Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mutia Ambarwati

NIM : 02320190032

PENGUJIAN SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN PIUTANG DAGANG

A. METODOLOGI DESAIN PENGUJIAN SALDO


Bukti memadai yang dipakai dalam pengujian perincian saldo harus diputuskan
berbasis tujuan-dengan-tujuan (objective-by-objective). Dalam mendesain pengujian
perincian saldo piutang dagang, auditor harus memenuhi delapan tujuan audit-terkait saldo
piutang dagang (accounts receivable balance related audit objectives). Kedelapan tujuan
tersebut adalah:
1. Piutang dagang dalam neraca saldo sesuai dengan jumlah pada berkas utama, dan
jumlah totalnya secara tepat ditambahkan sesuai dengan buku besar (kecocokan
perincian)
2. Pencatatan piutang dagang yang terjadi (keberadaan)
3. Seluruh piutang dagang sudah dihitung (kelengkapan)
4. Jumlah piutang dagang yang tepat (akurasi)
5. Piutang dagang diklasifikasikan dengan benar (klasifikasi)
6. Pisah batas waktu piutang dagang yang tepat (pisah batas)
7. Piutang dagang dinyatakan dalam nilai yang dapat direalisasikan (nilai terealisasikan)
8. Klien memiliki hak atas piutang dagang (hak)
Berikut metodologi yang digunakan para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat
untuk perincian saldo piutang dagang:
a. Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Memengaruhi Piutang Dagang
(Tahap I) Pengujian atas piutang dagang didasarkan pada prosedur penilaian resiko
audit agar auditor memahami bisnis dan industri klien. Sebagai bagian dari pemahaman
tersebut, auditor mempelajari lingkungan bisnis dan industri klien serta mengevaluasi tujuan
manajemen dan proses bisnis untuk mengidentifikasi risiko bisnis klien yang secara
signifikan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan, termasuk piutang dagang.
b. Menetapkan Salah Saji yang Dapat Diterima dan Mengevaluasi Risiko Bawaaan (Tahap
I)
Auditor terlebih dahulu memberikan penilaian awal mengenai materialitas untuk
keseluruhan laporan keuangan, lalu mengalokasikan jumlah yang dianggap material untuk
setiap akun neraca, termasuk piutang dagang. Alokasi ini disebut penentuan salah saji yang
dapat diterima (tolerable misstatement). Auditor menentukan risiko yang tak terhindarkan
untuk masing-masing akun (misalnya piutang dagang) dengan memepertimbangkan risiko
bisnis dan industri perusahaan klien. PSA 70 (SA 316) mengindikasikan bahwa auditor harus
bisa mengidentifikasi risiko pelanggaran dalam pengakuan pendapatan.
c. Mengevaluasi Risiko Pengendalian Dalam Siklus Penjualan dan Penagihan (Tahap I)
Auditor umumnya memperhatikan tiga aspek pengendalian internal, yaitu:
1) Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi pencurian
2) Pengendalian atas penetapan pisah batas
3) Pengendalian yang berhubungan dengan cadangan piutang tak tertagih
Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit-terkait transaksi
dan tujuan audit-terkait saldo, terutama untuk merencanakan risiko deteksi dan bukti-bukti
yang akan digunakan dalam pengujian princian saldo.
d. Mendesain dan Melakukan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif atas
Transaksi (Tahap II)
Hasil pengujian pengendalian menentukan apakah risiko pengendalian atas penjualan
dan penerimaan kas perlu direvisi. Auditor menggunakan hasil pengujian substantif atas
transaksi untuk menentukan apakah perencanaan risiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap
tujuan audit-terkait saldo piutang dagang.
e. Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis biasanya dilakukan dalam tiga tahap audit: selama perencanaan, saat
pelaksanaan pengujian terperinci, dan saat menyelesaikan audit. Namun pada pembahasan
ini, membahas tentang prosedur analitis perencanaan dan prosedur analitis substantif saat
menjalankan pengujian terhadap akun-akun pada siklus penjualan dan penagihan. Prosedur
analitis umumnya dilakukan selama tahap pengujian diselesaikan setelah tanggal neraca,
namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo.
Auditor menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan,
tidak hanya piutang dagang. Hal ini diperlukan karena terdapat hubungan erat antara laporan
laba/rugi dengan akun-akun pada neraca. Jika auditor mengidentifikasi adanya kesalahan
penyajian dalam penjualan atau pengembalian barang dagangan dengan menggunakan
prosedur analitis, piutang dagang kemungkinan besar akan menutupi kesalahan tersebut.
f. Mendesain dan Melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang Dagang (Tahap III)
Pengujian perincian yang tepat tehadap saldo bergantung pada faktor-faktor yang
disebutkan dalam kertas kerja. Risiko deteksi yang terencana untuk setiap tujuan audit-terkait
saldo piutang dagang secara subjektif ditentukan auditor untuk setiap faktor yang
mempengaruhinya.
Tugas menggabungkan faktor-faktor penentu risiko deteksi terencana cukup kompleks
karena pengukuran untuk setiap faktor bisa saja salah dan penentuan bobot untuk setiap
faktor sifatnya sangat subjektif. Sebaliknya, hubungan antar faktor dan risiko deteksi
terencana biasanya mudah dilakukan.
B. MENDESAIN PENGUJIAN PERINCIAN SALDO
Meskipun auditor menekankan akun-akun neraca dalam pengujian perincian saldo,
akun laporan laba/rugi tidak dilupakan karena akun laporan laba/rugi diuji sebagai produk
sampingan dari pengujian neraca.
Contoh:
Abi Hutagaluh, CPA, adalah auditor untuk PT Aksa Jaya, perusahaan grosir
pengelolaan besi. Ia menghitung laba kotor terhadap tiga lini produk dan menyajikan tabel
berupa informasi industri dari yang dipublikasikan.
Saat mendiskusikan hasilnya, kontroler menyebutkan bahwa PT Aksa Jaya biasanya
mencatat laba kotor lebih tinggi pada produk besi balok dibanding industrinya. Hal ini
disebabkan karena mereka terfokus pada pasar dimana mereka dapat menjualnya dengan
harga lebih tinggi dan tidak mengutamakan volume penjualan. Hal sebaliknya terjadi pada
besi lapis, dimana mereka memiliki sedikit pelanggan, dan pelanggan tersebut menginginkan
harga rendah dengan jumlah pembelian yang besar. Kontroler menyatakan bahwa kompetisi
yang berat menyebabkan turunnya laba kotor untuk besi lapis baik pada industri maupun
pada PT Aksa Jaya pada tahun 2011 dan 2012. PT Aksa Jaya sejak dulu memiliki laba kotor
yang rendah dibanding industri untuk besi lempengan hingga 2012, namun kemudian karena
labaa kotor meningkat karena laba kotor meningkat drastis karena karena penjualan yang
agresif.
Abi Hutagaluh mengamatio bahwa apa yang dikatakan kontroler itu masuk akal
berdasarkan fakta. Laba kotor atas besi balok untik industri cukup stabil sebesar 3,5 sampai 4
persen lebih rendah dari PT Aksa Jaya untuk setiap tahun. Laba kotor industri untuk kayu
lapis menurun setiap tahun, namun sekitar 10 persen lebih tinggi dari PT Aksa Jaya. Laba
kotor industri untuk besi lempeng stabil selama 3 tahun, namun laba kotor PT Aksa Jaya
meningkat dalam jumlah cukup besar.
Perubahan laba kotor pada PT Aksa Jaya dari 20,3 persen ke 23,9 persen menjadi
perhatian Abi Hutagaluh, lalu ia melakukan 3 prosedur berikut:
1. Menghitung kemungkinan kesalahan penyajian dan mengevalusi materialitas
jumlahnya. Ia menghitung (23,9% - 20,3%) x penjualan kayu lunak dan menyimpulkan
bahwa jumlah tersebut cukup material.
2. Mengidentifikasi potensi penyebab perubahan: kelebihan penyajian atas penjualan,
kelebihan penyajian atas persediaan (kurang saji atas harga pokok penjualan),
kekurangan penyajian atas pembelian (kurang saji atas harga pokok penjualan) atau
memang hasil penjualan yang memuaskan.
3. Memperhatikan potensi kelebihan penyajian atas penjualan dan persediaan dan kurang
saji atas pembelian besi lempengan. Hal ini membutuhkan pengujian audit subtantif
lebih dalam.
Konfirmasi atas piutang dagang merupakan pengujian terpenting terhadap perincian
piutang dagang. Kita akan mendiskusikan konfirmasi secara singkat sambil mempelajari
pengujian yang memadai untuk setiap tujuan audit terkait saldo.
a. Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan Berkas Utama dan Buku
Besar
Pengujian atas piutang dagang dan cadangan kerugian piutang dilakukan berdasarkan
neraca saldo. Sebuah neraca saldo menyajikan saldo piutang dagang pada tanggal neraca,
termasuk data saldo piutang untuk setiap pelanggan disertai perincian saldo untuk kurun
waktu antara tanggal penjualan dan tanggal neraca.
b. Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya
Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting untuk
menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika pelanggan tidak menanggapi
konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk mengecek pengiriman
barang, juga menguji bukti penerimaan kas selama masa tenggang (subsequent) untuk
mengetahui apakah pembayar sudah dilakukan.
c. Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap
Jika seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal penjualan,
maka kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui pengujian perincian
saldo. Contoh: Auditor jarang mengirimkan konfirmasi piutang dagang kepada pelanggan
dengan saldo nol, sebagian karena hasil penelitian menyebutkan bahwa pelanggan biasanya
tidak merespons permintaan konfirmasi yang menunjukkan saldo mereka kurang.
d. Akurasi Piutang Dagang
Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk pengujian
perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui akurasi piutang dagang. Bila
pelanggan tidak merespon permintaan konfirmasi, auditor dapat melihat data pendukung
untuk memperoleh keyakinan atas keberadaan piutang tersebut.
e. Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar
Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan mudah, yaitu
dengan menelaah neraca saldo untuk piutang yang jumlahnya material dari afiliasi,
karyawan, direktur atau pihak terkait lainnya.
f. Penetapan Pisah Batas (Cut off) Piutang Dagang secara Tepat
Auditor perlu melakukan tiga pendekatan dalam menetapkan dalam kewajaran pisah
atas, yaitu:
1) Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.
2) Mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur yang memadai untuk
menentukan tingkat kewajaran pisah batas.
3) Menguji apakah pisah batas yang ditetapkan adalah tepat.
g. Piutang Dagang Dinyatakan dalam Nilai Terealisasi
GAAP mensyaratkan perusahaan mencatat piutang dagang dalam jumlah tertinggi yang
dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang dagang sama dengan jumlah total piutang dagang
dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih. Untuk melakukan evaluasi, auditor
seringkali menyiapkan skedul audit yang menganalisis cadangan piutang tak tertagih seperti
dalam Figur 14-4.
(Figur 14-4) Dalam contoh ini analisis dilakukan mengindikasi adanya nilai cadangan
yang dinyatakan kurang saji (understated). Hal ini disebabkan karena klien sulit menentukan
cadangan atau karena faktor ekonomi. Perlu dicatat bahwa potensi kurang saji pada cadangan
dapat dilihat dari prosedur analitis pada 14-3 untuk PT Perkasa Prima.
C. KONFIRMASI PIUTANG DAGANG
Konfirmasi piutang merupakan konsep yang telah dibahas dalam diskusi mengenai
desain pengujian perincian saldo piutang dagang. Tujuan utama konfirmasi piutang dagang
adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan, akurasi, dan pisah batas.
1. Persyaratan Standar Auditing
Standar auditing mensyaratkan konfirmasi piutang dagang dalam kondisi normal. PSA
07 (SA 330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan konfirmasitersebut, yaitu:
a. Piutang dagang jumlahnya tidak material Hal ini biasa terjadi pada perusahaan tertentu,
misalnya toko diskon dengan penjualan tunai dan kartu kredit.
b. Auditor mempertimbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak efektif
karena tingkat respon yang rendah atau tidak dapat diandalkan. Dalam industri tertentu,
seperti rumah sakit, tingkat respon untuk konfirmasi ini sangat rendah.
c. Kombinasi dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian adalah rendah dan
bukti substantif lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang cukup. Jika klien
memiliki pengendalian internal efektif dan risiko bawaan yang cukup rendah terhadap siklus
penjualan dan penagihannya.
2. Penetapan Waktu (Timing)
Untuk melakukan audit berbasis ketepatan waktu, biasanya diperlukan konfirmasi
akun-akun selama tanggal interim. Hal ini dapat dilakukan jika pengendalian internal
dirasakan sudah memadai dan dapat dipastikan bahwa penjualan, penerimaan kas, dan kresit
lainnya dicatat dengan benar antara tanggal konfirmasi dan akhir periode akuntansi.
3. Keputusan Pengambilan Sampel
Jumlah sampel merupakan faktor utama yang mempengaruhi sampel dalam
melakukan konfirmasi piutang dagang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
- Salah saji yang dapat diterima
- Risiko yang tak terhindarkan
- Risiko pengenadalian
- Risiko deteksi yang diperoleh dari pengujian substantif lainnya
- Tipe konfirmasi

Pemilihan Sampel Pengujian. Beberapa tingkatan sampel diperlukan bagi hampir


seluruh jenis konfirmasi. Dalam melakukan pendekatan untuk memilih tingkatan sampel,
auditor perlu mempertimbangkan besaran nominal akun perindividu dan jangka waktu
peredaran piutang dagang.
Auditor perlu berhati-hati dan menghindari pengaruh dari klien saat memilih sampel
untuk konfirmasi piutang dagang. Jika klien berusaha menghalangi auditor melakukan
konfirmasi pada pelanggan tertentu, maka auditor perlu mempertimbangkan kemungkinan
bahwa klien ingin menutupi salah saji fiktif atas piutang dagang.
4. Menjalankan Pengendalian
Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor tetap perlu melakukan pengendalian
konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Jika klien membantu menyiapkan
konfirmasi, memasukkan surat konfirmasi ke dalam amplop tertutup, atau melekatkan cap
pada amplop, auditor harus melakukan pengawasan ketat.
5. Analisis Perbedaan
Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auditor menentukan alasan
jika ditemukan perbedaan. Dalam banyak kasus, perbedaan tersebut dikarenakan beda waktu
antara pencatatan klien dan pelanggan.
Jenis perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi meliputi:
a. Pembayaran sudah dilakukan
b. Barang belum diterima
c. Pengembalian barang
d. Kesalahan klerikal dan jumlah yang dipertentangkan
6. Pengambilan Kesimpulan
Ketika masalah perbedaan telah diselesaikan, termasuk perbedaan yang ditemukan saat
melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ulang terhadap
pengendalian internal. Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat
mewakili populasi dengan benar. Keputusan akhir tentang piutang dagang dan penjualan
adalah mengenai apakah bukti memadai telah diperoleh melalui pengujian pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas, konfirmasi, dan
pengujian substantif lain.
D. MENGEMBANGKAN PENGUJIAN ATAS PROGRAM AUDIT TERPERINCI
Kita akan menggunakan kasus PT Perkakas Prima guna mengilustrasikan
pengembangan prosedur program audit untuk pengujian perincian dalam siklus penjualan dan
penagihan. Prosedur ini ditentukan atas dasar pengujian pengendalian dan pengujian
substantif atas transaksi, seperti diilustrasikan dalam Bab 14 dan 15, dan prosedur analitis
yang dijelaskan di bagian awal bab ini.
Mira Abadi, seorang auditor senior, menyiapkan kertas kerja perencanaan bukti dalam
Figur 14-7 sebagai panduan dalam memutuskan seberapa luas pengujian perincian saldo
tersebut. Informasi dari setiap baris adalah sebagai berikut:
1. Salah saji yang dapat diterima. Ketentuan awal atas materialitas adalah dia atas Rp
442.000.000 (sekitar 6 % dari laba operasi sebesar Rp 7.370.000.000). Ia
mengalokasikan Rp 265.000.000 ke audit piutang dagang (lihat jilid 1, Bab 7, Tabel 7-
3).
2. Risiko audit yang bisa diterima. Mira menentukan risiko audit yang dapat diterima
adalah tinggi karena perusahaan dalam kondisi keuangan yang bagus, stabilitas
keuangan yang tinggi, dan pengguna laporan keuangan hanya sedikit.
3. Risiko bawaan. Mira menentukan bahwa tingkatan risiko yang tak terhindarkan adalah
medium untuk keberadaan dan pisah batas karena hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai pengakuan pendapatan dalam PSA 70. Mira juga menentukan risiko yang tak
terhindarkan adalah medium untuk nilai realisasi. Pada tahun-tahun sebelumnya, klien
membuat penyesuaian audit atas cadangan piutang tak tertagih karena terbukti kurang
saji.risiko bawaan untuk tujuan lain ditetapkan rendah.
4. Risiko pengendalian. Penentuan risiko ppengendalian untuk setiap tujuan audit adalah
sama denga Figur 13-6 (Jilid 1). (Perlu diingat bahwa hasil uji pengendalian dan
pengujian substantif atas transaksi pada Bab 13 adalah konsisten dengan penentuan
risiko pengendalian awal yang ditetapkan auditor, kecuali pada akurasi dan nilai
realisasi penjualan).
5. Pengujian substantif atas hasil transaksi. Hasil pengujian ini juga diambil dari Figur 13-
6. (Perlu diingat Bab 13 bahwa seluruh hasil diterima kecuali tujuan akurasi dan pisah
batas untuk penjualan).
6. Prosedur analitis. Lihat Tabel 14-2 dan 14-3.
7. Risiko deteksi terencana dan bukti audit terencana. Dua baris ini ditujukan untuk setiap
tujuan berdasarkan kesimpulan dan baris lainnya.

Anda mungkin juga menyukai