Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di
masyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan
kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah, sebenarnya
agama dan kebudayaan mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak
dapat disatukan, karena agamalah yang mempunyai kedudukan lebih tinggi
dari pada kebudayaan. Namun keduanya mempunyai hubungan yang erat
dalam kehidupan masyarakat. Geertz mengakatan bahwa wahyu membentuk
suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan
hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang
mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja
menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran,
bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul
dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya
kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya,
yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Demi
terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama sekaligus memberi
pengertian, disini akan diulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya,
yang tersusun dalam bentuk makalah dengan judul “Hubungan Agama dan
Budaya”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengertian agama dan kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan antara agama dengan kebudayaan?
3. Bagaimana contoh kebudayaan yang berhubungan dengan agama?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian agama dan kebudayaan.
2. Untuk mengetahui hubungan agama dengan budaya.
3. Untuk mengetahui contoh kebudayaan yang berhubungan dengan agama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama dan Kebudayaan


Kata agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu berasal dari
kata a(tidak) dan gama (kacau), yang bila digabungkan   menjadi sesuatu
yang tidak kacau. Dan agama ini bertujuan untuk memelihara atau mengatur
hubungan seseorang atau sekelompok orang terhadap realitas tertinggi yaitu
Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata agama berarti prinsip kepercayaan kepada Tuhan.1 Agama
diucapkan  oleh orang barat dengan religios (bahasa latin),religion ( bahasa
Inggris, Perancis, Jerman ) dan religie ( bahasa Belanda ). Istilah ini bukanya
tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latarbelakang
pengertian yang mendalam daripada pengertian “Agama” yang telah
disebutkan diatas. Berikut ini adalah  penjelasan dari nama-nama lain dari
agama yang ada di atas :2
1. Religie (religion) menurut pujangga kristen, Saint Augustinus, berasal
dari kata re dan eligare yang berarti memilih kembali dari jalan yang
sesat ke jalan Tuhan.
2. Religie, menurut Lactantius, berasal dari kata re dan ligare yang artinya
menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus. Yang dimaksud ialah
menghubungkan diantara Tuhan dan manusia yang telah terputus karena
dosa-dosanya.
3. Religie berasal dari re dan ligere yang berarti membaca berulang-ulang
bacaan-bacaan suci, dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh
oleh kesuciannya. Demikian pendapat dari Cicero.

Agama ini muncul dari perasaan ketakjuban manusia terhadap realitas


alam yang ada. Seperti air yang bisa melepaskan dahaga seseorang, namun

1 Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 19.


2 Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008), Hal 3.
terkadang bisa membawa malapetaka seperti banjir, angin yang memberikan
kesejukan, namun terkadang mendatangkan kerusakan seperti angin topan
atau tornado,  kemudian mereka percaya bahwa ada suatu kekuatan tertentu.
Mereka mencoba untuk mencari keselamatan dari ketidakseimbangan yang
mereka rasakan, yang dapat mendatangkan keselamatan bagi mereka. Jadi,
secara umum, agama adalah upaya manusia untuk mengenal dan menyembah
Ilahi yang dipercayai dapat memberi keselamatan serta kesejahteraan hidup
dan kehidupan kepada manusia. Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai
ritual secara pribadi dan bersama yang ditujukan kepada kekuatan besar yang
mereka percayai sebagai Tuhan.

Kemudian mengenai pengertian budaya atau kebudayaan menurut


Koentjara Ningrat3 ialah berasal dari bahasa Sansekerta yaitubuddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan.

Di dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa:


“budaya“ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan”
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti
kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.4 Ahli sosiologi mengartikan
kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu,
dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau
tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup,  way
of life, dan kelakuan.

Menurut Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu" yang


berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan
berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik

3 Prijono, Prasaran Mengenai Kebudayaan,  (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Hal 1.


4 Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia,  (Semarang: Widya Karya, 2005), Hal 94.
manusia secara kolektif. Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa
kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia yang dilakukan dalam
keseharian.

B. Hubungan Antara Agama dengan Kebudayaan


Seperti halnya kebudayaan, agama sangat menekankan makna dan
signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan
yang sangat erat antara kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalau
perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh agama.
Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan pada
agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu
pengetahuan, moralita, serta pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling
mempengaruhi. Agama mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-
praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi agama,
khususnya dalam hal bagaimana agama diinterprestasikan atau bagaimana
ritual-ritualnya harus dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan
apa yang disebut Sang –Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi
yang tegas tanpa mediasi budaya, dalam masyarakat Indonesia saling
mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa. Praktik inkulturasi
dalam upacara keagamaan hampir umum dalam semua agama.
Agama yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia
dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama
tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis,
budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Budaya agama tersebut akan
terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan
dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.5
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya
justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang

5 http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2015/03/hubungan-agama-dan-kebudayaan.html
diakses tanggal 6 Maret 2022
mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia
yang berbudaya belum tentu beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan
karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa
berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.6

C. Contoh Kebudayaan yang Berhubungan dengan Agama


1. Tahlilan
Dalam sejarah Islam, acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa
Rasulullah shalAllahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya dan para
Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula
oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu
Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan
mereka ataupun sesudah mereka.
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan nenek
moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha.
Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang
yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti
halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan
berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti
dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an,
maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.7
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya
acara tahlilan merupakan adopsi (pengambilan) dan sinkretisasi
(pembauran) dengan agama lain.
Acara tahlilan paling tidak terfokus pada dua acara yang paling
penting yaitu:

6 http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2015/03/hubungan-agama-dan-kebudayaan.html
diakses tanggal 6 Maret 2022
7 https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/04/24/tahlilan-dalam-kaca-mata-islam-
serta-historisnya/ diakses tanggal 6 Maret 2022
a. Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai
dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si
mayit.
b. Penyajian hidangan makanan.8

Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam,
walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.

Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka


tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan
(menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum
sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang
menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan
menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan
dengan niatan shadaqah.

2. Pembakaran Dupa
Dupa dalam berbagai ritual keagamaan ada yang mengatakan suatu
keharusan, karena bila tidak maka nilai kesakralan suatu ritual akan
dipertanyakan. Paradigma semacam itu sepertinya sudah terkonstruk
begitu lekatnya dalam benak setiap individu pemeluk agama dan
kepercayaan, khususnya di Indonesia. Paradigma ini tidak hanya terdapat
dalam ritual agama-agama ardli, dalam agama samawi pun itu merupakan
suatu keniscayaan.9
Dalam praktiknya, dupa tidak hanya diterapkan dalam ritual-ritual
agama Hindu, Budha atau kepercayaan-kepercayaan seperti yang ada di
China. Dalam agama Kristen pun dupa juga merupakan pelengkap ritual,
dupa dipakai dalam upacara misa. Hal tersebut merupakan warisan dari
tradisi orang Yahudi yang sudah melakukannya sejak dahulu kala.

8 https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/04/24/tahlilan-dalam-kaca-mata-islam-
serta-historisnya/ diakses tanggal 6 Maret 2022
9 http://andromedazone.blogspot.co.id/2009/01/dupa-dalam-ajaran-islam.html diakses
tanggal 6 Maret 2022
Begitu juga dalam Islam, dalam ritual-ritual keagamaan seperti
tahlilan, ziarah kubur, atau ritual-ritual lainnya merupakan perlengkapan
yang harus selalu disediakan. Utamanya di Pulau Jawa, masyarakatnya
sangat fanatik sekali dengan tradisi ini. Hal tersebut merupakan warisan
leluhur mereka yang mereka anggap sebagai suatu keniscayaan yang harus
selalu dipertahankan dan dilaksanakan.
Hal yang seperti ini tidak dianggap sebagai suatu yang musyrik
selama niat dalam penggunaannya tidak bertentangan dengan ajaran
agama. Penggunaan dupa dalam bermacam acara-acara keagamaan Islam
tidak bisa dinafikan karena masyarakat mempercayainya bahwa dengan
membakar dupa maka doa-doa yang mereka panjatkan akan lebih cepat
sampai pada hal yang dituju.10

Hukum Membakar Kemenyan

Telah menjadi tradisi oleh sebagian besar masyarakat Islam untuk


membakar kemenyan pada ritual-ritual tertentu,seperti kala berdoa,saat
berzikir, ziarah kubur, perkawinan, pada acara tahlilan peringatan hari
kematian dan sebagainya. Bahkan ada yang membakar kemenyan secara
rutin pada waktu-waktu tertentu sebagai pengusir roh atau untuk
medapatkan keselamatan. Tradisi bakar kemenyan bukan hanya dilakukan
oleh masyarakat Islam Indonesia tetapi juga oleh masyarakat Islam lainnya
termasuk di negara-negara Arab.

Menurut sejarahnya, membakar kemenyan telah ada pada zaman


Rasulullah SAW yang tujuannya adalah untuk mengharumkan ruangan
atau melawan bau tak sedap pada suatu benda atau tempat. Kemenyan
yang berasal dari kayu gaharu atau getah pohon damar merupakan bahan
pengharus yang alami. Di Arabia dan Syam, kemenyan ditempatkan dalam
wadah-wadah cantik untuk mengharumkan ruang-ruang istana dan rumah-
rumah. Dan di Asia Selatan dan Asia Timur, kemenyan dibakar dalam

10 http://andromedazone.blogspot.co.id/2009/01/dupa-dalam-ajaran-islam.html diakses
tanggal 6 Maret 2022
kuil-kuil sebagai sarana peribadatan.Membakar kemenyan sering pula
dilakukan dalam peribadatan umat agama lain, atau oleh
dukun-dukun/paranormal dalam melakukan praktek perdukunan.
Pembakaran kemenyan oleh umat Islam di tanah air atau di Arab dengan
yang dilakukan oleh umat agama lain atau oleh dukun-dukun/paranormal
tentu tidak dihukumi sama, karena niat atau tujuannya berbeda.

Berikut beberapa niat atau tujuan seseorang membakar kemenyan


dan hukumnya,antara lain:11

1. Membakar kemenyan dengan tujuan untuk mengharumkan ruangan


atau pakaian, baik untuk melaksanakan suatu ibadah atau tidak maka
hukumnya boleh dan bahkan sunnah, dalilnya adalah: “Dari Nafi’, ia
berkata, "Apabila Ibnu Umar mengukup mayat (membakar
kemenyan), maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang
tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampurkan dengan
kapur barus. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah
Shallallahu 'alayhi wa Sallam ketika mengukup jenazah (membakar
kemenyan untuk mayat)”. (HR. Muslim).
"Dari Abi Hurairah radliyalahu 'anh, bahwa Rosulullah Shallallahu
'alayhi wa Sallam bersabda : "Golongan penghuni surga yang pertama
kali masuk surga adalah berbentuk rupa bulan pada malam bulan
purnama, … (sampai ucapan beliau) …, nyala perdupaan mereka
adalah gaharu,” (HR. Bukhari).
Ibnu Umar (sahabat Nabi) sering berukup atau mengasapi diri dengan
membakar wangi-wangian, seperti dupa dan sebagainya, sambil
berkata : “ Demikian saya melihat Rasulullah SAW mengukupi
dirinya dengan wangi-wangian yang diletakan diatas tempat bara api
(H.R Muslim dan Nasa’i).
2. Membakar kemenyan sebagai penyempurna doa, karena diyakini doa
tidak sempurna atau tidak bakal terkabul bila tanpa membakar
11 http://andromedazone.blogspot.co.id/2009/01/dupa-dalam-ajaran-islam.html diakses
tanggal 6 Maret 2022
kemenyang maka hukumnya bid’ah atau sesat karena bertentangan
syariat Islam tentang cara berdoa. Cara berdoa yang diajarkan oleh
Allah dan Rasul-Nya tidak mensyaratkan adanya wewangan atau
kemenyan, melainkan dengan cara:
“Katakanlah “ berdoalah kepada tuhanmu dengan merendahkan diri
dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas” ( QS. Al A’raaf : 55 ).
“Hanya milik Allahlah Asma-ul Husna, maka berdoalah kepada-Nya
dengan menyebut Asma-ul Husna itu (QS. Al A’raaf : 180 )
“Palingkanlah mukamu ke arah masjidil haram dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS. Al Baqarah : 144).
3. Membakar kemenyang dengan tujuan untuk memanggil arwah nenek
moyang maka hukumnya bid’ah atau sesat karena arwah nenek
moyang yang jazadnya telah terkubur mustahil akan kembali ke dunia.
Mereka tidak akan bisa meninggalkan tempatnya (alam kubur) sampai
datangnya hari kebangkitan (kiamat),dalilnya adalah:
“Sehingga apabila kematian telah datang kepada salah seorang dari
mereka, maka dia berkata: Wahai Tuhanku, kembalikanlah daku;
supaya aku mengerjakan amal-amal shalih dalam perkara-perkara
yang telah aku tinggalkan. Tidak! Masakan dapat? Sesungguhnya
perkataannya itu hanyalah kata-kata yang ia saja yang mengatakannya,
sedang di hadapan mereka barzakh (yang mereka tinggal tetap
padanya) hingga hari nereka dibangkitkan semula (pada hari
kiamat)”(QS . Al Mu'minun ayat 99 – 100).
Jadi kalau ada orang yang mengaku dapat mendatangkan roh dengan
membakar kemenyang atau dengan cara yang lain,maka yang datang
itu adalah setan dari bangsa jin yang mengaku sebagai roh orang yang
telah mati.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat, agama dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama
lain. Saat budaya atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang
manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut.  Berbeda ketika
sebuah kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah proses tentunya akan
bergerak kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan yang
sebelumnya menjadi lebih baik.
Ketika agama dilihat dengan kacamata agama maka agama akan
memerlukan kebudayaan. Maksudnya agama (islam)  telah mengatur segala
masalah dari yang paling kecil contohnya buang hajat hingga masalah yang
ruwet yaitu pembagian harta waris dll. Sehingga disini diperlukan sebuah
kebudayaan agar agama (islam) akan tercemin dengan kebiasaan masyarakat
yang mencerminkan masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat untuk
maju dan mempunyai keyakinan yang sakral yang membedakan dengan
masyarakat lainnya yang tidak menjadikan agama untuk dibiasakan dalam
setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan sehingga akan menjadi akhlak
yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat tersebut.
Sedangkan jika agama dilihat dari kebudayaan maka kita lihat agama
sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat  manusia dan
bukan agama yang suci dalam (Al-Qur’an dan Hadits) Sebuah keyakinan
hidup dalam masyarakat maka agama akan bercorak local, yaitu local sesuai
dengan kebudayaan masyarakat tersebut.
B. Saran
Demikian pembahasan makalah kami dengan topik “Hubungan antar
budaya dan agama”, untuk menyempurnakan tulisan ini maka saran dan kritik
yang membangun kami harapkan. Semoga materi yang kami sampaikan ini
bermanfaat dan dapat kita terapkan dalam kehidupan kita. Amiinn.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Noor Salimi, 2008, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
PT Bumi Aksara

Gazalba, Sidi, 1985. Asas Agama Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang

pals, Daniel, 2001. Seven Theoris of Religion, Yogyakarta

Prijono, 2008, Prasaran Mengenai Kebudayaan,  Jakarta: Rineka Cipta

Suharso, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesa, Semarang: Widya Karya

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Yatim, Badri. 1999. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2015/03/hubungan-agama-dan-
kebudayaan.html

http://andromedazone.blogspot.co.id/2009/01/dupa-dalam-ajaran-islam.html
diakses tanggal 6 Maret 2022

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Adapun judul
dalam makalah ini adalah “Agama dan Kebudayaan”.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah


membantu dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pembimbing yang telah membimbing saya dalam pembuatan makalah ini
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini saya buat agar dapat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya untuk saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Sanana, Maret 2022

Penulis

Kelompok I

DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3

A. Pengertian agama dan kebudayaan....................................................... 3


B. Hubungan antara Agama dan Kebudayaan........................................... 5
C. Contoh Kebudayaan yang berhubungan dengan Agama...................... 6

BAB III PENUTUP......................................................................................... 11

A. Kesimpulan........................................................................................... 11
B. Saran..................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH

“AGAMA DAN KEBUDAYAAN”


DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

NAMA : SULAIMAN UMAGAP

JURUSAN : TARBIYAH

PRODI : MPI

RUANG : II (DUA)

SEMESTER : VI (ENAM)

MK : ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

DOSEN : MOHTAR UMASUGI, S.Ag., M.Pd.I

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

BABUSSALAM SULA MALUKU UTARA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Anda mungkin juga menyukai