Pada tahun 1888 telah diadakan peringatan 8 abad berdirinya Sekolah Hukum di
Universitas Bologna oleh Irnerius dengan dipersembahkannya buku “Formularium
Tabellionum” dari Irnerius sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa Lembaga Notariat sudah ada pada tahun 1088 dengan
diperingatinya 8 abad berdirinya Sekolah Hukum di Universitas Bologna yang merupakan
lembaga tertua.
100 tahun kemudian, Rantero di Perugia mempersembahkan pula karyanya yang berjudul
“SUMMA ARTIS NOTARIAE”.
Pada akhir abad ke-13 muncul karya yang paling termasyhur berjudul “SUMMA ARTIS
NOTARIAE” dari Rolandinus Passegeri.
Kemudian buku-buku lainnya yang ditulis oleh Rolandinus Passegeri terutama di bidang
notariat, yaitu “FLOS TENTAMENTORIUM”.
Summa-summanya dipakai sampai dengan abad ke-17 bahkan dipertahankan sampai dengan
abad ke-19.
Lembaga Notariat pertama kali timbul di Italia Utara pada abad ke-11 (sebelas) atau
abad ke-12 (dua belas).
Kebutuhan akan alat bukti timbul dikarenakan Italia Utara merupakan pusat
perdagangan.
Terdapat kelompok-kelompok orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-
menulis tertentu, yang kemudian berkembang dengan sebutan:
Notarius
Notarii
Tabeliones
Tabularii
Collegium
Notarius
Sebutan Notarius diambil dari nama kelompok-kelompok orang yang melakukan suatu bentuk
pekerjaan tulis-menulis tertentu. Kelompok-Kelompok orang tersebut dinamakan Notarius yang
berasal dari salah satu nama pengabdi dari pekerjaan tersebut.
Notarii
Notarii adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan
cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka, yang pada hakikatnya mereka itu dapat disamakan
dengan yang dikenal sekarang ini sebagai Stenografen. Para Notarii mula-mula sekali
memperoleh namanya tersebut dari perkataan Nota Literaria, yaitu teknik tulis-menulis cepat
dengan tanda tulisan (Character) yang mereka pergunakan untuk menuliskan atau
menggambarkan perkataan-perkataan atau singkatan-singkatan.
• Nama Notarii pertama kali diberikan kepada orang yang mencatat/menulis pidato Cato dalam
senaar Romawi.
• Nama Notarii juga diberikan kepada pejabat-pejabat istana yang melakukan pekerjaan
kanselarij Kaisar yang merupakan pekerjaan administratif.
Tabeliones
Para Tabeliones ini adalah kelompok orang-orang yang mempunyai keahlian tulis-
menulis tertentu untuk membuat alat bukti yang ditugaskan oleh Undang-Undang
berupa akta-akta atau surat-surat lain untuk kepentingan masyarakat umum. Tetapi
tidak diangkat oleh penguasa umum. Contoh: Zaakwaarnemer dan Makelar.
Tabularii
Tabularii adalah pegawai negeri yang bertugas untuk mengadakan dan memelihara
pembukuan keuangan kota-kota, serta ditugaskan untuk melakukan pengawasan
arsip dari magistrat kota-kota di bawah ressort mana mereka berada.
• Pada zaman pemerintahan Justianus (527-565), bersamaan dengan timbulnya
kelompok Tabularii, keberadaan kelompok Tabeliones masih tetap dikenal dalam
masyarakat.
Collegium
Kelompok Tabularii dan kelompok Tabeliones pada waktu yang bersamaan memberikan jasa yang
sama kepada masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat lebih menggunakan jasa Tabularii,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan Tabularii, maka pemerintah pada saat itu mengangkat
Tabellionaat yang disebut Notarii. Oleh karena itu, para Tabellionaat itu menjadilah namanya
Notarii.
- Para Tabellionaat yang tidak diangkat merasa tersingkirkan, sehingga mereka juga menyebut
diri mereka Notarii.
- Maka lambat laun Tabellionaat dan Notariat (Golongan para Notaris yang diangkat) bergabung
dan menyatukan diri dalam suatu badan yang dinamakan Collegium. Collegium inilah yang
menjadi cikal bakal timbulnya Notaris pada saat ini. Para Notarius yang tergabung dalam
Collegium ini dapat dipandang sebagai para pejabat yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta-akta, baik di dalam maupun di luar Pengadilan (Gerechtelijke dan
Buitengerechtelijke Akten).
Semua akta-akta dan surat-surat yang dibuat oleh kelompok orang-orang yang mempunyai
keahlian tulis-menulis dalam bentuk tertentu (Notarius, Notarii, Tabeliones, Tabularii, dan
Collegium) tersebut di atas belum mempunyai kekuatan pembuktian yang autentik serta tidak
mempunyai kekuatan eksekutorial seperti akta-akta yang dibuat oleh Notaris saat ini, akan tetapi
masih merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan yang masih
memerlukan alat bukti lain.
Pengertian tentang Notaris yang berasal dari 5 (lima) kelompok tersebut di atas yang timbul dan
berkembang di Italia Utara ini dinamakan dengan Latijnse Notariaat. Sistem Latijnse Notariaat
ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Diangkat oleh penguasa umum;
2. Untuk kepentingan masyarakat umum; dan
3. Menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.
Notaris yang berasal dari Italia Utara berkembang ke daratan Eropa melalui Spanyol,
sampai ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan, kecuali Inggris dan sebagian
Skandinavia. Notaris yang berasal dari Italia Utara ini dinamakan Latijnse Notariaat yang
termasuk dalam sistem hukum Civil Law, sedangkan Notaris yang ada di Inggris dan
Skandinavia termasuk dalam sistem hukum Common Law.
Perkembangan Notaris di Perancis
Pada abad ke-13 (tiga belas) Lembaga Notariat di Italia Utara berkembang di Perancis.
Pada zaman itu, Raja Lodewijk de Heilige sebagai ahli ketatanegaraan Perancis banyak
berjasa dalam pembuatan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang di bidang
Kenotariatan.
Berdasarkan Ventosewet tersebut, maka terjadilah “Pelembagaan”, maka sejak saat itu
Notaris merupakan seorang Pejabat Umum (Ambtenaar) dan akta-akta yang dibuat oleh
para Notaris tersebut adalah akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna.
Pada akhir abad ke-14 (empat belas) setelah puncaknya, Lembaga Notariat ini mulai
menurun eksistensinya. Pada saat itu terjadi kemerosotan di bidang Notariat. Hal ini
dikarenakan tindakan penguasa pada waktu itu kekurangan uang dan akhirnya
menjual jabatan-jabatan Notaris kepada orang-orang yang tidak mempunyai
keahlian di bidang Notariat.
Dengan keberadaan Notarii yang berasal dari Tabellionaat yang diangkat oleh
pemerintah kala itu, maka terdapat para Notarii yang tidak berkualitas, sehingga di
masyarakat timbullah sebutan bahwa “Kebodohan dari para Notaris adalah Roti
Bagi Pengacara (Ognorantia Notariorum, Panis Advocatorum)” dan “Dunia akan
mengalami kehancurannya karena kebodohan para Notaris (Stultitia Notariorum
Mundus Perit).”
Perkembangan Notaris di Belanda
Di Belanda juga terdapat kelompok-kelompok orang yang mempunyai suatu bentuk pekerjaan tulis-
menulis tertentu.
Pada saat itu Belanda merupakan negeri jajahan Perancis, maka dengan adanya Ventosewet ketentuan-
ketentuan yang ada di Perancis berlaku pula di Belanda. Dengan demikian, maka kelompok-kelompok
tersebut sudah tidak ada dan hanya ada satu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu yang disebut Notaris.
Pada tanggal 9 Juli 1842 dikeluarkanlah suatu Undang-Undang Nederland Staatsblad Nomor 20
tentang Jabatan Notaris (De Notariswet).
Perbedaan-perbedaan antara Ventosewet dan De Notariswet dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Ventosewet De Notariswet
Ada 3 golongan Notaris, yaitu: Hanya mengenal satu macam Notaris dan
1. Hofnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan menjalankan tiap-tiap Notaris dengan tidak mengadakan
jabatannya di seluruh daerah hukum dari Gerechtshof; pembedaan, berwenang untuk menjalankan
2. Arrodissementsnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan tugas jabatannya di seluruh daerah hukum
menjalankan jabatannya di seluruh daerah hukum dari dari Rechtbank, di dalam daerah hukum
Rechtbank; dan mana Notaris itu bertempat kedudukan.
3. Kantonnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan
menjalankan jabatannya di seluruh daerah hukum dari
Kantongerecht.
Chambres des Notaires mempunyai tugas rangkap, yaitu melakukan Di Belanda tidak ada lembaga pengawasan
pengawasan terhadap para Notaris dan menguji para Notaris. Oleh tersendiri seperti di Perancis, tetapi
karena badan ini menurut penilaian dari pembuat Undang-Undang pengawasan terhadap Notaris diserahkan
tahun 1842 di dalam menjalankan tugasnya tidak mencapai kepada Pengadilan.
tujuannya, maka badan ini dihapuskan dan pengawasan terhadap
para Notaris diserahkan kepada badan-badan peradilan, sedang
tugas untuk mengadakan ujian para Notaris mula-mula dipercayakan
kepada Gerechtshoven dan kemudia dalam tahun 1878 dijadikan
Ujian Negara.
Ventosewet De Notariswet
Para calon Notaris harus menjalani masa magang (Werkstage) selama Para calon Notaris harus sudah
6 tahun dan penyerahan suatu sertifikat yang dinamakan Certificate pernah bekerja (tidak terputus-
de Moralite et de Capacite (Keterangan berkelakuan baik dan putus) pada salah satu kantor
memiliki kecakapan) dari calon pelamar yang diberikan oleh Notaris selama sekurang-
Chambre de Discipline dari daerah hukum kamar, dimana calon kurangnya 3 tahun.
Notaris itu hendak menjalankan tugas jabatannya.
Pada tahun 1842 masa magang (Werkstage) ini dihapuskan
berdasarkan pertimbangan yang semata-mata bersifat teoritis dan
tidak tepat, bahwa tidak masalah darimana seseorang mendapatkan
keahliannya itu, asalkan dia memilikinya dan lagi pula suatu jangka
waktu tertentu mungkin bagi seseorang adalah terlalu pendek,
sedangkan bagi yang lain terlalu lama, sehingga sebagai penggantinya
diadakan Ujian Negara.
Akta Notaris hanya dapat dibuat di hadapan 2 Notaris tanpa saksi- Akta Notaris dibuat di hadapan
saksi atau di hadapan seorang Notaris dengan 2 orang saksi. seorang Notaris dan 2 orang saksi,
kecuali untuk pembuatan akta
superskripsi dari surat wasiat
rahasia harus dengan 4 orang saksi.
I. KELAHIRAN NOTARIS LATIN DAN
ANGLO SAXON
• Ada dua mazab notaris dunia yakni Notaris Latin
dan notaris Anglo Saxon. Notaris Anglo Saxon
hakikatnya adalah pejabat hukum umum yang
profesional (private legal professional), seperti
pengacara, yang juga mempersiapkan dokumen
atas nama para pihak dan memastikan dokumen
telah sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Notaris tersebut memuat uraian singkat yang
merupakan suatu instruksi mengenai sumpah jabatan sebelum melaksanakan jabatan,
bidang pekerjaan, wewenang untuk menjalankan tugas jabatannya untuk kepentingan
publik, wajib mendaftarkan semua dokumen serta akta yang dibuatnya sesuai dengan
bunyi instruksi tersebut, dan kewajiban Notaris untuk menjalankan jabatannya secara
netral dan tidak memihak kepada siapapun (Sonder Respect off Aensien van Persoonen).
Pada kenyataannya Notaris dalam menjalankan jabatan pada masa itu tidak mempunyai
kebebasan yang murni (tidak independen) karena Notaris pada masa itu adalah Pegawai
dari VOC.
Tugas Notaris pada masa itu hanya melayani orang-orang/golongan-golongan yang tunduk
pada Hukum Perdata Barat, yaitu golongan Eropa, Cina, Timur Asing, dan golongan
Pribumi/Bumi Putera yang sudah menundukkan diri pada Hukum Perdata Barat, baik
secara formil maupun secara diam-diam.
Pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan Notaris Publik dipisahkan dari jabatan
Secretarius van de Gerechte dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral tanggal 12
November 1625, maka dikeluarkanlah Instruksi Pertama yang memuat 10 Pasal bagi para
Notaris di Indonesia pada waktu itu yang berisikan Notaris harus terlebih dahulu diuji dan
diambil sumpahnya.
Pada tahun 1632 dikeluarkannya Plakkaat yang berisi ketentuan bahwa para Notaris,
Sekretaris, dan Pejabat lainnya dilarang untuk membuat akta-akta transport, jual beli, surat
wasiat, dan lain-lain akta jika tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur
Jendral dan Raden van Indie dengan ancaman akan kehilangan jabatannya.
Pada tahun 1822 dikeluarkan Instruksi Kedua yang memuat 34 Pasal bagi para Notaris di Indonesia yang berisikan
resume dari peraturan-peraturan yang ada sebelumnya dan suatu bunga rampai dari plakkat-plakkat yang lama antara
lain dalam Pasal 1 nya memuat tugas dan batas-batas serta wewenang dari Notaris dan menyatakan Notaris adalah
Pegawai Umum yang harus mengetahui Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat
untuk membuat akta dengan maksud memberikan kekuatan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggal,
menyimpan asli/minuta, mengeluarkan grossenya dan salinannya yang benar.
Pada tanggal 26 Januari 1860 oleh Ratu Belanda Wilhelmina menganggap perlu untuk membuat suatu peraturan
sebagai dasar yuridis dan landasan pekerjaan Notaris di Indonesia. Setelah itu dikeluarkanlah Peraturan Jabatan
Notaris (Notaris Reglement) atau Staatsblad 1860 Nomor 3 (Stb. 1860 No. 3) yang berisi 66 Pasal dan mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 1860.
Bunyi dari Pasal 1 PJN (Stb. 1860 No. 3) memuat ketentuan tentang “Siapa yang dimaksud dengan Notaris dan
apa kewenangannya”.
Pasal 1 PJN (Stb. 1860 No. 3) merupakan copy dari Pasal 1 De Notariswet yang berlaku di Belanda, yang mana
Pasal 1 De Notariswet ini merupakan terjemahan yang kurang berhasil dari Pasal 1 Ventosewet yang berlaku di
Perancis.
Dikatakan kurang berhasil karena perkataan “Etablis” atau “Yang khusus ditunjuk
untuk itu” yang dipergunakan dalam Pasal 1 Ventosewet adalah lebih tepat, daripada
perkataan “Bevoegd” atau “Berwenang” yang dipergunakan dalam Pasal 1 PJN
(Stb. 1860 No. 3).
Notaris tidak hanya berwenang (Bevoegd) untuk membuat akta autentik dalam arti
“Verlijden”, bahwa suatu akta autentik:
1. Harus disusun;
2. Harus dibacakan; dan
3. Harus ditandatangani.
Akan tetapi juga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 PJN (Stb. 1860 No. 3) wajib
untuk membuatnya, kecuali terdapat alasan yang mempunyai dasar untuk menolak
pembuatannya.
Keberadaan Notaris di Indoensia menurut Doktrin adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagaimana yang dimuat di dalam sejarah perkembangan Notaris, sedangkan
secara yuridis keberadaan Notaris di Indonesia adalah atas kehendak dari Pasal 1866,
1867, dan 1868 KUHPerdata.
Dalam Pasal 1868 KUHPerdata tidak ada penjelasan tentang mengenai siapa
itu Notaris secara terperinci. Oleh karena itu, untuk menjawab apa yang
dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata, maka jawaban itu dijawab dengan
dikeluarkannya Stb. 1860 No. 3. Sehingga dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Stb. 1860 No. 3 tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Pasal
1868 KUHPerdata.
Perkembangan Notaris di Indonesia
Pada Masa Kemerdekaan Indonesia
Pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka dan Belanda meninggalkan Indonesia, Peraturan
tentang Jabatan Notaris yang telah berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda,
yaitu Stb. 1860 No. 3 diadakan perubahan dengan Staatsblad 1945 Nomor 94 yang mencabut
beberapa Pasal yang terdiri dari Pasal 2 ayat (3), Pasal 62, Pasal 62 a, dan Pasal 63.
Sejak tahun 1965 dengan dihapusnya ujian negara untuk tingkat I dan tingkat II
Program Pendidikan Notariat, maka pendidikan ini secara resmi bersifat
Universiter dan disebut sebagai jurusan Notariat pada Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dengan lama pendidikan 2 tahun. Jurusan ini dikenal
sebagai Program Spesialis Notariat.
Pada tanggal 24 Juni 1999 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi yang antara lain mengatur tentang
Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan Profesional.
Salah satu alasan diterbitkan UUJN ini adalah karena Stb. 1860 No. 3 yang
mengatur mengenai jabatan Notaris yang berlaku di Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat saat ini.
NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM,
SYARAT DAN KETENTUAN
MENJALANKAN JABATAN,
PENGGUNAAN LAMBANG NEGARA,
SUMPAH JABATAN
NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM
• Pasal 1 ayat (1) UUJN Nomor 2 Tahun 2014 :
1.
• Pejabat Umum merupakan suatu jabatan yang
disandang atau diberikan kepada mereka yang
diberi wewenang oleh aturan hukum dalam
pembuatan akta otentik.
5.
• Pasal 15 ayat (2) UUJN Nomor 2 Tahun 2014:
7.
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;
atau
8.
• Pasal 15 ayat (3) UUJN Nomor 2 Tahun 2014:
9.
• Pasal 1868 KUHPerdata:
suatu akta otentik ialah
1. Suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh UU;
2. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang untuk
itu;
3. Dimana akta dibuat.
• Ps 1870 KUHPerdata:
suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta
ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari
mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat
di dalamnya.
10.
Akta Otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah,
formil dan materil:
11.
• Pasal 2 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 :
Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Hukum dan HAM RI & mendapatkan kewenangan
dari negara secara atributif.
12.
Penggunaan Lambang Negara
Lambang negara ini diantaranya dipergunakan untuk:
Salinan Akta
Kutipan Akta
Legalisasi
Waarmerking
Legalisir
Caachet (Teraan Cap/Stempel Notaris),
Copy Collationee
pada penutup Buku Repertorium setiap akhir bulan
surat-surat resmi Notaris
Cover Akta Notaris
Kop Surat Notaris, dan
di dalam Minuta Akta pada pengeluaran Grosse Akta.
13.
Larangan Penggunaan Lambang Negara
14.
• Pasal 3 UUJN Nomor 2 Tahun 2014:
16.
7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat
negara, advokat, atau tidak sedang memangku
jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang
untuk dirangkap dengan jabatan Notaris, dan
17.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Pejabat Sementara Notaris:
Seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris
yang meninggal dunia
Notaris Pengganti:
Seorang yang untuk sementara diangkat sebagai
Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang
cuti, sakit atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
18.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Organisasi Notaris:
Organisasi profesi jabatan Notaris yang
berbentuk perkumpulan berbadan hukum.
19.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Akta Notaris:
Akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam UU ini.
Minuta Akta:
asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para
penghadap, saksi dan Notaris, yang disimpan
sebagai bagian dari Protokol Notaris.
20.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Salinan Akta:
salinan kata demi kata dari seluruh Akta dan pada
bagian bawah salinan Akta tercantum frasa
“diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”.
Kutipan Akta:
kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa
bagian dari Akta dan pada bagian bawah kutipan
Akta tercantum frasa “diberikan sebagai KUTIPAN”.
21.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Grosse Akta:
salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang
dengan kepala Akta “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”,
yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
22.
PENGERTIAN ISTILAH-ISTILAH
(PASAL 1 UUJN NO. 2/2014)
Protokol Notaris:
kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara
yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Menteri:
menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
23.
SUMPAH JABATAN
Pasal 4 UUJN Nomor 30 Tahun 2004
25.
KEWAJIBAN NOTARIS SETELAH MELAKSANAKAN
SUMPAH/JANJI
28.
PEMBERHENTIAN SEMENTARA NOTARIS
30.
PEMBERHENTIAN SEMENTARA NOTARIS
31.
PEMBERHENTIAN SEMENTARA NOTARIS
32.
PEMBERHENTIAN SEMENTARA NOTARIS
33.
PEMBERHENTIAN SEMENTARA NOTARIS
34.
KANTOR NOTARIS
37.
PAPAN NAMA NOTARIS
51.
PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS
53.
PERSEKUTUAN PERDATA NOTARIS
55.
Pada tanggal 15 Januari 2014 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris sebagai perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).
1.
KEWENANGAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
3.
KEWENANGAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
6.
KEWENANGAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
7.
LARANGAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
13.
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan
wasiat;
14.
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman
daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
15.
m. membacakan Akta dihadapan penghadap
dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi,
atau 4 orang saksi khusus untuk pembuatan
Akta wasiat di bawah tangan, dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan Notaris;
16.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
17.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
19.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
20.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
Pasal 16 ayat (5)
Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi
nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1
rangkap.
23.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
24.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
25.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
27.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
28.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN UUJN
(UU No. 2/2014)
29.
BAGIAN PERTAMA
AKAL
• Akal adalah alat berpikir, sebagai sumber ilmu dan
teknologi.
• Dengan akal manusia menilai mana yang benar dan
mana yang salah, sebagai sumber nilai kebenaran.
1.
KEHENDAK
• Kehendak adalah alat untuk menyatakan pilihan,
sebagai sumber kebaikan.
• Dengan kehendak manusia menilai mana yang baik
dan yang buruk, sebagai sumber nilai moral.
PERASAAN
• Perasaan adalah alat untuk menyatakan keindahan,
sebagai sumber seni.
• Dengan perasaan manusia menilai mana yang indah
(estetis) dan yang jelek, sebagai sumber nilai
keindahan.
2.
Perasaan merupakan sumber daya rasa jasmani
dan rohani.
3.
Contoh daya rasa rohani adalah:
a. Daya rasa intelektual berkenaan dengan
pengetahuan.
Manusia merasa senang, bahagia, puas apabila dapat mengetahui
sesuatu. Sebaliknya, manusia merasa sengsara, susah, kesal apabila
tidak berhasil mengetahui sesuatu.
5.
e. Daya rasa religius berkenaan dengan agama.
Manusia merasa bahagia, tenteram jiwanya apabila mendekatkan
diri atau taqwa kepada Tuhan YME. Sebaliknya, manusia merasa
gelisah, frustrasi dalam hidupnya apabila menjauhkan diri atau lupa
pada Tuhannya.
6.
SOREN KIERKEGAARD (1954), seorang filsuf Denmark
pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang
manusia secara konkret seperti yang kita alami dalam
kehidupan sehari-hari.
10.
THEO HUIJBERS (1995) menyatakan bahwa martabat
manusia itu menunjukan manusia sebagai mahkluk
istimewa yang tiada bandingannya di dunia.
12.
Karena tujuan hidup manusia di dunia adalah untuk
mencari bekal sebanyak-banyaknya bagi
kehidupan akhirat. Semakin banyak bekalnya
semakin tinggi tingkat kemuliannya.
(Abdullah Bin Abbas)
14.
Pada dasarnya kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi
4 jenis, yaitu:
a. Kebutuhan ekonomi yang bersifat material, untuk
kesehatan dan keselamatan jasmani, seperti pakaian,
makanan, perumahan.
b. Kebutuhan psikis yang bersifat immaterial, untuk
kesehatan dan keselamatan rohani, seperti pendidikan,
hiburan, penghargaan, agama.
c. Kebutuhan biologis yang bersifat seksual, untuk
membentuk keluarga dan kelangsungan hidup generasi
secara turun temurun seperti perkawinan, berumah
tangga.
d. Kebutuhan pekerjaan yang bersifat praktis, untuk
mewujudkan ketiga jenis kebutuhan di atas, seperti
perusahaan, profesi.
15.
4 jenis kebutuhan tadi merupakan kebutuhan dasar
yang diusahakan terpenuhi secara wajar pada
masyarakat modern walaupun dalam porsi yang belum
seimbang.
18.
Hubungan Antara Kebutuhan Manusia Dengan
Profesi Hukum
19.
Mengapa terjadi pelanggaran nilai moral dan nilai
kebenaran?
Pertanyaan ini memerlukan jawaban yang mengkonsentrasi
pada kebutuhan ekonomi yang terlalu berlebihan
dibandingkan dengan kebutuhan psikis, yang seharusnya
berbanding sama dengan kebutuhan ekonomi.
Penyelesaiannya tidak lain harus kembali kepada hakikat
manusia dan untuk apa manusia itu hidup.
21.
Berdasarkan ikatan moral tersebut pihak-pihak
memenuhi apa yang seharusnya dilakukan (kewajiban)
dan memperoleh apa yang seharusnya didapati (hak)
dalam keadaan seimbang.
22.
Kebahagiaan jasmani dapat dicapai melalui
pemenuhan kebutuhan ekonomi berupa pemilikan dan
penggunaan harta kekayaan yang memuaskan.
Untuk memperoleh harta kekayaan manusia harus
bekerja keras.
24.
Dalam hubungan hidup bermasyarakat, setiap manusia
berpegang pada kaidah moral sebagai acuan
perilakunya.
29.
E. MANUSIA DAN HAK ASASI
30.
I. HAK ASASI MANUSIA (HUMAN RIGHT)
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dianggap melekat
pada setiap manusia, sebab berkaitan dengan realitas
hidup manusia sendiri.
32.
Prinsip-prinsip pengakuan manusia sebagai
subjek hukum mulai dirumuskan sebagai bagian
integral tata hukum, pertama kali di Inggris,
kemudian disusul oleh negara-negara lain.
33.
Di antara rumusan terpenting Hak Asasi Manusia
adalah:
a.Magna Charta: Manusia berhak menghadap
pengadilan (1215).
b.The Virginia Bill of Right: Manusia berhak atas life,
liberty, the pursuit of happiness (1776).
c. Declaration des droits de I’homme et du citoyen:
manusia berhak atas egalite, fraternite, liberte
(1791).
34.
Hak Asasi Manusia dibagi menjadi hak asasi
individual dan sosial.
Hak tersebut:
• tidak langsung berhubungan dengan martabat
manusia, melainkan karena tertampung dalam
undang-undang;
• adanya lebih kemudian daripada manusia, jadi
bukan sebagai bagian dari eksistensi manusia.
40.
FILSAFAT DAN ETIKA,
PROFESI DAN PROFESI HUKUM
FILSAFAT DAN ETIKA
A. ARTI FILSAFAT
THEO HUIJBERS (1995) menjelaskan, Filsafat adalah kegiatan
intelektual yang metodis dan sistematis, secara refleksi
menangkap makna yang hakiki keseluruhan yang ada.
3.
Contoh pertanyaan-pertanyaan filsafat yang
mengungkapkan fakta konkret sampai pada yang paling
mendasar dalam mencari makna yang hakiki adalah
sebagai berikut:
1) Mana yang benar, perbuatan (A) atau perbuatan (B)?
Jawabannya ialah perbuatan (A), menimbulkan
pertanyaan baru:
2) Mengapa perbuatan (A) itu benar? Jawabannya ialah
perbuatan (A) sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma moral perilaku kelompok, menimbulkan
pertanyaan baru:
3) Siapa yang menciptakan nilai-nilai dan norma-norma
moral itu?
Jawabannya ialah kelompok masyarakat itu,
menimbulkan pertanyaan baru:
4.
4) Darimana kelompok masyarakat itu memperoleh
kewenangan itu?
Jawabannya ialah dari kesepakatan individu
anggota masyarakat melalui contract sociale,
menimbulkan pertanyaan baru:
5) Mengapa individu anggota masyarakat itu
mengakui nilai-nilai dan norma-norma perilaku
itu?
Jawabannya ialah karena kesadaran diri dan
kebebasan kehendak individu itu. Kesadaran diri
adalah suara hati nurani yang menjadi dasar
kebebasan kehendak.
5.
I. ETIKA BAGIAN DARI FILSAFAT
6.
Untuk menyatakan bahwa Etika adalah bagian dari filsafat,
SUMARYONO mengemukakan alasan-alasan sebagai
berikut:
10.
II. ETIKA SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Etika adalah bagian
atau cabang dari filsafat, yaitu filsafat moral. Disamping itu, Etika
adalah ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan tentang
moral. Ini berarti, Etika membahas moral secara ilmiah, objek
telaahnya adalah kumpulan gejala tentang moral.
11.
DE VOS (1987) menyatakan, Etika adalah ilmu
pengetahuan tentang moral.
12.
PROFESI DAN PROFESI HUKUM
14.
Dengan demikian, pekerjaan dapat diklasifikasikan menjadi
3 jenis, yaitu:
1. Pekerjaan dalam arti umum, yaitu pekerjaan apa saja
yang mengutamakan kemampuan fisik, baik sementara
atau tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan
(upah);
2. Pekerjaan dalam arti tertentu, yaitu pekerjaan yang
mengutamakan kemampuan fisik atau intelektual, baik
sementara atau tetap dengan tujuan pengabdian.
3. Pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang
tertentu, mengutamakan kemampuan fisik dan
intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan memperoleh
pendapatan.
15.
I. KRITERIA PROFESI
Dari 3 jenis pekerjaan tersebut, profesi adalah pekerjaan yang tercantum
pada nomor 3, yaitu pekerjaan dalam arti khusus, dengan kriteria sebagai
berikut:
a) Meliputi bidang tertentu saja (spesialisasi);
b) Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus;
c) Bersifat tetap atau terus-menerus;
d) Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan (pendapatan);
e) Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat;
f) Terkelompok dalam suatu organisasi.
16.
Berikut akan dibahas satu demi satu kriteria profesi tersebut.
a) SPESIALISASI
Pekerjaan bidang tertentu adalah spesialisasi yang
dikaitkan dengan bidang keahlian yang dipelajari dan
ditekuni. Biasanya tidak ada rangkapan dengan pekerjaan
lain diluar keahliannya itu.
17.
b) KEAHLIAN DAN KETERAMPILAN
Pekerjaan bidang tertentu itu berdasarkan keahlian
dan keterampilan khusus, yang diperolehnya
melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan dan
latihan itu ditempuhnya secara resmi pada lembaga
pendidikan dan latihan yang diakui oleh pemerintah
berdasarkan UU.
19.
Apoteker, keahliannya dibuktikan oleh ijazah
program pendidikan farmasi Fakultas Farmasi:
Arsitek, keahliannya dibuktikan oleh ijazah
program pendidikan keteknikan arsitektur
Fakultas Teknik.
20.
c) TETAP ATAU TERUS MENERUS
23.
e) TANGGUNG JAWAB
Dalam memberikan pelayanannya, profesional itu
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan
kepada masyarakat.
26.
Contoh organisasi profesi antara lain adalah:
Ikatan Notaris Indonesia (INI);
Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin);
Ikatan Dokter Indonesia (IDI);
Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi);
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI);
Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi);
28.
B. PROFESI HUKUM
Apabila profesi itu berkenaan dengan bidang hukum, maka
kelompok profesi itu disebut kelompok profesi hukum.
Pengemban profesi hukum bekerja secara profesional dan
fungsional.
29.
Apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran kode etik,
mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya
sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi
profesi, ada Dewan Kehormatan yang akan mengoreksi
pelanggaran kode etik.
30.
I. NILAI MORAL PROFESI HUKUM
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut
pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu
merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut supaya
memiliki nilai moral yang kuat.
31.
Kelima kriteria tersebut dijelaskan seperti berikut ini.
a. KEJUJURAN
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka
profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia
menjadi munafik, licik, penuh tipu diri.
Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran, yaitu :
1) Sikap terbuka. Ini berkenaan dengan pelayanan klien,
kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma.
2) Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak
berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar,
tidak menindas, tidak memeras.
32.
b. OTENTIK
Otentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai
dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentik
pribadi profesional hukum antara lain:
1) Tidak menyalahgunakan wewenang;
2) Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat
(perbuatan tercela);
3) Mendahulukan kepentingan klien;
4) Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana,
tidak semata-mata menunggu perintah atasan;
5) Tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
33.
c. BERTANGGUNG JAWAB
Dalam menjalankan tugasnya, profesional hukum wajib
bertanggung jawab, artinya:
1) Kesediaan dengan melakukan sebaik mungkin tugas apa
saja yang termaksud lingkup profesinya;
2) Bertindak secara proporsional, tanpa membedakan
perkara bayaran dan perkara cuma-cuma;
3) Kesediaan memberikan laporan pertanggung jawaban
atau pelaksanaan kewajibannya.
34.
d. KEMANDIRIAN MORAL
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh
atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang
terjadi disekitarnya, melainkan membentuk
penilaian dan mempunyai pendirian sendiri.
38.
Hukum mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia.
Peraturan hukum mengatur dan menjelaskan bagaimana
seharusnya:
Legislator menciptakan hukum;
Pejabat melaksanakan administrasi negara;
Notaris merumuskan kontrak-kontrak harta kekayaan;
Polisi dan jaksa menegakkan ketertiban hukum;
Pengacara membela kliennya dan menginterpretasikan
hukum;
Hakim menerapkan hukum dan menetapkan keputusannya;
Pengusaha menjalankan kegiatan bisnisnya;
Konsultan hukum memberikan nasihat hukum kepada
kliennya;
Pendidik hukum menghasilkan ahli hukum.
39.
Pekerjaan yang ditangani oleh para profesional hukum
tersebut merupakan bidang-bidang profesi hukum, yang
jika dirincikan adalah sebagai berikut ini:
Profesi Legislator;
Profesi Administrator Hukum;
Profesi Notaris;
Profesi Polisi;
Profesi Jaksa;
Profesi Advokat (Pengacara);
Profesi Hakim;
Profesi Hukum Bisnis;
Profesi Konsultan Hukum;
Profesi Dosen Hukum.
40.
III. ETIKA PROFESI HUKUM
Kita semua hidup dalam jaringan keberlakuan hukum
dalam berbagai bentuk formalitasnya. Semua berjalan
sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
41.
Padahal adanya norma hukum secara esensial menuntun ke
arah mana seharusnya berbuat yang membahagiakan semua
pihak. Dengan berpedoman pada norma hukum, masyarakat
berharap banyak kepada profesional hukum agar masyarakat
dapat dilindungi oleh hukum, hidup tertib, teratur, dan bahagia.
42.
NOTOHAMIDJOJO (1975) menyatakan dalam
melaksanakan kewajibannya, profesional hukum perlu
memiliki:
1) Sikap manusiawi, artinya tidak menanggapi hukum
secara formal belaka, melainkan kebenaran yang
sesuai dengan hati nurani;
2) Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang sesuai
dengan perasaan masyarakat;
3) Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk
menentukan keadilan dalam suatu perkara konkret;
4) Sikap jujur, artinya menyatakan sesuatu itu benar
menurut apa adanya, dan menjauhi yang tidak benar
dan tidak patut.
43.
Dalam mengemban profesi pendidikan tinggi hukum
agar menghasilkan ahli hukum etis (bermoral), Etika
Profesi hukum perlu diajarkan sebagai mata kuliah
wajib.
44.
KODE ETIK PROFESI
DAN
KODE ETIK NOTARIS
KODE ETIK PROFESI
6.
Anggota kelompok profesi atau anggota
masyarakat dapat melakukan kontrol melalui
rumusan kode etik profesi, apakah anggota
kelompok profesi telah memenuhi kewajiban
profesionalnya sesuai dengan kode etik profesi.
8.
Kode etik profesi pada dasarnya adalah norma perilaku yang
sudah dianggap benar atau yang sudah mapan dan tentunya
akan lebih efektif lagi apabila norma perilaku tersebut
dirumuskan sedemikian baiknya, sehingga memuaskan pihak-
pihak yang berkepentingan.
14.
D. KODE ETIK PROFESI DAN HUKUM POSITIF
Dalam pembahasan sebelumnya, telah
dikemukakan 3 rumusan pengertian etika, salah
satu diantaranya adalah sebagai kumpulan asas
atau nilai moral, dan ini ada 2 bentuknya, yaitu
tertulis dan tidak tertulis.
17.
1. ALASAN MENGABAIKAN KODE ETIK PROFESI
Menggejalanya perbuatan profesional yang
mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan
yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota
masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam
organisasi profesi, disamping sifat manusia yang
konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak
sebanding dengan jasa yang diberikan.
20.
b) Pengaruh jabatan
Salah satu ciri jabatan adalah bawahan
menghormati dan taat pada atasan dan ini adalah
ketentuan undang-undang Kepegawaian. Fungsi
eksekutif terpisah dengan fungsi yudikatif. Seorang
hakim memegang 2 fungsi sebagai pegawai negeri
sipil dan sebagai hakim.
26.
d) Karena lemah iman
Salah satu syarat menjadi profesional adalah taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi
laranganNya. Ketaqwaan ini adalah dasar moral manusia.
Jika manusia mempertebal iman dengan taqwa, maka di dalam diri
akan tertanam nilai moral yang menjadi rem untuk berbuat buruk.
Dengan taqwa manusia makin sadar bahwa kebaikan akan dibalas
dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan dibalas dengan
keburukan. Sesungguhnya Tuhan itu maha adil.
Dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, profesional memiliki
benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan tergiur dengan
bermacam ragam bentuk materi di sekitarnya. Dengan iman yang
kuat, kebutuhan akan terpenuhi secara wajar dan itulah
kebahagiaan.
27.
2. UPAYA UNTUK MEMATUHI KODE ETIK PROFESI
Seperti telah diuraikan sebelumnya, kode etik
profesi adalah bagian dari hukum positif, tetapi tidak
memiliki upaya pemaksa yang keras seperti pada
hukum positif yang bertaraf undang-undang. Hal ini
merupakan kelemahan kode etik profesi bagi
profesional yang lemah iman.
31.
Untuk memperoleh legalisasi, ketua profesi yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat agar kode etik itu
disahkan dengan akta penetapan pengadilan yang
berisi perintah penghukuman kepada setiap anggota
untuk mematuhi kode etik itu.
Jadi, kekuatan berlaku dan mengikat kode etik mirip
dengan akta perdamaian yang dibuat oleh hakim.
Apabila ada yang melanggar kode etik, maka dengan
surat perintah, pengadilan memaksakan pemulihan
itu.
32.
KODE ETIK NOTARIS
42.
Tidak melakukan persaingan yang merugikan
sesama rekan dalam arti tidak menarik karyawan
Notaris lain secara tidak wajar, tidak menggunakan
calo (perantara) yang mendapat upah, tidak
menurunkan tarif jasa yang telah disepakati.
PASAL 67 UU 2/2014
(1) Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Menteri membentuk Majelis Pengawas.
(3) Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9
orang, terdiri atas unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 3 orang.
(4) Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam
Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku
Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) berlaku bagi Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris.
54.
PASAL 68 UU 2/2014
Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (2) terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah;
b. Majelis Pengawas Wilayah; dan
c. Majelis Pengawas Pusat.
55.
PASAL 69 UU 2/2014
(1) Majelis Pengawas Daerah dibentuk di
Kabupaten/Kota.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah
terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3).
(2a) Dalam hal di suatu Kabupaten/Kota,
jumlah Notaris tidak sebanding dengan
jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah,
dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah
gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota.
56.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Daerah dipilih dari dan
oleh anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua,
dan anggota Majelis Pengawas
Daerah adalah 3 tahun dan dapat
diangkat kembali.
(5) Majelis Pengawas Daerah dibantu
oleh seorang sekretaris atau lebih
yang ditunjuk dalam Rapat Majelis
Pengawas Daerah.
57.
PASAL 70 UU 30/2004
Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya
dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran
pelaksanaan jabatan Notaris;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris
secara berkala 1 kali dalam 1 tahun atau setiap waktu
yang dianggap perlu;
c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6
bulan;
d. menetapkan Notaris Pengganti dengan
memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;
58.
e. menentukan tempat penyimpanan Protokol
Notaris yang pada saat serah terima Protokol
Notaris telah berumur 25 tahun atau lebih;
f. menunjuk Notaris yang akan bertindak
sebagai pemegang sementara Protokol
Notaris yang diangkat sebagai pejabat
negara;
g. menerima laporan dari masyarakat mengenai
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris
atau pelanggaran ketentuan dalam UU ini; dan
h. membuat dan menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
kepada Majelis Pengawas Wilayah.
59.
PASAL 71 UU 30/2004
Majelis Pengawas Daerah berkewajiban:
a. mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam
Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal
pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah
tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal
pemeriksaan terakhir;
b. membuat berita acara pemeriksaan dan
menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah
setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang
bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas
Pusat;
c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
60.
d. menerima salinan yang telah disahkan dari
daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan
merahasiakannya;
e. memeriksa laporan masyarakat terhadap
Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan
tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah
dalam waktu 30 hari, dengan tembusan
kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris.
f. menyampaikan permohonan banding
terhadap keputusan penolakan cuti.
61.
PASAL 72 UU 30/2004
(1) Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan
di ibukota provinsi.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih
dari dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota
Majelis Pengawas Wilayah adalah 3 tahun dan dapat
diangkat kembali.
(5) Majelis Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang
sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis
Pengawas Wilayah.
62.
PASAL 73 UU 2/2014
(1) Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan atas laporan masyarakat
yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas
Daerah;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
c. memberikan izin cuti lebih dari 6 bulan sampai 1
tahun;
d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis
Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan
oleh Notaris pelapor;
63.
e. memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun
peringatan tertulis;
f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris
kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1) pemberhentian sementara 3 bulan sampai
dengan 6 bulan; atau
2) pemberhentian dengan tidak hormat.
(2) Keputusan Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan
huruf f dibuatkan berita acara.
64.
PASAL 74 UU 30/2004
(1)Pemeriksaan dalam sidang Majelis
Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a bersifat
tertutup untuk umum.
(2)Notaris berhak untuk membela diri dalam
pemeriksaan dalam sidang Majelis
Pengawas Wilayah.
65.
PASAL 75 UU 30/2004
Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban:
a. menyampaikan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a,
huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f kepada
Notaris yang bersangkutan dengan tembusan
kepada Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris; dan
b. menyampaikan pengajuan banding dari
Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat
terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan
cuti.
66.
PASAL 76 UU 30/2004
(1) Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan
berkedudukan di ibukota negara.
(2) Keanggotaan Majelis Pengawas Pusat terdiri
atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
67 ayat (3).
(3) Ketua dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat
dipilih dari dan oleh anggota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan
anggota Majelis Pengawas Pusat adalah 3 tahun
dan dapat diangkat kembali.
(5) Majelis Pengawas Pusat dibantu oleh seorang
sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat
Majelis Pengawas Pusat.
67.
PASAL 77 UU 30/2004
Majelis Pengawas Pusat berwenang :
a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan dalam tingkat banding
terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan
d. mengusulkan pemberian sanksi berupa
pemberhentian dengan tidak hormat kepada
Menteri.
68.
PASAL 78 UU 30/2004
(1) Pemeriksaan dalam sidang Majelis
Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 huruf a bersifat terbuka untuk umum.
(2) Notaris berhak untuk membela diri dalam
pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat.
PASAL 79 UU 30/2004
Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf
a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan
dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah
dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta
Organisasi Notaris.
69.
PASAL 80 UU 30/2004
(1)Selama Notaris diberhentikan
sementara dari jabatannya, Majelis
Pengawas Pusat mengusulkan seorang
pejabat sementara Notaris kepada Menteri.
(2)Menteri menunjuk Notaris yang akan
menerima Protokol Notaris dari Notaris
yang diberhentikan sementara.
70.
ETIKA, MORAL, AGAMA
A. ARTI ETIKA
BERTENS (1994) menjelaskan, Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat
kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik.
2.
Menurut BERTENS arti Etika dapat dirumuskan sebagai
berikut:
• Etika dipakai dalam arti: nilai-nilai dan norma-norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti
ini disebut juga sebagai “sistem nilai” dalam hidup
manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat.
Misalnya Etika orang Jawa, Etika agama Buddha.
6.
I. ETIKA PERANGAI
7.
Contoh Etika Perangai adalah:
• Berbusana adat;
• Pergaulan muda-mudi;
• Perkawinan semenda;
• Upacara adat.
8.
II. ETIKA MORAL
10.
• Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak
manusia berdasarkan kesadaran dan kesadaran adalah
suara hati nurani. Dalam kehidupan manusia selalu
dikehendaki yang baik dan benar. Karena ada kebebasan
kehendak, maka manusia bebas memilih antara yang
baik dan tidak baik, antara yang benar dan tidak benar.
Dengan demikian, dia mempertanggung-jawabkan
pilihan yang telah dibuatnya itu.
16.
• Moralitas berasal dari bahasa latin moralis yang
pada dasarnya mempunyai arti sama dengan
moral, tetapi lebih bersifat abstrak.
17.
• Moralitas adalah keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk. Dengan kata
lain, moralitas merupakan kualitas perbuatan
manusiawi, dalam arti perbuatan itu baik/buruk,
benar/salah.
18.
I. FAKTOR PENENTU MORALITAS
24.
Moralitas objektif sebagai norma berhubungan dengan
semua perbuatan yang pada hakikatnya baik atau jahat,
benar atau salah, misalnya:
a . Menolong sesama manusia adalah perbuatan baik.
b. Mencuri, Memperkosa, Membunuh adalah
perbuatan jahat
27.
C. ARTI AGAMA
28.
1. RUMUSAN PERTAMA
29.
Agama mengajarkan hubungan antara pencipta
(khalik) dengan yang diciptakan (makhluk) yang
disebut ibadah.
30.
2. RUMUSAN KEDUA
Agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan
Nabi-nabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta petunjuk
untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat.
31.
Dilihat dari segi sumber, ada 2 kategori agama, yaitu
agama samawi (yang diwahyukan) dan agama wad’i
(hasil pemikiran manusia).
Pada tahun 1888 telah diadakan peringatan 8 abad berdirinya Sekolah Hukum di
Universitas Bologna oleh Irnerius dengan dipersembahkannya buku “Formularium
Tabellionum” dari Irnerius sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa Lembaga Notariat sudah ada pada tahun 1088 dengan
diperingatinya 8 abad berdirinya Sekolah Hukum di Universitas Bologna yang merupakan
lembaga tertua.
100 tahun kemudian, Rantero di Perugia mempersembahkan pula karyanya yang berjudul
“SUMMA ARTIS NOTARIAE”.
Pada akhir abad ke-13 muncul karya yang paling termasyhur berjudul “SUMMA ARTIS
NOTARIAE” dari Rolandinus Passegeri.
Kemudian buku-buku lainnya yang ditulis oleh Rolandinus Passegeri terutama di bidang
notariat, yaitu “FLOS TENTAMENTORIUM”.
Summa-summanya dipakai sampai dengan abad ke-17 bahkan dipertahankan sampai dengan
abad ke-19.
Lembaga Notariat pertama kali timbul di Italia Utara pada abad ke-11 (sebelas) atau
abad ke-12 (dua belas).
Kebutuhan akan alat bukti timbul dikarenakan Italia Utara merupakan pusat
perdagangan.
Terdapat kelompok-kelompok orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-
menulis tertentu, yang kemudian berkembang dengan sebutan:
Notarius
Notarii
Tabeliones
Tabularii
Collegium
Notarius
Sebutan Notarius diambil dari nama kelompok-kelompok orang yang melakukan suatu bentuk
pekerjaan tulis-menulis tertentu. Kelompok-Kelompok orang tersebut dinamakan Notarius yang
berasal dari salah satu nama pengabdi dari pekerjaan tersebut.
Notarii
Notarii adalah orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu bentuk tulisan
cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka, yang pada hakikatnya mereka itu dapat disamakan
dengan yang dikenal sekarang ini sebagai Stenografen. Para Notarii mula-mula sekali
memperoleh namanya tersebut dari perkataan Nota Literaria, yaitu teknik tulis-menulis cepat
dengan tanda tulisan (Character) yang mereka pergunakan untuk menuliskan atau
menggambarkan perkataan-perkataan atau singkatan-singkatan.
• Nama Notarii pertama kali diberikan kepada orang yang mencatat/menulis pidato Cato dalam
senaar Romawi.
• Nama Notarii juga diberikan kepada pejabat-pejabat istana yang melakukan pekerjaan
kanselarij Kaisar yang merupakan pekerjaan administratif.
Tabeliones
Para Tabeliones ini adalah kelompok orang-orang yang mempunyai keahlian tulis-
menulis tertentu untuk membuat alat bukti yang ditugaskan oleh Undang-Undang
berupa akta-akta atau surat-surat lain untuk kepentingan masyarakat umum. Tetapi
tidak diangkat oleh penguasa umum. Contoh: Zaakwaarnemer dan Makelar.
Tabularii
Tabularii adalah pegawai negeri yang bertugas untuk mengadakan dan memelihara
pembukuan keuangan kota-kota, serta ditugaskan untuk melakukan pengawasan
arsip dari magistrat kota-kota di bawah ressort mana mereka berada.
• Pada zaman pemerintahan Justianus (527-565), bersamaan dengan timbulnya
kelompok Tabularii, keberadaan kelompok Tabeliones masih tetap dikenal dalam
masyarakat.
Collegium
Kelompok Tabularii dan kelompok Tabeliones pada waktu yang bersamaan memberikan jasa yang
sama kepada masyarakat. Oleh karenanya, masyarakat lebih menggunakan jasa Tabularii,
sehingga untuk memenuhi kebutuhan Tabularii, maka pemerintah pada saat itu mengangkat
Tabellionaat yang disebut Notarii. Oleh karena itu, para Tabellionaat itu menjadilah namanya
Notarii.
- Para Tabellionaat yang tidak diangkat merasa tersingkirkan, sehingga mereka juga menyebut
diri mereka Notarii.
- Maka lambat laun Tabellionaat dan Notariat (Golongan para Notaris yang diangkat) bergabung
dan menyatukan diri dalam suatu badan yang dinamakan Collegium. Collegium inilah yang
menjadi cikal bakal timbulnya Notaris pada saat ini. Para Notarius yang tergabung dalam
Collegium ini dapat dipandang sebagai para pejabat yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta-akta, baik di dalam maupun di luar Pengadilan (Gerechtelijke dan
Buitengerechtelijke Akten).
Semua akta-akta dan surat-surat yang dibuat oleh kelompok orang-orang yang mempunyai
keahlian tulis-menulis dalam bentuk tertentu (Notarius, Notarii, Tabeliones, Tabularii, dan
Collegium) tersebut di atas belum mempunyai kekuatan pembuktian yang autentik serta tidak
mempunyai kekuatan eksekutorial seperti akta-akta yang dibuat oleh Notaris saat ini, akan tetapi
masih merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan yang masih
memerlukan alat bukti lain.
Pengertian tentang Notaris yang berasal dari 5 (lima) kelompok tersebut di atas yang timbul dan
berkembang di Italia Utara ini dinamakan dengan Latijnse Notariaat. Sistem Latijnse Notariaat
ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Diangkat oleh penguasa umum;
2. Untuk kepentingan masyarakat umum; dan
3. Menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.
Notaris yang berasal dari Italia Utara berkembang ke daratan Eropa melalui Spanyol,
sampai ke Amerika Tengah dan Amerika Selatan, kecuali Inggris dan sebagian
Skandinavia. Notaris yang berasal dari Italia Utara ini dinamakan Latijnse Notariaat yang
termasuk dalam sistem hukum Civil Law, sedangkan Notaris yang ada di Inggris dan
Skandinavia termasuk dalam sistem hukum Common Law.
Perkembangan Notaris di Perancis
Pada abad ke-13 (tiga belas) Lembaga Notariat di Italia Utara berkembang di Perancis.
Pada zaman itu, Raja Lodewijk de Heilige sebagai ahli ketatanegaraan Perancis banyak
berjasa dalam pembuatan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang di bidang
Kenotariatan.
Berdasarkan Ventosewet tersebut, maka terjadilah “Pelembagaan”, maka sejak saat itu
Notaris merupakan seorang Pejabat Umum (Ambtenaar) dan akta-akta yang dibuat oleh
para Notaris tersebut adalah akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna.
Pada akhir abad ke-14 (empat belas) setelah puncaknya, Lembaga Notariat ini mulai
menurun eksistensinya. Pada saat itu terjadi kemerosotan di bidang Notariat. Hal ini
dikarenakan tindakan penguasa pada waktu itu kekurangan uang dan akhirnya
menjual jabatan-jabatan Notaris kepada orang-orang yang tidak mempunyai
keahlian di bidang Notariat.
Dengan keberadaan Notarii yang berasal dari Tabellionaat yang diangkat oleh
pemerintah kala itu, maka terdapat para Notarii yang tidak berkualitas, sehingga di
masyarakat timbullah sebutan bahwa “Kebodohan dari para Notaris adalah Roti
Bagi Pengacara (Ognorantia Notariorum, Panis Advocatorum)” dan “Dunia akan
mengalami kehancurannya karena kebodohan para Notaris (Stultitia Notariorum
Mundus Perit).”
Perkembangan Notaris di Belanda
Di Belanda juga terdapat kelompok-kelompok orang yang mempunyai suatu bentuk pekerjaan tulis-
menulis tertentu.
Pada saat itu Belanda merupakan negeri jajahan Perancis, maka dengan adanya Ventosewet ketentuan-
ketentuan yang ada di Perancis berlaku pula di Belanda. Dengan demikian, maka kelompok-kelompok
tersebut sudah tidak ada dan hanya ada satu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu yang disebut Notaris.
Pada tanggal 9 Juli 1842 dikeluarkanlah suatu Undang-Undang Nederland Staatsblad Nomor 20
tentang Jabatan Notaris (De Notariswet).
Perbedaan-perbedaan antara Ventosewet dan De Notariswet dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Ventosewet De Notariswet
Ada 3 golongan Notaris, yaitu: Hanya mengenal satu macam Notaris dan
1. Hofnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan menjalankan tiap-tiap Notaris dengan tidak mengadakan
jabatannya di seluruh daerah hukum dari Gerechtshof; pembedaan, berwenang untuk menjalankan
2. Arrodissementsnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan tugas jabatannya di seluruh daerah hukum
menjalankan jabatannya di seluruh daerah hukum dari dari Rechtbank, di dalam daerah hukum
Rechtbank; dan mana Notaris itu bertempat kedudukan.
3. Kantonnotarissen mempunyai tempat kedudukan dan
menjalankan jabatannya di seluruh daerah hukum dari
Kantongerecht.
Chambres des Notaires mempunyai tugas rangkap, yaitu melakukan Di Belanda tidak ada lembaga pengawasan
pengawasan terhadap para Notaris dan menguji para Notaris. Oleh tersendiri seperti di Perancis, tetapi
karena badan ini menurut penilaian dari pembuat Undang-Undang pengawasan terhadap Notaris diserahkan
tahun 1842 di dalam menjalankan tugasnya tidak mencapai kepada Pengadilan.
tujuannya, maka badan ini dihapuskan dan pengawasan terhadap
para Notaris diserahkan kepada badan-badan peradilan, sedang
tugas untuk mengadakan ujian para Notaris mula-mula dipercayakan
kepada Gerechtshoven dan kemudia dalam tahun 1878 dijadikan
Ujian Negara.
Ventosewet De Notariswet
Para calon Notaris harus menjalani masa magang (Werkstage) selama Para calon Notaris harus sudah
6 tahun dan penyerahan suatu sertifikat yang dinamakan Certificate pernah bekerja (tidak terputus-
de Moralite et de Capacite (Keterangan berkelakuan baik dan putus) pada salah satu kantor
memiliki kecakapan) dari calon pelamar yang diberikan oleh Notaris selama sekurang-
Chambre de Discipline dari daerah hukum kamar, dimana calon kurangnya 3 tahun.
Notaris itu hendak menjalankan tugas jabatannya.
Pada tahun 1842 masa magang (Werkstage) ini dihapuskan
berdasarkan pertimbangan yang semata-mata bersifat teoritis dan
tidak tepat, bahwa tidak masalah darimana seseorang mendapatkan
keahliannya itu, asalkan dia memilikinya dan lagi pula suatu jangka
waktu tertentu mungkin bagi seseorang adalah terlalu pendek,
sedangkan bagi yang lain terlalu lama, sehingga sebagai penggantinya
diadakan Ujian Negara.
Akta Notaris hanya dapat dibuat di hadapan 2 Notaris tanpa saksi- Akta Notaris dibuat di hadapan
saksi atau di hadapan seorang Notaris dengan 2 orang saksi. seorang Notaris dan 2 orang saksi,
kecuali untuk pembuatan akta
superskripsi dari surat wasiat
rahasia harus dengan 4 orang saksi.
I. KELAHIRAN NOTARIS LATIN DAN
ANGLO SAXON
• Ada dua mazab notaris dunia yakni Notaris Latin
dan notaris Anglo Saxon. Notaris Anglo Saxon
hakikatnya adalah pejabat hukum umum yang
profesional (private legal professional), seperti
pengacara, yang juga mempersiapkan dokumen
atas nama para pihak dan memastikan dokumen
telah sesuai undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Notaris tersebut memuat uraian singkat yang
merupakan suatu instruksi mengenai sumpah jabatan sebelum melaksanakan jabatan,
bidang pekerjaan, wewenang untuk menjalankan tugas jabatannya untuk kepentingan
publik, wajib mendaftarkan semua dokumen serta akta yang dibuatnya sesuai dengan
bunyi instruksi tersebut, dan kewajiban Notaris untuk menjalankan jabatannya secara
netral dan tidak memihak kepada siapapun (Sonder Respect off Aensien van Persoonen).
Pada kenyataannya Notaris dalam menjalankan jabatan pada masa itu tidak mempunyai
kebebasan yang murni (tidak independen) karena Notaris pada masa itu adalah Pegawai
dari VOC.
Tugas Notaris pada masa itu hanya melayani orang-orang/golongan-golongan yang tunduk
pada Hukum Perdata Barat, yaitu golongan Eropa, Cina, Timur Asing, dan golongan
Pribumi/Bumi Putera yang sudah menundukkan diri pada Hukum Perdata Barat, baik
secara formil maupun secara diam-diam.
Pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan Notaris Publik dipisahkan dari jabatan
Secretarius van de Gerechte dengan Surat Keputusan Gubernur Jendral tanggal 12
November 1625, maka dikeluarkanlah Instruksi Pertama yang memuat 10 Pasal bagi para
Notaris di Indonesia pada waktu itu yang berisikan Notaris harus terlebih dahulu diuji dan
diambil sumpahnya.
Pada tahun 1632 dikeluarkannya Plakkaat yang berisi ketentuan bahwa para Notaris,
Sekretaris, dan Pejabat lainnya dilarang untuk membuat akta-akta transport, jual beli, surat
wasiat, dan lain-lain akta jika tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Gubernur
Jendral dan Raden van Indie dengan ancaman akan kehilangan jabatannya.
Pada tahun 1822 dikeluarkan Instruksi Kedua yang memuat 34 Pasal bagi para Notaris di Indonesia yang berisikan
resume dari peraturan-peraturan yang ada sebelumnya dan suatu bunga rampai dari plakkat-plakkat yang lama antara
lain dalam Pasal 1 nya memuat tugas dan batas-batas serta wewenang dari Notaris dan menyatakan Notaris adalah
Pegawai Umum yang harus mengetahui Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat
untuk membuat akta dengan maksud memberikan kekuatan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggal,
menyimpan asli/minuta, mengeluarkan grossenya dan salinannya yang benar.
Pada tanggal 26 Januari 1860 oleh Ratu Belanda Wilhelmina menganggap perlu untuk membuat suatu peraturan
sebagai dasar yuridis dan landasan pekerjaan Notaris di Indonesia. Setelah itu dikeluarkanlah Peraturan Jabatan
Notaris (Notaris Reglement) atau Staatsblad 1860 Nomor 3 (Stb. 1860 No. 3) yang berisi 66 Pasal dan mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 1860.
Bunyi dari Pasal 1 PJN (Stb. 1860 No. 3) memuat ketentuan tentang “Siapa yang dimaksud dengan Notaris dan
apa kewenangannya”.
Pasal 1 PJN (Stb. 1860 No. 3) merupakan copy dari Pasal 1 De Notariswet yang berlaku di Belanda, yang mana
Pasal 1 De Notariswet ini merupakan terjemahan yang kurang berhasil dari Pasal 1 Ventosewet yang berlaku di
Perancis.
Dikatakan kurang berhasil karena perkataan “Etablis” atau “Yang khusus ditunjuk
untuk itu” yang dipergunakan dalam Pasal 1 Ventosewet adalah lebih tepat, daripada
perkataan “Bevoegd” atau “Berwenang” yang dipergunakan dalam Pasal 1 PJN
(Stb. 1860 No. 3).
Notaris tidak hanya berwenang (Bevoegd) untuk membuat akta autentik dalam arti
“Verlijden”, bahwa suatu akta autentik:
1. Harus disusun;
2. Harus dibacakan; dan
3. Harus ditandatangani.
Akan tetapi juga berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 PJN (Stb. 1860 No. 3) wajib
untuk membuatnya, kecuali terdapat alasan yang mempunyai dasar untuk menolak
pembuatannya.
Keberadaan Notaris di Indoensia menurut Doktrin adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagaimana yang dimuat di dalam sejarah perkembangan Notaris, sedangkan
secara yuridis keberadaan Notaris di Indonesia adalah atas kehendak dari Pasal 1866,
1867, dan 1868 KUHPerdata.
Dalam Pasal 1868 KUHPerdata tidak ada penjelasan tentang mengenai siapa
itu Notaris secara terperinci. Oleh karena itu, untuk menjawab apa yang
dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata, maka jawaban itu dijawab dengan
dikeluarkannya Stb. 1860 No. 3. Sehingga dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Stb. 1860 No. 3 tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Pasal
1868 KUHPerdata.
Perkembangan Notaris di Indonesia
Pada Masa Kemerdekaan Indonesia
Pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka dan Belanda meninggalkan Indonesia, Peraturan
tentang Jabatan Notaris yang telah berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda,
yaitu Stb. 1860 No. 3 diadakan perubahan dengan Staatsblad 1945 Nomor 94 yang mencabut
beberapa Pasal yang terdiri dari Pasal 2 ayat (3), Pasal 62, Pasal 62 a, dan Pasal 63.
Sejak tahun 1965 dengan dihapusnya ujian negara untuk tingkat I dan tingkat II
Program Pendidikan Notariat, maka pendidikan ini secara resmi bersifat
Universiter dan disebut sebagai jurusan Notariat pada Fakultas Hukum
Universitas Indonesia dengan lama pendidikan 2 tahun. Jurusan ini dikenal
sebagai Program Spesialis Notariat.
Pada tanggal 24 Juni 1999 dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 1999 Tentang Pendidikan Tinggi yang antara lain mengatur tentang
Program Pendidikan Akademik dan Program Pendidikan Profesional.
Salah satu alasan diterbitkan UUJN ini adalah karena Stb. 1860 No. 3 yang
mengatur mengenai jabatan Notaris yang berlaku di Indonesia sejak zaman
penjajahan Belanda tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat saat ini.
Pada tanggal 15 Januari 2014 diundangkanlah Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris sebagai perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN).
2.
1. KEKUATAN PEMBUKTIAN LAHIRIAH
4.
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian
lahiriah ini, yang merupakan pembuktian lengkap
(dengan tidak mengurangi pembuktian
sebaliknya), maka “akta partij” dan “akta relaas”
dalam hal ini adalah sama.
6.
Siapa yang tidak menggugat sahnya tanda tangan dari
pejabat itu, akan tetapi menggugat kompetensinya
(misalnya yang membuat itu bukan Notaris atau
membuat akta itu di luar wilayah jabatannya), bukan
menuduh akta itu palsu (tidak termasuk pembuktian
sebaliknya).
7.
Kekuatan pembuktian lahiriah ini tidak ada pada akta yang
dibuat di bawah tangan.
8.
2. KEKUATAN PEMBUKTIAN FORMAL
9.
Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat
(akta relaas), akta itu membuktikan kebenaran dari
apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar dan
juga dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai pejabat
umum di dalam menjalankan jabatannya.
11.
Sepanjang mengenai kekuatan pembuktian formal ini
(juga dengan tidak mengurangi pembuktian
sebaliknya), maka akta partij dan akta relaas dalam
hal ini adalah sama, dengan pengertian bahwa
keterangan pejabat yang terdapat di dalam kedua
golongan akta itu ataupun keterangan dari para
pihak dalam akta, baik yang ada di dalam akta partij
maupun di dalam akta relaas, mempunyai kekuatan
pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap
orang, yakni apa yang ada dan terdapat di atas tanda
tangan mereka.
12.
Siapa yang menyatakan bahwa akta itu memuat
keterangan yang kelihatannya tidak berasal dari Notaris,
berarti menuduh bahwa terjadi pemalsuan dalam materi
dari akta itu, misalnya adanya perkataan-perkataan yang
dihapus atau diganti dengan yang lain ataupun
ditambahkan.
16.
Dalam berbagai arrest dari H.R. (Hoge Raad) diakui
tentang kekuatan pembuktian material itu. Dalam
arrestnya tanggal 19 Desember 1921, H.R. memutuskan
dalam suatu perkara pemalsuan, bahwa akta Notaris
mengenai jual beli adalah untuk membuktikan dan
memang membuktikan tidak hanya bahwa para pihak
ada menerangkan sesuatu mengenai itu dihadapan
Notaris, akan tetapi juga membuktikan bahwa para
pihak telah mencapai persetujuan mengenai perjanjian
yang dimuat dalam akta itu, sehingga akta itu juga
adalah untuk membuktikan tentang harga penjualan
dan pembelian dan kebenaran dari apa yang
diterangkan oleh para pihak mengenai itu.
17.
Dalam perkara yang serupa itu juga, H.R.
memutuskan dalam arrestnya tanggal 26 November
1934 bahwa keterangan yang terdapat dalam akta
pendirian perseroan terbatas mengenai jumlah
modal yang telah disetor, merupakan kenyataan,
terhadap mana akta itu mempunyai kekuatan
pembuktian yang lengkap, terhadap mana akta
dapat dikatakan diperuntukkan untuk menyatakan
kebenaran dari kenyataan itu.
18.
Dalam akta, isi keterangan yang dimuat dalam akta
itu berlaku sebagai yang benar, isinya itu
mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya,
menjadi terbukti dengan sah di antara pihak dan
para ahli waris serta para penerima hak mereka,
dengan pengertian:
a. Bahwa akta itu apabila dipergunakan di muka
pengadilan, adalah cukup dan bahwa hakim tidak
diperkenankan untuk meminta tanda
pembuktian lainnya di samping itu;
b. Bahwa pembuktian sebaliknya senantiasa
diperkenankan dengan alat-alat pembuktian
biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut
UU.
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa suatu akta otentik
apabila dipergunakan di muka pengadilan adalah cukup dan
hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian
lainnya disamping itu.
24.
Pendapat di atas berdasarkan apa yang telah
dijelaskan mengenai kekuatan pembuktian akta
Notaris, adalah tidak benar.
26.
Protokol Notaris
Sebenarnya masih ada lagi 1 (satu) buah dokumen Notaris yang termasuk sebagai
Protokol Notaris, yaitu Copy Collationnee (Keterangan dari suatu surat di bawah
tangan)
Pengertian Akta
Akta adalah tulisan yang ditandatangani untuk dipergunakan sebagai alat bukti.
Tulisan adalah rangkaian huruf dan tanda baca yang mengandung arti yang menggambarkan buah pikiran
seseorang.
Akta di bawah tangan adalah Akta yang dibuat oleh yang berkepentingan tanpa melibatkan Pejabat yang
berwenang dan persyaratan-persyaratan lain yang diatur dalam Undang-Undang.
Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang, oleh atau di hadapan
Pejabat Umum yang berwenang untuk itu dan di tempat akta itu dibuat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
1868 KUHPerdata.
Akta Notaris
Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris.
Peresmian Akta
v Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi-saksi,
dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan
dengan menyebutkan alasannya, maka yang bersangkutan harus menggantikan tanda
tangannya dengan surrogaat.
v Alasan sebagaimana dimaksud tentang tidak bisa membubuhkan tanda tangan (surrogaat)
tersebut harus dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
Hal-Hal Yang Harus Dilakukan Notaris
Setelah Peresmian Akta
Minuta Akta adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai
bagian dari Protokol Notaris.
Akta in Originali
Akta in originali adalah akta yang tidak dibuat dalam bentuk minuta karena asli akta yang memuat tanda tangan para
penghadap, saksi-saksi, dan Notaris, langsung diserahkan kepada pihak yang berkepentingan dan tidak merupakan bagian
dari Protokol Notaris.
Akta in originali meliputi:
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;
b. Akta penawaran pembayaran tunai;
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa;
e. Akta keterangan kepemilikan; dan
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akta in originali dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan
ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA".
Kekuatan Pembuktian Akta Autentik
Akta autentik merupakan akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, baik di
muka Hakim maupun kepada pihak ketiga, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak
lawan yang berkepentingan dengan mengajukan bukti-bukti lain. Kekuatan pembuktian
sempurna ini meliputi:
1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht);
2. Kekuatan Pembuktian Formal (Formele Bewijskracht); dan
3. Kekuatan Pembuktian Materil (Materiele Bewijskracht).
Apabila yang membuatnya Pejabat yang tidak cakap atau tidak berwenang atau bentuknya
cacat (Pasal 1869 KUHPerdata), maka:
a. Akta tersebut tidak sah atau tidak memenuhi syarat formil sebagai akta autentik. Oleh
karena itu, tidak dapat diberlakukan sebagai akta autentik; dan
b. Akta yang demikian mempunyai nilai kekuatan sebagai akta di bawah tangan, dengan
syarat akta tersebut harus ditandatangani oleh para pihak.
Bentuk Akta dan Tata Cara Pembuatan Akta serta Penulisan Akta
Notaris dalam membuat suatu akta harus sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh
Undang-Undang sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 38 UUJN, yaitu:
1. Awal Akta atau Kepala Akta;
2. Badan Akta; dan
3. Akhir Akta atau Penutup Akta.
Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal
38 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang
mengangkatnya.
Jenis Akta
Perbedaan Akta Relaas (Akta Pejabat) dan Akta Partij (Akta Penghadap), yaitu:
Akta Relaas (Akta Pejabat) Akta Partij (Akta Penghadap)
Akta Relaas (Akta Pejabat) adalah Akta yang dibuat Akta Partij (Akta Penghadap) adalah Akta yang
oleh Notaris dalam jabatannya sebagai Pejabat Umum dibuat oleh Notaris berdasarkan keterangan
yang berisi keterangan dari Notaris mengenai semua penghadap yang menerangkan kehendak mereka
yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh Notaris atas kepada Notaris. Dari keterangan tersebut,
permintaan yang berkepentingan. Notaris mengkonstantirnya, menyusun dan
Contoh: Berita Acara Rapat Umum Para Pemegang merumuskan redaksionalnya dalam Akta.
Saham dan Undian. Contoh: Akta Sewa-Menyewa, Perjanjian
Kerjasama, Pengakuan Hutang, dan lain
sebagainya.
Notaris harus bertanggung jawab atas relaas/keterangan yang Notaris menjamin dan bertanggung jawab mengenai
ditulis dalam akta tersebut. Notaris menjamin kebenaran isi kebenaran akta itu sesuai dengan apa yang diterangkan
akta dan bertanggung jawab atas apa yang diterangkannya di oleh penghadap kepada Notaris. Adapun kebenaran
dalam akta itu, karena dalam membuat Akta tersebut Notaris yang sebenarnya benar diluar yang diterangkan kepada
dalam jabatannya melihat, menyaksikan keadaan serta Notaris bukan tanggung jawab Notaris.
mendengar sendiri apa yang terjadi dan kemudian
diterangkannya dalam akta tersebut.
Akta Relaas (Akta Pejabat) tidak bisa digugat atau dituntut, Akta Partij (Akta Penghadap) bisa digugat atau
hanya dapat dinyatakan palsu. dituntut.
Akta Relaas (Akta Pejabat) boleh tidak disusun terlebih Akta Partij (Akta Penghadap) mutlak harus memenuhi
dahulu, tidak dibacakan di hadapan para penghadap dan tidak ketentuan syarat-syarat Verlijden (syarat-syarat
ditandatangani oleh para penghadap, dikarenakan Akta Relaas autentik suatu akta):
(Akta Pejabat) tersebut merupakan keterangan Notaris dalam a. Disusun;
jabatannya sebagai Pejabat Umum, atas apa yang dilihat, b. Dibacakan;
didengar dan disaksikan. Dalam hal ini, Akta tersebut cukup c. Ditandatangani penghadap atau para penghadap,
dibacakan oleh Notaris kepada saksi-saksi dan kemudian saksi-saksi dan Notaris/ Pejabat Sementara Notaris/
ditandatangani oleh saksi-saksi dan Notaris. Semuanya ini Notaris Pengganti segera setelah akta dibacakan.
harus dinyatakan pada akhir akta.
Misalnya: untuk suatu RUPS yang tidak dipersiapkan terlebih
dahulu, maka Notaris dapat merekam semua kejadian yang dia
lihat, dengar dan saksikan di dalam Rapat.
Rahasia Jabatan
v Notaris mempunyai rahasia jabatan sebagaimana yang dimuat di dalam Pasal 4 ayat (2) alinea 4, Pasal 16 ayat (1)
huruf f dan Pasal 54 UUJN.
v Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau
Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada Akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh
hak, kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-Undangan.
v Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada pernyataan di atas dapat dikenai sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Pasal 1909 KUHPerdata mewajibkan setiap orang yang cakap untuk menjadi saksi di muka Pengadilan. Ketentuan ini tidak
berlaku terhadap mereka yang berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tidak diperbolehkan untuk berbicara,
demikian juga tidak berlaku terhadap mereka yang berdasarkan Pasal 1909 ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 146 HIR serta
Pasal 277 HIR dapat mempergunakan haknya untuk mengundurkan diri sebagai saksi dengan jalan menuntut penggunaaan
hak ingkarnya. Hak ingkar merupakan pengecualian terhadap ketentuan umum yang disebut tadi, yakni bahwa setiap orang
dipanggil sebagai saksi wajib memberikan kesaksian.
Menurut Van Bemmelen, ada 3 (tiga) dasar untuk dapat menuntut penggunaan Hak
Ingkar, yaitu:
1. Hubungan keluarga yang sangat dekat;
2. Bahaya dikenakan hukuman pidana;
3. Kedudukan, pekerjaan dan rahasia jabatan.
1. Untuk kepentingan proses Peradilan, Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dengan persetujuan
Majelis Kehormatan Notaris berwenang:
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta
atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau
Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2. Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dibuat Berita Acara Penyerahan.
3. Majelis Kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan.
4. Dalam hal Majelis Kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima
permintaan persetujuan.
v Ketentuan tersebut setelah adanya Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
Majelis Kehormatan Notaris (Pasal 66 A UUJN)
v Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan
untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi Minuta Akta
dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau
Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris (Pasal 1 angka (1) Permenkumham
RI Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Tugas dan Fungsi, Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian, Struktur Organisasi, Tata Kerja, dan Anggaran Majelis Kehormatan Notaris).
v Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk Majelis Kehormatan Notaris.
v Majelis Kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang, terdiri atas unsur:
a. Notaris sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan
c. Ahli atau Akademisi sebanyak 2 (dua) orang.
v Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran majelis kehormatan Notaris
diatur dengan Peraturan Menteri.
v Majelis Kehormatan Notaris terdiri atas:
a. Majelis Kehormatan Notaris Pusat dibentuk oleh Menteri dan berkedudukan di
Ibukota Negara Republik Indonesia.
b. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah dibentuk oleh Direktur Jenderal atas
nama Menteri dan berkedudukan di Ibukota Provinsi.
v Masa jabatan Majelis Kehormatan Notaris selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
v Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan
kewajiban melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris (Pasal 1 angka (2)
Permenkumham RI Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis
Pengawas Terhadap Notaris).
v Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan
tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas.
v Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur:
a. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c. ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
v Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi Pemerintah, keanggotaan dalam
Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
v Pengawasan tersebut meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
v Ketentuan mengenai pengawasan berlaku pula bagi Notaris Pengganti dan Pejabat
Sementara Notaris.
vMajelis Pengawas terdiri atas:
a. Majelis Pengawas Daerah dibentuk dan berkedudukan di Kabupaten/Kota.
b. Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Provinsi.
c. Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Negara
Republik Indonesia.
vMasa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Pengawas Daerah,
Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat adalah 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali.
v Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a bersifat
terbuka untuk umum.
v Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat.
Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a
kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis
Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi Notaris.
Kewajiban Administrasi Kantor Notaris
v Setiap hari Notaris harus mengisi Buku Daftar Akta atau Repertorium, Buku Daftar Akta
di bawah tangan yang berupa Buku Legalisasi dan Buku Waarmerking, Buku Daftar Nama
Penghadap atau Klapper, Buku Daftar Protes, Buku Daftar Wasiat, dan Buku Daftar lain
yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
v Setiap bulan Notaris menutup Buku Repertorium dengan membuat catatan di bawahnya
bahwa telah dilakukan penyampaian laporan tentang Akta Wasiat yang dibuat pada bulan
itu paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya kepada Menteri Hukum dan HAM RI cq.
Daftar Pusat Wasiat.
v Penyampaian laporan: Salinan Buku Repertorium, Buku Daftar Akta di bawah tangan
yang berupa Buku Legalisasi dan Buku Waarmerking, dan Buku Daftar Wasiat kepada
Majelis Pengawas Daerah paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
v Pajak atas jasa Notaris adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan 10% kepada
Pengguna Jasa Notaris.
v PPN ini dipungut bagi Notaris yang sudah menjadi Wajib Pungut Pajak (WAPU).
Jenis Akta
Perbedaan Akta Relaas (Akta Pejabat) dan Akta Partij (Akta Penghadap), yaitu:
Akta Relaas (Akta Pejabat) Akta Partij (Akta Penghadap)
Akta Relaas (Akta Pejabat) adalah Akta yang dibuat Akta Partij (Akta Penghadap) adalah Akta yang
oleh Notaris dalam jabatannya sebagai Pejabat Umum dibuat oleh Notaris berdasarkan keterangan
yang berisi keterangan dari Notaris mengenai semua penghadap yang menerangkan kehendak mereka
yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh Notaris atas kepada Notaris. Dari keterangan tersebut,
permintaan yang berkepentingan. Notaris mengkonstantirnya, menyusun dan
Contoh: Berita Acara Rapat Umum Para Pemegang merumuskan redaksionalnya dalam Akta.
Saham dan Undian. Contoh: Akta Sewa-Menyewa, Perjanjian
Kerjasama, Pengakuan Hutang, dan lain
sebagainya.
Notaris harus bertanggung jawab atas relaas/keterangan yang Notaris menjamin dan bertanggung jawab mengenai
ditulis dalam akta tersebut. Notaris menjamin kebenaran isi kebenaran akta itu sesuai dengan apa yang
akta dan bertanggung jawab atas apa yang diterangkannya di diterangkan oleh penghadap kepada Notaris. Adapun
dalam akta itu, karena dalam membuat Akta tersebut Notaris kebenaran yang sebenarnya benar diluar yang
dalam jabatannya melihat, menyaksikan keadaan serta diterangkan kepada Notaris bukan tanggung jawab
mendengar sendiri apa yang terjadi dan kemudian Notaris.
diterangkannya dalam akta tersebut.
Akta Relaas (Akta Pejabat) tidak bisa digugat atau dituntut, Akta Partij (Akta Penghadap) bisa digugat atau
hanya dapat dinyatakan palsu. dituntut.
Akta Relaas (Akta Pejabat) boleh tidak disusun terlebih Akta Partij (Akta Penghadap) mutlak harus
dahulu, tidak dibacakan di hadapan para penghadap dan tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat Verlijden (Syarat-
ditandatangani oleh para penghadap, dikarenakan Akta Relaas Syarat Autentik suatu akta):
(Akta Pejabat) tersebut merupakan keterangan Notaris dalam a. Disusun;
jabatannya sebagai Pejabat Umum, atas apa yang dilihat, b. Dibacakan;
didengar dan disaksikan. Dalam hal ini, Akta tersebut cukup c. Ditandatangani penghadap atau para penghadap,
dibacakan oleh Notaris kepada saksi-saksi dan kemudian saksi-saksi dan Notaris/ Pejabat Sementara
ditandatangani oleh saksi-saksi dan Notaris. Semuanya ini Notaris/ Notaris Pengganti segera setelah akta
harus dinyatakan pada akhir Akta. dibacakan.
Misalnya: untuk suatu RUPS yang tidak dipersiapkan terlebih
dahulu, maka Notaris dapat merekam semua kejadian yang dia
lihat, dengar dan saksikan di dalam Rapat.
Bahasa dalam Akta
v Jika di dalam akta pada saat pembacaan akta perlu dilakukan perubahan dapat
dilakukan dengan cara pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan dilakukan
sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum
semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi
kiri Akta.
v Pencoretan sebagaimana dimaksud di atas dinyatakan sah setelah diparaf atau
diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
v Pada penutup setiap Akta dinyatakan tentang ada atau tidak adanya perubahan
atas pencoretan.
v Apabila tidak dilakukan pengesahan terhadap perubahan tersebut yang ada pada
sisi akta, maka akta tersebut akan berubah fungsinya menjadi akta di bawah
tangan.
Cara Melakukan Renvoi
Renvoi adalah perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta. Renvoi dapat
dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Penambahan;
2. Pencoretan dengan penggantian;
3. Pencoretan tanpa penggantian.
• Setiap dilakukan perubahan harus dinyatakan pada sisi kiri Minuta Akta dengan
menunjukkan bagian yang diubah dan membubuhkan paraf atau inisial/sidik jari
(jika ada surrogaat) sebagai tanda pengesahan. Bilamana tidak dilakukan maka
akan mengakibatkan akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan, sehingga dapat menjadi alasan bagi pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya ganti rugi dan bunga
kepada Notaris.
Pembetulan Kesalahan Tulis dan/atau Kesalahan Ketik
yang Tidak Bersifat Substansial (Pasal 51 UUJN)
1. Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang
terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.
2. Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan penghadap,
saksi, dan Notaris yang dituangkan dalam berita acara dan memberikan catatan tentang
hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor Akta
berita acara pembetulan.
3. Salinan Akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan
kepada para pihak.
4. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengakibatkan
suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan
dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Pasal 53 UUJN
Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan
sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :
a. Notaris, istri atau suami Notaris;
b. saksi, istri atau suami saksi; atau
c. orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik
hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat
maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.
Pengganti Tanda Tangan/Surrogaat
Notaris dalam membuat akta harus mengenal penghadap dengan beberapa cara.
Syarat Menjadi Saksi
1. Setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali
Peraturan Perundang-Undangan menentukan lain.
2. Saksi sebagaimana dimaksud pada poin (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau sebelumnya telah menikah;
b. cakap melakukan perbuatan hukum;
c. mengerti bahasa yang digunakan dalam Akta;
d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau
ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga
dengan Notaris atau para pihak.
3. Saksi sebagaimana dimaksud pada poin (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan
kepada Notaris dengan menerangkan tentang identitas dan kewenangannya.
4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas
dalam Akta.
Jenis-Jenis Saksi
KODE ETIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1
denbagusrasjid.wordpress.com
8. a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai
suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan
dalam Perkumpulan yang bertugas untuk :
• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara
langsung;
• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas
dugaan pelanggaran kode etik dan Jabatan Notaris.
b. Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan pada tingkat
nasional dan yang bertugas untuk :
• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang
bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat akhir dan
bersifat final;
• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas
dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
c. Dewan Kehormatan Wilayah adalah Dewan Kehormatan tingkat Wilayah
yaitu pada tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu, yang
bertugas untuk :
• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang
bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung pada tingkat banding, dan
dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama;
• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah
dan/atau Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran Kode
Etik dan Jabatan Notaris.
d. Dewan Kehormatan Daerah yaitu Dewan Kehormatan tingkat Daerah,
yaitu pada tingkat Kota atau Kabupaten yang bertugas untuk :
• melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
• memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik Kode Etik dan/atau disiplin organisasi, yang
bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan
kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat pertama;
• memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Daerah
atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
9. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi.
10. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus
dilakukan anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka menjaga memelihara citra serta
wibawa lembaga notariat dan menjunjung tinggi keluhuran harkat dan
martabat jabatan Notaris.
11. Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan apapun yang
tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang
2
denbagusrasjid.wordpress.com
memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra
serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat
jabatan Notaris.
12. Sanksi adalah suatu hukuman yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya
dan alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan maupun
orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam
menegakkan Kode Etik dan disiplin organisasi.
13. Eksekusi adalah pelaksanaan sanksi yang dijatuhkan oleh dan berdasarkan
putusan Dewan Kehormatan yang telah mempunyai kekuatan tetap dan
pasti untuk dijalankan.
14. Klien adalah setiap orang atau badan yang secara sendiri-sendiri atau
bersama-sama datang kepada Notaris untuk membuat akta, berkonsultasi
dalam rangka pembuatan akta serta minta jasa Notaris lainnya.
BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK
Pasal 2
Kode Etik ini berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang
memangku dan menjalankan jabatan Notaris baik dalam pelaksanaan jabatan
maupun dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
KEWAJIBAN, LARANGAN DAN PENGECUALIAN
Kewajiban
Pasal 3
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab,
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan
Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya
dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm
x 80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
3
denbagusrasjid.wordpress.com
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir
sebagai Notaris;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna
putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama
harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut
tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama tersebut.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi,
melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.
11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang
ditetapkan Perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan
yang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan
tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan
sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling
membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan
status ekonomi dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas
pada ketentuan yang tercantum dalam :
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris;
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris;
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.
Larangan
Pasal 4
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris
dilarang:
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor
perwakilan.
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/Kantor
Notaris” di luar lingkungan kantor.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-
sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana
media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk :
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
4
denbagusrasjid.wordpress.com
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah
raga.
4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya
bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan
oleh pihak lain.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah
dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien
yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis
dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama
rekan Notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang
lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan
kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang
bersangkutan.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat
olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan
suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya
terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien,
maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang
bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak
bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang
tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat
tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi
menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai
pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas
pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :
a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris;
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris;
c. Isi sumpah Jabatan Notaris;
d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh
organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
5
denbagusrasjid.wordpress.com
Pengecualian
Pasal 5
Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak
termasuk pelanggaran, yaitu :
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan
kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak
mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon,
fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau
instansi-instansi dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
3. Memasang 1 (satu) tanda petunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20
cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa
mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100
meter dari kantor Notaris.
BAB IV
SANKSI
Pasal 6
BAB V
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 7
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan Kehormatan Daerah;
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan Kehormatan Wilayah;
c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan
Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
1. Alat Perlengkapan
6
denbagusrasjid.wordpress.com
Pasal 8
7
denbagusrasjid.wordpress.com
8. Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan
(onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan
Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya.
9. Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan
Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat
atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Daerah,
Pengurus Wilayah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat,
semuanya itu dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, setelah dijatuhkan putusan
oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah.
10. Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan
Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan
mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan
Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau
melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah
kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dari tempat
kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut.
Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup
menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.
7. Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar
dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan
Kehormatan Wilayah tetap akan memberi putusan dalam waktu yang
ditentukan pada ayat (5) di atas.
8
denbagusrasjid.wordpress.com
8. Dewan Kehormatan Wilayah wajib mengirim putusannya kepada anggota
yang minta banding dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan
tembusannya kepada Dewan Kehormatan Daerah, Pengurus Wilayah,
Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, semuanya
itu dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah sidang Dewan Kehormatan
Wilayah menjatuhkan keputusannya atas banding tersebut.
7. Apabila anggota yang dipanggil tidak datang dan tidak memberi kabar
dengan alasan yang sah melalui surat tercatat, maka sidang Dewan
Kehormatan Pusat tetap akan memberi putusan dalam waktu yang
ditentukan pada ayat (5) di atas.
9
denbagusrasjid.wordpress.com
Cabang, Pengurus Daerah dan Pengurus Pusat, semuanya dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja, setelah sidang Dewan Kehormatan Pusat menjatuhkan
keputusan atas pemeriksaan tingkat terakhir tersebut.
Bagian Ketiga
Eksekusi atas Sanksi-Sanksi dalam Pelanggaran Kode Etik
Pasal 12
BAB VI
PEMECATAN SEMENTARA
Pasal 13
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur atau tata cara
maupun penjatuhan sanksi secara bertingkat, maka terhadap seorang anggota
Perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, Pengurus Pusat wajib memecat sementara sebagai anggota Perkumpulan
disertai usul kepada Kongres agar anggota Perkumpulan tersebut dipecat dari
anggota Perkumpulan.
BAB VII
KEWAJIBAN PENGURUS PUSAT
Pasal 14
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
10
denbagusrasjid.wordpress.com
2. Hanya Pengurus Pusat dan/atau alat perlengkapan yang lain dari
Perkumpulan atau anggota yang ditunjuk olehnya dengan cara yang
dipandang baik oleh kedua lembaga tersebut berhak dan berwenang untuk
memberikan penerangan seperlunya kepada masyarakat tentang Kode Etik
Notaris dan Dewan Kehormatan.
Ditetapkan di Bandung
Pada tanggal 28 Januari 2005
Ketua, Sekretaris,
ttd. ttd.
Wakil Ketua.
ttd.
11
denbagusrasjid.wordpress.com
PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Kode Etik Notaris ini yang dimaksud dengan:
1. Ikatan Notaris Indonesia disingkat INI adalah
Perkumpulan/organisasi bagi para Notaris, berdiri semenjak
tanggal 1 Juli 1908, diakui sebagai Badan Hukum
(rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit
(Penetapan Pemerintah) tanggal 5 September 1908 Nomor 9,
merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai pejabat umum di Indonesia, sebagaimana hal itu
telah diakui dan mendapat pengesahan dari Pemerintah
berdasarkan Anggaran Dasar Perkumpulan Notaris yang telah
mendapatkan Penetapan Menteri Kehakiman tertanggal 4
Desember 1958 Nomor J.A.5/117/6 dan diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia tanggal 6 Maret 1959 Nomor
19, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 6, dan
perubahan anggaran dasar yang terakhir telah mendapat
persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
1
Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal 12
Januari 2009 Nomor AHU-03.AH.01.07.Tahun 2009, oleh karena
itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004
tentang Jabatan Notaris yang diundangkan berdasarkan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432
serta mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober 2004,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah
diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491 (selanjutnya disebut
“Undang-Undang Jabatan Notaris”).
2. Kode Etik Notaris dan untuk selanjutnya akan disebut Kode Etik
adalah kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan
Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut
“Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan
dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan
yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan
tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para
Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat
menjalankan jabatan.
2
3. Disiplin Organisasi adalah kepatuhan anggota terhadap
Peraturan-peraturan dan Keputusan-keputusan Perkumpulan.
4. Notaris adalah setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum,
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Jabatan Notaris.
5. Pengurus Pusat adalah Pengurus Perkumpulan, pada tingkat
nasional yang mempunyai tugas, kewajiban serta
kewenangan untuk mewakili dan bertindak atas nama
Perkumpulan, baik di luar maupun di muka Pengadilan.
6. Pengurus Wilayah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat
Propinsi atau yang setingkat dengan itu.
7. Pengurus Daerah adalah Pengurus Perkumpulan pada tingkat
Kabupaten/Kota atau yang setingkat dengan itu.
8. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan
yang dibentuk dan berfungsi menegakkan Kode Etik, harkat
dan martabat Notaris, yang bersifat mandiri dan bebas dari
keberpihakan, dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya dalam Perkumpulan. Dewan Kehormatan
terdiri atas:
a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat Nasional;
b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat Propinsi;
c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota.
9. Pelanggaran adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan
oleh:
3
Anggota Perkumpulan yang bertentangan dengan Kode
Etik dan/atau Disiplin Organisasi;
Orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan
Notaris yang bertentangan dengan ketentuan Kode Etik.
10. Kewajiban adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan
yang harus atau wajib dilakukan oleh anggota Perkumpulan
maupun orang lain yang memangku dan menjalankan
jabatan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra
serta wibawa lembaga kenotariatan dan menjunjung tinggi
keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.
11. Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan
apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota
Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan
menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra
serta wibawa lembaga kenotariatan ataupun keluhuran harkat
dan martabat jabatan Notaris.
12. Sanksi adalah suatu hukuman yang dijatuhkan oleh Dewan
Kehormatan yang dimaksudkan sebagai sarana, upaya dan
alat pemaksa ketaatan dan disiplin anggota Perkumpulan
maupun orang lain yang memangku dan menjalankan
jabatan Notaris.
13. Eksekusi adalah pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
4
BAB II
RUANG LINGKUP KODE ETIK
Pasal 2
Kode Etik berlaku bagi seluruh anggota Perkumpulan maupun
orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan
Notaris), baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
Kewajiban
Pasal 3
Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan
menjalankan jabatan Notaris) wajib:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik;
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat
Jabatan Notaris;
3. Menjaga dan membela Kehormatan Perkumpulan;
4. Berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama,
penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris;
5
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian profesi yang
telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum
dan kenotariatan;
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan
masyarakat dan Negara;
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan kewenangan lainnya
untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut
honorarium;
8. Menetapkan 1 (satu) kantor di tempat kedudukan dan kantor
tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang
bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari;
9. Memasang 1 (satu) papan nama di depan/di lingkungan
kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm
x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat:
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang
terakhir sebagai Notaris;
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna
hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah
dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak
dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud;
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perkumpulan;
6
11. Menghormati, mematuhi, melaksanakan Peraturan-peraturan
dan Keputusan-keputusan Perkumpulan;
12. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib;
13. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman
sejawat yang meninggal dunia;
14. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang
honorarium yang ditetapkan Perkumpulan;
15. Menjalankan jabatan Notaris di kantornya, kecuali karena
alasan-alasan tertentu;
16. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta
saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu serta
selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim;
17. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak
membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya;
18. Membuat akta dalam jumlah batas kewajaran untuk
menjalankan peraturan perundang- undangan, khususnya
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik.
7
4. Beberapa ketentuan dalam Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4
berbunyi sebagai berikut:
Larangan
Pasal 4
Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan
menjalankan jabatan Notaris) dilarang:
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang
ataupun kantor perwakilan;
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi
“Notaris/Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor;
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun
secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan
jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau
elektronik, dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan,
maupun olahraga.
4. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang
pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari
atau mendapatkan klien;
8
5. Menandatangani akta yang proses pembuatannya telah
dipersiapkan oleh pihak lain;
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar
seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya
itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan
maupun melalui perantaraan orang lain;
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan
dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau
melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien
tersebut tetap membuat akta padanya;
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak
langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang
tidak sehat dengan sesama rekan Notaris;
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam
jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah
ditetapkan Perkumpulan;
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus
karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu
dari Notaris yang bersangkutan, termasuk menerima pekerjaan
dari karyawan kantor Notaris lain;
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau
akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris
menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat
oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat
9
kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan
klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada
rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang
dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui,
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak
diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan
sejawat tersebut;
13. Tidak melakukan Kewajiban dan melakukan Pelanggaran
terhadap Larangan sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik
dengan menggunakan media elektronik, termasuk namun
tidak terbatas dengan menggunakan internet dan media
sosial;
14. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat
eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu
instansi atau Iembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi
Notaris lain untuk berpartisipasi;
15. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku;
16. Membuat akta melebihi batas kewajaran yang batas
jumlahnya ditentukan oleh Dewan Kehormatan;
17. Mengikuti pelelangan untuk mendapatkan
pekerjaan/pembuatan akta.
10
5. Ketentuan dalam Pasal 5 ditambah ayat 4 baru, sehingga Pasal 5
berbunyi sebagai berikut:
Pengecualian
Pasal 5
Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh
karena itu tidak termasuk Pelanggaran, yaitu:
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan
mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga
ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris,
tetapi hanya nama saja;
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan
nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi
oleh PT Telkom dan/atau instansi-instansi dan/atau Iembaga-
Iembaga resmi Iainnya;
3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak
melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna
hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang
dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris;
4. Memperkenalkan diri tetapi tidak melakukan promosi diri selaku
Notaris.
11
6. Beberapa ketentuan dalam Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6
berbunyi sebagai berikut:
BAB IV
SANKSI
Pasal 6
1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran Kode Etik dapat berupa :
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan;
d. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan
Perkumpulan;
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan.
2. Penjatuhan sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap
anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan
kuantitas dan kualitas pelanggaran yang dilakukan anggota
tersebut.
3. Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk memutuskan dan
menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota biasa (dari Notaris aktif) Perkumpulan, terhadap
pelanggaran norma susila atau perilaku yang merendahkan
harkat dan martabat Notaris, atau perbuatan yang dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Notaris.
12
4. Pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh orang lain (yang
sedang dalam menjalankan jabatan Notaris), dapat
dijatuhkan sanksi teguran dan/atau peringatan.
5. Keputusan Dewan Kehormatan berupa teguran atau
peringatan tidak dapat diajukan banding.
6. Keputusan Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan
Wilayah berupa pemberhentian sementara atau
pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan
tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan
banding ke Dewan Kehormatan Pusat.
7. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat tingkat pertama berupa
pemberhentian sementara atau pemberhentian dengan
hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat dari
keanggotaan Perkumpulan dapat diajukan banding ke
Kongres.
8. Dewan Kehormatan Pusat berwenang pula untuk memberikan
rekomendasi disertai usulan pemecatan sebagai Notaris
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
13
7. Beberapa ketentuan dalam Pasal 7 diubah, sehingga Pasal 7
berbunyi sebagai berikut:
BAB V
TATA CARA PENEGAKAN KODE ETIK
Bagian Pertama
Pengawasan
Pasal 7
Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik dilakukan oleh:
a. Pada tingkat Kabupaten/Kota oleh Pengurus Daerah dan
Dewan Kehormatan Daerah;
b. Pada tingkat Propinsi oleh Pengurus Wilayah dan Dewan
Kehormatan Wilayah;
c. Pada tingkat Nasional oleh Pengurus Pusat dan Dewan
Kehormatan Pusat.
14
8. Beberapa ketentuan Bagian Kedua Pemeriksaan dan Penjatuhan
Sanksi diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Kedua
Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi
15
memanggil secara tertulis anggota yang bersangkutan untuk
memastikan terjadinya Pelanggaran Kode Etik oleh anggota
perkumpulan dan memberikan kesempatan kepada yang
bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan pembelaan.
Pemanggilan tersebut dikirimkan selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan.
2. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada tanggal
yang telah ditentukan, maka Dewan Kehormatan yang
memeriksa akan memanggil kembali untuk yang kedua kali
selambat-Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
setelah pemanggilan pertama.
3. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak hadir pada
pemanggilan kedua, maka Dewan Kehormatan yang
memeriksa akan memanggil kembali untuk yang ketiga kali
seIambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
setelah pemanggilan kedua.
4. Apabila setelah pemanggilan ketiga ternyata masih juga tidak
hadir, maka Dewan Kehormatan yang memeriksa tetap
bersidang dan menentukan keputusan dan/atau penjatuhan
sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Kode Etik.
5. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dibuat berita acara
pemeriksaan yang ditandatangani oleh anggota yang
bersangkutan dan Dewan Kehormatan yang memeriksa.
Dalam hal anggota yang bersangkutan tidak bersedia
menandatangani berita acara pemeriksaan, maka berita
16
acara pemeriksaan cukup ditandatangani oleh Dewan
Kehormatan yang memeriksa.
6. Dewan Kehormatan yang memeriksa, selambat-lambatnya
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal sidang
terakhir, diwajibkan untuk mengambil keputusan atas hasil
pemeriksaan tersebut sekaligus menentukan sanksi terhadap
pelanggarnya apabila terbukti ada pelanggaran
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 Kode Etik yang
dituangkan dalam Surat Keputusan.
7. Apabila anggota yang bersangkutan tidak terbukti melakukan
Pelanggaran, maka anggota tersebut dipulihkan namanya
dengan Surat Keputusan Dewan Kehormatan yang memeriksa.
8. Dewan Kehormatan yang memeriksa wajib mengirimkan Surat
Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan
surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat,
Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan
Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan
Kehormatan Daerah.
9. Dalam hal keputusan Sanksi diputuskan oleh dan dalam
Kongres, wajib diberitahukan oleh Kongres kepada anggota
yang diperiksa dengan surat tercatat dan tembusannya
kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan Pusat, Pengurus
Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan
Dewan Kehormatan Daerah.
17
10. Pemeriksaan dan pengambilan keputusan sidang, Dewan
Kehormatan yang memeriksa harus:
a. Tetap menghormati dan menjunjung tinggi martabat
anggota yang bersangkutan;
b. Selalu menjaga suasana kekeluargaan;
c. Merahasiakan segala hal yang ditemukannya.
11. Sidang pemeriksaan dilakukan secara tertutup, sedangkan
pembacaan keputusan dilakukan secara terbuka.
12. Sidang Dewan Kehormatan yang memeriksa sah jika dihadiri
oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota. Apabila
pada pembukaan sidang jumlah korum tidak tercapai, maka
sidang diundur selama 30 (tiga puluh) menit. Apabila setelah
pengunduran waktu tersebut kuorum belum juga tercapai,
maka sidang dianggap sah dan dapat mengambil keputusan
yang sah.
13. Setiap anggota Dewan Kehormatan yang memeriksa
mempunyai hak untuk mengeluarkan 1 (satu) suara.
14. Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk
Dewan Kehormatan Daerah, maka tugas dan kewenangan
Dewan Kehormatan Daerah dilimpahkan kepada Dewan
Kehormatan Wilayah.
18
3. Pemeriksaan Dan Penjatuhan Sanksi Pada Tingkat Banding
Pasal 10
1. Permohonan banding dilakukan oleh anggota yang
bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, setelah
tanggal penerimaan Surat Keputusan penjatuhan sanksi dari
Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Wilayah.
2. Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat atau
dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada
Dewan Kehormatan Pusat dan tembusannya kepada
Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan
Wilayah, Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
3. Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-
Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima surat tembusan permohonan banding wajib
mengirim semua salinan/fotokopi berkas pemeriksaan kepada
Dewan Kehormatan Pusat.
4. Setelah menerima permohonan banding, Dewan Kehormatan
Pusat wajib memanggil anggota yang mengajukan banding,
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
setelah menerima permohonan tersebut untuk didengar
keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri
dalam sidang Dewan Kehormatan Pusat.
5. Dewan Kehormatan Pusat wajib memutuskan permohonan
banding selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
19
kerja setelah anggota yang bersangkutan diperiksa pada
sidang terakhir.
6. Apabila anggota yang dipanggil tidak hadir, maka Dewan
Kehormatan Pusat tetap akan memutuskan dalam waktu yang
ditentukan pada ayat (5) di atas.
7. Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan Surat Keputusan
tersebut kepada anggota yang diperiksa dengan surat
tercatat dan tembusannya kepada Pengurus Pusat, Pengurus
Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah, Pengurus Daerah dan
Dewan Kehormatan Daerah, selambat-Iambatnya dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah tanggal Surat
Keputusan.
8. Dalam hal permohonan banding diajukan kepada Kongres,
maka permohonan banding dilakukan oleh anggota yang
bersangkutan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum
Kongres diselenggarakan.
9. Permohonan banding dikirim dengan surat tercatat atau
dikirim langsung oleh anggota yang bersangkutan kepada
Presidium Kongres meiaiui Sekretariat Pengurus Pusat dan
tembusannya kepada Pengurus Pusat, Dewan Kehormatan
Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah,
Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
10. Dewan Kehormatan yang memutus sanksi selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima surat tembusan permohonan banding wajib
20
mengirim semua salinan/fotokopi berkas pemeriksaan kepada
Presidium Kongres melalui Sekretariat Pengurus Pusat.
11. Kongres wajib mengagendakan pemeriksaan terhadap
anggota yang mengajukan banding untuk didengar
keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri
dalam Kongres.
12. Kongres wajib memutuskan permohonan banding dalam
Kongres tersebut.
13. Apabila anggota yang mengajukan banding tidak hadir
dalam Kongres, maka Kongres tetap akan memutuskan
permohonan banding tersebut.
14. Kongres melalui Dewan Kehormatan Pusat wajib mengirimkan
Surat Keputusan tersebut kepada anggota yang diperiksa
dengan surat tercatat dan tembusannya kepada Pengurus
Pusat, Pengurus Wilayah, Dewan Kehormatan Wilayah,
Pengurus Daerah dan Dewan Kehormatan Daerah.
15. Keputusan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat
(1) mempunyai kekuatan hukum tetap dalam hal:
a. Anggota dikenakan sanksi berupa teguran dan peringatan;
b. Anggota dikenakan sanksi berupa pemberhentian
sementara atau pemberhentian dengan hormat atau
pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan, menerima putusan tersebut dan tidak
mengajukan banding dalam waktu yang telah ditentukan;
21
c. Dewan Kehormatan Pusat/Kongres telah mengeluarkan
keputusan sanksi tingkat banding.
22
17. Judul dan ketentuan Bab VI Pasal 13 diubah sehingga Bab VI
Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
BAB VII
PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
Pasal 13
Tanpa mengurangi ketentuan yang mengatur tentang prosedur
atau tata cara maupun penjatuhan sanksi, maka terhadap
anggota Perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang
Jabatan Notaris dan dikenakan sanksi pemberhentian dengan
hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai
Notaris oleh instansi yang berwenang, maka anggota yang
bersangkutan berakhir keanggotaannya dalam Perkumpulan.
23
19. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi
sebagai berikut :
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1. Pengurus dan Dewan Kehormatan berhak dan berwenang
untuk memberikan penerangan kepada anggota dan
masyarakat tentang Kode Etik.
2. Hal-hal mengenai pembinaan, pengawasan, dan penegakan
Kode Etik yang tidak atau belum cukup diatur, akan diatur
dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat.
24