentukan Tujuan Tujuan perusahaan dan cara cara

pencapaian Tujuan Tujuan serta Pemantauan kinerja yang di hasilkan.

37
Dari definisi tentang Corporate Governance di atas, maka dapat di

ketahui adannya aspek aspek penting yang perlu di pahami oleh

perusahaan agar dapat bersaing dalam dunia bisnis adalah :

1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ organ perusahaan di

antaranya yaitu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), Komisaris

dan Direksi.

2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas

bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholders

3. Adanya hak hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang

tepat dan benar pada waktu yang di perluakan mengenai perusahaan.

4. Adanya perlakukan yang sama terhadap para pemegang saham,

terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing

melalui keterbukaan informasi yang materil dan relevan

Jadi setiap perusahaan haruslah menerapkan GCG di dalam

perusahaannya, karena GCG diperluakan Untuk mendorong terciptanya

pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan

perundang undangan . penerapan GCG perlu di dukung oleh tiga pilar

yang saling berhubungan yaitu Negara dan perangkatnya sebagai

regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar dan masyarakat sebagai

pengguna produk dan jasa dunia Usaha.

Perusahaan memainkan peranan penting dalam memberikan

kontribusi pengembangan perekonomian melalui kegiatan produksi

barang atau jasa dewngan memperhatikan prinsip prinsip tata kelola

38
perusahaan yang baik. GCG bukan slogan, tapi sesuatu yang menjiwai

kegiatan perusahaan, dan sesuatu yang harus di terapkan secara

konsisten dan konsekuen.

Tidak cukup menyatakan bahwa GCG telah di terapkan hanya

dengan mengungkapkan bahwa perusahaan memiliki pedoman GCG dan

memiliki Komisaris independen, atau membentuk Komite Audit sebab,

Penerapan GCG tidak hanya di tandai dengan adanya struktur, harus di

mulai dari atas agar tidak berhenti sebatas slogan, dewan Komisaris dan

dewan direksi sebagai manajemen puncak harus memiliki komitmen

punuh dalam implementasinya. mereka harus menjadikan GCG benar

benar sebagai budaya yang hidup dan berlaku di perusahaan. pimpinan

puncak di tuntut selalu mengambil keputusan berdasarkan azas

Kepatuhan, GCG telah menjadi Kebutuhan perusahaan kalau tidak di

teraokan maka perusahaan akan mengalami kesulitan karena orientasi

perusahaan di masa mendatang sudah stakeholders oriented artinya

berorientasi pada banyak stakeholder dan bukan pemegang saham saja

sebab menjalankan perusahaan itu juga memperhatikan bagaimana

lingkungan, masyarakat dan pemerintah.

Secara umum, penerapa Corporate Governance secara Konkret

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development/OECD

(2004) memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut :

1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing

2. Mendapatkan Cost Of capital yang lebih murah

39
3. Memberikan Keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan Kinerja

Ekonomi Perusahaan

4. Meningkatkan Keyakinan dan Kepercayaan dari stakeholders

terhadap perusahaan

5. Melindungi direksi dan Komisaris dari tuntutan Hukum

Prinsip Prinsip utama dari Corporate Governance yang Menjadi

Indikator, sebagaimana yang di tawarkan Oleh OECD (2004) adalah :

1. Transparancy (Transparansi). Transparansi adalah adanya

pengungkapan suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas

dan dapat di bandingkan dengan keadaan yang menyangkut tentang

keuangan, pengelolaan perusahaan dan Kepemilikan perusahaan,

untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan

harus menyediakan Informasi yang meteril dan relevan denganm cara

yang mudah di akses dan di pahami oleh pemakai kepentingan.

2. Acccountability (Akiutabilitas). Akutabilitas menekankan pada

pentingnya penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan

pembagian kekuasaan antara Komisaris, Direksi dan Pemegang

saham yang meliputi Monitoring Evaluasi dan pengendalian terhadap

manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak sesuai

dengan Kepentingan Pemegang Saham dan pihak pihak

berkepentingan lainnya. perusahaan harus dapat

mempertanggungjawabkan Kinerjanya secara Transparan dan Wajar,

untuk itu perusahaan harus di kelola secara benar, terukur dan sesuai

40
dengan Kepentingan Perusahaan dengan tetap memperhitungkan

kepentingan Pemegang saham dan pemakai kepentingan lain.

Akuntabilitas Merupakan prasyarat yang di perlukan untuk mencapai

kinerja yang berkesinambungan.

3. Responsibility (Responsibilitas) Responsibilitas adalah adanya

tanggung jawab pengurus dalam manajemen, pengawasan

manajemen serta mempertanggungjawabkan kepada perusahaan dan

para pemegang saham. prinsip ini di wujudkan dengan kesadaran

bahwa tanggung Jawab merupakan Konsekuensi Logis dari adanya

wewenang. menyadari akan adanya tanggung jawab social,

menghindari penyalahgunaan wewenang Kekuasaan, Menjadi

Profesional dan menjunjung Etika dan memelihara bisnis yang sehat.

4. Independency (Indenpendensi). Untuk melancarkan pelaksanaan

asas Corporate Governance, perusahaan harus di kelola secara

independen sehingga masing masing Organ Perusahaan tidak saling

mendominasi dan tidak dapat di intervensi oleh Pihak Lain.

independen di perlukan untuk menghindari adnaya potensi konflik

kepentingan yang mungkin timbul oleh para pemegang saham

mayoritas. mekanisme ini menuntut adanya tentang kekuasaan antara

Komposisi Komisaris, komite dalam Komisaris dan Pihak Luar Seperti

Auditor, Keputusan yang di buat dan proses yang terjadi harus

Objektif tidak di pengaruhi oleh kekuatan pihak pihak tertentu.

41
5. Fairness (keadilan). Prinsip keadilan merupakan prinsip perlakuan

yang adil bagi seluruh pemegang saham, terutama kepada pemegang

sahamminoritas dan pemegang saham minoritas dan pemegang

saham asing dari kecurangan dan kesalahan perilaku insider. dalam

melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku

kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

Prinsip prinsip corporate Governance (transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas, independensi dan keadilan) dalam mengurus

perusahaan, sebaiknya diimbangi dengan faith (bertindak atas itikad

baik) dank ode etik perusahaan serta pedoman corporate governance,

agar visi dan misi perusahaan yang berwawasan internasional dapat

terwujud secara konsisten dan konsekuen. hal ini penting karena

mengingat kecenderungan aktifis usaha yang semakin mengglobal

dan dapat di jadikan sebagai ukuran perusahaan untuk menghasilkan

suatu kinerja perusahaan yang lebih baik dan dengan berbagai

macam Korelasi antara implementasi prinsip prinsip Corporate

Governance di dalam suatu perusahaan dengan kepentingan para

pemegang saham, Kreditor, manajemen Perusahaan, Karyawan

perusahan dan tentunya para anggota Masyarakat, merupakan

Indikator tercapainya Keseimbangan Kepentingan.

Menurut Gunarsih (2003) dalam Hardikasari (2011) Manfaat dari

Corporate Governance antara Lain adalah :

42
1. Meningkatnya Kinerja Perusahaan Melalui Terciptanya Proses

pengambilan Keputusan yang lebih baik, meningkatnya pelayanan

Kepada stakeholder

2. Mempermudah di perolehnya dana pembiayaan yang lebih murah

sehingga dapat lebih meningkatkan Corporrate Value

3. Mengurangi Agency Cost yaitu biaya yang harus di tanggung

pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada

Pihak Manajemen

4. Meningkatkan nilai saham Perusahaan Kepada public Lebih Luas

dalam jangka Panjang

5. Mengembalikan Kepercayaan Investor Untuk menanamkan Modalnya

di Indonesia

Sedangkan Tujuan dari Corporate Governance adalah (Gunarsih,

2003 dalam hardikasari, 2011 dalam Rona naula (2014) sebagaii berikut:

1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham

2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota Stake Holder Non

pemegang saham

3. Meningkatkan Nilai perusahaan dan para pemegang saham

4. Meningkatkan Efisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau

board of director dan manajemen perusahaan

5. Meningkatkan mutu hubungan board of directors dengan manajemen

snior perusahaan

43
Ada lima mekanisme Corporater Governance yang dipakai dalam

penelitian ini yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu

kepemilikanm Institusional, kepemilikan manajerial dewan komisaris

dewan direksi dan Komite Audit, dengan adanya mekanisme ini dapat

menjadi alat untuk mengawasi dan memonitor kinerja Perusahaabn serta

dapat meminimalisir terjadinya Praktik manajemen Laba.

1. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Institusional merupakan saham perusahaan yang

dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank

perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain)investor institusional

sering di sebut sebagai investor yang canggih (sophiscated) sehingga

seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam

memprediksi laba masa depan di banding investor non institusional,

investor institusional di yakini mampu memonitor tindakan manajer

dengan lebih baik di banding dengan investor individual, kepemilikan

institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika

pengelolaan laba yang di lakukan perusahaan bersifat opurtunitis maka

kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi manajemen laba

(sari dan akhmad :2012 dalam Rona (2014)

Jansen and meckling (1976) mengatakan bahwa kepemilikan

institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi

konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham,

44
keberadaan investor institusional di anggap mampu menjadi mekanisme

monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang di ambil oleh

manajer. hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam

pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap

tindakan manipulasi Laba.

Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan

sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi

yang di hasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba, kepemilikan

institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manejemen

melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi

manajemen laba persentase saham tertentu yang di miliki oleh institusi

dapat memperngaruhi proses penyusunan laporan keungan yang tidak

menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak

manajemen (budiono, 2005) dalam rona (2014)

Menurut nasution dan doddi (2007) menyatakan kepemilkan

institusional merupakan salah satu alat yang dapat di gunakan untuk

mengurangi agency conflict, dengan kata lain semakin tinggi tingkat

kepemilikan institusional semakin kuat tingkat pengendalian yang di

lakukan oleh pihak eksternal terhadap perusahaan, sehingga agency cost

yang terjadi di dalam perusahaan semakin meningkat, selain itu dengan

semakin kuatnya tingkat pengendalian yang di lakukan oleh pihak

eksternal tersebut di harapkan tingkat pengen internal perusahaan juga

semakin baik.

45
2. Kepemilikan manajerial

Pengertian Kepemilikan adalah kekuasaan yang di dukung secara

social untuk memegang pengendalian terhadap sesuatu yang di miliki

secara ekslusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi, sedangkan

pengertian dari kepemilikan manajerial adalah seberapa besar porsi

saham dalam perusahaan yang di miliki oleh manajemen perusahaan,

baik itu oleh dewan direski maupun oleh dewan komisaris.

Jansen &mecking(1976) menyatakan pendapatnya bahwa

kepemilikan manajerial adalah salah satu mekanisme corporate

governance yang dapat menjadi alat dalam mengendalikan masalah

keagenan, menurut Jansen (1993) dalam anggana(2013) dalam rona

(2014) Kepemilikan Saham manajerial dapat membantu penyatuan

kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin

meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial akab semakin baik

kinerja Perusahaan .

Proporsi kepemilikan saham yang di Kontrol oleh manajer dapat

mempengaruhi Kebijakan Perusahaan, kepemilikan manajerial akan

menjajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham sehingga

akan memperoleh manfaat langsung dari keputusan yang di ambil serta

menanggung kerugian sebagai konsekuensi dan pengambilan keputusan

yang salah. pernyataan tersebut menyatakan bahwa semakin besar

proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen

46
cenderung lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham atau

dirinya sendiri (sari & ahmad )2012 dalam rona (2014)

Dari sudut pandang teori akutansi, manajemen laba sangat di

tentukan oleh motivasi manajer perusahaan, motivasi yang berbeda akan

menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara

manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manager

yang tidak sebagai pemegang saham. dua hal tersebut akan

mempengaruhi manajemen laba sebab kepemilikan seorang manager

agar ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap

metode akutansi yang di terapkan pada perusahaan yang mereka kelola,

secara umum dapat di katakan bahwa persentase tertentu kepemilikan

saham oleh pihak managemen cenderung mempengaruhi tindakan

manajemen laba (ujiyanto & bambang 2007)

Modiastuti dan mas’ud (2003) dalam boediono (2005) melakukan

pengujian di Indonesia, hasilnya di peroleh kesimpulan bahwa kepemilikan

manajerial berhubungan negative sangat signifikan dengan manajemen

laba dan berhubungan positif signifikan terhadap kualitas Laba yang di

ukut dengan ERC. hasil tersebut menunjukan bahwa di Indonesia

kepemilikan manajerial mampu menjadi mekanisme good Corporate

Governance yang dapat mengurangi masalah ketidakselarasan

kepentingan antara manager dengan pemilik atau pemegang saham.

3. Dewan Komisaris

47
Dewan Komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam

menyediakan laporan Keuangan Perusahaan yang reliable . keberadaan

dewan Komisaris Mempunyai pengaruh terhadap kualitas Laporan

Keuangan dan di pakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang di lakukan

oleh manajer, dewan komisaris yang independen secara umum

mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap management, sehingga

mempengaruhi Kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan

Keuangan yang di lakukan oleh manager (chtourou et al. 2001) dalam

(Rona nauli oktaviani 2014) atau dengan kata lain, semakin kompeten

dewan komisaris maka semakin mengurangi kemungkinan Kecuranagan

dalam pelaporan Keuangan.

Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri maupun

dengan mendelegasikan kewenangannya pada komite yang bertanggung

jawab pada dewan komisaris . dewan komisaris harus memantau

efektifitas praktek pengelolaan korporasi yang baik(GCG) yang di

terapkan perseroan bilamana perlu melakukan penyesuaian.

Menurut Kim & Nofsinger (2004) dalam anggana (2013) Komisaris

independen adalah pihak yang bertanggung jawab dalam

mempekerjakan, mengevaluasi dan memecat para manager puncak,

mendapat kepercayaan dalam kunci pengambilan keputusan operasi dan

finansial perusahaan, memberikan nasehat kepada pihak manajemen dan

menjaga para pemegang saham untuk selalu mendapat informasi tentabg

kondisi perusahaan.

48
Komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam

perselisihan yang terjadi antar manager internal, mengawasi kebijakan

manajemen dan memberikan nasehat kepada manajemen, komisaris

independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi

monitoring agar terciupta perusahaan dengan corporate governance yang

baik. hal ini sesuai dalam pembahasan ujiyantho dan bambang (2007), di

mana penelitian ini menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki

proporis komisaris independen yang lebih besar akan meningkatkan

pengawasan, sehingga akan mengurangi tindakan manajer dalam praktik

manajemen laba.

Menurut Boediono (2005) karakteristik dewan komisaris secara

umum dan khususnya komposisi dewan dapat menjadi suatu mekanisme

yang menentukan tindakan manajemen laba dengan adanya komisaris

independen di harapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan

pemilik. melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan

terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi

dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil

dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkuaklitas atau

kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan, dapat di

katakana bahwa komposisi dewan komisaris yang terdiri dari anggota

yang berasal dari luar perusahaan mempunyai kecendrungan

mempengaruhi manajemen laba.

49
Dalam rangka penyelenggaraan pengeloalaan perusahaan yang

baik, perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang

jumlahnya proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki

oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah

komisaris independen sekurang kurangnya 30 % dari jumlah seluruh

anggota komisaris (kusumaning, 2004 dalam Antonia, 2008 dalam rona

2014)

Perusahaan yang tercatat di BEI wajib memiliki komisaris

independen yang jumlahanya secara proporsional sebanding dengan

jumlah saham yang dimiliki, ketentuan jumlah komisaris imdependen

sekurang kurangnya 30 % dari jumlah seluruh anggota komisaris. ,

menurut akhmad syakhroza (2000) dalam anggana (2013) dalam rona

(2014) persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut:

a. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham

pengendali perusahaan yang bersangkutan

b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur atau komisaris

lainnya pada perusahaan yang bersangkutan

c. Tidak bekerja merangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang

terafiliasi dengan perusahan bersangkutan

d. Memahami peraturan perundang undangan di bidang pasar modal

e. Di usulkan oleh pemegang saham dan di pilih oleh pemegang saham

yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam RUPS

4. Dewan Direksi

50
Dewan Direksi (Board Of Director) adalah pimpinan perusahaan

yang di pilih oleh pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka

dalam mengelola perusahaan . direksi memiliki peranan penting dalam

pengurusan dan pencapaian kinerja perusahaan. mereka bertanggung

jawab untuk mengembangkan strategi dan menjamin keberhasilan

pelaksanaan rencana rencana dalam upaya mencapai tujuan perusahaan.

fana &jensne (1993) menyatakan bahwa dean direksi berperan penting

dalam mengawasi dan memonitor manajer. peran dewan direksi dalam

agency framework adalah menyelesaikan permasalahan agency antara

manajer dan pemilik dengan cara menetapkan kompensasi dan

mengganti manajemen yang tidak menciptakan Nilai bagi para pemegang

saham.

Beasley (1996)menemukan bahwa semakin besar ukuran dewan

direksi semakin besar kemungkinan terjadi kecurangan dalam pelaporan

keuangan, board of director dapat diibaratkan jantung dalam perusahaan,

agar perusahaan yang bersangkutan sehat, board of director juga harus

sehat, sehingga dapat memenuhi tanggung jawab dan menjalanklan tugas

tugas mereka secara efektif dan efisien.

Ukuran dewan direksi yang kecil di nyatakan lebih efektif karena

tidak ada kesulitan dalam melakukan koordinasi, sehingga dapat

mengurangi manajemen laba (Eisnberg et al, 1998) dalam rona (2014).

ukuran dewan direksi yang besar di nayatakan mempunyai keunggulan

dalam informasi dari ukuran dewan yang paling kecil . sejalan dengan hal

51
tersebut Beasley (1996) semakin besar dewan direktur semakin tidak

efisien dan lemahnya control terhadap manajemen . menurut chtourou et

al. , (2001) dalam rona (2014) semakin besar ukuran dewan direksi maka

proses monitoring justru menjadi lebih baik atau mengurangi aktivitas

manajemen laba.

Jumlah dewan direksi berpengaruh terhadap efektif tidaknya

pengawasan kinerja manajer (CEO) menurut (jansen &meckling 1976)

jumlah dewan direksi yang relative kecil dapat membantu meningkatkan

kinerja mereka dalam memonitor manajer, jumlah dewan direksi yang

terlalu besar (lebih dari 7 orang )tidak dapat berfungsi secara optimal dan

akan lebih mudah di control oleh manajer, terutama karena dewan direksi

sendiri di sibukkan oleh masalah koordinasi, jika manajer dapat

mengontrol dewan direksi serta adanya asimetri informasi maka akan

lebih keluasa bagi manajer melakukan earning manajemen.

5. Komite Audit

Pada dasarnya Komite audit merupakan subkomite dewan komisaris,

komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi proses penyusunan

dan pelaporan keuangan, mengawasi auditor eksternal dan mengamati

sistem pengendalian internal (termasuk auditor internal )

kemudian tugasnya di delegasikan kepada komite audit, komite audit

di bentuk untuk memeriksa pertanggung jawaban keuangan direksi

perusahaan kepada para pemegang saham.

52
Laporan Keuangan yang telah di audit oleh komite audit dapat di

percaya jika komite audit memiliki kompetensi dan independensi . dengan

melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang di berikan, di harapakan

komite audit dapat berperan untuk mengurangi prilaku opputunities yang

di lakukan oleh para manajer, akan tetapi jika kompetensi dan komite

audit tidak independensi komite audit tidak dapat terpenuhi maka prilaku

earning management tidak dapat di hindarkan (cho et al. , 2007 dalam

anggan 2007 ) dalam rona (2014)

Komite audit adalah sekelompok orang yang di pilih oleh kelompok

yang lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan tertentu untuk melakukan

tugas tugas khusus. di dalam perusahaan, komite ini sangat berguna

untuk mengangani masalah masalah yang membutuhkan integrasi dan

koordinasi sehingga di mungkinkan permasalahan permasalahan yang

signifikan atau penting dapat segera teratasi (kusumaning, 2004 dalam

Antonia, 2008) dalam rona (2014)

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusaaan yang baik

(GCG), bursa efek Jakarta (BEI) dan badan pengawas pasar modal

(BAPEPAM) melalui Kep-339/bej/07-2001 mewajibkan perusahaan publik

untuk memiliki komite audit yang mana bertugas untuk memberikan

pendapat professional yang independen kepada dewan Komisaris

terhadap laporan atau hal hal yang di sampaikan oleh direksi kepada

dewan komisaris terhadap laporan atau hal hal yang di samapikan oleh

direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal hal yang

53
memerlukan perhatian dewan komisaris (susanti, rahmawati & anni,

2010 ) dalam rona (2014) Antonia (2008) secara definisional, dewan

komisaris berwenang memanage hal hal bisnis. komisaris di pilih oleh

pemegang saham sehingga mereka bertanggung jawab terhadap

pemegang saham. dewan komisaris melakukan pekerjaannya sendiri atau

dengan memberikan otoritasnya kepada komite yang bertanggung jawab

terhadap dewan. sebagai pihak yang di beri otoritas oleh dewan

komisaris, komite audit bertugas untuk mengawasi proses pelaporan

keuangan dalam perusahaan, sehingga keberadaan komite audit dalam

perusahaan akan memperkecil kemungkinan terjadinya manajemen laba.

oleh karena itu, keberadaan komite audit yang cukup independen dapat

membantu dalam menmgurangi aktivitas manajemen laba.

2.6 Penelitian terdahulu

Penelitian yang di lakukan Oleh siallangan & Mas”Ud (2006) di

dalam Rona naula (2014) tentang mekanisme Corporate Governance,

Kualitas Laba dan Nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang

terdapat di bursa efek Jakarta 2000-2004, menyimpulkan hasil

penelitiannya bahwa mekanisne Corporate Governance mempengaruhi

Kualitas Laba mekanisme tersebut antara lain kepemilikan manajerial

secara positif berpengaruh terhadap Kualitas Laba, dewan Komisaris

secara negative berpengaruh terhadap Kualitas Laba dan komite audit

secara positif berpengaruh terhadap kualitas Laba.

54
Beda halnya dengan penelitian yang di lakukan oleh Like Monika

Wati (2012) yaitu Pengaruh praktek Good Corporate Governance

terhadap kinerja Keuangan Perusahaan di bursa Efek Indonesia yang

menyimpulkan bahwa praktek Good Corporate Governance berpengaruh

signifikan terhadap kinerja Keuangan Perusahaan yang di ukur dengan

ROE dan NPM pada perusahaan yang terdaftar di bursa Efek Indonesia

yang masuk dalam daftar pemeringkatan oleh the Indonesia institute for

corporate Governance (IICG).

Indah dan M Irfan (2012) yaitu mengenai Konservatisme Akutansi,

efektifitas Komite Audit, Konsep Amanah dan Management laba yang

mana hasilnya menunjukan bahwa konservatisme akutansi berpengaruh

negative terhadap managemen Laba, hal ini berarti bahwa prinsip

Konservatisme Akutansi dapat mengurangi tindakan management Laba,

sama dengan hasil tersebut, efektifitas komite Audit Juga terbukti

berpengaruh negative terhadap Managemen, pengawasan yang di

lakukan komite audit tampaknya dapat digunakan untuk pencegahan

tindakan managemen laba.

Akan tetapi sebagian penelitian membuktikan tidak adanya pengaruh

yang signifikan antara Corporate Governance dengan managemen laba,

salah satunya yaitu penelitian ningsaptiti (2010) dalam Rona Nauli (2014)

tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan dan mekanisme corporate

Governance terhadap managemen Laba pada perusahaan Manufaktur

yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode 2006-2008, dari hasil

55
pengujiannya menunjukan bahwa komposisi dewan komisaris dan komite

audit tidak berpengaruh signifikan terhadap management laba.

Boediono (2005) dalam rona nauli (2014) dalam penelitiannya

pengaruh mekanisme corporate Governance dengan kulitas laba dan

dampak management laba dengan menggunakan analisis jalur, pada

perusahaan manufaktur tahun 1996-2002. penelitian ini mengambil

variabel eksogen mekanisme corporate Governance antara

lain :kepemilikan manajerial, kepemilikan instutisional, komposisi dewa

komisaris selain itu terdapat variabel endogen, yaitu management laba

dan kulitas laba, hasil dari penelitianya membuktikan bahwa mekanisme

corporate Governance secara bersama sama memiliki tigkat pengaruh

yang lemah terhadap managemen laba, selain itu penelitian ini juga

menemukan bahwa mekanisme corporate Governance dan managemen

laba memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas laba.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh syafrida hani (2012)

yaitu pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate Governance

terhadap pemilihan akutansi konservatif yang mana menyimpulkan bahwa

karakteristik perusahaan yakni ukuran perusahaan di proksikan dengan

total asset tidak berpengaruh terhadap pemilihan akutansi konservatif,

laverage yang di proksikan dengan debt to equity ratio berpengaru

negative signifikan dan pertmbuhan penjualan juga berpengaruh negative

namun tidak signifikan terhadap pemilihan akutansi konservatif. corporate

governance yang di proksikan dengan jumlah dewan direktur berpengaruh

56
negative signifikan terhadap pemilihan akutansi konservatif, sedangkan

jumlah dewan komisaris di nyatakan tidak berpengaruh terhadap

pemilihan akutansi konservatif .

Berdasarkan penelitan yang di lakukan oleh florensia Jusni (2014)

yaitu mengenai pengaruh konservatisme akutansi terhadap Nilai

perusahaan di moderasi oleh Good Corporate Governance (studi empiris

pada perusahaan sektor retail trade yang listing di BEI ) menyimpulkan

bahwa secara simultan variabel variabel yang di proksikan kedalam

konservatisme akutansi dan elemen elemen Good Corporate Governance

yaitu ukuran dewan komisaris, komisaris independen, komite audit dan

kualitas audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Penelitian yang dilakukan oleh igaa prabaningrat Dan widana

putra yaitu mengenai pengaruh Good Corporate Governance dan

Konservatisme Akutansi pada Managemen Laba menyimpulkan bahwa

terdapat pengaruh signifikan secara statistic antara Good Corporate

Governance dan Konservatisme Akutansi terhadap managemen laba

pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI)

pada periode 2009 hingga 2012

Penelitian yang di lakukan oleh Nita ayu, suhadak dan Achmad

husaini (2015) mengenai Pengaruh Good Corporate Governance (GCG)

dan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap nilai

perusahaan (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

bursa efek Indonesia periode 2011 hingga 2013 menyimpulkan bahwa

57
Good Coirporate Governance (Komisaris Independen) berpengaruh

negative dan signifikan terhadap nilai perusahaan, kepemilikan

institutional dan komite audit berpengaruh Positif dan signifikan terhadap

Nilai perusahan, sedangkan kepemilikan manajerial dan kulitas auditor

eksrternal berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap nilai

perusahaan. serta penelitian ini membuktikan bahwa pengungkapan CSR

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Penelitian yang di lakukan oleh Tuti sri wedari (2012) yaitu

mengenai mekanisme Good Corporate Govenance, Management Laba

dan Kinerja Keuangan perusahaan Manufaktur di bursa Efek Indonesia

yang mana menghasilkan kesimpulan yaitu menunjukan bahwa

Kepemilikan institusional memberikan pengaruh negative tidak signifikan

terhadap management laba, kepemilikan manajerial memberikan

pengaruh negative tidak signifikan terhadap managemen Laba, proporsi

dewan komisaris independen memberikan pengaruh tidak signifikan

terhadap manajemen laba, komite audit memberikan pengaruh positif

tidak signifikan terhadap managemen laba dan managemen Laba

memberikan Pengaruh negative tidak signifikann terhadap kinerja

Keuangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Immanuel naninggolalan (2017)

yaitu mengenai analisis faktor faktor yang mempengaruhi Kinerja

Keuangan Perusahaan yang mana hasil penelitiannya yaitu bahwa

Konservatisme Akutansi dan struktur modal berpengaruh terhadap Kinerja

58
Keuangan sedangkan Konvergensi international Financial Reporting

standard yang di Proksikan dengan Mangemen Laba tidak berpegaruh

terhadap Kinerja Keuangan.

Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Penelitian Hasil Penelitian


Peneliti/tahun/judul
1 Tuti Sriwedari (2012) Variabel Kepemilikan Institusional
Mekanisme Good Independen: memberikan Pengaruh Negatif
Corporate Mekanisme Good tidak Signifikan Terhadap
Governance, Corporate Manajemen Laba
manajemen Laba dan Governance, Kepemilikan Manajerial
Kinerja Keuangan Manajemen Laba Memberikan Pengaruh Negatif
Perusahaan Variabel tidak Signifikan Terhadap
Manufaktur di Bursa Dependen: Manajemen Laba
Efek Indonesia Kinerja Keuangan Proporsi Dewan Komisaris
Perusahaan Independen Memeberikan
Manufaktur Pengaruh Tidak Signifikan
terhadap Manajemen Laba
Manajemen Laba Memberikan
Pengaruh Negatif Tidak
Signifikan Terhadap Kinerja
Keuangan.
2 Florensia Jusny Variabel Vartiebel Independen Tidak
(2014) Pengaruh Independen : berpengaruh secara secara
Konservatisme Konservatisme simultan dan signifikan
Akutansi Terhadap Akutansi dan Nilai Terhadap Varibel dependen .
Nilai Perusahaan Di Perusahaan
moderasi Oleh Good
Corporate Variabel
Governance (Studi Dependen
Empiris Pada Good Corporate
Perusahaan Sektor Governance
Retail Trade yang
Listing Di bursa Efek
Indonesia)
3 Immanuel Parluhutan Variabel Konservatisme Akutansi dan
Mangasi Nainggolan Independen: Struktur Modal berpengaruh
dan Monica Weni Konservatisme terhadap KInerja Keuangan
Pratiwi (2017) Akutansi, sedangkan Konvergensi
Analisis Faktor Faktor Konvergensi International Financial
yang mempengaruhi International, Reporting Standar yang di
Kinerja Keuangan Financial proksikan dengan manajemen

59
dan Perusahaan Reporting Laba Tidak Berpengaruh
Standard an Terhadap Kinerja Keuangan
Struktur Modal
Variabel dependen
:Kinerja Keuangan
Perusahaan
4 Nita Ayu Widya sari, Variabel GcG (Komisaris Independen)
suhadak dan Acmad Independen : Berpengaruh negative dan
Husaini (2015) Good Corporate Signifikan terhadap Nilai
Penagruh Good Governnace dan Perusahaan, sedangkan
Corporate Pengungkapan Kepemilikan institusional dan
Governance (GCG) Corporate Sosial Komite Audit berpengaruh
dan Pengungkapan Responsibility Positif dan Signifikan Terhadap
CSR terhadap Nilai (CSR) Nilai Perusahaan, sedangkan
Perusahaan pada Kepemilikan Manajerial dan
Perusahaan Kusalitas Auditor Eksternal
Manufaktur yang Berpengaruh Negatif dan tidak
terdaptar di Bursa signifikan terhadap Nilai
Efek Indonesia Perusahaan, dan Juga
mengungkapkan Csr
berpengaruh Positif dan
Signifikan terhadap NIlai
Perusahaan.
5 Syafrida Hani (2015) Variabel Karakteristik Perusahaan yakni
Pengaruh Independen Ukuran perusahan yang di
Karakteristik Karakteristik proksikan dengan total asset
Perusahaan dan Perusahaan dan tidak berpengaruh terhadap
Corporate Corporate Pemilihan Akutansi
Governance terhadap Governance Konservatif, Laverage yang di
pemilihan Akutansi Variabel proksikan dengan debt Equity
Konservatif Dependen ratio berpengaruh negative
Pemilihan Akutansi signifikamn dengan
Konservatif pertumbuhan Penjualan Juga
berpengaruh Negatif namun
tidak signifikan terhadap
pemilihan Akutansi
Konservatif.
6 Devita Yulianingtyas Variabel - Variabel CSR, Kepemilikan
(2016) Pengaruh Independen Institusional dan Kepemilikan
Corporate Social Corporate Sosial Manajerial, berpengaruh
Resposibility dan Responsibility Negatif Terhadap Kinerja
Good Corporate (CSR), Good Keuangan, Variabel Ukuran
Governance terhadpa Corporate Komite Audit berpengaruh
Kinerja Keuangan. Governance Positif terhadap Kinerja
Variabel Keuangan Perusahaan
Dependen: - Variabel Dewan Komisaris

60
Kinerja Keuangan indepeden dan Frekuensi
Rapat dewan Komisaris tidak
berpengaruh terhadap
Kinerja Keuangan.
7 Igaa Prabaningrat Variabel Pengaruh signifikan secara
Dan Widanaputra Independen statistic antar Good Corpotrate
(2015) Pengaruh GCG DAN Governance dan Konservatime
Good Corporate Konservatisme AKutansi terhadap Manajemen
Governance dan Akutansi Laba
Konservatismen Variabel dependen
Akutansi pada : Manajemen Laba
Manajemen Laba
8 Monica Weni Pratiwi Dependen :Kinerja Bahwa Konservatisme
(2017) Analisis FaktorKeuangan Akutansi dan Struktur Modal
Faktor yang Perusahaan Berpengaruh Terhadap Kinerja
mempengaruhi Independen : Keuangan sedangkan
Kinerja Keuangan Konservatisme Konvergensi International
Perusahaan Akutansi, Financial Reporting Standar
konvergensi yang di proksikan dengan
International Manajemen Laba tidak
Financial berpengaruh terhadap Kinerja
Reporting Standart Keuangan
dan Struktur Modal
9 lIke Monisa wati Independent :Goo Good Corporate Governance
(2012) Pengaruh d Corporate berpengaruh signifikan yang
Praktek Good Governance mempengaruhi kinerja
Corporate Dependent :Kinerj Keuangan Perusahaan yang di
Governance terhadap a Keuangan ukur dengan ROE dan NPM.
Kinerja Keuangan Perusahaan .
Perusahaan
10 Indah Putri Septiana Independent : Hasil penelitian Menunjukan
dan M irfan Tarmizi Konservatisme bahwa Konservatisme
(2016) Akutansi, Akutansi berpengaruh Negatif
Konservatisme Efektifitas Komite terhadap Manajemen Laba, hal
Akutansi, Efentifitas Audit Konsep ini berarti bahwa Prinsip
Komite Audit, Konsep Amanah Konservatisme akutansi dapat
Amanah dan Dependen :Manaje mengurangi tindakan
Manajemen Laba men Laba Manajemen Laba .
11 Luh Eni Muliani, Variabel Kinerja Keuangan
Gede Adi Yuniarta Independen memopunyai pengaruh
dan Kadek Sinawati Csr dan dan GCG terhadap Nilai Perusahaan
(2014) Pengaruh Dan Varibel secara Positif, Corporate
Kinerja Keuangan Dependen Kinerja Social Responsibility mampu
Nilai Perusahaan Keuangan. memoderasi Kinerja Keuangan
dengan terhadap Nilai Perusahan
Pengungkapan secara Positif

61
Corporate Sosial Good Corporate Governance
Responsibility dan Mampu memoderasi Kinerja
Good Corporate Keuangan terhadap Nilai
Governance sebagai Perusahaan Ke arah Negatif.
varibel Pemoderasi
12 Putra, P. Sari dan Variabel Kemilikan institusional dan
larasdiputra (2019) independent :Kepe Kepemilikan Manajerial
Pengaruh milikan berpengaruh Positif pada
kepemilikan institusional dan Konservatisme Akutansi
institusional dan Kepemilikan
kepemilikan Manajerial
manajerial pada Variabel dependen
konservatisme :Konservatisme
akutansi Jurnal Akutansi
Ekonomi dan Bisnis
Akutansi Vol 18 No 1
Maret 2019 pp 41-51
13 Lidya natasia Variabel Manajemen Laba berpengaruh
Gunakan (2015) independent : signifikan positif
Pengaruh Manajemen Laba
Manajemen Laba dan variabel
terhadap Kinerja dependen :Kinerja
Keuangan pada Keuangan
Perusahaan
Manufaktur tahun
2011-2012
14 Fani Risdiyani dan Varibel Kepemilikan institusional dan
Kusmuriayanto Independent :GCG Financial distress berpengaruh
(2015) Analisis Faktor , Laverage, negative terhadap
Faktor yang Pertumbuhan Konservatisme Akutansi,
mempengaruhi Perusahaan dan Sedangkan Laverage dan
penerapan Financial Distress pertumbuhan perusahaan
Konservatisme Variabel dependen berpengaruh positif terhadap
Akutansi :Konservatisme Konservatisme Akutansi
Akutansi
15 Dian Agustia (2013) Variabel Semua Komponen CGG tidak
Pengaruh Faktor Independent :GCG berpengaruh signifikan
Good Corporate , Free cash Flow terhadap manajemen Laba,
Governance, free dan Laverage dan sedangkan Laverage
cash Flow dan variabel berpengaruh, free cash Flow
laverage terhadap dependen :Manaje berpengaruh negative dan
Manajemen Laba men Laba signifikan terhadap Manajemen
Laba, hal ini berarti
perusaahaan dengan free cash
Flow yang tinggi akan
membatasi praktek

62
Manajemen Laba
16 Dewi Fitriani Dkk Independent :Man Manajemen Laba melalui
(2014) Pengaruh ajemen Laba aktifitas akrual akan lebih
Manajemen Laba dependen :Kinerja berpengaruh terhadap kinerja
terhadap Kinerja Perusahaan dan Perusahaan di bandingkan
Perusahaan dengan Variabel manajemen Laba melalui
Kualitas Audit Moderasi :Kualitas aktifitas rill.
sebagai varibel Audit
Moderasi.

17 Shirly Limantauw Dependen :Konser Bahwa Proporsi Komisaris


(2012) Pengaruh vatisme Akutansi independent berpengaruh
karakteristik dewan independent :karak signifikan terhadpa
komisaris sebagai teristik dewan konservatisme Akutansi.
mekanisme Good Komisaris,
Corporate Makanisme Good
Governance terhadap Corporate
tingkat Governance
Konservatisme
Akutansi pada
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
18 Maria Sinambela Variabel Intensitas Modal dan Pajak
(2018) Faktor Faktior dependent :Konser berpengaruh negative
yang mempengaruhi vatisme Akutansi terhadap Konservatisme
Konservatisme Variabel Akutansi.
Akutansi Independent :Ukur
an Perusahaan
Resiko
Perusahaan dan
Penerapan GCG
19 Luh Eni Muliani, Variabel Kinerja Keuangan
Gede Adi Yuniarta Independen memopunyai pengaruh
dan Kadek Sinawati Csr dan dan GCG terhadap Nilai Perusahaan
(2014) Pengaruh Dan Varibel secara Positif, Corporate
Kinerja Keuangan Dependen Kinerja Social Responsibility mampu
Nilai Perusahaan Keuangan. memoderasi Kinerja Keuangan
dengan terhadap Nilai Perusahan
Pengungkapan secara Positif
Corporate Sosial Good Corporate Governance
Responsibility dan Mampu memoderasi Kinerja
Good Corporate Keuangan terhadap Nilai
Governance sebagai Perusahaan Ke arah Negatif.
varibel Pemoderasi
Sumber: Diolah dari berbagai referensi (2019)

63
2.7 Kerangka Pemikiran, Hipotesis dan Model Penelitian

Penelitian Ini bertujuan Untuk mengetahui Pengaruh Varibel dari

Pengaruh Manajemen Laba dan Konservatisme Akutansi terhadap Kinerja

Keuangan dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel

Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Tahun 2014-

2016)

1. Pengaruh Managemen Laba terhadap Kinerja Keuangan

Iga Prabaningrat dan Gp, widana putara (2015) di dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa Kondisi asimetri dan ketidak seimbangan informasi

dapat di mulai dari hubungan pricipla dengan manajemen dalam

perusahaan, yang mana hal ini dapat memberikan kesempatan bagi pihak

manajemen untuk memodifikasi angka angka akutansi yang terdapat di

dalam laporan Keuangan dengan melakukan Tindakan Management Laba

yang mana Good Corporate governance merupakan tindakan yang dapat

di lakukan untuk meminimalisir tindakan manajemen Laba.

Management laba adalah suatu intervensi dalam proses pelaporan

Keuangan eksternal yang di maksud untuk Memperoleh Keuntungan

Pribadi (wolk et. al. 2001) dalam Tuti ri wideri (2012) yang mana salah

satu contoh terjadinya earning management adalah pada saat perusahaan

melakukan penawaran perdana (IPO) Maupun pada saat melakukakan

penawaran Kedua dan seterusnya . manajemen Korporasi yang besar

biasanya adalah bukan pemilik, bahkan sebagian manajemen puncak

memiliki saham biasa dalam perusahaan yang mereka Kelola. yang mana

64
para pemilik memiliki Komisaris yang bertujuan Untuk manajemen sebagai

agen mereka untuk mencapai aktivitas dari hari ke hari.

Selanjutnya dalam penelitian Imanuel (2017) sejauh ini hanya model

berbasis aggregate accrual yang di terima secara umum sebagai model

yang memberikan hasil yang paling kuat dalam mendeteksi managemen

lanba, dalama upayanya untuk meningkatkan kinerja Keuangan

Perusahaan manajemen sering kali melakukan managemen laba yang

tujuannya untuk memperlihatkan earning Power perusahaan agar

membentuk laporan Keuangan serta ratio kinerja Keuangan yang baik

sehingga menarik minat investasi para calon investor karena

meningkatmya harga saham (dharmasetia dan Sulaiman, 2009) dalam

Immanuel (2017)

Berdasarkan Kerangka Pemikirah diatas dan penelitian terdahulu,

maka hipotesis yang di ajukan adalah

H1 : management laba berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

2. Pengaruh Konservatisme Akutansi Terhadap Kinerja Keuangan

Perusahaan manufaktur

Penelitian yang di lakukan oleh Tuti sri wideri (2012) mengenai

Mekanismen Good Corporate Governance, Management Laba dan

Kinerja Keuangan Perusahaan menunjukan bahwa Kepemilikan

Institusional memberikan Pengaruh Negatif tidak signifikan terhadap

Management Laba, Kepemilikan Managerial Memberikan Pengaruh

Negatif tidak signifikan terhadap managemen Laba, proporsi dewan

65
komisaris independen memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap

management Laba, Management laba memberikan Pengaruh Negatif

tidak Siginifikan terhadap Kinerja Keuangan.

Penelitian selanjutnya yang di lakukan Oleh Iga Ourbaningrat dan G. P

widana putra (2015) mengenai pengaruh Good Corporate Governance

dan Konservatisme Akutansi pada managemen Laba menunjukan bahwa

yaitu terdapat pengaruh yang signifikan secara statistic antara Good

Corporate Governance dan Konservatisme Akutansi terhadap

Management Laba pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di

bursa Efek Indonesia. Kemudiam Penelitian yang di lakukan Oleh Imanuel

Perluhutan (2017) mengenai Analisis Faktor faktor yang mempengaruhi

Kinerja Keuangan Menyimpulkan bahwa Konservatisme Akutansi dan

struktur modal berpengaruh terhadap kinerja keuangan sedangkan

Konvergensi internasioanml Financial reporting standar yang di proksikan

dengan managemen Laba tidak berpengaruh terhadap kinerja Keuangan.

Selanjutnya penelitian yang di lakukan Oleh Florensia (2014) mengenai

Pengaruh Konservatisme Akutansi terhadap nilai perusahaan di moderasi

Oleh Good Corporate Governance menyimpulkan bahwa Komite Audit

sebagai elemen dari Good Corporate Governance berpengaruh signifikan

terhadap nilai perusahaan sedangkan tidak di temukan adanya pengaruh

signifikan dari variabel Konservatisme akutansi, ukuran dewan Komisaris,

Komisaris Independen dan Kualitas Audit serta tidak di temukan efek

moderasi dari good Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan.

66
Berdasarkan Kerangka Pemikirah diatas dan penelitian terdahulu, maka

hipotesis yang di ajukan adalah

H2 : Konservatisme Akutansi berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

3. Pengaruh manajemen laba terhadap kinerja keuangan


perusahaan Manufaktur di moderating oleh Good Corporate
Governance

penelitian yang di lakukan Oleh Tuti Sri wideri (2012) menunjukan

bahwa Kepemilikan isntitusional memberikan pengaruh negative tidak

signifikan terhadap management Laba, kepemilikan managerial

memberikan pengaruh negative tidak signifikan terhadap Management

Laba, Proporsi dewan Komisaris Independent memberikan pengaruh tidak

signifikan terhadap management Laba, Komite Audit memberikan

pengaruh positif tidak signifikan terhadap Management Laba dan

Management Laba memberikan pengaruh negative tidak signifikan

terhadap kinerja Keuangan.

Selanjutnya Penelitian yang di lakukan oleh Luh eni Muyani dkk

(2014) mengenai Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadao Nilai Perusahaan

dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good

Corporate Governance sebagai variabel pemoderasi yaitu Kinerja

Keuangan mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan secara Positif,

CSR mampu memoderasi Kinerja Keuangan terhadap nilai perusahaan

secara Positif dan Good Corporate Governance mampu memoderasi

Kinerja Keuangan terhadap nilai Perusahaan Ke arah Negatif.

67
Berdasarkan Kerangka Pemikirah diatas dan penelitian terdahulu

maka hipotesis yang di ajukan adalah

H3 : manajemen laba berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan Manufaktur di moderasi oleh Good Corporate Governance

4. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap kinerja keuangan


perusahaan Manufaktur di moderating oleh Good Corporate
Governance

Penelitian yang dilakukan Oleh Iga Prabaningrat dan Gp widana

Putra (2015) mengenai Pengaruh Good Corporate Governance dan

Konservatisme akutansi Pada Management Laba menghasilkan terdapat

pengaruh yang signifikan secara statistic antar Good Corporate

Governance dan Konservatisme Akutansi terhadap Management Laba

pada perusahaan sektor Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Konservatisme dalam Akutansi bermanfaat untuk menghindari

prilaku oppurtunistik Manager berkaitan dengan Kontrak Kontrak yang

menggunakan Laporan Keuangan sebagai media Kontrak (Watts, 2003)

dalam indah Putri Septiana (2014) menyatakan bahwa temuan terkait

penggunaan prinsip Konservatisme akutansi mendapati bahwa

Konservatisme akutansi berpengaruh positif terhadap Kualoitas Laba

(Tuwentina dan Wirama. , 2014) sedangkam Febiani (2012) mendapati

bahwa perusahaan yang menerapkan Akutansi Konservatif memiliki

Kualitas Laba yang lebih rendah sehingga di perlukan Proses pemantauan

atas Pelaporan Keuangan agar dapat membatasi tingkat Managemement

Laba di dalam Perusahaan. Praktik Management Laba terjadi karena

68
adanya tindakan Management untuk kepentingan sendiri dengan

memanipulasi Informasi yang terdapat di dalam Laporan Keuangan.

Berdasarkan Kerangka Pemikirah diatas dan penelitian terdahulu

maka hipotesis yang di ajukan adalah

H4 : Konservatisme Akutansi berpengaruh terhadap kinerja keuangan

perusahaan Manufaktur di moderasi oleh Good Corporate Governance .

Gambar 2.1 Model Penelitian

Manajemen Laba

Kinerja Keuangan
Konservatisme Akutansi
\

Good Corporate
Governance

69

Anda mungkin juga menyukai