Bab 1-2 Fix
Bab 1-2 Fix
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat Indonesia makin
cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam. Perkembangan
industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka
ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang
semakin kompleks untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat
menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Limbong,2012).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dewasa ini,termasuk juga
kemajuan dalam bidang teknologi nuklir telah mengantarkan umat manusia kepada tingkat
kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan waktu sebelumnya.
Sejak perkembangan sejarah atom, manusia selalu ingin mengetahui lebih jauh tentang
apa-apa yang telah ditemukannya untuk kemudian dikembangkan lagi agar dapat bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, kemajuan di bidang teknologi nuklir pada saat ini
telah banyak ditentukan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan industri (K Riski, 2012)
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir,pemanfaatan
tenaga nuklir semakin luas di bidang penelitian, pertanian,kesehatan, industri dan lain-lain.
Pemanfaatan tenaga nuklir, disamping mengandung segi positif bagi peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran manusia, juga mempunyai potensi bahaya radiasi terhadap
pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup. Sumber potensi bahaya radiasi tersebut
antara lain berasal dari limbah radioaktif yang ditimbulkan dari kegiatan industri nuklir
seperti fabrikasi bahan bakar nuklir, pembangkit energi, produksi radioisotop, daur ulang
bahan bakar bekas, kegiatan riset dan aplikasi teknik nuklir (Pandi,2003).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2013,limbah radioaktif adalah zat
radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif
karena pengoperasian instalasi nuklir, yang tidak dapat digunakan lagi. Limbah radioaktif
terdiri dari bermacam-macam bentuk fisika dan kimia dengan konsentrasi bahan radioaktif
yang bervariasi pula. Oleh karena itu terdapat banyak alternative penanganan dan
pengolahannya sebelum pada akhirnya limbah tersebut dibuang.
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia menganut sistem sentralisasi dengan Pusat
Teknologi Limbah Radioaktif-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTLR-BATAN) sebagai pihak
1
pengelola sesuai dengan amanat UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Dalam
menjalankan tugasnya, PTLR-BATAN dapat bekerja sama atau mendelegasikan BUMN,
Koperasi dan swasta yang ditunjuk oleh PTLR-BATAN.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah unit organisasi di bawah Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang bertugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dalam rangka mendukung
pengembangan industri nuklir dan aplikasi IPTEK nuklir dalam berbagai bidang
pembangunan. PTLR juga merupakan pelaksana pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh
wilayah Indonesia (Anonym,2016).
Lingkungan Hidup merupakan hal yang sangat penting, terutama dalam hal
pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengelolaan limbah radioaktif dari industri masih
banyak yang kurang memperhatikan mengenai pengelolaan lingkungan di wilayah sekitarnya.
Peranan masyarakat dan juga pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap
kerusakan lingkungan pun mulai di perhatikan, serta para pelaku usaha yang bergerak di
bidang industri diharapkan dapat melakukan pengelolaan terhadap lingkungannya. Karena
pelanggaran yang terjadi dilapangan masih cukup tinggi yang tidak diimbangi dengan
penegakan hukum terhadap perusak lingkungan.
Berbagai instansi ataupun perusahaan yang mengolah limbah baik itu limbah
cair,padat,gas, khususnya limbah radioaktif yang hanya dikelola di Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif (PTLR),tentunya sangat perlu adanya pengawasan ataupun penilaian tertentu
dalam hal penanganan limbah untuk mencegah adanya pencemaran lingkungan akibat dari
pengolahan limbah tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis ingin mengkaji tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup di PTLR-BATAN dengan judul Penilaian Awal Kinerja
Pengelolaan Lingkungan Hidup Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.03
tahun 2014 (Studi Kasus : PTLR-BATAN).
BATAN.
Lingkup pembahasan pada kerja praktek ini mengenai proses pengolahan limbah
Kegiatan penelitian ini berlangsung dari tanggal 05 Desember 2016 sampai 05 Januari
2017. Jam kerja yang dilakukan dalam kegiatan Kerja Praktek ini dimulai pukul 08.00
WIB – 16.00 WIB selama 5 hari kerja yaitu dari hari senin hingga jumat dengan waktu
istirahat selama 60 menit pada pukul 12.00 WIB –13.00 WIB. Penelitian dilaksanakan di
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),
Serpong.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM
II.1 Sejarah dan Perkembangan PTLR-BATAN
Kegiatan ketenaganukliran di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1954,
selanjutnya pemerintah membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktif
melalui Keputusan Presiden No. 230 tahun 1954 tanggal 23 November 1954 oleh
Presiden Soekarno.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga
atom bagi kesejahteraan masyarakat, melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958,
pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga
Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN) berdasarkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Tenaga Atom.
Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi
perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi
BATAN.Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berubah nama menjadi Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) berdasarkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3676) dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001
Tentang Susunan Organisasi dan Tugas Lembaga Pemerintah Non-Departemen
sebagaimana telah beberapa kali diubah, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 12 Tahun 2005, serta Keputusan Presiden Nomor 104/M Tahun 2002.
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah Lembaga Pemerintah Non-
Departemen yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. BATAN
dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan
Teknologi.Tugas BATAN adalah menyelenggarakan pemerintahan di bidang penelitian,
pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya BATAN
menyelenggarakan fungsi (Anonim,2016):
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,
pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir.
2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.
4
3. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintahan di bidang
penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir.
4. Penyelenggaraan pembinaan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan,
kearsipan, hukum persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU
No. 10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur
pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (BATAN) dengan unsur pengawas
tenaga nuklir (BAPETEN).
Sebelum dilakukannya perubahan nama BATAN, pada tahun 1988 dilakukan
Peresmian pengoperasian Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif di PPTA Serpong
oleh Presiden RI yang saat ini dikenal sebagai Pusat Teknologi Limbah Radioaktif
(PTLR) – BATAN.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah salah satu unit kerja di
lingkungan Deputi Bidang Tenaga Energi Nuklir – BATAN yang mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif
sesuai dengan Peraturan Kepala BATAN Nomor 14 Tahun 2013. PTLR berlokasi di
BATAN Kawasan Puspiptek Serpong (Sekarang Setu), Kota Tangerang Selatan,
Propinsi Banten dengan luas bangunan keseluruhan 4.440 m2 (Anonym,2016).
Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif diresmikan pertama kali oleh
Presiden kedua RI Soeharto pada tanggal 5 Desember 1988 di bawah satuan kerja
Pusat Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif (PTPLR) - BATAN.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Bab
VI Pengelolaan Limbah Radioaktif, Pasal 23 menyebutkan bahwa Pengelolaan Limbah
Radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana dan dipertegas dalam PP Nomor 61
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.Kedudukan Badan Tenaga
Nuklir Nasional (BATAN) sebagai badan pelaksana juga dipertegas dengan Peraturan
Presiden 46 tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional. (Anonym,2016)
6
II.3 Visi dan Misi PTLR-BATAN
II.3.1 Visi
PTLR sebagai bagian dari BATAN mendukung Visi BATAN 2015–2019, yaitu :
“BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam Percepatan Kesejahteraan
Menuju Kemandirian Bangsa”. Untuk mewujudkan visi BATAN 2015–2019 tersebut,
PTLR turut bertanggung jawab untuk menciptakan keunggulan iptek di tingkat regional
tersebut, khususnya dalam bidang pengelolaan limbah radioaktif sehingga PTLR
diharapkan dapat menjadi sentra pengembangan teknologi dan pelayanan pengelolaan
limbah radioaktif (Anonym,2016).
II.3.2 Misi
Dalam rangka mewujudkan Visi BATAN 2015-2019 dalam bidang pengelolaan
limbah radioaktif, maka PTLR melaksanakan tugas yang telah ditetapkan sebagai Misi
Kedeputian Bidang Teknologi Energi Nuklir (TEN), yaitu:
1. Melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan (litbangrap) energi nuklir,
isotop dan radiasi (enisora), khususnya bidang energi dalam mendukung program
pembangunan nasional.Pelaksanaan litbangrap, enisora yang berorientasi pada
pengembangan energi nuklir untuk pembangkit listrik, pengembangan teknologi
energi nuklir serta penerapannya di masyarakat.
7
Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif
Kelompok Jabatan
Fungsional
Unit Transportasi
Glove Box
2. Fasilitas Interim Storage (modul 1 dan modul 2)
3. Fasilitas Kanal Hubung – Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas (KH-
IPSB3)
4. Fasilitas Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT)
5. Fasilitas Pendukung:
Chiller Cooling Tower Compressor Genset VAC/Off Gas (Motor Blower)
Ultrasonik
Boiler
Dekontaminasi Kimia
Alat Ion Kromatografi
Liquid Scintilation Analysis
9
Dilatometer
Alat Ukur Konduktivitas Panas (C-Matic)
Spektrofotometer
UV Vis
MCA
AAS
NORM/TENORM Surveymeter
Geolistrik 1D dan 2D
6. Dekontaminasi
Fasilitas dekontaminasi memberikan layanan dekontaminasi pakaian kerja, shoes
cover, peralatan-peralatan keselamatan dan beberapa peralatan pendukung, misalnya
pompa, katup, motor, rumah filter, ducting, blower dan lain-lain.
7. Pemantuan Lingkungan
Bertujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa kegiatan instalasi nuklir berlangsung
aman dan terkendali seperti yang disyaratkan, untuk memperkirakan dampak
radiologi yang dapat terjadi dan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat
mengenai keselamatan lingkungan dari kegiatan nuklir.
Meliputi kegiatan pengamatan tingkat radiasi dan kandungan zat radioaktif dalam
berbagai komponen ekosistem di sekitar kawasan PUSPIPTEK.
Dilaksanakan secara berkesinambungan sejak sebelum adanya kegiatan nuklir di
kawasan Serpong sampai saat ini, yang meliputi daerah instalasi nuklir, kawasan
PUSPIPTEK dan daerah lepas kawasan pada radius 5 Km. dalam daerah ini
ditempatkan berbagai stasiun pengamat radiasi dan pengambilan contoh berbagai
komponen ekosistem untuk analisis zat radioaktif.
Data hasil pemantauan diolah untuk mengevaluasi keselamatan lingkungan dan
dilaporkan setiap kuartal. Pengamatan kecepatan dan arah angin, suhu pada berbagai
ketinggian dan curah hujan dilakukan pada stasiun pengamat cuaca pada ketinggian
10,35 dan 60 meter.
8. Pemantuan Dosis Radiasi Pekerja
10
Secara berkala dilakukan pemantauan dosis radiasi terhadap pekerja untuk
keselamatan. Pemantauan dosis eksternal dilakukan menggunakan thermoluminesence
dosimeter (TLD). Dosis internal dipantau secara (in-vitro) dengan teknik bioassay melalui
analisis urin.
Daerah kerja radiasi secara periodic dipantau terhadap potensi paparan eksternal dan
internal dengan peralatan surveimeter radiasi dan kontaminasi serta uji usap.Pemantauan
daerah kerja bertujuan untu mengendalikan kegiatan operasi berjalan aman sesuai kriteria
keselamatan ( Ghassani,2015).
II.6 Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif
Proses pengolahan limbah radioaktif di PTLR secara umum dapat dilihat seperti dibawah
ini:
a. Evaporator
Mengolah limbah cair anorganik aktivitas rendah dan sedang dengan cara penguapan
temperatur Error: Reference source not found. Kapasitas tampung limbah radioaktif cair
anorganik pra olah sebanyak Error: Reference source not found dan mampu
mengevaporasi sebanyak Error: Reference source not found. Hasil olahan berupa
konsentrat limbah radioaktif selanjutnya diimobilisasi dengan matriks semen dan destilat
yang dapat dibuang ke lingkungan.
b. Kompaktor
Mengkompaksi limbah padat dapat dikompaksi aktivitas rendah dan sedang dengan
gaya 600 kN dan kemudian mengkapsulasi hasil kompaksi di dalam matriks semen.
Kapasitas proses unit kompaksi optimum adalah 14 drum 100 liter terkompaksi di dalam
2 drum 200 liter per minggu.
c. Chemical Treatment
Mengolah limbah cair korosif aktivitas rendah sampai sedang dengan cara kimia
(presipitasi, koagulasi, dan flokulasi). Kapasitas optimum dari unit chemical treatment
adalah Error: Reference source not found dengan reactor batch berpengaduk. Lumpur
aktif (sludge) yang dihasilkan diimobilisasi dengan matriks semen di dalam wadah shell
beton 950 liter.
d. Insinerator
11
Membakar sempurna limbah organik cair dan limbah padat terbakar dengan
temperature sampai dengan 1100OC dengan kapasitas pembakaran adalah 50 kg/jam. Abu
hasil pembakaran diimobilisasi dengan matris semen didalam wadah drum 100 liter.
e. Kondisioning
Sumber bekas dari rumah sakit, industri maupun dari lembaga penelitian perlu
dikelola dengan seksama untuk menjamin keselamatan dan lingkungannya. Sumber bekas
tersebut ditanganin dengan cara kondisioning tertentu sesuai dengan sifat
radionuklidanya.
f.Unit Sementasi
Mengimobilisasi konsentrat evaporasi dan limbah semi cair (resin bekas) dengan
matriks semen di dalam wadah limbah shell beton 950 liter. Kemampuan optimal unit
sementasi adalah 2 shell beton per minggu.
g. Penyimpanan
Penyimpanan Sementara Limbah Radioaktif (Interim storage IS 1 dan IS 2) :
Fasilitas penyimpanan hasil immobilisasi limbah radioaktif dan hasil kondisioning
sumber bekas.
Penyimpanan Sementara Bahan Bakar Bekas (KH-IPSB3) : Fasilitas
penyimpanan bahan bakar bekas reactor riset tipe basah.
Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT) : Fasilitas
penyimpanan limbah radioaktif dengan pancaran radiasi tinggi <962 TBq/m3
(limbah ditampung dalam drum stainless steel 60/100L dan disimpan didalam
sumur fasilitas PSLAT) (Ghassani,2015).
Pengolahan Limbah Radioaktif di PTLR-BATAN secara umum dapat dilihat pada
gambar 2.3.
12
13
Sumber: PTLR-BATAN, 2016
Gambar 2.3 Pengolahan Limbah Radioaktif di PTLR-BATAN
14
b. ISO/IEC 17025 : 2008 / SNI ISO IEC 17025 : 2008 / SB 77-0003-80-2007
tentang Pedoman Tentang Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium
Pengujian dan Kalibrasi
c. OHSAS 18001 : 2007 / SB 006-OHSAS 18001 : 2008 tentang Pedoman
Tentang Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
d. SB 008-SNI-19-14001 : 2009 tentang Persayaratan dan Panduan
Penggunaan Sistem Manajemen Lingkungan
e. SB 009-BATAN : 2010 tentang Persyaratan Sistem Manajemen Keamanan
f. SB 014-BATAN : 2013 tentang Analisis Sampel Radioaktivitas
Lingkungan.
g. SB 016-BATAN : 2014 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi BATAN
Keseluruhan persyaratan yang ditetapkan di dalam standar tersebut dirangkum menjadi
Pedoman Penjamin Mutu Terintegrasi PTLR yangpelaksanaannya diatur melalui Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di PTLR .
II.8 Arah Kebijakan dan Strategi PTLR
II.8.1 Arah dan Strategi PTLR
Limbah radioaktif adalah bahan yang tidak dimanfaatkan lagi dan bersifat
radioaktif serta mengandung potensi bahaya radiasi. Karena sifatnya itu pengelolaan
limbah radioaktif menjadi strategis dan diawasi oleh Badan Pengawas untuk mencegah
timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup.
Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan limbah radioaktif harus memenuhi :
a. Proteksi Kesehatan Manusia
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga memenuhi tingkat
perlindungan kesehatan masyarakat
b. Perlindungan Lingkungan Hidup
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga memberikan
tingkat perlindungan yang dapat diterima bagi lingkungan hidup.
c. Proteksi Melampaui Batas Nasional
15
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa untuk memastikan bahwa
kemungkinan dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan diluar
perbatasan nasional, telah dipertimbangkan.
d. Proteksi untuk Generasi Mendatang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga dampak terhadap
generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada dampak yang dapat diterima
oleh generasi saat ini.
e. Beban Generasi Mendatang
Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menjadi beban
melebihi kemampuan generasi yang akan datang.
f. Kerangka Hukum Nasional
Limbah radioaktif harus dikelola dalam kerangka hukum yang tepat termasuk
alokasi tanggung jawab secara jelas dan ketentuan untuk fungsi pengawasan yang
independen.
g. Pengendalian Timbulnya Limbah Radioaktif
Timbulnya Limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin yang dapat
dicapai.
h. Saling Ketergantungan dalam Penimbulan dan Pengelolaan Limbah Radioaktif
Ketergantungan antar seluruh tahapan dalam pengelolaan dan penimbulan limbah
radioaktif harus diperhitungkan secara tepat.
i. Keselamatan Fasilitas
Keselamatan fasilitas untuk pengelolaan limbah radioaktif harus dijamin sesuai
ketentuan selama umur fasilitas tersebut.
II.8.2 Garis besar kebijakan strategi PTLR
Dibawah ini adalah garis-garis besar kebijakan strategi Pusat Teknologi Limbah
Radioaktif (Anonim, 2012) :
1. Meningkatkan kegiatan libangrap Iptek Nuklir di bidang limbah radioaktif,
keselamatan lingkungan dan radioekologi kelautan.
16
2. Meningkatkan layanan pengelolaan limbah radioaktif nasional, limbah B3 internal
BATAN, bahan bakar nuklir bekas (bbnb), dekontaminasi & dekomisioning serta
keselamatan & lingkungan.
17
18