Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERPAJAKAN 1

SENGKETA PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU : Nela Safelia, S.E., M.Si.

Kelompok 14

Farhan Adin Saputra (C1C020056)

Sintya Dame Kristin. S (C1C020149)

R.010

PRODI S1 AKUNTANSI 2020


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat


Allah Subhana huwa ta'ala yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas keompok untuk mata kuliah Perpajakan I. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan
kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Jambi, 07 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
2.1 Definisi sengketa pajak ................................................................................ 3
2.2 Keberatan Dan Banding ............................. Error! Bookmark not defined.
2.3 Perbedaan antara keberatan dan banding ... Error! Bookmark not defined.
2.4 upaya yang dapat dilakukan setelah banding ............................................... 6
Bab III Penutup ......................................................................................................... 6
Kesimpulan .............................................................................................................. 8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengenaan pajak langsung sebagai cikal bakal dari pajak penghasilan


sudah terdapat padazaman Romawi Kuno, antara lain dengan adanya pungutan
yang bernama tributum yang berlakusampai dengan tahun 167 Sebelum Masehi.
Pengenaan pajak pajak penghasilan secara eksplisityang diatur dalam suatu
Undang-undang sebagai Income Tax baru dapat ditemukan di Inggrispada tahun
1799.Sejalan dengan perkembangan ekonomi, teknologi informasi, sosial, politik,
disadaribahwa sistem pelaksanaan perpajakan di Indonesia membutuhkan suatu
ketentuan dan tata carayang sesuai dengan tingkat kehidupan masyarakat
Indonesia baik dari segi kegotong-royongannasional maupun dari laju
pembangunan nasional yang telah dicapai.Dengan kehidupan masyarakat yang
semakin dinamis ketentuan dan tata cara perpajakanpun telah mengalami
perubahan. Hal ini diharapkan bahwa lebih memberikan keadilan,meningkatkan
pelayanan kepada Wajib Pajak, meningkatkan kepastian dan penegakan
hukum,serta mengantisipasi kemajuan di bidang perpajakan sehingga tidak ada
lagi masyarakatindonesia yang tidak paham akan sistem perpajakan.Pajak
penghasilan adalah pajak yang dibebankan pada penghasilan
perorangan,perusahaan atau badan hukum lainnya.Pajak penghasilan bisa
diberlakukan progresif,proporsional, atau regresif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan definisi Sengketa pajak


2. Jelaskan upaya yang dapat dilakukan dalam sengketa pajak

1
1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk memenuhi tugas dari Dosen Perpajakan 1


2. Untuk mengetahui Definis sengketa pajak dan upaya yang dapat dilakukan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sengketa pajak

Sengketa pajak adalah adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara
Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada
Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa. Dasar hukum sengketa pajak:
a. Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak

b. Pasal 31 ayat [3] UU 14/2002 jo. Pasal 23 ayat [2] , Pasal 27 ayat [1] Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan


dan Penyelesaian Keberatan

2.2 Keberatan dan Banding

Pengertian Keberatan

Dalam UU KUP Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A maupun PMK 9/2013 s.t.d.t.d PMK
202/2015 tidak menjabarkan definisi keberatan secara eksplisit. Namun secara sederhana,
keberatan adalah upaya yang dapat ditempuh wajib pajak yang merasatidak/kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas gugatan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat mengajukan. keberatan kepada Dirjen Pajak melalui
Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Keberatan dapat diajukan atas :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);


2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat
ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
3
undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari
pemotongan atau pemungutan pajak.

Sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena Surat Ketetapan
Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan
sebagai produk dari pemeriksaan pajak. Keberatan umumnya didahului dengan proses
pemeriksaan.

Syarat Pengajuan Keberatan

1. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
3. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
4. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib
Pajak.
5. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1
(satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
6. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;

Orang yang dapat mengajukan keberatan

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi oleh Wajib Pajak yang bersangkutan;
3. Pihak yang dipotong/dipungut pihak ketiga;
4. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas.

Jangka waktu pengajuan keberatan:

1. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal SKP atau
sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaannya
2. Surat keberatan yang diantar langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh
Kantor Pelayanan Pajak.
3. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harus dengan pos tercatat), maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKP atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti
pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.
Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar
kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Pengajuan
Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pengertian Banding

4
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan
yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan
Peradilan Pajak.

Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung
Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Putusan Banding adalah putusan badan
peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding

1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan


peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

Orang yang dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak:

1. Bagi Wajib Pajak Badan oleh Pengurus;


2. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya;
3. Kuasa Hukum dari butir diatas.

Pencabutan Banding

Terhadap Banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak.

Banding yang dicabut dihapus dari daftar sengketa dengan:

 penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang
dilaksanakan;
 putusan Majelis/Hakim Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan, tidak dapat diajukan kembali.

2.3 Perbedaan antara keberatan dan banding

KEBERATAN
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak
dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat
3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau
pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
5
Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah:

1. Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan
Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan
alasanalasan yang jelas.
3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan
pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
4. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
5. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib
Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum
surat keberatan disampaikan.
Perlu diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan
Wajib Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.

BANDING
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan
yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan
Peradilan Pajak.
Syarat pengajuan banding adalah:

1. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu
3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima dilampiri surat Keputusan
Keberatan tersebut.
2. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
Surat Banding diterima. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

2.4 Upaya setelah pengajuan banding

Dalam proses hukum yang berkaitan dengan sengketa perpajakan, maka terdapat istilah
juga yang dikenal dengan peninjauan kembali. Secara umum, peninjauan kembali
merupakan keadaan dimana apabila Wajib Pajak masih merasa belum puas dengan
putusan banding yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak dapat mengajukan peninjauan

6
kembali yang ditujukan kepada Mahkamah Agung sebagai hak yang dimiiki oleh Wajib
Pajak.

Hal tersebut juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak, Pasal 77 ayat (3) yang menyatakan bahwa pihak-pihak yang mengalami
sengketa pajak, maka dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan
pajak yang ditujukan kepada Mahkamah Agung.

Meskipun putusan pengadilan pajak ini merupakan putusan akhir dan memiliki kekuatan
hukum sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, namun dari hasil putusan pengadilan
pajak ini masih diberikan hak kepada Wajib Pajak untuk mengajukan peninjauan kembali
apabila dirasa ada putusan yang masih belum dapat diterima.

Alasan dan Jangka Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali

Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat menjadi alasan kuat beserta jangka waktu
pengajuan peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak:

1. Apabila terdapat kebohongan ataupun tipu muslihat yang dilakukan oleh pihak lawan
atas putusan pengadilan pajak ini dan diketahui setelah perkara ini diputuskan, atau dalam
keadaan lain ternyata putusan pengadilan pajak ini didasarkan pada bukti-bukti yang
kemudian dinyatakan palsu oleh hakim pidana.

Wajib Pajak dapat mengajukan paling lambat 3 bulan yang terhitung sejak diketahuinya
kebohongan ataupun tipu muslihat yang dilakukan pihak lawan. Ataupun sejak putusan
pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

2. Apabila dalam perjalanannya ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan dan
dapat menghasilkan putusan yang berbeda dalam tahap persidangan di pengadilan pajak.

Dapat diajukan dalam jangka waktu 3 bulan yang terhitung sejak ditemukannya surat-surat
bukti yang dimana hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan
juga disahkan oleh pejabat yang berwenang.

3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak, dituntut, atau lebih dari pada yang
dituntut, terkecuali yang telah diputuskan adalah berupa pengabulan sebagian atau
seluruhnya atau menambah jumlah pajak yang harus dibayarkan. Wajib Pajak dapat
mengajukan dalam jangka waktu 3 bulan yang terhitung sejak putusan dikirimkan.

4. Apabila terdapat suatu bagian dari apa yang menjadi tuntutan belum juga diputuskan
tanpa dipertimbangkan apa yang menjadi sebab-sebabnya. Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan dalam jangka waktu 3 bulan sejak putusan dikirimkan.

5. Apabila terdapat suatu putusan yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dalam kebijakan Undang-Undang yang berlaku. Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan dalam jangka waktu 3 bulan sejak putusan dikirimkan.

7
Jangka Waktu Keputusan

Setelah Wajib Pajak yang bersangkutan mengirimkan permohonan untuk peninjauan


kembali, maka Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutuskan permohonan atas
peninjauan kembali dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Dalam jangka waktu 6 bulan, Mahkamah Agung telah mengambil keputusan sejak
permohonan yang diajukan diterima oleh Mahkamah Agung. Sedangkan dalam hal
pengadilan pajak akan mengambil putusan melalui pemeriksaan acara biasa.
2. Dalam jangka waktu 1 bulan, Mahkamah Agung telah mengambil keputusan sejak
permohonan yang diajukan diterima oleh Mahkamah Agung. Sedangkan dalam hal
pengadilan pajak, akan mengambil putusan melalui pemeriksaan acara cepat.
3. Putusan atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum.

Pencabutan Permohonan

Dalam hal permohonan peninjauan kembali yang telah diajukan oleh Wajib Pajak, dapat
dicabut permohonannya apabila permohonan tersebut belum diputuskan, apabila
permohonan tersebut sudah dicabut, maka permohonan atas peninjauan kembali sudah
tidak dapat diajukan kembali.

Bab III
Penutup
Kesimpulan

Dalam sengketa perpajakan Wajib Pajak mempunyai hak untuk


mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.Atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat
keberatan diterima. Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan
Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan
banding ke Badan Peradilan Pajak. Dalam proses hukum yang berkaitan dengan sengketa
perpajakan, maka terdapat istilah juga yang dikenal dengan peninjauan kembali. Secara
umum, peninjauan kembali merupakan keadaan dimana apabila Wajib Pajak masih merasa
belum puas dengan putusan banding yang telah ditetapkan, maka Wajib Pajak dapat
mengajukan peninjauan kembali yang ditujukan kepada Mahkamah Agung sebagai hak
yang dimiiki oleh Wajib Pajak.

Anda mungkin juga menyukai