Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR PSIKOLOGI KONSELING

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Konseling


yang diampu oleh: Dr. Iin Tri Rahayu, S.Psi, M.Si.

Disusun Oleh:

1. Arizka Khoirunnisa 200401110002


2. Aris Dimas Firmansyah 200401110009
3. Haris Su'udi 200401110018
4. Hufairoh Al Adawiyyah 200401110027
5. Inne Sofia 200401110031
6. Isyti Munjidah 200401110034

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Jln. Gajayana No. 50 Dinoyo, Kecamatan Lowokwaru, Malang.

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala


rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Konsep
Dasar Psikologi Konseling” guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling
pada Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan dalam menyelesaikan makalah ini.


Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Iin Tri Rahayu, S.Psi, M.Si. selaku dosen Pembimbing Akademik
Psikologi Konseling yang telah memberikan pengarahan dalam
pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman Kelas Psikologi A tahun Angkatan 2020 yang telah
memberikan dukungan dan semangat dalam proses penyelesaian makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi
para pembaca.

Malang, 13 Februari 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………...………..i
KATA PENGANTAR….............................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah….................................................................................2

1.3. Tujuan Makalah........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi Psikologi konseling.....................................................................3

2.2. Tujuan Psikologi Konseling……….............................................……….6

2.3. Asumsi Dasar Psikologi Konseling…......................................................7

2.4. Perbedaan Psikologi Konseling dengan Psikologi Terapi dan-

Intervensi Sosial...................……………………………………………8

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan….........................................................................................13
3.2. Saran…………………………………………………………………...13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Psikologi konseling merupakan salah satu cabang dari psikologi, psikologi


berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu.
Jadi, secara harfiah psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu jiwa. Sedangkan konseling
(konseling) biasanya kita kenal dengan istilah konseling, yang secara umum diartikan
sebagai pemberian informasi, informasi, atau nasehat kepada pihak lain. Konseling
sebagai salah satu cabang dari psikologi adalah praktik memberikan bantuan kepada
individu.

Berangkat dari asal kata konseling (konseling), secara harfiah. Berasal dari kata
nasihat yang diambil dari kata Latin Counselium, yang berarti "bersama" atau
"berbicara bersama". Konseling sering juga disebut dengan konseling, yang secara
umum diartikan sebagai pemberian informasi, informasi atau nasehat kepada pihak
lain. Pelaksana konseling disebut “Konselor” sedangkan pihak yang melakukan
konseling disebut “Klien”.

Psikologi konseling dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan


oleh seorang konselor dengan kliennya untuk menggali persepsi, perasaan, pikiran,
pengalaman, dan lain-lain untuk mempelajari dan memecahkan masalah yang dihadapi
klien. Terkadang, seseorang mengalami masalah yang cukup parah sehingga tidak tahu
harus berbuat apa lagi. Kondisi seperti ini bisa memicu kondisi depresi yang akan
semakin parah jika tidak segera diatasi. Disinilah peran psikologi konseling untuk
membantu individu dalam kondisi tersebut.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi Psikologi Konseling?


2. Bagaimana tujuan Psikologi Konseling?
3. Bagaimana asumsi dasar Psikologi Konseling?
4. Bagaimana perbedaan Psikologi Konseling dengan Psikologi Psikoterapi dan
Intervensi Sosial?

1.3. Tujuan Makalah

1. Menjelaskan mahasiswa tentang definisi Psikologi Konseling.


2. Menjelaskan mahasiswa tentang tujuan Psikologi Konseling.
3. Menjelaskan mahasiswa tentang asumsi dasar Psikologi Konseling.
4. Menjelaskan mahasiswa perbedaan Psikologi Konseling dengan Psikologi
Psikoterapi dan Intervensi Sosial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Psikologi konseling

Konseling (counseling) biasanya dikenal dengan istilah penyuluhan, yang


secara awam dimaknai sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada
pihak lain. Istilah penyuluhan sebagai padanan kata konseling bisa diterima secara
luas, tetapi dalam pembahasan ini, konseling tidak dimaksudkan dalam pengertian
tadi. Konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu
pada dasarnya memiliki pengertian spesifik sejalan dengan konsep yang
dikembangkan dalam lingkup profesinya.

Di antara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan


konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling
merupakan aplikasi dari psikologi,terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang
digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu, telaah mengenai
konseling dapat pula disebut sebagai psikologi konseling (counseling psychology).

Kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa
latin yaitu counselium, artinya “bersama” atau “bicara bersama”. Pengertian “bicara
bersama - sama” dalam hal ini adalah pembicaraan konselor (counselor) dengan orang
atau beberapa klien (counselee). Dengan demikian conselium berarti “people coming
together to gain an understanding of problem that beset theme were evident”, demikian
tulis Baruth dan Robinson dalam bukunya “An Introduction to The Counseling
Profession”.

Dalam berbagai literature diuraikan konseling dalam bermacam – macam


pengertian. Sebagian ahli memaknakan konseling dengan menekankan pada pribadi
klien, sementara yang lain menekankan pada pribadi konselor, serta berbagai variasi
definisi yang memiliki penekanan sendiri – sendiri. Perbedaan – perbedaan ini terjadi

3
karena setiap ahli memiliki latar belakang falsafah yang berbeda. Berikut akan
dikemukakan beberapa pengertian konseling.

Carl Rogers, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi


dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan diri (self) pada klien. Rogers
menegaskan pengertian konseling sebagai “The process by which structure of the self
is relaxed in the safety of relationship with the therapist, previously denied experiences
are perceived and then integrated in to an altered self”. Pada intinya Rogers dengan
tegas menekankan pada perubahan sistem self klien sebagai tujuan konseling akibat
dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.

Ahli lain, dan Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak
– pihak yang terlibat. Mereka menegaskan bahwa konselor adalah tenaga terlatih yang
berkemauan untuk membantu klien. Mereka menegaskan bahwa:

“Counseling is the helping relationship, which include (a) someone seeking


help, (b) someone willing to give help who is (c) capable of, or trained to, help (d) in
a setting that permit’s help to be given and received”.

Pietrofesa (1978) dalam bukunya “The Authentic Counselor”, sekalipun tidak


berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan secara singkat bahwa konseling
adalah proses yang melibatkan seseorang professional berusaha membantu orang lain
dalam mencapai pemahaman dirinya (self-understanding), membuat keputusan dan
pemecahan masalah. Adapun Steffle dan Grant menyusun pengertian yang cukup
lengkap mengenai konseling, di mana setidaknya ada empat hal yang ditekankan
sebagai berikut.

a. Konseling sebagai Proses


b. Konseling sebagai Hubungan Spesifik
c. Konseling adalah Membantu Klien
d. Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup

Kottler dan Shepard (2004) mengatakan pula bahwa konseling adalah suatu
profesi dengan riwayat dan standar yang jelas dari disiplin ilmu yang berkaitan seperti

4
pekerja sosial, psikologi, dan psikiatri. Konseling merupakan suatu aktifitas yang
dirancang terutama untuk orang yang mengalami masalah perkembangan atau
penyesuaian (juga untuk menangani orang yang bertahan dari bentuk – bentuk
penyakit mental). Konseling juga merupakan suatu hubungan di dalam kelompok,
keluarga, ataupun individual, yang dibentuk untuk mengembangkan kepercayaan,
keamanan, dukungan, dan perubahan yang permanen. Konseling bersifat
multidimensional, berkenaan dengan perasaan, pikiran, dan perilaku manusia pada
masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.

Sementara Ivey, Ivey, dan Zalaquett (2010) mengatakan bahwa konseling


adalah suatu proses yang lebih intensif dan personal dibanding wawancara. Secara
umum konseling fokus pada membantu orang lain dalam mencari solusi terhadap
masalah – masalah yang normal dan terhadap berbagai kesempatan, di mana masalah
– masalah yang normal tersebut seringkali menjadi sedikit kompleks.

Istilah – istilah lain yang sering ada bersama konseling selain penyuluhan
(guidance) adalah terapi (psychotherapy). Tentang psikoterapi berhubungan dengan
masalah gangguan jiwa yang lebih serius, lebih menekankan pada hal yang lalu
daripada sekaran, lebih menekankan pada insight daripada perubahan, peran terapis
lebih sebagai ahli dan bukan teman berbagi, perubahan – perubahan rekonstruktif, dan
hubungan jangka panjang.

Konseling, penyuluhan, dan terapi bisa saja memiliki arti yang tumpang tindih.
Konseling dan penyuluhan sama – sama bekerja dengan orang – orang yang masih
dianggap normal dan berfungsi dengan baik dalam kehidupannya. Tidak jarang pula
secara awam konseling diistilahkan sebagai penyuluhan di mana maknanya sebagai
pemberian penerangan atau nasihat kepada pihak lain. Bersama dengan psikoterapi,
beberapa definisi konseling bisa tumpang tindih, khususnya yang menggunakan
pendekatan non-directive client-centered. Tujuan konseling dan psikoterapipun sama,
yaitu untuk mengadakan perubahan pada pikiran ataupun perilaku klien. Kedalaman
masalah yang ditangani terkadang sulit ditentukan, sehingga sulit pula untuk
memutuskan apakah menggunakan konseling atau psikoterapi dalam menangani
masalah.

5
2.2. Tujuan Psikologi Konseling

Tujuan konseling memegang peranan yang penting, sebab menjadi


pengembangan kemampuan klien untuk mengatasi masalahnya, memiliki kemampuan
untuk mencintai dan bekerja keras, melakukan sesuatu dengan rasa tanggung jawab
dan percaya diri serta mewujudkan harapannya.

Krumboltz dalam Notosoedirdjo dan Latipun (1999) mengemukakan tujuan


konseling sebagai berikut:

1. Mengubah perilaku yang salah penyesuaian Para ahli konseling dan psikoterapi
berpandangan bahwa tujuan konseling adalah mengubah tingkah laku klien yang salah
penyesuaian menjadi perilaku yang tepat penyesuaiannya. Seseorang yang salah
penyesuaian perlu mendapatkan konseling, jika tidak dibantu maka dapat berpengaruh
pada perkembangan kepribadiannya. Terkadang ada klien yang tidak dapat memahami
diri dan perilakunya sendiri, jika klien memang ingin penyesuaian yang baik maka
klien harus menyadari dan memiliki kemauan untuk berubah, agar proses konseling
dapat berjalan lancar.

2. Belajar membuat keputusan Dalam proses konseling juga harus belajar dalam
membuat keputusan. Memang tidak gampang dalam mengambil keputusan, tetapi
klien harus belajar dan berani dalam hal itu. Karena yang lebih tahu dan paham tentang
masalah tersebut adalah klien itu sendiri. Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki
konsekuensi positif dan negatif, menguntungkan dan merugikan, yang menunjang
maupun yang menghambat. Oleh sebab itu, dorongan dari konselor sangat diperlukan
tetapi dengan risiko yang sudah dipertimbangkan sebelumnya sebagai konsekuensi
alamiah.

3. Mencegah munculnya masalah Mencegah munculnya masalah mengandung tiga


pengertian, yaitu mencegah jangan sampai mengalami masalah di kemudian hari,
mencegah jangan sampai masalah yang dialami bertambah berat atau berkepanjangan,
mencegah jangan sampai masalah yang dihadapi berakibat gangguan yang menetap.

6
Ketiga tujuan tersebut bersifat kontinum. Maksudnya bahwa, konseling tersebut dapat
dicapai secara bertahap, dan pada gilirannya hendak mencapai tujuan akhirnya. Karena
tujuan akhir tidak akan tercapai jika tidak melalui tujuan yang sebelumnya.

2.3. Asumsi Dasar Psikologi Konseling

George dan Cristiani mengemukakan lima asumsi dasar Psikologi Konseling


yang secara umum. Kelima asumsi ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam konseling, klien tidak dianggap sebagai orang yang sakit mental, tetapi
dipandang memiliki kemampuan untuk memilih tujuan, membuat keputusan dan
secara umum menerima tanggung jawab dari tingkah lakunya dan perkembangan
di kemudian hari.
2. Konseling berfokus pada saat ini dan masa depan, tidak berfokus pada
pengalaman masa lalunya.
3. Klien adalah klien, bukan pasien. Konselor bukan figur yang memiliki otoritas
tetapi esensial sebagai patner dan patner klien sebagaimana mereka bergerak
secara mutual dalam mendefinisikan tujuan.
4. Konselor secara moral tidak netral, tetapi memiliki nilai, perasaan dan standar
untuk dirinya. Koselor tidak seharusnya menjauhkan nilai, perasaan dan standar
itu dari klien, dia tidak mencoba menyembunyikan kepada klien.
5. Konselor memfokuskan pada perubahan tingkah laku dan bukan hanya memubuat
klien menjadi sadar.

Sedangkan menurut Charlesworth dan Jakson, Pelayanan KRBS atau


Konseling Ringkas Berfokus pada Solusi didasari oleh asumsi dan aturan dasar sebagai
berikut. Ada empat asumsi dasar yang penting diperhatikan konselor, yaitu :

1. konseling hendaknya memusatkan pada solusi daripada masalah bagi terjadinya


perubahan yang bermanfaat
2. suatu strategi konseling yang efektif ialah menemukan dan mengubah
eksepsi/pengecualian (saat-saat individu bebas dari belitan masalah) menjadi
solusi
7
3. perubahan kecil mengarahkan pada perubahan yang lebih besar
4. klien memiliki sumber-sumber yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah
5. konselor hendaknya memusatkan pada pengembangan tujuan bermakna yang
dibangun konselor dan konseli dengan tekanan pada apa yang diharapkan klien
daripada ide/pendapat konselor

Adapun aturan dasar sebagai pengarah konselor dalam melaksanakan


konseling, yaitu konselor hendaknya :

1. Menghindari penjelajahan/ekplorasi masalah


2. Efisien dalam pelayanan konseling, yaitu konselor hendaknya mencapai tujuan
secara optimal dengan jumlah pertemuan intervensi yang paling sedikit
3. Menyadari bahwa tilikan/pemahaman masalah dan penyebabnya tidak
memberikan solusi karena itu konselor hendaknya memusatkan pada tindakan
daripada pembahasan masalah yang dialami konseli
4. Memusatkan pada saat sekarang dan mendatang. Jika klien menyadari bahwa saat
ini solusi itu sudah ada pada dirinya maka dapat meningkatkan rasa percaya
dirinya. Jika klien berpikir tentang apa yang akan terjadi di masa depan dan sadar
bahwa solusi tersedia maka dapat membangun keyakinan bahwa segala sesuatu
akan lebih baik.(Poetry, 2019)

2.4. Perbedaan Psikologi Konseling dengan Psikologi Terapi dan Intervensi

Sosial

Menurut Schneiders (1964) yang membedakan konseling dan psikoterapi


adalah keduanya memiliki perbedaan dari “akar”nya. Baginya psikoterapi bukanlah
konseling, dan konseling bukan psikoterapi. Keduanya adalah dua hal yang berbeda.
Disisi lain beberapa ahli berpandangan perbedaan konseling dan psikoterapi terletak
pada berbagai sisi, di antaranya pendekatan yang digunakan, subjek yang dibantu,
pelaksananya, dan intensitas masalah yang dihadapi.

8
1) Pendekatan pemberian bantuan

Pendekatan pemberian bantuan disebut sebagai helping professional menurut


Hansen dkk. (1982) dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu pemberian
dorongan (supportive), pemberian pemahaman secara reedukatif (insight-
reeducative) dan pemberian pemahaman secara rekonstruktif (insight-recontructive).
Suportif dapat dimaknakan sebagai pemberian dorongan kepada klien agar dapat
mengembangkan potensinya. Pemahaman dengan reedukatif berarti peningkatan
pemahaman tentang diri, masalah, dan konflik-konflik yang ada di alam sadarnya
untuk mencapai penyesuaian diri. Sedangkan pemahaman dengan rekonstruktif
berarti meningkatkan pemahaman tentang diri, konflik dan masalahnya yang ada di
bawah sadarnya dengan melakukan rekonstruksi struktur kepribadiannya klien. Dua
pendekatan pertama lebih banyak dilakukan melalui konseling, sedangkan
pendekatan terakhir dilakukan melalui psikoterapi Hansen, dkk. (1982).

2) Intensitas masalah

Di antara perbedaan penting konseling dan psikoterapi menyangkut intensitas


masalah yang dihadapi klien. Schneiders (1964) menyatakan bahwa konseling
diselenggarakan untuk menangani problem-problem psikologi seperti ketidak
matangan, ketidakstabilan emosional, ketidakmampuan mengontrol diri dan
perasaan ego yang negatif. Sementara psikoterapi lebih menangani gangguan mental
dan problem berat seperti konflik-konflik yang serius, gangguan perasaan, dan
sebagainya. Pandangan ini sejalan dengan Vance dan Volsky menjelaskan bahwa
konselingmenangani individu normal dengan masalah-masalah ringan, sedangkan
psikoterapi menangani individu yang kurang normal dan bermasalah berat Hansen
dkk. (1982).

Selanjutnya Hansen, dkk (1982) menjelaskan bahwa dalam psikoterapi


dilakukan terhadap individu yang mengalami konflik interpersonal yang sangat
mendalam, sedangkan konseling dilakukan terhadap individu yang mengalami
masalah-masalah yang berhubungan dengan peran dalam kehidupan sehari-hari.

9
Nurgent (1981) mengungkapkan bahwa psikologi klinis dan psikiater di
Amerika biasanya menggunakan terminology psikoterapi untuk mnediskripsikan
pekerjaannya dalam hal mendiagnosis dan melakukan bantuan terhadap orang yang
mengalami tekanan emosional kronis atau msalah tingkah laku yang berat, sedangkan
konseling menangani orang yang mengalami kecemasan normal dan krisis
situasional yang terjadi sehari-hari.

3) Cara penanganan

Sedangkan dilihat dari cara penanganannya, Nelson- Jones (1982)


menyebutkan beberapa perbedaan konseling dan psikoterapi. Perbedaanya adalah
bahwa konseling lebih berorientasi pada klien, mementingkan hubungan,
diselenggarakan dengan pendekatan humanistik, dan kurang berkaitan dengan
kegiatan medis. Sedangkan psikoterapi dilaksanakan dengan lebih berorientasi pada
terapi, menggunakan teknik yang spesifik, kecenderungan menggunakan pendekatan
psikoanalisis atau behavioristik, dan banyak menggunakan penanganan secara medis.

Hal lain yang juga sebagai gambaran tentang penggunaan kedua istilah
tersebut dijelaskan oleh Black (1983) dalam bukunya Short Term Counseling yang
disebutkan bahwa dalam tradisi di Amerika psikoterapi biasanya digunakan untuk
menunjuk pekerjaan psikiater, sedangkan konseling digunakan menjelaskan
pekerjaan psikolog.

Intervensi Sosial

Merupaken proses penyadaran terhadap individu atau kelompok yang


berfokus melalui berbagai sumber-sumber yang dapat mempengaruhi interpersonal,
seperti belajar, persuasi, diskusi, berbagai proses yang sama. Fokusnya pada berbagai
segi sehingga membuat klien mengubah dalam afeksi, kognisi, dan tindakannya.
Intervensinya dilakukan dalam berbagai bentuk secara individual, kelompok,
keluarga, terapi yang berorientasi pemahaman, dan perilaku Kazdin (1988).

Dari pengertian tersebut menunjukkan bahwa konseling dan psikoterapi


merupakan bagian dari intervensi sosial. Namun demikian, intervensi sosial ini

10
memiliki cakupan yang sangat luas, termasuk di dalamnya adalah pendidikan,
modifikasi perilaku, dan penyebaran informasi. Prinsipnya, segenap intervensi yang
secara sengaja diberikan kepada orang lain untuk mengubah persepsi, pikiran,
perasaan, atau perilakunya dapat kita sebut sebagai intervensi sosial.

Menurut Pincus dan Minahan, intervensi sosial meliputi tahapan sebagai


berikut:

1. Penggalian Masalah, merupakan tahap di mana pekerja sosial mendalami situasi


dan masalah klien atau sasaran perubahan.] Tujuan dari tahap penggalian masalah
adalah membantu pekerja sosial dalam memahami, mengidentifikasi, dan
menganalisis faktor-faktor relevan terkait situasi dan masalah yang
bersangkutan. Berdasarkan hasil penggalian masalah tersebut, pekerja sosial dapat
memutuskan masalah apa yang akan ia selesaikan, tujuan dari upaya perubahan,
dan cara mencapai tujuan. Penggalian masalah terdiri dari beberapa konten, di
antaranya:

a. Identifikasi dan penentuan masalah


b. Analisis dinamika situasi sosial
c. Menentukan tujuan dan target
d. Menentukan tugas dan strategi
e. Stabilisasi upaya perubahan

2. Pengumpulan Data, merupakan tahap di mana pekerja sosial mengumpulkan


informasi yang dibutuhkan terkait masalah yang akan diselesaikan. Dalam
melakukan pengumpulan data, terdapat tiga cara yang dapat digunakan, yaitu:
pertanyaan, observasi, dan penggunaan data tertulis.

3. Melakukan Kontak Awal

4. Negosiasi Kontrak, merupakan tahap di mana pekerja sosial menyempurnakan


tujuan melalui kontrak pelibatan klien atau sasaran perubahan dalam upaya
perubahan.

11
5. Membentuk Sistem Aksi, merupakan tahap di mana pekerja sosial menentukan
sistem aksi apa saja yang akan terlibat dalam upaya perubahan.

6. Menjaga dan Mengkoordinasikan Sistem Aksi, merupakan tahap di mana pekerja


sosial melibatkan pihak-pihak yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan
perubahan.

7. Memberikan Pengaruh

8. Terminasi (proses, cara, perbuatan mengakhiri sesuatu).

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari penjelasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa konseling adalah


suatu bentuk atau proses pemberian bantuan kepada klien dari seorang konselor.
Sedangkan psikologi konseling adalah suatu proses pendampingan yang dilakukan
oleh seorang konselor kepada kliennya melalui pendekatan psikologis. Psikologi
terapeutik adalah hubungan penyembuhan dengan memberikan pengobatan kepada
klien oleh psikolog. Sedangkan hubungan antara konseling dan psikologi terapeutik
sangat erat hubungannya, dimana konselor dapat bekerja sama dalam proses
pemberian bantuan pelayanan dan penyembuhan kepada kliennya.

3.2. Saran

Pembahasan terkait materi psikologi konseling hendaknya dipahami secara


dalam, terutama dalam konsep dan asumsi dasar konseling, karena menjadi pedoman
dalam melakukan konseling dengan klien baik secara nyata atau roleplay dengan
mahasiswa lainnya. Penulis tidak sepenuhnya menjelaskan tentang psikologi
konseling, oleh karenanya terkait pendekatan, relasi konselor dengan klien dan
sebagainya akan dijelaskan oleh penulis makalah kelompok selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi, S., Fakhrurrozi, M., & Rohayati., D. 2015. Psikologi Konseling. Jakarta:
Penerbit Gunadarma

Latipun. 2015. Psikologi Konseling. UMM Press

Ulfiah. 2020. Psikologi Konseling : Teori dan Implementasi. Jakarta: Kencana

Poetry, N. S. (2019). Psikologi Konseling. Yayasan Adminitrasi Indonesia.


https://mahasiswa.yai.ac.id/v5/data_mhs/tugas/1724090198/03Psikologi
Konseling_2.pdf

Balgies, S., & Ananda, M. (2015). Psikologi konseling: Buku Perkuliahan Program
S-1 Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Sunan Ampel
Surabaya.

Pihasniwati, Psikologi Konseling: Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi,


(Yogyakarta: Teras, 2008), 6.

Pincus,Allen dan Anne Minahan. 1973. Social Work Practice: Model And Method.
Madison: F.E. Peacock Publishers, Inc. Hal. 53-62

Corey, Gerald. (2013). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Terjemah E.
Koswara. Bandung. Refika Aditama.

14

Anda mungkin juga menyukai