Ppi 9
Ppi 9
1
masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan sangat
minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ).
Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat.
Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah
infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang
mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian
dapat mengkontaminasi luka bedah.
Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan
kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang
khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
2
dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat
terlihat.
Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena
tidak ada cara untuk membersihkannya. Kalau Anda tidak dapat mencucinya,
jangan dipakai ulang !
3
dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga
dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar.
3. SARUNG TANGAN
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien
dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik
terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap
kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani
darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan
yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci
tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.
4
Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive
dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena
meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang
disebut “ nitril “ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.
Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan
pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah
daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek.
Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal,
kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai
pelindung pembatas.
5
atau dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas
kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan
pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis
alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan
yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari
satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh
yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan
praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam
jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah
dari satu pasien ke pasien lainnya.
7
udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di
bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun
demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa
mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin
parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap
lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru
terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun
( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau
desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari
kontak.
4. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di
buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan
perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui
batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).
Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara
efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
8
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan
Smith 2003 )
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu
yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan
mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
10
5. ALAT PELINDUNG MATA
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi
Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata
pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan
lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung
mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya
percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung
wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata
biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.
2. Gogles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat
kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.
7. TOPI.
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
8. GAUN PELINDUNG.
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
12
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme.
Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus
untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan
pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun,
asbes ( kalau sampai 500 ⁰C ).
Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron.
Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi.
Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,
cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron
akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
13
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992)
PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai
ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,
membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di
ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager
1990a\). Jenis utama duk ialah :
DUK KECIL / LAP
Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi – empat ( untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit.
Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang
menjadikannya lebih tahan air.
DUK SEPRAI
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan
hanya memberikan sedikit perlindungan.
DUK BOLONG
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur
bedah minor ( sayatan kecil ).
DUK PEMBUNGKUS
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk
penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di
buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.
14
PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan
bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk
menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “ medan steril “,
sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain
membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke
dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik
tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi ) maupun
instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya hanya
menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain tidak efektif
sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril
tidak tersedia.
Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk
menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :
Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan
dipreparasi secara luas.
Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi
harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati – hati jangan sampai
menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan )
Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok atau
dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk
itu kalau jatuh ke bawah.
MENGENAKAN APD
Urutan mengenakan APD :
1. Pelindung kaki
2. Apron, gaun pelindung dan topi
3. Masker
4. Kacamata atau pelindung wajah
5. Sarung tangan
GAUN PELINDUNG
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
MASKER
Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan
baik
Periksa ulang pengepasan masker
18
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
SARUNG TANGAN
Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masih memakai sarung tangan
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung
tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
19
GAUN PELINDUNG
Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi
Lepas tali
Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
Balik gaun pelindung
Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan
untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
MASKER
Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH !
Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
Buang ke tempat sampah infeksius
Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur
yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan
perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan.
Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan
di pakai dan di simpan baik – baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan
dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap
baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik, tetap
bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah
kerusakan dan hilang.
Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara
maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau
menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar semua
pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor – faktor
yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan
dengan baik sesuai dengan ketentuan.
20
Lampiran 1 :
MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
21
I. DEFINISI
Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai efek
samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus dibedakan dengan kolonisasi, dimana
adanya organisme pada kulit, dalam jaringan tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek
samping klinik, dan peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau
rangsangan oleh agen noninfeksius.
Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada masa inkubasi
ketika masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya sebaiknya
merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-tes lainnya
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari
sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau visualisasi
mikroskopik
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan dewasa,
diberlakukan kriteria khusus.
2. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat dari observasi
langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga
dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang
tidak mendukung.
3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.
II. JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL
Berikut ini adalah infeksi-infeksi nosokomial yang dimonitor oleh tim pengendalian infeksi dengan cara
surveylance.
22
1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
a. Infeksi saluran kemih simptomatik
Kode : UTI-SUTI
- Demam (>38°C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri suprapubik
- Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 10 5 kuman
per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.
23
Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu
dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan
hasil biakan urin 105 kuman/ ml urin dengan tidak lebih dari
dua jenis kuman.
- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan
24
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa
diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean cath atau
kateterisasi.
Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau aspirasi
suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat diandalkan
dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi
atau aspirasi suprapubik
Dan
dan
dan
Kriteria 2 :
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2
jenis kuman yamg sama dengan jumlah <10 5 per ml
dan
25
nyeri suprapubik
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima
untuk ISK
Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean catch atau
kateterisasi
c. ISK lain
Letak infeksi : ISK lain (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan sekitar
retro- retro-peritoneal atau rongga perinefrik)
Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau
melalui pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 2 :
dan
Kriteria 3 :
Paling sedikit satu dari berikut ini :
26
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.
- demam (>38° C)
- hipotermia (< 37° C)
- apnea
- bradikardia < 100 X/menit
- letargi
- muntah-muntah
dan
dan
dan
Kode : SSI-(ST)
dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan otot)
dari insisi
dan
1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal dari
komponen organ/rongga dari daerah pembedahan.
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau
dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien
mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau
gejala-gejala berikut : demam (>38°C) atau nyeri lokal,
terkecuali biakan insisi negatif.
3) Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung,
waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
29
c. Organ / rongga
dan
Kode : PNEU-PNEU
Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini
:
dan
dan
Kriteria 2 :
salah satu diantara keadaan berikut:
- apnea
- takipnea
- bradikardaia
- mengi (wheezing)
- ronkhi basah
- atau batuk
31
dan
dan
Catatan :
Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin
membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas
antimikrobial.
Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada
pemeriksaan tunggal.
32
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)
Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)
BSI – LCBI
Kode :
Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul
Definisi : tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi.
Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih
biakan darah
Kriteria 1 :
dan
- demam
Kriteria 2 : - menggigil
- hipotensi
dan
dan
33
dan gejala-gejala sebagai berikut :
- demam (> 38 ° C)
- hipotermi (< 37 ° C)
- apnea
- atau bradicardi
dan
Kriteria 3 : dan
Kode : BSI-CSEP
Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
dan
- demam (>38° C)
- Hipotermia (<37° C)
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 X/menit
dan
Kriteria 2 :
semua gejala/tanda di bawah ini :
Kode : CVS-VASC
Definisi : Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut:
dan
Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 2 :
dan
dan
dan
36
Kriteria 4 : Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
- demam (>38° C)
- Hipotermia (<37° C)
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 X/menit
- Letargi
- Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena
Kriteria 5 :
dan
dan
Kode : GI-GE
- nausea (mual)
Kriteria 2 : - muntah
- nyeri perut
- atau sakit kepala
dan
Untuk neonatus
Kode : REPR-EPIS
Definisi : Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Definisi :
Kriteria 1 :
Kriteria 2 :
Kriteria 3 :
9. VAGINAL CUFF
Letak infeksi :
Kode :
Vaginal cuff
REPR-VCUF
Kode : DECU
- kemerahan
- nyeri tekan
- atau bengkak pada pinggir luka dekubitus
dan
Letak infeksi :
Kode :
Definisi :
Kriteria 1 :
Luka bakar (burn)
SST-BURN
dan
dan
- demam (>38° C)
- Hipotermia (<36° C)
- Hipotensi
- Oliguria (< 20 ml /jam)
- Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion
dan
DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta
41
B. SURVEILANS
I. PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program
pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam membuat
perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian infeksi
nosokomial.
Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial
untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk mengurangi
angka insiden tersebut jika memungkinkan.
Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah ditunjuk
untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada periode-periode
tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah
1. Infeksi Luka Operasi
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine
4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
5. Pola Kuman
II. TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat dipakai
sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
III. DEFINISI OPERASIONAL
1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk operasi
bersih
42
Definisi : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
bedah
Kriteria 1 :
dan
dan
5) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia
6) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptik
7) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit
terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri,
bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
8) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
Kriteria 1 :
Pasien pernah memakai kateter urin dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urin
Dan
43
dilakukan kultur)
ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan jenis
kuman maksimal 2 spesies
Dan
dan
- apnea
- takipnea
- bradikardaia
- mengi (wheezing)
- ronkhi basah
44
- atau batuk
dan
Kriteria 3 :
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
dan
IV. METODE
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial periodic
dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka Infus atau
phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan Pneumonia akibat
pemasangan ventilator merupakan surveilans terbatas & periodic sedangkan surveilans
45
pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans
periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun
DepKes RI DirJen Pelayanan Medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.
Jakarta.
C. CUCI TANGAN
Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Baptis Batu wajib mencuci tangan sesuai
dengan kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk
mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas
.
I. PERHATIAN
1) Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan unit kerja dan
tugas-tugas yang dilakukan.
2) Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk cuci tangan
biasa.
3) Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive, ketika
46
4) Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan
5) Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.
6) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat digunakan sebagai
pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml) Alcohol hand gel atau alcohol
hand rub dan gosokkan merata keseluruh bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub
tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.
7) Dispenser sabun cair yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan sabun cair
I. LATAR BELAKANG
Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat dipisahkan
dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan Intensive Care Unit
(ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasien-
pasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun
sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya barier atau pertahanan tubuh akibat
pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk
kedalam tubuh.
Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/hari
menggunakan kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang
kateter IV Perifer.
II. PENCEGAHAN
1) Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak pertahanan
tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu masuknya
kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap petugas
kesehatan yang akan memasang infus mempunyai tanggung jawab melaksanakan
kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus
terlatih/sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter.
2) Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan
form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian Pemakian
Intravena Kateter Perifer
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi, menginformasikan
ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab pasien yang
bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi
memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari infeksi
ini
49
3) Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan,
memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4) Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti
balutan atau penutup insersi.
5) Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution
10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan dilakukan jika alcohol sudah
mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat
dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka
penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun transparan tip.
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada
daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin
bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan.
Penggantian dan pemilihan lokasi
1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas
bawah merupakan pilihan yang terakhir
2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.
3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic
memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ).
4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui
Central lines.
5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.
6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil.
7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS2.
8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-anak
setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit &
terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu
dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score 2 harus dicabut
segera.
50
9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan dengan
baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil
dan tidak lebih dari 48 jam.
10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien
dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari kanul.
6) Infus set dan cairan parenteral
1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari
sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.
2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan asam
amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.
3. Usahakan pemberian lipid (parenteral nutrisi) maksimal habis dalam 24
jam/plabot/botol
4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4 jam/kantong.
5. Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau memasang
slang Infus ataupun stopper/plug setiap saat.
6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan yang baru
bila akan dipasang ke pasien kembali.
7. Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan kepada
pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan mendapatkan transfusi
darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa gunakan set infusion .
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol infus tertentu
yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan infusion set yang memiliki
fasilitas pembebas udara.
7) Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup
51
Tabel 1.1 PELARUTAN PADA PEMBERIAN OBAT IV
Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical phlebitis caused by the
pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous Nursing,7,478-482.
Tabel 2.1 PEMILIHAN UKURAN VENA DAN LOKASI SESUAI DENGAN APLIKASINYA
52
1.7 16 G1.7 Cephalica atas Transfusi cepat seluruh darah atau komponen
darah dalam situasi darurat
Antecubital
Median antebrachial
Median Cubital
Antecubital
Table.2.3 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL PADA DORSUM
TANGAN
Digital Pasien yang mendapat 2-3 liter cairan per hari
1.0 20 G dan mendapat pengobatan sering lewat
Metacarpal
intravena yang dapat menyebabkan iritasi pada
Cephalica atas vena
Digital
Assesori cephalica
53
Ukuran IV
Vena Lokasi kanula Pertimbangan
lengan bawah
Median bagian dalam 18-22 kanula Banyak terdapat syaraf dan harus dihindari
antebrachial
inflitrasi sering mudah terjadi
Radial dari
lengan;melewati
Median 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy
diatas
Cubital
arteri brachial
pada lokasi
antecubital
16-18
digunakan emergensi.Tepat tidk nyaman,sulit untuk difiksasi
Antecubital pada dengan
pheripherally
inserted selama 24 jam.
central
54
catheter
I. Definisi :
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium, phisiotherapis) yang bekerja
sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung kepada pasien (kontak dengan pasien , darah
dan cairan tubuh pasien) di Rumah Sakit Baptis Batu
2. Paparan adalah :
Suatu kondisi dimana staff mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak dengan darah atau
cairan tubuh pasien saat staff sedang bekerja sehingga memerlukan tindak lanjut untuk
profilaxis paska paparan ( jenis paparan yang beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau
terpotong benda tajam, membran mucosa ata kulit yang terluka )
II. Tujuan :
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah terjadinya
penularan penyakit.
2. Memastikan bahwa staff Rumah Sakit mengetahui cara penatalaksanaan bila
terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena darah dan cairan tubuh
55
a. Cuci permukaan/bagian yang terkena dengan air dan sabun kemudian beri cairan
antiseptik (seperti povidone iodine) jika luka perkutaneus. Apabila mengenai mata atau
selaput lendir, gutur dengan Nacl 0.9% atau aqua steril.
b. Jika kecelakaan terjadi pada waktu melakukan operasi (tertusuk/tergores),maka benda
tajam tersebut harus disingkirkan dari daerah steril secepatnya, petugas yang mengalami
kecelakaan tersebut harus secepatnya mendapat pertolongan.
2) Beritahu atasan langsung dan perawat pengendalian infeksi secepatnya diluar jam kerja
ditangani supervisor
3) Lengkapi formulir Laporan Kejadian Rumah Sakit ( lihat lampiran ).
2. Yang harus dilakukan oleh perawat pengendali infeksi/dokter poliklinik/Petugas yang ditunjuk :
1) Kaki luka (besar dan kedalaman luka,jenis dan jumlah cairan,bahan dan beratnya paparan
tersebut )
2) Catat apakah jarum atau benda tajam tersebut terlihat terkontaminasi darah atau cairan
tubuh.
3) Tentukan apakah darah yng terkena pada staff berasal dari pasien yang terinfeksi (status
Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) Jika Belum ada data tersebut, maka harus segera dilakukan
pemeriksaan atau nilai tingkat resiko dari sumber.
4) Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staff yang mengalami kecelakaan :
a. HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
b. Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan
c. Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.
5) Penanganan yang disarankan adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Paska Paparan HIV :
56
SUMBER (PASIEN)
STAF
Positif HIV Negatif HIV Tidak di test / tidak diketahui
HIV 1. Setelah kejadian Tidak ada Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif diketahui dari pasien pengobatan. HIV, maka harus dikonsultasikan
HIV positif, staff harus Dokter penyakit dalam (internis).
segera dikonsulkan
kepada Dokter penyakit
dalam (internis).
2. Jika diperlukan dirujuk
ke RS yang mengani HIV.
3. Staf yang terkena wajib
melaporkan hasil dan
pengobatan yang
dilakukan oleh dokter
spesialis ke tim PPI
b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
57
c. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
Referensi :
1. CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service Guidelines for the
Management of Occupational Exposures to HBV, HCV and HIV and Recommendations for
58
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
Belum
Pernah
Pernah
Pernah
Pernah
a. HBIG ( Hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit
b. b.Titer (antibody) yang sudah cukup berada pada level 10mlU/mml, sama dengan 10 sample ratio
unit (SRU) dengan pemeriksaan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan enzyme-immuno
assay (EIA). Department of Human services-Victoria, 1996
Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV
PETUGAS
HIV negatif
PENGOBATAN/TINDAKAN
divaksin HBIG 1x dan segera diberiSegera berikan serial Segera berikan serial vaksin HB
serial vaksin HB
vaksi HB
n
divaksin , diketahui Tidak ada pengobatan Tidak ada pengobatan Tidakada pengobatan
titernya cukup
divaksin tetapi tidakHBIG 1x dan segera ada pengobatan Jika s umber (pasien) merupakan orang
lengkap 3 series dan diberikanTidak yang
diketahui titernya vaksinasi ulang (*) mempunyai risiko tinggi, maka
tidak 59 pengobatan seperti (*)
cukup
divaksin lengkap 3 2 X (**) Tidak ada pengobatan Sumber merupakan orang yang risiko
series,HBIG tinggi, maka pengobatan seperti
tetapi titernya tidak (**)
cukup
divaksin tetapi responTes nti HBs bagi staf ada pengobatan Tes ti HBs bagi staf yang terpapar:
a yangTidak an
antibody belum terpapar: Bila titer cukup, tak perlu
diketahui pengobatan
Bila titer
cukup, tak perlu Bila titer tidak cukup berikan
pengobatan vaksin booster dan cek kembali
titernya dalam waktu1-2 bulan
Bila titer
Tidak cukup
berikan HBIG 1
X dan vaksin
booster
SUMBER (PASIEN)
PETUGAS
Anti HCV
SUMBER (PASIEN)
Anti HCV Positif Anti HCV Negatif Tdk Ditest/Tdk diketahui
Negatif 1. Periksa anti HCV dan LFT perlu pengobatanJika asien berisiko tinggi untuk
(LiverTidak p Hepatitis C, maka
Fuction Test) dikonsultasikan kepada dokter
SpPD
2. Pemeriksaan lanjutan untuk anti
HCV dan LFT 3 dan 6 bulan
kemudian.
60
Lampiran 4
FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM
DAN SUBSTANSI TUBUH
61
SUMBER (PASIEN)
Nama pasien :…………………… No MR :………………………. Ruang rawat :……………………
Status infeksius : Hepatitis B Hepatitis C HIV
Tidak diketahui (+)……………….. Tidak diketahui( - )…………
PENATALAKSANAAN
…………………………………………………… ……………………………………………………
…………………………………………………… ……………………………………………………
…………………………………………………… ……………………………………………………
HIV : Rujuk ke RSUD…………………
FOLLOW UP
3 Bulan 6 Bulan
HBSAg : HBSAg :
SARAN
IPCN
( ……………………….)
Lampiran 5
62
Lampiran 6
63
F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT
I. LATAR BELAKANG
Sampah dari rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial
berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan rumah
sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan petugas yang
menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit.
Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik dan
makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985, Rutala 1993)
Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat membawa mikroorganisme
dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat
pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh
lain serta bahan-bahan yang kontak dengan darah atau cairan tubuh.
II. DEFINISI
1. Benda berbahaya : Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik jarum jahit, Bedah pisau skalpel,gunting,benang
kawat,pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk atau melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang terkontrol
untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan
bakar mudah dibakar. (Tietjen,2004) pembakaran yang aman untuk dibuang ke TPA
sampah.
4. Kontaminasi : Keadaan secara potensial atau telah terjadi kontak dengan
mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi atau penyakit.
5. Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi
6. Pengelolaan sampah ; Semua kegiatan,baik administratif maupun oprasional,
termasuk kegiatan transportasi ,melibatkan penanganan,perawatan,dan pembuangan
sampah (Tietjen,2004)
64
III. KLASIFIKASI SAMPAH MEDIS
(Health and Safety Commission Services Advisory Committee/HSAC,1992)
1. Kelompok A. Semua jaringan tubuh manusia (potongan tubuh,placenta dan lain-lain )
termasuk darah (infeksius atau tidak),laboratorium,kassa atau kapas atau swab bekas
terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien.
2. Kelompok B. Jarum suntik, ampul kaca, pisau bedah,jarum jahit dan benda-benda tajam
lainnya.
3. Kelompok C. Kultur mikrobiologi dan sampah-sampah dari bagian patologi yang
beresiko infeksius
4. Kelompok D. Sampah-sampah dari produk farmasi dan kimia lainnya.
5. Kelompok E. Feses,urine atau sekresi atau ekskresi tubuh lainnya yang belum termasuk
dalam kelompok A : underpad, stoma bags, kantong urine dan popok termasuk dalam
kelompok ini.
SAMPAH
PENAMPUNGAN
PENGANGKUTAN
PENGUMPULAN
AKHIR/PEMUSNAHAN
IV. STÁNDAR
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang bekerja
dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen sampah,serta
kebijakannya
65
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi terjadinya
sampah dan mudah dicapai si pemakai.
V. KEBIJAKAN
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/rumah tangga
1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna hitam
2) Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau ¾
bagian.
3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.
b. Sampah Medis
1) Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek dan
gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
2) Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang terkontaminasi
seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan lain-lain ketempat
sampah dengan plastik warna kuning.
3) Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang anti bocor
dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4) Plastik sampah dan kontainer yang telah ¾ penuh dikumpulkan dalam tempat
sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan sampai
dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan sampah.
2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap ruangan.
66
3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
4) Trolley/tempat pengangkut sampah harus dibersihkan dengan lap
basah,detergen dan air setelah habis pakai.
5) Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi ¾ bagian harus
dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
6) Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut
(seperti menginjak-injak sampah, mengorek sampah).
7) Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang sakit
minimal 2 kali sehari.
REFERENSI
Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.
67
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
I. LATAR BELAKANG
Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering
terjadi adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak
mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun
masker. Untuk mengurangi resiko terkontaminasi, semua petugas harus melaksanakan
pengendalian infeksi pada saat penanganan linen.
II. DEFINISI
1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
2. Linen : bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan.
3. Linen kotor : Linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang dikumpulkan
dan dibawa ke laundry untuk diproses.
4. Pemilihan : proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda asing atau non
linen
68
1. Mengganti linen di kamar pasien
a. Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
b. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus hati-hati tidak diperkenankan
membuat penyebaran mikroorganisme via aerosol.
c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang tak
tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya.
d. Benda-benda yang bukan linen (seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue,
underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan kedalam
kantong linen kotor.
e. Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan sebelum dikirim
ke Laundry
f. Linen kotor infeksius (salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV, MRSA, dan
penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang merawat) atau linen
yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong plastic berwarna kuning.
69
b. Petugas Laundry
1) Petugas Laundry harus menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) seperti
sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah dan sepatu boot
ketika menangani linen kotor atau saat melakukan pemilahan linen
2) Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan rawat
jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
3) Tidak diperkenankan menimbulkan aerosol (dikibaskan) pada saat melakukan
pemilahan linen.
4) Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna
yang berbeda dengan trolley linen bersih.
5) Petugas Laundry tidak diperkenankan menghilangkan noda pada linen yang
kotor.
6) Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara
khusus.
70
e. Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang tampak
dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.
f. APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.
3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas ≥ 71°C dengan detergen selama ≥ 25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah (<
71°C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki
Menyimpan
a. Simpan linen bersih pada area penyimpanan tertutup yang bersih
b. Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan penyimpanan dari
area kotor
c. Rak harus bersih dan dalam kondisi terawat
Membawa
a. Linen bersih dan linen kotor harus dibawa terpisah
b. Trolley linen bersih dan kotor harus berbeda
c. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah
kontaminasi .
d. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan trolley linen kotor atau
menggunakan trolley terbuka atau dengan ditenteng sehingga bersentuhan dengan
pakaian pembawa
Tabel 1. Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pemrosesan linen.
71
REFERENSI
Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Jenis APD Waktu penggunaan
Sarung tangan (lebih baik sarung Menangani larutan desinfektan
tangan rumah tangga) dan sepatu Mengumpulkan dan menangani linen kotor
tertutup yang melindungi kaki dari Memilih linen kotor (jika terpaksa)
kejatuhan benda tajam, terpecik Mencuci linen kotor dengan tangan
darah dan cairan tubuh. Memasukkan linen kotor kedalam mesin cuci
72
H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN
I. LATAR BELAKANG
Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara
estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi nosokomial.
Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat penting untuk
mempertahankan lingkungan pelayanan kesehatan yang bersih dan sehat (chou (2002)
dalam Tietjen L (2004)). Pembersihan lingkungan merupakan framework dan basis untuk
semua praktek aseptic serta juga merupakan fase persiapan yang tidak boleh terlewatkan
(Gruendemann & Mangum, 2001).
Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti ruang
tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi (seperti OK, dirty utility, toilet).
Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun dan air, tetapi untuk
pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan seperti chlorine 0,5%. Mc
Farland dkk (1989) yang dikutip dari Tietjen L (2004) menemukan bahwa ketika pasien-
pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil masuk ruangan yang sebelumnya dipakai
oleh pasien dengan klostridium diffisil, resiko untuk pasien tersebut meningkat beberapa
kali walaupun staf dengan benar menggunakan kewaspadaan baku untuk mencegah
kontaminasi silang. Oleh karena itu penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
Rumah Sakit Baptis Batu yang merupakan pemberi pelayanan kesehatan bertaraf
internasional harus menjaga lingkungan agar tetap mendukung pelayanan kesehatan.
Beberapa pendapat pengunjung tentang kebersihan rumah sakit ini kurang , Oleh karena itu
pada bulan Okt s/d Nov 2011 telah dilakukan pengamatan terhadap tehnik membersihkan
area kamar pasien dan kamar mandi pasien dan pembersihan di area lainnya . Berdasarkan
hasil survey tehnik membersihkan yang dlakukan oleh petugas Cleaning service Rumah Sakit
Baptis Batu sebanyak 25% yang melakukan pembersihan dari area kurang kotor ke kotor
sedangkan 75% tehnik membersihkan dari kotor ke kurang kotor
73
II. DEFINISI
1. Cleaning : Suatu aktivitas untuk menghilangkan secara fisik microorganisme dan
material organik pada benda.
III. STANDAR
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan sudah
dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting mop
manual)
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan
74
5) Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih harus
bersih dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat menuangkan
cairan pembersih.
6) Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan kering.
7) Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor serta
memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
8) Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan benda,
tetapi ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak permukaan jika terlalu
lama dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih.
9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook. Dilarang
membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah dipergunakan.
11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien.
12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.
Vakum
20% menurun
75
* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City Hospital,
Birmingham.
JADUAL
BENDA ATAU AREA
Dinding, jendela, pintu, Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
termasuk pegangan pintu
Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
pasien, tempat tidur,
pinggiran tempat tidur,
konter perawat, alat monitor
tiang infus
Stetoskop dan pengukur Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
tekanan darah (oleh perawat)
Trolley (GV, EKG, linen, dll) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan chlorin 0,5
% atau lap alcohol disposible setelah satu kali pemakaian.
Bantal (inner slyp) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan larutan
detergen jika tampak kotor dicuci di Laundry
Kain pel Gunakan kain pel yang dapat dilepaskan tangkainya dan
kirim ke laundry untuk dibersihkan. Gantung di ruangan
yang mempunyai system ventilasi baik.
Ganti dan cuci tirai sesuai jadual atau jika tampak kotor
Tirai gorden
atau terpercik cairan tubuh
77
pembersih desinfektan.
78
2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi
(ICU, OK, ISOLASI)
1) Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk ke kamar
pasien.
2) Peralatan cleaning:
a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan
b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak
memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen infeksius
setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible.
c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap menggunakan
mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus disterilisasi dengan desinfeksi
termal atau autoclave sebelum digunakan di tempat lain
d. Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam dengan
desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.
e. Scrubbing mesin dengan tangki dilarang digunakan untuk membersihkan area
yang beresiko tinggi karena sulit untuk didekontaminasi.
3) Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi dan ruang
khusus atau area berisiko tinggi.
V. DESINFEKSI
1. Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan harus
diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2. Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/ sodium
hypochlorite)
3. Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan
permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non kritikal.
4. Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang diberikan
oleh pabrik
5. Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
79
b. Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi permukaan
benda yang luas atau besar
c. Gunakan Alat perlindungan diri (APD) saat membersihkan permukaan benda-
benda yang:
1) sering tersentuh tangan (dengan sarung tangan) selama memberikan
perawatan pada pasien seperti tombol-tombol monitor pasien, tiang infus,
bed side table, bed side rail, dan lain-lain.
2) terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien
3) sulit untuk dibersihkan seperti keyboard komputer.
6. Tidak diperkenankan menggunakan disinfectant fogging (spray) di area perawatan
pasien
7. Tidak diperkenankan menggunakan UV light untuk mendesinfeksi ruangan pasien
kecuali setelah digunakan oleh pasien dengan penyakit infeksi melalui udara
(Ayliffe/2001, Gruendemann & Mangum/2001)
8. Saat menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan-permukaan benda di
ruang bayi, hindari terpaparnya bayi terhadap residu desinfektan.
REFERENSI
1. CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta :
U.S. Departement of Health and Human services.
2. Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting. USA : W.B.
Saunders Company.
3. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
80
I. STERILISASI DAN DESINFEKSI
I. PENDAHULUAN
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak (membunuh)
micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan lingkungan dan kulit. Dimana
proses tersebut tergantung dari risiko yang berkaitan dengan penggunaanya masing-
masing, target micro organismenya dan kemampuan untuk bertahan terhadap proses
dekontaminasi.
II. DEFINISI
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan membunuh
semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora.
2. Disinfeksi : Suatu proses menghilangkan dan membunuh mikroorganisme
pathogen pada benda benda mati yang tidak bergerak,termasuk spora.Metoda
disinfeksi dibagi menjadi 3 :
a. pembersihan
b. dipanaskan
c. kimiawi
III. KEBIJAKAN
Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/alat/bahan yang kontak langsung
dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Disinfeksi digunakan bila alat/bahan/instrumen yang digunakan tidak dapat dilakukan
sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari
alat/bahan/instrumen tersebut
1. Sterilisasi
a. Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
Sterilisasi Steam seperti autoclave
Sterilisasi panas kering
(lihat lampiran 1)
81
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari pabrik
pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
2.. Disinfeksi
a. Panas
Merebus dengan suhu 100ºC selama 20 menit hanya digunakan pada
instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur invansive.
b. Kimia
Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde )
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti gastroscopes
dan bronchoscopes.
- Cuci dan bilas instrumen bebas dari material organik.
- Aliri dengan air yang banyak.
- Rendam selama 20 menit.
- Angkat dan bilas dengan air steril.
- Keringkan dengan handuk steril dan gantung dalam kondisi kering
Sodium Hypochlorite (tidak digunakan pada stainless steel karena korosive)
Sodium Hypochlorite tidak efektif dan harus disimpan jauh dari cahaya dan
panas. Efektivitas dari chlorine tergantung dari jumlah organik yang ada
seperti pus, darah. Pencampuran harus disiapkan pada saat akan
digunakan seperti dibawah ini : (lihat lampiran 2)
Sodium Dischloroisocyanurate (Na DCC) seperti Presept
Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Presept
diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya,
bentuk tablet. (lihat lampiran 3)
Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl)
Dapat digunakan dengan atau tanpa antiseptik ( seperti chlorhexidine).
Karena penetrasi dalam materialorganik kurang baik, maka dapat
digunakan hanya untuk membersihkan permukaan. Rendam selama 10 –
30 menit.
Phenolics
82
Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk bacilii dan
beberapa virus. Biasanya digunakan untuk membersihkan lingkungan
sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan detergen. Hindari
kontak langsung dengan kulit.
83
LAMPIRAN 1
84
170ºC 60 mnt
121ºC 12 jam
87
9. Penyimpanan alat/instrument atau benda lainnya yang sudah di lakukan proses
sterilisasi disimpan dalam ruang tertutup dengan suhu 18º C –22 ºC dengan
kelembaban 35 % - 68 %.
10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding
V. METODE STERILISASI
88
gas, Hydrogen
peroxide plasma
sterrad,
Glutaraldehyde 2 %,
peracetic acid.
Thermometer oral
Sodium hypoclorite
Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
(High Level Desinfection /HLD)
89
ALAT-ALAT DAN PERLENGKAPAN BEDAH
Chlorine 0,1% Sesuai petunjuk 20 menit Tidak dapat Ganti tiap 14
pabrik & digunakan hari atau segera
prosedur yang jika tampak
akan dilakukan kotor
90
Botol susu bayi 1. Setelah digunakan, bilas segera dengan air mengalir, sikat botol
dan dotnya menggunakan detergent dan air hangat. Bilas botol dan
dotnya kedalam air bersih. Dan yang sangat penting bahwa botol
dan dotnya harus benar-benar bebas dari susu.
2. Masukan botol kedalam air mendidih selama 15 menit
3. Keringkan
Urinal Harus selalu berada di bersihkan segera selesai dipergunakan baik secara
manual maupun dengan menggunakan pan sanitiser
Alat cukur Penggunaanya disposable. Alat cukur elektrik dengan mata pisau yang
dapat diganti, setelah dipergunakan harus dibersihkan dan dilap dengan
alkohol 70%. Simpan dalam keadaan kering.
Botol suction Kosongkan dan bersihkan di pan sanitiser kirim ke CSSD untuk dibersihkan
dan disterilkan di CSSD
Suction bungs Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis
dipergunakan.
Trolley Lap dengan cairan detergen, cuci menggunakan detergent bila terlihat
kotor. Bila terdapat percikan darah bersihkan dengan cairan presept
Circuit ventilator Circuit harus disterilisasi, dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih
dari 48 jam. Tempatkan kembali humidifier.
Referensi :
The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996. Disinfection
and Sterilization Principles. Washington, DC.
CDC- MMWR, 19 Desember 2003. Recommendation and reports: appendix C methods for
sterilizing and disinfecting patient-care items and environmental surfaces, Washington DC.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5217a4.htm
Direktorat Jendral Pelayanan Medik,Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi di Rumah
Sakit,2001,Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Social RI
91
DI INSTALASI GIZI
I. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area perawatan
tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit contohnya
seperti makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki
kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang sehat oleh karena itu penularan
yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola atau ditangani dengan benar dapat
mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien yang disebut juga infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit yang
telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih banyak
kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staff dapat mengakibatkan terjadinya
kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan pengendalian infeksi di
dapur seperti yang tertulis dibawah ini
II. STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar
III. KEBERSIHAN
1. Cuci tangan
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan penyajian
makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu. Staff harus cuci
tangan pada saat :
92
a. Penutup kepala
Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji
alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam
makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah selesai
melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup kepala dicuci
setiap kali digunakan.
b. Sarung tangan
Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan pasien
dan pada saat membersihkan peralatan makan.
c. Apron
Digunakan pada saat melakukan aktivitas membersihkan peralatan makan dan
mengolah makanan dari bahan mentah ke makanan siap saji. Apron harus dilepas
dan ganti setiap selesai aktivitas. Apron dicuci setiap kali setelah digunakan
4. Pest Control
Penanggulangan terhadap serangga atau hama yang menyebabkan kontaminsai
terhadap makanan seperti tikus , lalat , kecoa, dan serangga lainnya harus dilakukan
secara rutin .
Suhu penyimpanan makanan yang baik untuk mencegah pertumbuhan bakteri adalah pada
suhu dibawah 5°C atau 8°C dan diatas 63°C.
Makanan yang mudah membusukdisimpan dalam suhu panas > 56.5°C atau dalam suhu
dingin < 4°C.
Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam disimpan dalam suhu -5°C s/d -1°C.
94
Makanan jadi dibawa dari dapur keruang perawatan pasien dengan menggunakan kereta
dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran.
Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.
Hubungi Unit Pengendlian Infeksi bila diperlukan persyaratan khusus untuk pasien .
X. KESEHATAN STAFF
Untuk peneriman karyawan /staff dapur yang baru harus ditanyakan riwayat kesehatan bila
pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus menerus, bisul ,penyakit
kulit dan infeksi kulit lainnya.
Staff dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera lapor
kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan fecal screening
rutin dilakukan terhadap staff setiap 1 tahun sekali.
95
Referensi :
2. Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ AYLIFFE,JR BABB,
LYNDA J TAYLOR,2001
96
BAB III
PENUTUP
Pada hakekatnya, Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit baru akan
terselenggara bila pimpinan dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan
keinginan pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dengan adanya buku pedoman di setiap unit perawatan pasien dan unit penunjang
diharapkan Upaya pengendalian Infeksi akan berhasil dan dampak yang dihasilkan adalah mutu
pelayanan rumah sakit akan meningkat.
97