PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Farmasi merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara membuat,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi, serta menganalisis
obat-obatan dan pengobatannya. Farmasi adalah suatu profesi di bidang
kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, pengembangan,
produksi, pengolahan, peracikan,dan distribusi obat.
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril.
Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai
akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini
menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai konotasi relatif, dan
kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikroorganisme hanya
dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba (Lachman,
1994).
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Salah satu bentuk sediaan steril adalah sediaan
parenteral. Sediaan parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk
sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien, yaitu membrane kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan-
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Parenteral menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang
diberikan dengan disuntikkan (Ansel, 1989).
Obat adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem secara fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.Pemakaian obat bisa bermacam-macam
(secara oral, rektal, parenteral, dan topikal).
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan. Mata
terletak dalam lingkaran bertulang yang berfungsi untuk memberikan
1
perlindungan maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit
mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan
glaucoma.
Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat
tetes mata ini merupakan obat yang berupa larutan atau suspensi steril yang
digunakan secara lokal pada mata. Yang dimaksudkan sebagai obat tetes mata
adalah tetes mata (oculoguttae) salep mata (oculenta),
pencuci mata (collyria) dan beberapa bentuk pemakaian khusus “lamella dan
penyemprot mata" serta insert sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk
digunakan pada mata utuh atau terluka.
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik
lokal,dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi
setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya
disekitar mata. Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia, sehingga
sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus
efektif dantersatukan secara fisiologis bebas rasa nyeri, tidak merangsang dan
steril (karena mata merupakan organ yang paling peka dari manusia
maka pembuatan larutan untuk obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam
hal toksisitas bahan obat, kebutuhan akan dapar larutan penyangga, sterilitas dan
kesaman yang tepat.
Ditinjau dari pernyataan di atas, maka kami melakukan praktikum untuk
pembuatan sediaan tetes mata dengan memperhatikan serta mempertimbangkan
hal-hal yang telah dijelaskan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud percobaan
Agar mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sediaan tetes mata
yang baik dan benar sesuai persyaratan yang telah ditentukan.
1.2.2 Tujuan percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu sediaan tetes mata
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui syarat dari pembuatan tetes mata
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tonisitas dari tetes mata.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Steril
Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini
antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya
infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk
sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau
membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan
mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan –
bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua
bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi
fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B.,2007).
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba
atau setiap proses yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk
membunuh semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi yang
sering dilakukan untuk alat–alat praktikum terbagi menjadi sterilisasi kering dan
sterilisasi basah (Hadioetomo, 1993).
2.1.2 Metode-metode Sterilisasi
menurut Farmakope Indonesia Edisi III, sediaan di sterilkan dengan cara
berikut :
1. Pemanasan dalam autoklaf.
Sediaan yang akan disterilkan diisikan kedalam wadah yang cocok,
kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 100 ml,
sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115 derajat sampai 116
derajat selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 100 m, waktu
sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 115
derajat sampai 116 derajat selama 30 menit.
3
2. Pemanasan dengan bakterisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam
larutan klorkresol P 0,2 %b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan
bakterisida yang cocok dalam air untuk injeksi. Isikan kedalam wadah, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan
pada suhu 98o sampai 100o, selama 30 menit. Jika volume dalam wadah lebih
30ml waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi tiap wadah berada pada
suhu980 sampai 100o selama 30 menit. Jika dosis tunggal injeksi yang digunakan
secara intravenous lebih dari 15 ml, pembuatan tidak dilakukan dengan cara
ini.Injeksi yang digunakan secara intrateka, intrasistema, atau peridura tidak boleh
dibuat dengan cara ini.
3. Penyaringan.
Larutan disaring melalui penyaring bateri steril, diisikan kedalam wadah
akhiryang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptic.
4. Pemanasan kering.
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan kedalam wadah kemudian
ditutupkedap atau penutupan ini dapat bersifat sementara untuk mencegah
cemaran. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml, panaskan pada
suhu 150 selama1 jam. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu 1
jam dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150 o. wadah yang
tertutup sementara, kemudian ditutup kedap menurut tenik aseptic.
5. Teknik Aseptik.
Proses aseptik adalah cara pengurusan bahan steril menggunakan teknik
yangdapat memperkecil kemungkinan terjadinya cemaran kuman hingga
seminimum mungkin. Teknik aseptic dimaksudkan untuk digunakan dalam
pembuatan injeksi yangtidak dapat dilakukan proses sterilisasi akhir, karena
ketidak mantapan zatnya .
Teknik ini tidak mudah diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa
hasil akhir sesungguhnya steril.Sterilitas hasil akhir hanya dapat disimpulkan, jika
hasil itutelah memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada Uji keamanan
hayati. Teknikaseptic menjadi hal yang penting sekali diperhatikan pada waktu
4
melaukan sterilisasi menggunakan cara sterilisasi C dan D sewaktu memindahkan
atau memasukan bahan steril ke dalam wadah akhir steril. Dalam hal tertentu
untuk meyakinkan terjadi cemaran atau tidak sewaktu memindahkan atau
memasukkan cairan steril kedalam wadah steril menggunakan cara ini. Perlu diuji
dengan cara berikut : kedalam salah satu wadah masukan medium biakan bakteri
sebagai ganti cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32 o selama 7
hari.Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukan adanya cemaran yang terjadi
pada waktu memasukan atau memindahkan cairan kedalam wadah akhir.
Dalam pembuatan larutan steril menggunakan proses ini, obat steril
dilarutan atau didispersikan dalam zat pembaea steril, diwadahkan dalam wadah
steril, akhirnya ditutup kedapuntuk melindungi terhadap cemaran uman. Semua
alat yang digunakan harus steril.Ruangan yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan ini harus disterilkan terpisah dan tekanan udaranya diatur positif dengan
memasukan udara yang telah dialirkan melalui penyaring bakteri.
2.1.3 Definisi Tetes Mata
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan
pada mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar
kelopak mata atau bola mata (Depkes, 1979).
Tetes mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik
lokal dan yang lain untuk merealisasikan kerja farmakologis yang terjadi setelah
berlangsungnya penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya
terdapatdisekitar mata (Voight, 1994).
2.1.4 Pembuatan Tetes Mata
Pembuatan tetes mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
bahan obat, sterlilisasi dan kemasan yang tepat. Beberapa tetes mata perlu
hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif
yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif. Apabila
tetes mata seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air mata
cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya sementara, tetapi
penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata tidak berarti, jika
digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar sebagai koliria untuk
5
membasahi mata. Jadi yang paling penting adalah tetes mata harus mendekati
isotonik (Puspitasari, 2009).
2.1.5 Bahan obat yang digunakan pada mata
Adalah farmaka pelebar pupil (midriatika), seperti atropine, skopolamin,
fenilefrin, dan epiefrin sedangkan bahan dengan kerja penyempit pupil (miotika)
seperti pilokarpin, fisostigmin, neostigmin dan paraixon. Untuk melawan proses
infeksi digunakan antibiotika disamping garam perak untuk mengobati rasa nyeri
digunakan anastetika lokal. Mata merupakan organ yang paling peka dari
manusia. Oleh karena itu sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih
tajam (Puspitasari, 2009).
2.1.6 Syarat tetes mata
Adapun syarat tetes mata menurut (Puspitasari, 2009) adalah sebagai
berikut :
1. Jernih
Larutan mata harus bebas dari partikel asing dan jernih, kejernihan ini
dapat diperoleh dengan filtrasi. Sangat penting melakukan filtrasi dan pencucian
peralatan filtrasi harus baik agar bahan-bahan partikulat tidak ikut masuk pada
larutan tetes mata. Diperlukan desain peralatan alam proses filtrasi. Selain itu
pengerjaannya harus dilakukan dilingkungan/ ruangan yang bersih.
2. Steril
Suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang
pathogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non pathogen (tidak
menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetative (siap untuk berkembang
biak) maupun dalam bentuk spora dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang
biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat.
3. Isotonik
Larutan yang dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan
larutan NaCl 0,9%. Perhitungan isotonisitas dalam suatu waktu mendapat
penekanan yanglebih berat. Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan
tekanan osmotik sama dengan garam normal atau 0,9% larutan NaCl.
6
Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar dari pada
cairan mata disebut hipertonik. Sebaliknya, cairan yang mempunyai sedikit zat
terlarut mempunyai tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik. Mata dapat
mentoleransi larutan yang mempunyai nilai tonisitas dalam range dari ekuivalen
0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa ketidaknyamanan yang besar.
4. Isohidris
Isohidris adalah kondisi suatu larutan zat yang sesuai dengan pH fisiologis
tubuh sekitar 7,4.
5. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan tergantung pada sifat kimia bahan obat, pH
produk, metode penyimpanan (khususnya pengaturan suhu), zat tambahan larutan
dan tipe pengemasan. Obat seperti pilokarpin dan fisostigmin, aktif dan cocok
pada mata pada pH 6.8. pH stabilitas kimia (atau kestabilan) dapatdiukur dalam
beberapa hari atau bulan.
2.1.7 Cara Penggunaan Obat Tetes Mata
Sebelum memberikan larutan atau suspensi oftalmik, sebaiknya pengguna
mencuci tangan sampai bersih. Jika menggunakan obat tetes oftalmik dengan
penetes terpisah, maka pengguna harus melihat tetesan untuk meyakinkan bahwa
ujung pipet/alat penetes tidak tajam atau retak. Warna dan kejernihan larutan
oftalmik harus diperiksa. Sediaan yang sudah kadaluwarsa dan berwarna gelap
harus dibuang (Agoes,2009).
Cara penggunaan tetes mata yang tepat adalah mencuci tangan terlebih
dahulu dengan sabun, kepala dimiringkan sedikit kebelakang, kemudian jari
telunjuk menarik kelopak mata ke bawah dari mata hingga membentuk lekukan.
Langkah selanjutnya adalah meneteskan obat mata kedalam lekukan mata dan
menutup mata pelan-pelan. Jangan kedip-kedipkan mata dan membiarkan mata
tertutup selama 1-2 menit (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009)
Adapun cara penggunaan tetes mata menurut Depkes (2007) adalah
sebagai berikut :
1. Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan
7
2. Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada
kemasan harus diikuti dengan benar
3. Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari
telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata
ditutup selama 1-2 menit
4. Tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada
tangan.
2.1.7 Penyimpanan Obat Tetes Mata
Penyimpanan merupakan suatu aspek penting dari sistem pengendalian
obat menyeluruh. Pengendalian lingkungan yang tepat (yaitu : suhu, cahaya,
kelembapan, kondisi sanitasi, ventilasi, dan pemisahan) harus dipelihara secara
aman. Pada umumnya untuk tetes mata dicantumkan pembatasan daya tahannya
yang secara internasional terletak 4 minggu setelah pemakaian. Pembatasan waktu
ini diperlukan oleh karena bahan pengawet sering mengalami kehilangan
aktifitasnya pada tingkat kontaminasi mikroorganisme yang tinggi (Voight,2005) .
Dengan cara penggunaan dan pemakaian obat tetes mata oleh masyarakat.
Beberapa orang seringkali tidak mengetahui lama jangka waktu penyimpanan obat
tetes mata setelah dibuka. Menurut Rosenfield et al (2009) penyimpanan obat
tetes mata pada suhu yang benar dan tidak menyimpan botol yang sudah
digunakan selama lebih dari 4 minggu karena risiko kontaminasi udara maupun
mikroorganisme yang dapat tumbuh. Penyimpanan obat tetes mata setelah
digunakan selama 4 minggu, pemakaian dalam mata yang sehat akan
mengakibatkan mikroorganisme tersebut dijajah oleh bakteri, sementara di mata
terinfeksi ada tingkat yang lebih tinggi dari mikroorganisme penyebab infeksi
sedangkan 12 kebutuhan bagi setiap obat tetes mata tersebut membawa resiko
efek samping karena bahan kimia beracun bagi sel, terutama pada konsentrasi
yang lebih tinggi dan reaksi alergi (Rosenfield et al, 2009).
Penggunaan obat tetes mata yang sudah dibuka wadahnya memiliki resiko
tercemar oleh bakteri/jamur dari udara bebas. Syarat obat tetes mata yaitu harus
steril dan bebas dari partikel asing. Mata manusia adalah organ yang paling
8
sensitif. Oleh sebab itu perlu diperhatikan cara penggunaannya kembali apabila
sudah dibuka. Bahaya obat Nonsteril yaitu pseudomonas aeruginas (B.
Pyocyaneus; P. Pyocyanea; Blue pas bacillus) ini merupakan mikroorganisme
berbahaya dan rentan yang tumbuh baik pada kultur media yang menghasilkan
toksin dan zat/produk antibakteri (Dwidjoseputro, 2010)
2.1.8 Atropin Sulfat
Atropin sulfat secara kimiawi terdiri atas 1a H, 5a H-Tropan-3-atropate
(ester), sulfate(2:1) (salt) monohydrate, (C17H23NO3), yang berbentuk kristal tanpa
warna yang sangat larut dalam air (Goverment of Western Australia Departement
of Health, 2014).
Atropin adalah agen antimuskarinik yang secara kompetitif di post-
ganglionik ujung syaraf terhadap antagonis asetilkolin yang berdampak pada
kelenjar eksokrin, otot polos, otot jantung dan sistem saraf pusat. (Goverment of
Western Australia Departement of Health, 2014).
Efek periferal yang dihasilkan atropin sulfat adalah takikardi, penurunan
salivasi, keringatdan sekret bronkial, hidung, lakrimasi, lambung, penurunan
motilitas intestinal dan penghambatan mikturitis. Atropin menghambat sekresi
dengan menjadi bronkodilator yang merelaksasikan otot-otot polos di bronkus.
Atropin juga meningkatkan sinus rate dan konduksi SA dan AV dengan memblok
vagal tone. Denyut jantung biasanya juga akan meningkat tetapi biasanya
didahului dengan inisial bradikardi (Goverment of Western Australia
Departement of Health, 2014)
Konsentrasi atropin dalam plasma akan dicapai dalam 30 menit setelah
injeksi secara intra-muskular. Half-time atropin bervariasi sekitar dua hingga lima
jam. Atropin dapatdidistribusikan ke seluruh tubuh termasukblood-brain-barrier
dan plasenta. Sekitar 50%dosis atropin akan berikatan dengan protein, 50% akan
dieksresikan melalui urin dalamrentang waktu empat jam dan 90% dalam 24 jam.
(Goverment of Western AustraliaDepartement of Health, 2014).
2.2 Studi Preformulasi Zat Aktif
2.2.1 Atropin Sulfat
Nama resmi : ATROPINE SULFATE (Reynads, 1993)
9
Nama lain : Atropin Sulfat (Reynads,1993)
Rumus Molekul : (C17H23NO3)2
Rumus Struktur :
10
Farmakologi : Sebagai penghambat enzim kolinesterase atau anti
muskarinik, dan mekanisme kerja mengantagonisis
(Pubchem, 2021).
Cara sterilisasi : Larutan disterilisasi di autoklaf atau difiltrasi
(Sweetman, 2009).
Dosis : 0,1 % (Sweetman, 2009)
Wadah : Dalam wadah tertutup baik dan kering (Rowe,
2009)
Alasan penambahan : sebagai zat aktif dan Untuk beberapa fungsi
kognitif rehidrasi oral tidak memungkinkan
(Sweetman, 2009).
11
BAB III
PENDEKATAN FORMULA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Teknologi Sediaan Steril “Tetes Mata” dilaksanakan pada hari
jum’at 26 November 2021 pada pukul 07:40 sampai 10:30 WITA di Laboratorium
Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Pendekatan Formula
3.2.1 Aqua Pro Injeksi (Depkes RI, 1979)
Nama resmi : AQUA PRO INJECTION
Nama lain : Aqua untuk injeksi, api, water for injection
Berat molekul : 18,02 g/mol
Rumus Kimia : H2O
Struktur Kimia :
12
Bentuk Zat : Cairan jernih, tidak berbau dan tidak
berwarna
Cara Sterilisasi : Autoklaf
Wadah : Disimpan dalam wadah yang sesuai
Alasan Penambahan : Sebagai pembawa dan pelarut
3.2.2 Asam Fosfat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : PHOSPHORIC ACID
Nama lain : Acid fosforico, acide phosphorique, acidum
phosphorum
Berat molekul : 98,00 g/mol
Rumus Kimia : H3PO4
Struktur Kimia :
13
Nama resmi : BENZALKONII CHLORIDUM
Nama lain : Alkyl dimethylbenzylammonium
Berat molekul : 283,88 g/mol
Rumus Kimia :
Struktur Kimia :
14
phosphate
Berat molekul : 141,96 g/mol
Rumus Kimia : Na2HPO4
Struktur Kimia :
BAB IV
FORMULASI DAN PERHITUNGAN
15
4.1 Formulasi
R/
Atropin sulfat 1%
Benzal klorida 0,01%
NaCl 0,9%
Asam fosfat 0,0037 gr
Natrium fosfat 0,0058 gr
API ad 5 Ml
4.2 Perhitungan
4.2.1 Tonisitas
Zat E Massa Tonisitas
(gram) (M x E)
Atropin sulfat 0,45 0,005 0,005
Benzalkonium 0,16 0,0005 0,00008
klorida
Asam Fosfat 0,0589 0,00342 0,00020
Natrium fosfat 0,620 0,0059 0,00359
Natrium 0,67 0,005 0,00335
metabolitsulfat
Jumlah 0,01144
0,9
Jumlah NaCl yang ditambahkan agar isotonis sediaan 5 mL = x5
100
= 0,045
NaCl yang ditambahkan agar isotonis =0,045-0,01144
= 0,03356 gr
4.2.2 Osmolaritas
a. Atropin sulfat dalam 5 mL sediaan = 0,005 gr
BM = 289,38 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = C17H23-1 + NO3- =2
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
16
0,0 05 /0,005
=
289,38
x 1000 X 2
= 6,91 mOsmole / L
1
C17H23-1 =
2
x 6,91 mOsmole / L
= 3,455 mOsmole/L
1
NO3- =
2
x 6,91 mOsmole / L
= 3,455 mOsmole/L
b. Benzalkonium klorida 5 mL = 0,0005 gr
BM = 126,58 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = C22H40- + N+ =2
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
0,00 05/ 0,005
=
126,58
x 1000 X 2
= 1,58 mOsmole / L
1
C22H40- =
2
x 1,58 mOsmole / L
= 0,79 mOsmole/L
1
N+ =
2
x 1,58 mOsmole / L
= 0,79 mOsmole/L
c. Na metabisulfat dalam 5 mL = 0,0005 gr
BM = 190,107 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = N2+ + S2O5 - =2
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
0,00 05 /0,005
=
190,107
x 1000 X 2
= 1,052 mOsmole / L
17
1
Na+ =
2
x 1,052 mOsmole / L
= 0,5626 mOsmole/L
1
S2O5 - =
2
x 1,052 mOsmole / L
= 0,5626 mOsmole/L
d. Na Fosfat dalam 5 mL sediaan = 0,005 gram
BM = 117,96 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = Na+ + O4P 2- =3
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
0,0 05 /0,005
=
117,96
x 1000 X 2
= 19,667 mOsmole / L
1
Na+ =
3
x 19,667 mOsmole / L
= 102,5 mOsmole/L
1
O4P 2- =
3
x 19,667 mOsmole / L
= 102,5 mOsmole/L
e. Asam Fosfat dalam 5 mL sediaan = 0,0037 gram
BM = 98 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = H3+ + PO4- =2
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
0,0 037 /0,005
=
98
x 1000 X 2
= 15,10 mOsmole / L
1
H3+ =
2
x 15,10 mOsmole / L
= 7,55 mOsmole/L
18
1
PO4- =
2
x 15,10 mOsmole / L
= 7,55 mOsmole/L
e. NaCl dalam 5 mL sediaan = 0,045 gram
BM = 58,44 g/mol
Jumlah Ion/ NaCl = Na+ + Cl- =2
g /L
mOsmole / L =
BM
x 1000 X Jumlah Ion
0,0 45 /0,005
=
58,44
x 1000 X 2
= 308 mOsmole / L
1
Na+ =
2
x 308 mOsmole / L
= 7,55 mOsmole/L
1
Cl- =
2
x 308 mOsmole / L
= 7,55 mOsmole/L
Total
C17H23-1 = 3,455 mOsmole/L
NO3- = 3,455 + 0,79 mOsmole/L
C22H40- = 0,79 mOsmole/L
N2 + = 0,5626 mOsmole/L
19
BAB V
CARA KERJA DAN EVALUASI
5.1 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan didalam ruangan grey area (ruang sterilisasi)
2. Semua alat dan bahan disterilisasi dengan cara masing-masing di ruangan
grey area (ruang sterilisasi)
3. Setelah disterilkan, semua alat dan bahan dimasukkan dalam white area
melalui transfer box
4. Ditimbang atropin sulfat sebanyak 0,005 gram didalam ruangan white area
(ruang penimbangan)
5. Ditimbang asam fosfat sebanyak 0,0037 gram dan natrium fosfat sebanyak
0,0059 gram
6. Ditimbang benzalkonium klorida dan natrium metabisulfit sebanyak
0,0005 gram
7. Diukur aqua pro injeksi sebanyak 5 ml
8. Dilarutkan atropin sulfat dengan sedikit aqua pro injeksi dan aduk hingga
homogen
9. Ditambahkan asam fosfat dan natrium fosfat kedalam larutan
10. Ditambahkan benzalkonium klorida dan natrium metabisulfit dan aduk
hingga homogen
11. Ditambahkan hingga mencukupi 5 ml dan aduk hingga homogen
12. Ditransfer ke Laf
13. Dimasukkan larutan sebanyak 5 ml ke dalam wadah tetes mata yang telah
disterilkan
14. Ditranfer ke grey area (ruang evaluasi) melalui transfer box
15. Dikemas dan diberi etiket serta diberi brosur dan kemasan dan dilakukan
evaluasi pada sediaan didalam ruangan grey area (ruang evaluasi).
20
5.2 Evaluasi
Tabel Evaluasi Sediaan Tetes Mata
No Jenis Prinsip Syarat Hasil
1. Uji penetepan Menggunakan 7,3 – 7,4 7
pH sediaan pH meter
2. Uji partikulat Cairan Tidak ada Tidak ada
dihitung partikulat partikulat dalam
dengan sistem sediaan
elektolit yang
dilengkapi
dengan sensor
cahaya redup
dengan latar
belakang
hitam
3. Penetapan 2 tabung Kejernihannya jernih
kejernihan reaksi zat uji sama dengan
& suspense aturan pelarut
iritan padanan yang
dibandingkan digunakan
setelah 5
menit
pembuatan
suspense
padanan
dengan latar
belakang
hitam yang
berdiri tegak
lurus kearah
bawah tabung
21
4. Uji Kebocoran Wadah yang Tidak ada Tidak terdapat
dapat larutan yang kebocoran pada
disterilkan keluar sediaan
dimasukkan
kedalam
larutan
metilen blue.
Jika ada
wadah yang
bocor maka
larutan
metilen blue
akan masuk
ke dalam
5. Uji volume Pengukuran Volume rata- Volume yang
terpindahkan jumlah rata yang dihasilkan sudah
sediaan yang diperoleh dari sesuai dengan
dikemas wadah tidak ketentuan syarat
tersebut kurang dari
dikeluarkan 100% dan
dari wadah tidak ada
aslinya satupun
wadah yang
kurang 95%
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan tetes mata dimana
menurut Depkes RI 1979), mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau
suspense, yang digunakan pada mata dengan meneteskan, mengoleskan pada
selaput lender mata disekitar mata dari bola mata.
22
Suatu bahan dapat dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme
hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun
dalam bentuk tidak vegetatif (spora) (Anief, 2005). Pirogen merupakan produk
metabolisme dari suatu mikoorganisme. Secara kimiawi, pirogen merupakan
suatu zat lemak yang berhubungan dengan molekul pembawa yang biasanya
polisakarida. Efek adanya pirogen ini menghasilkan kenaikan tubuh yang nyata,
demam, sakit badan, vasokonstriksi pada kulit dan kenaikan tekanan dalam arteri
(Lachman dkk, 2008).
Tonisitas larutan perlu dihitung dahulu sebelum pembuatan sediaan,
dengan tujuan agar dapat diketahui apakah larutan tersebut sudah isotonis atau
belum, sebab hal itu berhubungan dengan tekanan osmose larutan terhadap cairan
tubuh yang akan diberi larutan infus. Larutan yang isotonis adalah larutan larutan
yang memiliki tekanan osmose sama dengan tubuh, dalam keadaan isotonis
larutan yang diinjeksikan tidak akan menimbulkan rasa sakit. Sedangkan larutan
yang hipotonis akan menimbulkan sel cairan tubuh akan pecah atau lisis, karena
tekanan diluar sel lebih rendah, maka cairan dalam sel akan menggembung dan
pecah, mengingat tekanan osmose berjalan dari cairan konsentrasi rendah (encer)
ke cairan bertekanan tinggi (pekat) sebaliknya pada keadaan hipertonis akan
mengakibatkan keadaan di luar sel lebih tinggi dibandingkan di dalam sel.
Sehingga keadaan sel mengkerut. Keadaan hipotonis lebih berbahaya
dibandingkan hipertonis, sebab larutan hipotonis bersifat irreversible (sel sudah
pecah), sedangkan hipertonis bersifat reversible (sel dapat lembali normal)
(Perdana Ibnu, 2016).
Sebelum masuk ke dalam pembuatan sediaan tetes mata, adapun alat dan
bahan harus disiapkan dan disterilkan terlebih dahulu karena membunuh semua
bentuk mikroorganisme hidup termasuk sporanya pada alat-alat yang disterilkan
demi menjamin kebersihan dari sediaan. Dalam mensterilkan akat dan bahan,
digunakan dua metode yakni metode uap panas (Autoklaf) dan menggunakan
metode pemanasan kering (Oven). Adapun alat yang digunakan pada praktikum
kali ini yaitu gelas ukur, gelas kimia, corong, pipet tetes, karet pipet tetes, batang
pengaduk, dan pingset logam . Adapun bahan yang digunakan pada praktium kali
23
ini yakni atropin sulfat sabagai zat aktif, benzakonium klorida sebagai pengawet,
natrium metabisulfit sebagai antioksidan, dan dapar fosfat uantuk
mempertahankan Ph dimana menurut Hidayat (2005), sediaan tetes mata harus
isohidris dengan cairan mata sehingga memerlukan dapar.
Pertama disterilkan alat menggunakan uap panas (Autoklaf) dengan suhu
121ºC selama 15 menit dimana menurut Nurhabibah (2014), pada suhu 121°C
endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif bakteri
dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65°C. Disiapkan alat dan
bahan yang akan di sterilkan. Di sterilkan botol infus menggunakan alkohol 70%
dengan cara aseptis, karena efektivitas alkohol 70% sebagai disinfektan terhadap
kuman dengan menyemprot dan menggenangi terbukti mampu mereduksi jumlah
koloni kuman sampai 91% tiap membrane (Handoko, 2007). Dibungkus alat-alat
yang akan di sterilkan menggunakan koran, yakni batang pengaduk, corong, gelas
ukur, gelas kimia. Dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121ºC dengan
waktu 15 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Walton dan Torabinejad
(2008) , alat-alat yang telah dibungkus diautoklafkan selama 20 menit, namun
pada praktikum digunakan waktu 15 menit pada suhu 121ºC dan tekanan 15 psi.
Ini akan membunuh semua bakteri, spora, dan virus.. Disterilkan juga bahan
menggunakan autoklaf dengan suhu dan waktu yang sama.
Pada proses sterilisasi berikutnya kami menggunakan pemanasan kering (Oven).
Disiapkan alat dan bahan yang akan di sterilkan. Dibungkus menggunakan kertas
koran untuk alat yang akan disterilkan yakni pingset logam, tisu, dan kertas
saring . Hal ini sesuai dengan pernyataan Drs. Lestanto Unggul Widodo, M.S.
(2013), sterilisasi dengan oven 170oC Sterilisasi panas kering cocok untuk alat
yang terbuat dari kaca, misalnya gelas kimia, gelas ukur. Untuk pinset, di sterilkan
menggunakan pemijaran (dengan api langsung) membakar alat pada api secara
langsung, contoh alat: jarum inokulum (jarum ose), pinset, batang L. Untuk bahan
yang kami gunakan yaitu Aqua Pro Injeksi, fenitoin, dan dapar fosfat (Drs.
Lestanto Unggul Widodo, M.S.2013).
Kemudian masuk pada tahap formulasi dimana menurut Siregar (2010),
formulasi merupakan tahapan lanjutan dari kegiatan preformulasi. Dalam kegiatan
24
formulasi harus diperhatikan tahapan-tahapan dalam menggabungkan tiap
komponen yang tertera pada formula yang telah dibuat. Formulasi adalah salah
satu kegiatan dalam pembuatan sediaan yang menitikberatkan pada kegiatan
merancang komposisi bahan baik bahan aktif maupun bahan tambahan yang
diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang meliputi nama dan takaran
bahan, dimana penentuan bahan harus selalu melewati proses studi preformulasi.
Lalu dilarutkan atropin sulfat dengan sedikit aqua pro injeksi dalam gelas
kimia sampai larut, lalu ditambahkan benzalkonium klorida sebanyak 0,0005
gram, natrium metabisulfit sebanyak 0,0005 gram, serat asam fosfat dan natrium
fosfat masing-masing sebanyak 0,0037 gram dan 0.0059 gram, kemudian
dicampur hingga homogen. Alasan penambahan atropin sulfat yaitu sebagai zat
aktif dari sediaan ini, lalu di tambahkan A.P.I hingga mencapai 5 ml, alasan
menggunakan aqua pro injeksi (A.P.I) yaitu sebagai larutan aqua steril yang
ditujukan sebagai pengencer atau pelarut sediaan injeksi (Rowe,2009). Lalu di
tambahkan dapar fosfat, alasan menggunakan dapar fosfat karena dapat mencegah
perubahan Ph sediaan ampul (Dirjen POM, 1979). Kemudian di transfer ke LAF
(Laminar Air Flow) dengan tujuan untuk mensterilkan dari mikroba atau
kontaminasi yang terbawa ikut oleh aliran udara, akan tetapi hasilnya masih
kurang maksimal karena masih terkontaminasi oleh mikroba lainya yang tidak
dikehendaki (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Selanjutnya dilakukan evaluasi pada sediaan ampul yang dibuat. Pada evaluasi
kali ini kami menguji Uji Organoleptik, kami mendapatkan hasil Bau, warna, dan
bentuk pada sediaan yang sudah sesuai. Uji penetepan pH sediaan, yaitu tidak
mendapatkan hasil. Uji partikulat kami mendapatkan hasil Terdapat sedikit
partikulat.Uji Penetapan kejernihan mendapatkan hasil Kejernihan dari sediaan
yang dibuat sesuai dengan syarat. Dan Uji volume terpindahkan kami
mendapatkan hasil volume yang dihasilkan sudah sesuai dengan ketentuan syarat
Sebelum wadah botol ampul diberi etiket, brosur dan dikemas, terlebih dahulu
dilakukan uji pemeriksaan hasil sediaan atau evaluasi. Menurut Agoes (2009),
Tujuan dilakukan evaluasi itu agar dapat mengetahui apakah sediaan masih ada
kekurangan atau tidak memenuhi syarat kestabilan sediaan, sehingga perlu
25
dilakukan uji evaluasi. Evaluasi yang dilakukan meliputi uji organoleptik, uji
penetapan pH sediaan, uji partikulat, uji penetapan kejernihan, dan uji volume
terpindahkan.
Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengamati sediaan dengan panca indra
dengan melihat warna dari sediaan, bau yang dihasilkan serta bentuk dari cairan
infus apakah masih ada partikel-partikel kecil dari zat aktif maupun zat tambahan
yang tidak larut. Berdasarkan hasil yang telah dilakukan, didapatkan hasil larutan
sedian ampul berwarna bening dengan bau khas zat aktif dan bentuk cairan
larutannya larut sempurna hal ini sesuai dengan syarat dari sediaan Larutan untuk
infus harus jernih (Departemen Kesehatan RI,1995).
Uji pH pada sediaan yang dibuat dengan menggunakan kertas lakmus. Menurut
Trissel (2011), pengujian pH dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan ampul
steril sudah sesuai dengan range pH fisiologi tubuh. Menurut Depkes RI (1995),
pH air mata orang normal adalah 7,3-7,4 sehingga bila sediaan mempunyai PH
diluar batas maka akan menyebabkan masalah pada tubuh.
Selanjutnya dilakukan uji bahan partikulat dalam sediaan yang dilakukan dengan
cara melihat secara visual ada tidaknya bahan partikulat pada sediaan ampul yang
telah dibuat. Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut dan melayang,
kecuali gelembung gas yang tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral (Depkes
RI, 1995). Dimana setelah dilakukan pengamatan didapatkan bahwa dalam
sediaan ampul yang telah dibuat ditemukan adanya bahan partikulat menurut
Rachmawati (2010) apabila terdapat partikulat dalam sediaan disebabkan oleh
udara dalam suatu ruangan yang kurang bersih atau masih terdapat partikel-
partikel kecil.
Uji penetapan kejernihan. Uji kejernihan bertujuan untuk mengetahui kejernihan
sediaan ampul yang dibuat. Menurut dirjen POM (1995) suatu cairan dikatakan
jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan. Sediaan
ampul yang kami buat jernih, tidak terdapat partikel yang terlihat dalam sediaan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, dalam sediaan ampul hasil larutannya jernih.
Uji volume terpindahkan adalah uji bertujuan untuk melihat Pengkuran jumlah
sediaan yang dikemas dalam wadah. Menurut dirjen POM (1995) Volume rata-
26
rata yang diperoleh dari wadah tidak kurang dari 100% dan tidak ada satupun
wadah yang kurang dari 95% & volume yang dinyatakan pada etiket. Berdasarkan
hasil yang pengujian volume terpindahkan volume yang dihasilkan sudah sesuai
dengan ketentuan syarat.dan berkurang 5 ml hal ini menunjukkan bahwa pada saat
pemberian kepada pasien, jumlah obat yang diinjeksikan tetap sesuai dosis yang
diperlukan (dirjen POM, 1995)
Adapun kemungkinan kesalahan yang tidak disadari atau kekurangan bahan-
bahan maka sediaan ampul tidak begitu efisien sebagaimana mestinya seperti
kesalahan dalam penimbangan dan sterilisasi yang menyebabkan sediaan yang
dibuat kurang baik kualitasnya.
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat di Tarik kesimpulan pada
percobaan tetes mata yaitu dapat mengetahui apa aitu sediaan tetes mata , dapat
mengetahui syarat dari pembuatan tetes mata dan dapat mengetahui tonisitas dari
tetes mata.
27
7.1 Saran
7.1.1 Saran Kepada Jurusan
Di harapakan kepada jurusan agar lebih memperhatikan infrastruktur yang
ada di jurusan tepatnya di laboratorium agar proses praktikum berjalan dengan
lancar.
7.1.2 Saran Kepada Laboratorium
Di harapakan Agar kiranya dapat meningkatkan kualitas alat-alat yng ada
di dalam lab agar bisa digunakan dengan baik oleh praktikan.
7.1.3 Saran Kepada Asisten
Di harapakan Agar kiranya dapat memberikan informasi materi-materi
kepada praktikan dengan baik agar bisa di terima dengan baik oleh praktikan.
28