Anda di halaman 1dari 8

Tugas Artikel Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan

AGLOMERASI PKL : PARADIGMA BARU PENGEMBANGAN SEKTOR


INFORMAL DI KOTA BESAR
Studi Kasus : Kota Bandung
Oleh : Alqoma Subkhi (041411131104), Angga Cahyo Prasojo (041411131119),
Bisma Brata Atmaja (041411131149)

PENDAHULUAN
Dinamika kependudukan diberbagai kota besar seperti Surabaya, Bandung, dan
Jakarta sudah terlalu pelik , ditambah dengan adanya arus urbanisasi (perpindahan
penduduk dari desa ke kota) yang membuat jumlah penduduk di kota besar menjadi
semakin membludak. Pembludakan penduduk tersebut telah menjadi suatu masalah
bagi kota-kota tersebut, diantaranya adalah meningkatnya jumlah kejahatan, banyaknya
pengangguran dan terciptanya pemukiman kumuh yang ada di pusat kota, hal tersebur
menyebabkan terjadinya sebuah hambatan pembangunan. Namun hal ini sedikit berbeda
untuk Kota Bandung, kota Bandung mampu mengendalikan dampat buruk dari adanya
arus urbanisasi dan mampu mengelola keseluruhan sektor yang ada untuk pembangunan
yang berkelanjutan, termasuk diantaranya adalah sektor informal.
Sektor informal di kota Bandung pertumbuhannya sangat pesat, dan sektor ini
juga sudah mampu untuk memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi kota
Bandung. Pada tahun 2013 sektor informal dan khususnya Pedagang Kaki Lima (PKL)
jumlahnya mencapai 20.326 Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan sektor
informal di kota bandung dapat dikatakan perkembangannya pesat dan membiutuhkan
strategi pengembangan.(Ayobandung : 2015)
Fenomena model pengembangan sektor informal yang saat ini terjadi adalah
upaya pengelompokak sektor informal pada sebuah wilayah di dekat pusat keramaian,
hal ini bisa dilihat dengan mulai banyaknya bermunculan pusat jajanan selera rakyat
(pujasera), atau pusat oleh oleh khas suatu wilayah, dan sentra sentra sektor informal
lainnya, dengan adanya upaya untuk mengelompokan sektor informal maka hal ini
menimbulkan 2 manfaat secara langsung bagi pembangunan ekonomi di suatu daerah,
manfaat pertama adalah tertipnya tata ruang kota dan yang kedua adalah meningkatnya
aktivitas ekonomi secara simultan di daerah tersebut.

1
Pemerintah Kota bandung, bandung telah mengeluarkan peraturan daerah nomor
11 tahun 2005 dan nomor 4 tahun 2011, kedua regulasi tersebut mengatur zona merah
dan zona hijau bagi pedagang kaki lima (sektor informal), dimana zona merah
merupakan zona larangan adanya pedagang kaki lima dan interaksi perdagangan, dan
zona hijau adalau zona bebas pedagang kaki lima dalam transaksi jual beli. Selain itu
juga munculnya regulasi untuk memberlakukan denda Rp 1.000.000 kepada warga yang
membeli di zona merah. Regulasi tersebut secara tidak langsung akan mengarahkan
PKL untuk melakukan transaksi perdagangan pada area yang disediakan oleh
pemerintah kota (aglomerasi), dan selanjutnya area tersebut akan menjadi area sentra
PKl dan pusat jajanan ataupun pusat oleh oleh khas bandung. Area tersebut akan
berkembang dan berkontribusi terhadap perekonomian bandung tanpa harus menganggu
ketertipan tata ruang kota bandung.(BBC :2014)
Berdasarkan dari pemaparan diatas, maka penulis merasa aglomerasi atau
pengelompokan sektor industry pada suatu area tertentu ditrasa sangat penting dan perlu
dilakukan analisis dan pengkajian mendalam, oleh karena itu penulis tertarik untuk
membuat sebuah artikel yang berjudul “Aglomerasi PKL : Paradigma Baru
Pengembangan Sektor Informasl di Kota Besar – Studi Kasus Kota Bandung”.

PEMBAHASAN
Fokus dari teori pembangunan sendiri telah dibagi menjadi dua yaitu keberadaan
sektor kapitalis perkotaan yang berorientasi pada padat modal dan produksi skala besar
serta sektor subsisten tradisional yang berorientasi padat karya dan produksi skala kecil.
Analisis dualistik ini telah diterapkan secara spesifik diberbagai kota besar di Indonesia
untuk mencegah dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembludakan jumlah
penduduk yang ada dikota seperti dijelaskan di atas, yang terbagi menjadi dua yaitu
sektor formal dan sejtor Informal.
Menurut Keith Hart Sektor formal adalah pekerjaan yang dapat diperoleh dari
keterampilan yang jarang dimiliki oleh para pendatang. Oleh karena itu, banyak diantara
para pendatang itu bekerja pada sektor Informal, sektor Informal sendiri bisa dibagi
menjadi dua, yaitu sektor informal yang sah dan tidak sah yang mana keduanya tidak
membutuhkan keterampilan tertentu. Menurut Hart, pekerja pekerja yang berkecimpung

2
di sektor Informal umumnya miskin, kebanyakan berada pada usia kerja utama,
berpendidikan dan berpenghasilan rendah serta memiliki modal usaha yang rendah.
Pengertian sektor informal sendiri menurut todaro adalah bagian dari
perekonomian negara berkembang yang dicirikan dengan adanya usaha kecil kompetitif
perorangan atau keluarga, perdagangan kelontong dan layanan remeh temeh,
berorientasipadat karya, tanpa adanya hambatan masuk, sarta dengan harga faktor dan
produk yang ditentukan pasar.
Sebagian pekerjaan dalam sektor Informal diantaranya adalah pedagang
asongan, pedagang kaki lima, penulis surat, pengasah pisau, penyikat sepatu, pemulung
sampah, sebagian lainnya bekerja sebagai mekanik, tukang kayu pembantu, pengrajin
kecil-kecilan. Sebagian lainnya sangat berhasil memiliki usaha kecil yang
memperkerjakan beberapa pegawai (umumnya Anggota keluara) dengan pendapatan
lebih tinggi. Sebagian bahkan akhirnya dapat memasuki sektor formal serta kemudian
terdaftar secara legal, memiliki izin usaha, dan tunduk pada peraturan ketenagakerjaan
yang ditetapkan pemerintah. Dengan perkiraan bahwa tingkat pertumbuhan terus
berlanjut sementara sektor formal pedesaan dan perkotaan semakin tidak mampu
menyerap tambahan tenaga kerja maka peranan sektor informal akan sangat terasa.
Sektor informal akan terus memainkan peran penting di negara-negara
berkembang, sekalipun selama ini diabaikan dan bahkan adakalanya dimusuhi.
Dibanyak negara berkembang, sekitar setengah dari penduduk perkotaan bekerja di
sektor informal. Perannya diantaranya adalah akan mampunya pekerjaan disektor
informal menampung para pekerja pekerja yang tak bisa terserap di sektor formal.
Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit bila dibandingkan dengan sektor
formal sehingga cukup dengan modal sedikit dapat memeprkerjakan orang. Dengan
menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan, sektor informal dapat memiliki peran
yang yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Sektor informal
memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil dan tidak terampil. Sektor
informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya
local sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya. Sektor informal juga
sering terkait dengan pengolahan limbah atau sampah. Sektor informal dapat
memperbaiki distribusi hasil-hasil pembangunan kepada penduduk miskin yang
biasanya terkait dengan sektor informal

3
Walaupun sektor informal akan selalu diperlukan namun ada banyak hal yang
akan menghambat perkembangan sektor Informal, hal-hal itu diantaranya adalah tidak
adanya sebuah undang-undang / landasan hukum yang mengatur ataupun melindungi
para pekerja pada sektor informal sehingga keselamatan para pekerja informal menjadi
taruhan, banyak kasus-kasus seperti penggusuran, operasi satpol pp, bentrok antar
pedagang kaki lima dengan petugas keamanan dan yang lainnya yang menjadi beban
untuk para pekerja yang berkecimpung di sektor Informal
Hambatan tersebut bukanlah sebuah akhir dari proses pengembangan sektor
informal, beberapa hambatan yang ada tidak berlaku di wilayah kota Bandung.
Misalnya hambatan terkait regulasi atau landasan hokum, pedagang kaki lima di
wilayah Kota Bandung sudah diatur melalui Peraturan daerah nomor 4 tahun 2011
tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, dengan adanya regulasi ini
maka pedagang kaki lima di wilayah kota bandung akan mendapatkan pelayanan
penerbitan tanda pengenal, penataan dan pembinaan, perlindungan, serta fasilitas untuk
mendapatkan penyediaan dan pemanfaatan sarana prasarana kegiatan sektor informal
(Perda Kota Bandung Nomor 4 tahun 2011 Pasal 18).
Namun dalam regulasi tersebut tidak hanya mengatur mengenai hak yang
didaptkan oleh pedagang kaki lima, PKL juga diwajibkan untuk Mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban,
keamanan, dan kesehatan lingkungan, Menempatkan dan menata barang dagangan dan
peralatannya dengan tertib dan teratur serta tidak mengganggu lalu lintas dan
kepentingan umum, Mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran, Menempati
sendiri tempat berdagangnya sesuai peruntukannya, Menyerahkan tempat berdagang
tanpa menuntut ganti rugi berupa apapun, apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
Pemerintah Daerah, Membayar biaya jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (Perda Kota Bandung
Nomor 4 tahun 2011 Pasal 19).
Pedagang Kaki Lima juga dilarang Melakukan kegiatan berdagang di zona
merah, Melakukan kegiatan berdagang di jalan, trotoar, ruang terbuka hijau, dan
fasilitas umum, kecuali lokasi tersebut telah ditetapkan/ditunjuk/diizinkan oleh
Walikota, Melakukan kegiatan berdagang dengan mendirikan tempat yang bersifat semi
permanen dan/atau permanen, Melakukan kegiatan berdagang yang mengakibatkan

4
kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan, dan kenyamanan terganggu,
Menggunakan lahan yang melebihi ketentuan yang telah diizinkan oleh Walikota,
Berpindah tempat dan/atau memindahtangankan tanda pengenal tanpa
sepengetahuan/persetujuan tertulis dari Walikota, Menelantarkan dan/atau membiarkan
kosong tempat berdagang/lahannya selama 14 (empat belas) hari, Menggunakan tempat
berdagang/lahan lebih dari satu lapak, Membuang sampah dan limbah di sembarang
tempat yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan hidup dan penyumbatan di
saluran pembuangan air (drainase), Menggunakan tempat berdagang untuk kegiatan-
kegiatan yang dilarang/bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Meninggalkan/menyimpan tempat dan barang dagangan pada kawasan/tempat
berdagang setelah selesai berdagang, Menjual barang dagangan yang merugikan,
membahayakan bagi konsumen yang dilarang oleh peraturan perundang-perundangan.
(Perda Kota Bandung Nomor 4 tahun 2011 Pasal 20).
Dengan adanya regulasi yang mengaur pedagang kaki lima tersebut maka mulai
banyak tumbuh sentra sentra PKL dan pusat jajanan selera rakyat di Kota Bandung,
beberapa pusat jajanan selera rakyat (pujasera) di Kota Bandung adalah pujasera
Merdek, pujasera 46, pujasera 47 Bandung, Pujasera Burangrang dan masih banyak
lagi, selain mulai berkembangnya pusat jajanan selera rakyat di kota Bandung,
pemerintah kota Bandung juga berhasil membangun pusat PKL, diantara lokasi tersebut
adalah pasar kota kembang, di daerah taman Cilaki dan kini berkembang menjadi obyek
wisata kuliner, serta perbaika pasar loak Cihapit
(http://storyofthepack.com/memberdayakan-pedagang-kaki-lima-di-bandung/)
Pengembangan sektor informal yang dalam hal ini adalah pedagang kaki lima di
kota bandung tidak hanya berjalan sesuai dengan rencana pengembangan,
pengembangan pedagang kaki lima juga mengalami pengaruh buruk beberapa dampak
buruk tersebut adalah masih adanya PKL yang berjualan di trotoar dan bahkan sampai
meluber ke ruas jalan kota, dan hal ini berada di wilayah Perempatan Soekarno-Hatta-
Terminal Leuwipanjang, Jalan AH Nasution (depan Pasar Ujungberung), Jalan Dewi
Sartika, Jalan Astanaanyar, Jalan Otista, Sekitar Simpang Dago, dan masih banyak lagi.
(Okezone:2013)
Dari beberapa pemaparan diatas maka secara sederhana kita dapat menganalisis
regulasi peraturan daerah kota Bandung Nomor 4 tahun 2011, secara ringkas peraturan

5
tersebut memberikan ruang gerak untuk penataan dan penertiban PKLsekaligus juga
memberikan wadah pengembangan sektor informal tersebuit, namun disisi lain karena
jumlah PKL yang banyak dan informasi yang kurang maka tidak sedikit PKL yang
melanggar aturan dan berjualan di zona merah.
Menindak lanjuti paradigma baru pengembangan sektor informal yang dalam hal
ini adalah pedagang kaki lima di kota besar atau kota metropolitan seperti kota bandung
dengan model aglomerasi atau pengelompokan pedagang kaki lima pada zona hijau,
maka penulis mencoba untuk melihat beberapa keuntungan dan kerugiannya ;

Keuntungan dengan adanya pengelompokan (aglomerasi) pedagang kaki lima pada zona
hijau :
1. Menciptakan ketertipan pada tata ruang kota bandung.
2. Menciptakan nuansa bersih, indah dan hijau di setiap penjuru kota bandung.
3. Kemudahan dalam pengembangan dan pengelolaan pedagang kaki lima
sekaligus juga bermanfaat dalam pengembangan sektor ekonomi di kota
Bandung.

Kerugian dengan adanya pengelompokan (aglomerasi) pedagang kaki lima pada zona
hijau :
1. Membatasi ruang gerak pedagang kaki lima.
2. Menurunkan pendapatan pedagang kaki lima ketika zona hijau yang disediakan
bukan merupakan lokasi keramaian.

Sehingga secara keseluruan, dari hasil analisis sederhana dari paradigm baru
pengembangan sektor informal di kota bandung, maka penulis mencoba untuk
memberikan sebuah rekomendasi kebijakan pengembangan sektor informal di kota
bandung, rekomendasi tersebut adalah :
1. Melakukan pendaftaran ulang zona hijau, zona kuning dan zona merah dengan
landasan penelitian yang mendalam terkait lokasi strategis dalam pengembangan
usaha dengan menggunakan analisis SWOT.
2. Melakukan pembinaan secara berkelanjutan kepada pedagang kaki lima
sehingga pada nantinya mereka akan dapat mengembangkan usahanya dan

6
melegalkan usahanya, dengan legalnya usaha mereka maka secara langsung
mereka dapat membantuk perekonomian kota Bandung dari pajak yang mereka
bayarkan.
3. Menciptakan jaringan usaha pedagang kaki lima dengan menghubungkan setiap
sentra PKL yang ada atau mengkoneksikan pusat aglomerasi di kotabandung,
hal ini dimaksudkan agar jaringan usaha pedagang kaki lima akan berkembang
dan munculnya efektifitas dan efisiensi usaha.
4. Memberikan sebuah ajang pemasaran bagi sektor informal seperti pedagang kaki
lima misalnya saja menyelenggarakan pameran produk pedagang kaki lima, hal
ini untuk memicu dan memotivasi pedagang kaki lima dalam mengembangkan
usahanya.
5. Melakukan kerjasama yang intensif dengan mensinergikan antara pengusaha
besar, koperasi dan pedagang kaki lima.

Keseluruan rekomendasi ini bisa diterapkan oleh pemerintah kota Bandung dan
diharapkan mampu mengembangkan sektor informal yang dalam hal ini adalah
pedagang kaki lima agar mampu menjadi motor utama ekonomi kerakyata bandung
yang menyumbang kontribusi terbesar terhadap pembangunan Kota Bandung.

PENUTUP
Kondisi pedagang dikota Bandung dapat dikatakan baik karena sudah ada regulasi
yang jelas yang mengatur pengembangan sektor ini, yaitu regulasi nomor 4 tahun
2011, dengan adanya regulasi ini maka pengelompokan pedagang kaki lima
kedalam zona hijau sangatlah bagus karena dengan adanya aglomerasi
(pengelompokan) ini maka ketertipan, kebersihan dan keindahan tata ruang kota
bandung akan tercipta dan akan terbentuk kemudahan pengelolaan pedagang kaki
lima. Selain itu juga akan meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima yang
tentunya akan meningkatkan pembangunan ekonomi kota bandung, beberapa
rekomendai kebijakan yang bisa diterapkan oleh pemerintah kota Bandung untuk
mengembang kan sektor ini adalah pendaftaran ulang zona hijau berdasarkan hasil
penelitian, pembinaan pedagang kaki lima, penciptaan jaringan usaha antar sentra

7
PKL, menyelenggarakan pameran pedagang kaki lima dan menciptakan sinergo
antara perusahaan besar, koperasi dan pedagang kaki lima.

Daftar Pustaka
Chahyati,Yatti.2015. Mengkhawatirkan, Jumlah PKL Bandung Melebihi Pedagang
Formal. (online) http://ayobandung.com/read/20150714/59/786/
mengkhawatirkan-jumlah-pkl-bandung-melebihi-pedagang-formal diakses
01 Desember 2015.
BBC.2014. Denda pembeli PKL larangan Bandung dipuji. (online)
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2014/02/140202_dendapklbandun
g-majalahlain diakses 01 desember 2015.
Maulana, Firkan.2015. Memberdayakan Pedagang Kaki Lima di Bandung. (online)
http://storyofthepack.com/memberdayakan-pedagang-kaki-lima-di-
bandung/ diakses 01 Desember 2015.
Setia, Resmi. 2015. Ekonomi Informal Perkotaan Sebuah Kasus Tentang Pedagang
Kaki Lima di Kota Bandung (online)
http://www.akatiga.org/index.php/catatan-diskusi/item/download/71_bcc2
87a7b75326c3cd1cc91713f09123 diakses 01 Desember 2015
Riswan, Oris. 2013. Ini 50 Titik Macet di Kota Bandung dan Penyebabnya (Bagian
I) (online) http://news.okezone.com/read/2013/11/13/526/896076/ini-50-
titik-macet-di-kota-bandung-dan-penyebabnya-bagian-i diakses 01
Desember 2015.

Anda mungkin juga menyukai