Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FALSAFAH DASAR PERBANKAN ISLAM, PRODUK BANK


SYARIAH DAN UNDANG-UNDANG BANK SYARIAH
EKONOMI DAN PERBANKAN SYARIAH

DOSEN PENGAMPU :
NOVITA EKA PARADINA, S.E., M. A K

KELOMPOK 4 :
1. WINDA WULAN SARI
2. PARUQ CANDRA
3. ABDI MAHDI

YAYASAN NURUL ISLAM (YASNI)


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
FAKULITAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)
PERBANKAN SYARIAH (PSY)
1/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWTatas segala limpahan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas
Makalah yang berjudul “falsafah dasar perbankan islam, produk bank
syariah dan undang-undang bank syariah”

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala


rahmat dan karunia-Nya, serta tak lupa sholawat dan salam kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW atas petunjuk dan risalah-Nya,
dan atas do’a restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah
membantu kami memberikan referensi dalam pembuatan Makalah.

Di harapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita


semua, saya dapat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan Makalah, oleh karena itu saya sangat menghargai akan saran
dan kritik untuk membangun Makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga melalui Makalah ini


dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Muara Bungo, 12 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II Pembahasan
A. .................................................................................................... 3
B. ..................................................................................................... 4
C. ..................................................................................................... 5
D. ..................................................................................................... 6
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ................................................................................ 10
B. Saran ......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah
menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah
peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan
sumber daya dengan lebih baik (Haron dan Ahmad, 2001). Salah satu faktor
pendukung yang menunjang trend positif ini adalah
pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep
profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada
awalnya, konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarkat (Siregar,
2002). Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha
dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha.
Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss
sharing menawarkan pembagian hasil usahadengan perhitungan
pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban
biaya yang diekluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue
sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan
perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang
menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat
masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian
hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan
yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam
usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana falsafah dasar perbankan islam?
2. Apasaja produk-produk bank syariah?

1
2

3. Bagaimana perudang-undangan dalam bank syariah?

C. Tujuan
1. Memperdalam ilmu tentang perbankan syariah
2. Menjelaskan falsafah dasar perbankan islam
3. Menjelaskan tentang produk dalam bank syariah serta memaparkan
perundang-undangan dalam bank syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Falsafah Dasar Perbankan Islam


Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah
dari Allah kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, untuk
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk
mencapai tujuan yang suci ini, Allah tidak meninggalkan manusia
sendirian tetapi diberikannya petunjuk melalui para rasulnya. Dalam
petunjuk itu, Allah berkan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik
aqidah, akhlak maupun syari’ah.
Dua komponen yang pertama (aqidah dan akhlak) sifatnya konstan
dan tidak mengalami perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat.
Adapun komponen syari’ah senantiasa diubah sesuai dengan
kebutuhandan taraf peradaban umat, dimana seseorang Rasul diutus.
Seperti disabdakan Rasulullah yang berbunyi: “Saya dan Rasul-rasul
yang lain tidak ubahnya bagaikan saudara sepupu, syari’at mereka
banyak tetapi agama (aqidah)Nya satu (yaitu mentauhidkan Allah).”
Melihat kenyataan ini syari’ah Islam sebagai suatu syari’at yang
dibawa Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri, ia bukan
saja komprehensif tetapi juga universal. Sifat-sifat istimewa ini mutlak
diperlukan sebab tidak akan ada syari’at lain yang datang untuk
menyempurnakannya. 1
Komprehensif berarti ia merangkum seluruh aspek kehidupanbaik
ritual maupun sosial (ibadah maupun muamalah). Ibadah diperlukan
dengan tujuan untuk menjaga ketaatan, dan harmonisnya hubungan
manusia dengan khaliqnya, serta untuk mengingatkan secara kontinu
tugas manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Ketentuan-ketentuan
muamalah diturunkan menjadi rule of game dalam keberadaan manusia

1
Muhammad Syafe’i Antonio, Bank Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema Insani Press,
2000, hal. 5

3
4

sebagai makhluk sosial. Sedangkan universal bermakna ia dapat


diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti.
Keuniversalan ini akan tampak jelas sekali terutama dalam bidang
muamalah, dimana ia bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak
memberikan special treatment bagi muslim yang membedakannya dari
non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang
diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, yang artinya: “Dalam bidang muamalah
kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak
kita”. 2
Sifat eternal muamalah ini dimungkinkan karena adanya apa yang
dinamakan prinsip dan variabel dalam Islam. Kalau kita amibl contoh
sektor ekonomi sebagai suatu prinsip, dapat dicontohkan dengan
ketentuan-ketentuan dasar ekonomi seperti:
1. Larangan riba
2. Addanya prinsip bagi hasil
3. Prinsip pengambilan keuntungan
4. Pengenaan zakat
5. dll
Variabel merupakan instrumen-instrumen untuk melaksanakan
prinsip-prinsip tadi seperti:
1. mudharabah
2. murabahah
3. bai’ bithaman ajil

Disinilah letak tugas para cendekiawan muslim sepanjang zaman


untuk mengembangkan tekhnik penerapan prinsip-prinsip tadi dalam
variabel-variabel sesuai dengan situasi dan kondisi semasa. Setiap
lembaga syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk
memperoleh kebijakan didunia dan akhirat.
1. Menjauhkan diri dari unsur riba
2
Ibid, hal 7
5

a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara


pasti keberhasilan suatu usaha (Q.S Lukman: 34).
b. Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembedaan
biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan
yang mengandung hutang atau melipatgandakan secara otomatis
hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (Q.S.
Ali Imron: 130).
c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang
ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh
kelebihan baik kualitas maupun kuantitas.
d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka
tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai
hutang secara sukarela.
2. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan
Dengan mengacu pada Qur’an surat Al-Baqarahayat 275 dan
An-Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus
dilandasi atas dasar bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya
didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang.
Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa
uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa,
mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya
penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. 3
B. Produk-produk Bank Syariah
Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk
perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal
penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-
produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk dalam
memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis produk bank
syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
3
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah ,Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005,. hal. 75.
6

1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan,
merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila
si penitip menghendaki.Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang
artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala
kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan
akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam
memelihara barang titipan.
Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada
si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan
mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad
al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan
penanggung).
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah
yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadh’ah dhamanah berbeda
dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi, sedangkan dhamanah yang dititipi (bank)
boleh memanfaatkan harta titipan tersebut. Implikasi hukumnya sama
dengan qardh, dimanan nasabah meminjamkan uang kepada bank. Pemilik
dana tidak mendapat imbalan tapi insentif yang tidak diperjanjikan. Dalam
praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib)
biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk
simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.
2. Pembiayaan Dengan Bagi Hasil
a. Al-musyarakah (Partisipasi Modal)
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan
dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
7

Al-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal


pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank
sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut.
Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank
setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-
musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada
lembaga keuangan modal ventura.
b. Al-mudharabah
Pengertian Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah akad
atau perjanjian diantara dua belah pihak, dimana pihak pertama
sebagai pemilik modal (shahib al-mal atau al-mal), memercayakan
kepada pihak kedua atau pihak lain (pengusaha), untuk menjalankan
suatu aktivitas atau usaha. Apabila mengalami kerugian maka akan
ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
pengelola, maka sipengelolalah yang bertanggug jawab.Dan didalam
prktiknya mudharabah terbagi menjadi 2 macam, yakni:
 amudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak
pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya
tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
 mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah
muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha
dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan
pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal
kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan
tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana
juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang
dititipkan.
Dan keistmewaan dari sebuah mudharabah adalah pada peran
ganda dari mudharib, yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra.
Mudharib adalah wakil dari rabb al- mal dalam setiap transaksi yang ia
8

lakukan pada harta mudharabah. Mudharib kemudian menjadi mitra


dari rabb al-mal ketika ada keuntungan.
c. Al-muzara’ah
Pengertian AI-muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian
antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan
lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan
imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus
ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi
hasil panen.
Pemilik lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk.
Sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu.
Keuntungan diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah
disepakati.
d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza’arah yaitu
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe-
meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri.
Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi
tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dengan penggarap.
3. Bai’al Murabahah
Pengertian Bai’al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga
pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini
penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli
ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang “X” Rp 100.000,-. Keuntungan
yang diharapkan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp
105.000,-. Kegiatan Bai’al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada
kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam
dunia perbankan kegiatan Bai’al-Murabahah pada pembiayaan produk
9

barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti


Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.
4. Bai’as-Salam
Bai’as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut
adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan
hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
5. Bai’al Istishna’
Bai’ Al istishna’ merupakan bentuk khusus dari akad Bai’assalam,
oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna’ mengikuti ketentuan dan
aturan Bai’as-salam. Pengertian Bai’ Al istishna’ adalah kontrak penjualan
antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak
harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem
pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan
sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per
bulan atau di belakang.
6. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya
kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan
operating lease maupun financial lease.
7. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau
pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus
dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat.
8. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke-
pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari
10

satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan
dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
9. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang
kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain
pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak. Dalam dunia
keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.
10. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan
seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai. 4

C. Undang-undang Bank Syariah


Bank syari’ah di Indonesia mendapatkan pijakan yang kokoh setelah
adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak
saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol
persen (atau peniadaan bunga sekaligus).
Sungguhpun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena
tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini belangsung
sampai dengan tahun 1988 dimana pemerintah mengeluakan Pakto 1988
yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi
perbankan syari’ah semakin pasti setelah disahkan UU Perbankan No. 7
tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis
imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun
keuntungan-keuntungan bagi hasil.
Dengan terbitnya PP No. 72 1992 tentang bank bagi hasil yang secara
tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan
kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga)

4
Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah,Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, hal.86
11

sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip


bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip bagi hasil (pasal 6), maka jalan bagi operasional Perbankan
Syari’ah semakin luas. Kini titik kulminasi telah tercapai dengan
disahkannya UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang membuka
kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syari’ah maupun
yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem
syari’ah.
UU No. 10 tahun 1998 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No.
72/1992 yang melarang dual sistem. Dengan tegas pasal 6 UU No. 10
tahun 1998 membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara
konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan
prinsip syariah melalui:
1. Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang baru
2. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah.
Sungguhpun demikian bank syari’ah yang berbeda ditanah air tetap
harus tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang
berlaku pada umumnya antara lain:
1. Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembukaan
cabang dan kegiatan devisa.
2. Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia.
3. Pengawasan Internal.
4. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas,
likuiditas dan faktor yang lainya.
5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran.
Disamping ketentuan-ketentuan diatas, Bank Syari’ah di Indonesia
juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syai’ah (DPS). Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa setiap
12

produk bank syari’ah mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas


Syari’ah terlebih dahulu sebelum perkenalan kepada masyarakat.
Beberapa revisi pasal yang dianggap penting, dan merupakan aturan
hukum yang secara leluasabank dapat menggunakan istilah syari’ah
adalah:
1. Pasal 1 ayat 12 menyatakan “Pembiayaan berdasarkan prinsip
syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
2. Pasal 1 ayat 13 berbunyi “Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam bank dengan pihak lain untuk menyimpan
dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syari’ah antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil(Mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal(Musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan(Murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
pilihan(Ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan
atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain(Ijarah wa
iqtina).
3. Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga pasal 6 huruf m menjadi
berbunyi sebagai berikut: “Menyediakan pembiayaan dan atau
melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syari’ah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”
4. Ketentuan pasal 13 huruf c diubah, sehingga pasal 13 huruf c menjadi
bunyi sebagai berikut “Menyediakan pembiayaan dan penempatan
dana berdasarkan Prinsip syari’ah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia”.
13

Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi bank Islam
Indonesia dalam mengembangkan produk-produk dan operasionalnya.
Berdasarkan hukum positif tersebut, bank Islam di Indonesia sebenarnya
memiliki keleluasan dalam mengembangkan produk dan aktivitas
operasionalnya.
Operasional produk bank syari’ah di Indonesia dijadikan berdasarkan
Undang-undang Peraturan Bank Indonesia dan Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia, sebagai berikut:
Undang-undang mengenai bank syari’ah sebagai berikut:
1. Undang-undang No. 10 tahun 1998, tentang perubahan atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. 5
Peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan bank syari’ah di Indonesia,
meliputi:
1. Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib
Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum yang
melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang antar
bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
3. Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia.
4. Peraturan Bank Indonesia No. 4/1/PBI/2002 tentang perubahan
kegiatan usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum
Berdasarkan Syari’ah dan Pembukaan Kantor
Bank BerdasarkanPrinsip Bank Syari’aholeh Bank Umum
Konvensional.
5. Peraturan Bank Indonesia No. 5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syari’ah.

5
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000, hal 77
14

6. Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tentang Kualitas Aktiva


Produktif Bagi Bank Indonesia.
7. Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang Penyisihan
Penghapusan Aktiva bagi Bank Syari’ah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
Bank Syari’ah dan Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha
lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga
menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk
perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam
hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya.
Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami., termasuk
dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jeis-jenis
produk bank syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut: Al-wadi’ah
(Simpanan), Pembiayaan Dengan Bagi Hasil, Bai’al Murabahah, Bai’as-
Salam, Bai’al Istishna’, Al-Ijarah (Leasing), Al-Wakalah (Amanat), Al-
Kafalah (Garansi), Al-Hawalah, Ar-Rahn.

B. Saran
Kekurangan dalam pembuatan makalah ini tentu sangat dirasakan oleh
pembaca, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang dapat
membantu pemakalah dalam penulisan-penulisan ilmiah selanjutnya.
Materi yang disampaikan oleh penuis hanyalah sebagaian kecil dari begitu
banyak materi yang ada, karenanya penulis mangharapkan pembaca untuk
mencarai referensi lebih banyak.

15
DAFTAR PUSTAKA

Antonio Muhammad Syafe’i, 2000, Bank Islam: Teori dan Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press.
Muhammad, 2000, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII
Press,
Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syari’ah,Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Anda mungkin juga menyukai