Persetujuan Penggunaan Darurat diberikan pada CoronaVac untuk merangsang kekebalan tubuh
terhadap virus SARS-COV-2 untuk pencegahan COVID-19. Produk ini diindikasikan untuk orang usia
6 tahun ke atas.
PENGGUNAAN:
Rute pemberian yang dianjurkan adalah injeksi intramuskular pada otot deltoid. Kocok sebelum
digunakan.
CoronaVac tersedia dalam bentuk sediaan suspensi injeksi yang dikemas dalam vial sebanyak 0.5
atau 1.0 mL. Produk ini tidak mengandung pengawet.
Lihat Informasi Lengkap Peresepan EUA untuk instruksi dosis, cara pemberian, dan cara penyiapan
yang lengkap.
Tenaga kesehatan harus menyerahkan laporan tentang semua kesalahan pengobatan dan SEMUA
KEJADIAN TIDAK DIINGINKAN SERIUS yang terkait dengan CoronaVac.
Lembar Fakta ini mungkin telah diperbarui. Untuk Lembar Fakta terbaru, kunjungi www.pom.go.id
Untuk informasi tentang studi klinik yang menguji penggunaan CoronaVac pada COVID-19, silakan
melihat www.clinicaltrials.gov
Komposisi
Setiap dosis (0,5 mL) mengandung virus SARS-COV-2 yang telah diinaktivasi sebanyak 3 mcg / dosis
(setara dengan 600 SU).
Vaksin adalah suspensi opalescent, lapisan endapan dapat terbentuk yang dapat didispersikan
kembali dengan dikocok.
Eksipien: Aluminium hidroksida, disodium hidrogen fosfat, natrium dihidrogen fosfat, natrium
klorida, natrium hidroksida, dan HCl sebagai pengatur pH.
Produk ini tidak mengandung pengawet.
Indikasi
Vaksin ini menstimulasi tubuh untuk merangsang kekebalan tubuh terhadap SARS-COV-2 untuk
pencegahan COVID-19. Produk ini diindikasikan untuk orang usia 6 tahun ke atas.
Kontraindikasi
Produk ini kontraindikasi pada orang yang:
• Hipersensitif terhadap salah satu komponen vaksin ini
• Memiliki imunodefisiensi sejak lahir (imunodefisiensi primer).
PERINGATAN
1. Untuk pasien sedang sakit dan/atau dalam serangan akut penyakit kronis, vaksinasi sebaiknya
ditunda.
2. Dalam keadaan berikut, penggunaan vaksin ini harus dilakukan dengan hati-hati:
a. Pada pasien dengan trombositopenia atau gangguan pendarahan/koagulasi, injeksi
intramuskular vaksin dapat menyebabkan pendarahan.
b. Pasien yang memiliki riwayat terkonfirmasi atau diduga imunosupresif atau
imunodefisiensi. Pasien yang menerima terapi imunosupresif atau dengan
imunodefisiensi (imunoglobulin intravena, produk yang diturunkan dari darah atau terapi
kortikosteroid jangka panjang (> 2 minggu), respons imun terhadap vaksin mungkin
melemah (lihat bagian Interaksi Obat). Vaksinasi harus ditunda sampai akhir pengobatan
untuk memastikan pasien terlindungi dengan baik.
c. Pasien dengan epilepsi yang tidak terkontrol dan gangguan neurologis progresif lainnya
seperti Sindrom Guillain-Barre.
d. Penyakit autoimun.
e. Riwayat asma dan reaksi sampingan terhadap vaksin yang berat, seperti urtikaria,
dispnea, dan edema angioneurotik.
f. Penderita penyakit kronis yang serius (penyakit kardiovaskuler berat, hipertensi yang
tidak terkontrol, diabetes yang tidak terkontrol, penyakit hati dan ginjal, tumor ganas, dll).
3. Vaksin tidak boleh diberikan pada lansia yang lemah (frail elderly).
4. Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan vaksin lain (lihat interaksi obat).
5. Dilarang melakukan injeksi intravaskular vaksin ini.
6. Injeksi epinefrin dan obat serta perangkat lain yang tepat harus tersedia untuk mengendalikan
reaksi alergi serius yang segera. Penerima vaksin harus diobservasi di lokasi setidaknya selama
30 menit setelah vaksinasi.
7. Seperti halnya vaksin lainnya, vaksinasi dengan produk ini mungkin tidak melindungi orang
100% dari penyakit COVID-19.
8. Vaksin harus dijauhkan dari jangkauan anak-anak.
9. Jangan memaparkan disinfektan ke vaksin saat membuka vial dan menginjeksi vaksin.
10. Jangan gunakan produk jika vial vaksin retak, penandaannya buruk atau tidak efektif, atau jika
ada benda asing di dalam vial vaksin.
11. Jangan gabungkan produk ini dengan vaksin lain dalam alat suntik yang sama. Jangan bekukan
produk ini. Vaksin harus digunakan segera setelah dibuka.
INTERAKSI OBAT
Pemberian vaksin lain secara bersamaan: belum ada uji klinik untuk mengetahui pengaruh
pemberian vaksin lain secara bersamaan (sebelum, sesudah, atau simultan) terhadap
imunogenisitas vaksin ini. Tidak ada data yang tersedia untuk menilai pengaruh pemberian simultan
produk ini dengan vaksin lain.
Obat imunosupresif: inhibitor imun, obat kemoterapi, antimetabolit. Zat yang bersifat basa, obat
sitotoksik, kortikosteorid, dll, dapat mengurangi respons imun tubuh terhadap vaksin ini. Pasien
yang sedang menerima pengobatan lain: bagi yang sedang menggunakan obat lain, dianjurkan
untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menerima vaksin untuk menghindari kemungkinan
interaksi obat.
Karena uji klinik dilakukan di bawah kondisi yang sangat bervariasi, angka kejadian tidak diinginkan
yang diamati dalam uji klinik obat tidak dapat secara langsung dibandingkan dengan angka kejadian
pada uji klinik obat lain dan mungkin tidak mencerminkan angka kejadian yang diamati dalam
kondisi sebenarnya.
Keamanan vaksin SARS-CoV-2, inaktif dievaluasi pada subjek dengan usia antara 18 hingga 59 tahun
dalam satu uji klinik fase 1/2 yang dilakukan di Cina dan 3 uji klinik yang dilakukan di Indonesia,
Turki, dan Brasil.
Tabel 1. Kejadian Tidak Diinginkan setelah Vaksinasi untuk Jadwal Darurat (0-14 hari) pada Fase
2
Kejadian Tidak Menengah (N=120) Tinggi (N=120) Plasebo (N=60) Total (N=300) Nilai P*
Diinginkan (KTD)
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen (%)
Kejadian (%) Kejadian (%) Kejadian (%) Kejadian
Reaksi lokal yang dilaporkan setelah vaksinasi pertama dan kedua pada kelompok vaksin dan
plasebo adalah nyeri lokal, kemerahan, indurasi (penebalan) dan bengkak di area suntik. Kejadian
sistemik yang dilaporkan setelah vaksinasi pertama dan kedua pada kelompok vaksin dan plasebo
adalah mialgia (nyeri otot), kelelahan dan demam.
Tabel 3. Perbandingan Kejadian Tidak Diinginkan antara Kelompok Vaksin dan Plasebo
Kejadian Tidak Diinginkan Setelah suntikan pertama Setelah suntikan kedua
Vaksin Plasebo Nilai P * Vaksin (n=397) Plasebo Nilai P*
(n=405) (n=135) (n=133)
Reaksi Lokal:
Rasa nyeri lokal 131 29 (21.5) 0.017 121 (30.5) 40 0.930
(32.3) (30.1)
Kemerahan 25 (6.2) 5 (3.7) 0.278 17 (4.3) 3 (2.3) 0.288
Indurasi (penebalan) 34 (8.4) 6 (4.4) 0.129 29 (7.3) 6 (4.5) 0.262
Bengkak 9 (2.2) 1 (0.7) 0.269 14 (3.5) 1 (0.8) 0.095
Mayoritas kejadian tidak diinginkan yang dilaporkan berderajat ringan sampai sedang (derajat 1 dan
2). Kejadian tidak diinginkan derajat 3 dilaporkan lebih sedikit pada kelompok vaksin dibandingkan
pada kelompok plasebo (7,4% vs 13,3%). Reaksi lokal derajat 3 yang dilaporkan pada kelompok
vaksin setelah suntikan pertama dan kedua adalah nyeri lokal (1,0%) dan bengkak (0,3%). Kejadian
tidak diinginkan sistemik derajat 3 yang dilaporkan pada kelompok vaksin setelah suntikan pertama
dan kedua adalah demam (1,5%), mialgia (1,0%) dan kelelahan (0,7%). Kejadian tidak diinginkan
yang tidak diperkirakan terjadi dengan derajat 3 tidak umum dilaporkan pada kelompok vaksin.
Kejadian tidak diinginkan yang tidak diperkirakan terjadi dengan derajat 3 yang dilaporkan sampai
7 hari setelah suntikan adalah rinitis (0,3%), faringitis (0,2%), sakit perut (0,3%), dispepsia (0,3%),
mual (0,5%), muntah (0,3%), urtikaria (0,3%), pusing (0,5%), sakit kepala (1,0%), nafsu makan
meningkat (0,3%), malaise (0,3%) dan panas (0,3%). Tidak ada Kejadian tidak diinginkan serius yang
terkait dengan vaksinasi yang dilaporkan dalam studi ini.
Tabel 4. Perbandingan Kejadian Tidak Diinginkan antara Kelompok Vaksin dan Plasebo setelah
Dosis Pertama dan Kedua
Dosis Pertama Dosis Kedua
Vaksin Plasebo Vaksin Plasebo
N = 603 N = 310 N = 1221 N = 830
Kejadian tidak diinginkan 57 26 12 5
Dalam waktu 7 hari
Derajat 1 54 24 11 5
Derajat 2 2 1 0 0
Derajat 3 1 1 0 0
Kejadian tidak diinginkan sistemik 373 233 180 163
Dalam waktu 7 hari
Derajat 1 203 130 100 81
Derajat 2 36 20 24 17
Derajat 3 4 3 0 1
Derajat 1 28 28 21 34
Derajat 2 10 8 5 6
Derajat 3 2 2 0 0
Terdapat 2.722 (63.1%) subjek yang menerima 2 dosis melaporkan kejadian tidak diinginkan setelah
7 hari, di mana terdiri dari 2.130 (27,25%) subjek melaporkan kejadian tidak diinginkan lokal yang
diperkirakan dapat terjadi setelah vaksinasi (871; 20,19% subjek), sistemik (1.213; 28,12% subjek),
dan kejadian tidak diinginkan yang tidak diperkirakan dapat terjadi setelah vaksinasi (1603; 20,7%
subjek). Kejadian tidak diinginkan lokal yang diperkirakan dapat terjadi setelah vaksinasi yang paling
sering dilaporkan setelah injeksi kedua adalah nyeri lokal (18,6%) dan untuk kejadian tidak
diinginkan sistemik yang diperkirakan dapat terjadi setelah vaksinasi adalah sakit kepala (11,4%),
kelelahan (3,8%), dan mialgia (2,2%). Kejadian tidak diinginkan sistemik yang tidak diperkirakan
dapat terjadi setelah vaksinasi adalah Rhinorrhoea (1,3%) dan orofaring (0,6%). Kejadian tidak
diinginkan dilaporkan 7 hari setelah pemberian dosis kedua sebagian besar ringan sampai sedang
(derajat 1 dan 2).
Semua kejadian tidak diinginkan adalah ringan dan sedang. Tidak ada kejadian tidak diinginkan
derajat 3 (berat) yang terjadi. Kejadian tidak diinginkan terutama terjadi pada 0-7 hari setelah
vaksinasi. Insiden kejadian tidak diinginkan setelah dosis pertama dan kedua dari kelompok dosis
rendah dan dosis tinggi adalah sama, dan kejadian tidak diinginkan setelah dosis pertama dari
kelompok dosis sedang dan kelompok plasebo sedikit lebih tinggi dari dosis yang kedua, tidak ada
kecenderungan yang jelas dari peningkatan atau penurunan kejadian tidak diinginkan dengan
peningkatan dosis. Nyeri di tempat suntikan adalah gejala yang paling sering dilaporkan, dengan
tingkat kejadian masing-masing 11,00%, 11,20%, 8,94% dan 4,11%. Kejadian tidak diinginkan
lainnya dilaporkan kurang dari 5%. Sakit kepala dan mucocutaneous eruption pada kelompok dosis
tinggi sedikit lebih tinggi dibandingkan pada tiga kelompok lainnya. Insiden hypoesthesia pada
kelompok plasebo sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tiga kelompok lainnya, dan perbedaan
gejala lainnya tidak signifikan secara statistik.
Analisis Interim Uji Klinik Fase 3 di Brazil (per tanggal 21 Desember 2020) yang melibatkan 600
lansia dengan usia 60 tahun ke atas (usia antara 60 hingga 84 tahun) yang menerima 2 dosis Vaksin
SARS-COV-2, inaktif menunjukkan vaksin tersebut dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada
kejadian tidak diinginkan serius terkait dengan pemberian vaksin. Kejadian tidak diinginkan lokal
yang paling sering dilaporkan pada orang tua adalah nyeri (17% setelah dosis pertama dan 27,8%
setelah dosis kedua) dan dilaporkan sebagai ringan dan sedang. Kejadian tidak diinginkan lokal lain
yang dilaporkan dalam penelitian ini untuk orang tua adalah indurasi (1,4%), eritema (1,0%),
pembengkakan (0,7%), dan gatal (0,7%). Kejadian tidak diinginkan sistemik yang dilaporkan pada
lansia adalah mual (3,7%), muntah (0,3%), diare (2,7%), sakit kepala (10,9%), kelelahan (4,4%), nyeri
otot (4,8%), menggigil (0,3%), penurunan nafsu makan (1,7%), batuk (2,7%), nyeri sendi (2,7%),
pruritus (1,0%), ruam (0,3%). Tidak ada reaksi alergi yang dilaporkan pada orang tua dalam studi ini.
Kejadian yang tidak diinginkan terutama terjadi dalam 7 hari setelah vaksinasi. Kejadian tidak
diinginkan yang terjadi dalam waktu 30 menit adalah 0,36% (2/550), dengan angka kejadian 0,46%
(1/219) pada kelompok dosis rendah, 0,46% (1/217) pada kelompok dosis sedang dan 0,00% pada
kelompok plasebo. Angka keseluruhan kejadian tidak diinginkan setelah dosis pertama adalah
17,82% (98/550), dengan kejadian 15,07% (33/219) pada kelompok dosis rendah, 21,20% (46/217)
pada kelompok dosis sedang dan 16,67 % (19/114) pada kelompok plasebo, tidak ada perbedaan
statistik yang signifikan antara tiga kelompok (P=0,2388). Angka keseluruhan kejadian tidak
diinginkan setelah dosis kedua adalah 13,43% (72/550), dengan kejadian 16,36% (35/214) pada
kelompok dosis rendah, 12,32% (26/211) pada kelompok dosis sedang dan 9,91 % (11/111) pada
kelompok plasebo, dan tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara tiga kelompok
(P=0,2404). Nyeri di tempat suntikan adalah efek samping yang paling sering dilaporkan, dengan
angka kejadian 16,44% pada kelompok dosis rendah, 16,13% pada kelompok dosis sedang dan
1,72% pada kelompok plasebo dengan perbedaan terutama pada intensitas derajat 1.
Pada subjek usia 3-5 tahun, angka keseluruhan kejadian tidak diinginkan adalah 25,87% (37/143),
dengan angka kejadian pada kelompok dosis rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut sebesar
22,81% (13/57), 26,79% (15/56) dan 30,00% (9/30). Pada subjek usia 6-11 tahun, angka keseluruhan
kejadian tidak diinginkan adalah 18,14% (37/204), dengan angka kejadian pada kelompok dosis
rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut sebesar 14,81% (12/81), 22,22% (18/81) dan 16.67%
(7/42). Pada subjek usia 12-17 tahun, angka keseluruhan kejadian tidak diinginkan adalah 35,47%
(72/203), dengan angka kejadian pada kelompok dosis rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut
sebesar 38,27% (31/91), 37,50% (30/80) dan 26.19% (11/42).
Kejadian yang paling umum dilaporkan di kelompok usia 3-5 tahun adalah demam dengan angka
kejadian 8,77% (5/57) pada kelompok dosis rendah, 8,93% (5/56) pada kelompok dosis sedang, dan
10,00% (3/30) pada kelompok plasebo; diikuti nyeri lokal dan hidung berair, dengan angka kejadian
demam pada kelompok dosis rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut 10,53% (6/57), 7,14%
(4/56) dan 0,00%; dan angka kejadian hidung berair berturut-turut 1,75% (1/57), 8,93% (5/56) dan
6,67% (2/30).
Tabel 8. Kejadian Tidak Diinginkan pada Subjek Usia 3-5 Tahun pada Uji Klinik Fase 1 & 2
(berdasarkan klasifikasi sistem organ (SOC) dan istilah medis (PT))
Kejadian yang paling umum dilaporkan di kelompok usia 6-11 tahun adalah nyeri lokal dengan angka
kejadian 6,17% (5/81) pada kelompok dosis rendah, 12,35% (10/81) pada kelompok dosis sedang,
dan 2,38% (1/42) pada kelompok plasebo; diikuti demam, dengan angka kejadian pada kelompok
dosis rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut 3,70% (3/81), 4,94% (4/81) dan 4.76% (2/42).
Kejadian yang paling umum dilaporkan di kelompok usia 12-17 tahun adalah nyeri lokal dengan
angka kejadian 30,86% (25/81) pada kelompok dosis rendah, 26,25% (21/81) pada kelompok dosis
sedang, dan 2,38% (1/42) pada kelompok plasebo; diikuti sakit kepala, dengan angka kejadian pada
kelompok dosis rendah, sedang, dan plasebo berturut-turut 4.94% (4/81), 5.00% (4/80) dan 4.76%
(2/42).
Pada setiap subgrup kelompok usia, kejadian tidak diinginkan umumnya bersifat ringan hingga
sedang (intensitas derajat 1 dan 2). Pada subjek usia 3-5 tahun, angka kejadian derajat 1, 2, dan 3
berturut-turut sebesar 13,29% (19/143), 15,38% (22/143) dan 0,70% (1/143); pada subjek usia 6-11
tahun sebesar 3,24% (27/204), 9,31% (19/204) dan 0,49% (1/204). Pada subjek usia 12-17 tahun,
angka kejadian derajat 1 dan 2 berturut-turut sebesar 31,53% (64/203) dan 0.00%, dan tidak ada
kejadian derajat 3 yang dilaporkan.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa angka kejadian tidak diinginkan pada
kelompok usia 12-17 tahun lebih tinggi dibandingkan pada kelompok usia 3-5 dan 6-11 tahun karena
angka kejadian nyeri lokal derajat 1 ditemukan lebih tinggi pada kelompok usia 12-17 tahun.
Hingga tanggal laporan ini disampaikan, jumlah subjek pada populasi 3-5 tahun dinilai masih
terbatas, sehingga profil keamanan vaksin pada populasi usia tersebut belum dapat dipastikan.
Hingga 6 bulan setelah pemberian dosis kedua, hanya 1 subjek pada kelompok plasebo yang
dilaporkan mengalami kejadian tidak diinginkan serius (KTDS) berupa pneumonia, yang dinilai tidak
berhubungan dengan vaksin.
Tabel 11. Angka Kejadian KTD setelah Vaksinasi pada Semua Subjek
Angka kejadian KTD keseluruhan sebesar 25,2% (25,87% pada kelompok vaksin dan 23,2% pada
kelompok plasebo; tidak berbeda signifikan (p=0,6344)). KTD umumnya bersifat sistemik dan reaksi
di lokasi suntikan. Kejadian yang paling umum dilaporkan yaitu nyeri pada lokasi suntikan (8,8%)
dan demam (5,4%).
Angka keseluruhan kejadian tidak diinginkan pada subjek usia 3-5 tahun pada 28 hari setelah dosis
kedua adalah 28,00% (28/100), dengan 33,33% (25/75) dari kelompok vaksin dan 12,00% (3/25)
dari kelompok plasebo. Pada subjek usia 6-11 tahun, angka keseluruhan kejadian tidak diinginkan
adalah 16,00% (32/200), dengan angka kejadian pada kelompok vaksin dan plasebo berturut-turut
sebesar 17,33% (26/150) dan 12,00% (6/50). Pada subjek usia 12-17 tahun, angka keseluruhan
kejadian tidak diinginkan adalah 15,50% (31/200), dengan angka kejadian pada kelompok vaksin
dan plasebo berturut-turut sebesar 14,00% (21/150) and 20,00% (10/50). Kejadian demam pada
kelompok usia 3-5 tahun, 6-11 tahun dan 12-17 tahun berturut-turut sebesar 16,00%, 3,50% dan
2,00%, sedangkan nyeri lokal sebesar 7,50% dan 9,00%. Detail pada tabel berikut.
KTD yang berhubungan dengan vaksinasi (ADR) sebesar 18,2% (19,2% pada kelompok vaksin dan
15,2% pada kelompok plasebo; tidak berbeda signifikan (p=0,3508)). Kejadian yang paling umum
dilaporkan yaitu nyeri pada lokasi suntikan (8,8%) dan demam (5,4%). Selain reaksi lokal, tidak ada
perbedaan signifikan antara kejadian pada kelompok vaksin dibandingkan plasebo.
Umumnya, ADR bersifat ringan dan seluruhnya terjadi dalam rentang 7 hari setelah vaksinasi. ADR
yang dilaporkan setelah vaksinasi dosis kedua (5,69%) lebih sedikit dibandingkan setelah dosis
pertama (14,6%). Tidak terjadi SAE pada kelompok vaksin maupun plasebo pada saat laporan
interim diberikan.
Selama uji klinik berlangsung, dua subjek di kelompok vaksin dilaporkan mengalami tiga kejadian
tidak diinginkan serius, dengan seluruh kejadian dinilai tidak berhubungan dengan vaksin. Kejadian
tersebut didiagnosis sebagai laserasi kulit, gastritis, dan polip lambung.
Sebanyak 3.890 laporan kejadian tidak diinginkan diterima oleh Sistem Monitoring KTD CDC Cina
dan Bagian Pemasaran Sinovac. Laporan kejadian tidak diinginkan yang terkumpul pada populasi 3-
17 tahun diklasifikan berdasarkan penyebab dan kelompok usia sebagai berikut.
Tabel 15. Klasifikasi KTD Berdasarkan Penyebab dan Kelompok Usia pada Populasi 3-17 Tahun
Kelompok Usia (Tahun) Angka
Angka
Pelaporan
Pelaporan
Populasi
Jumlah Proporsi Asesmen Seluruh
Klasifikasi 3-17
Kejadian (%) 3-5 6-11 12-17 Kausalitas Populasi
Tahun
(/100.000
(/100.000
dosis)
dosis)
Reaksi
3296 84.73 4 1 3291 3.18 Berhubungan 4.73
umum
Reaksi
tidak biasa 159 4.09 -- 2 157 0.15 Berhubungan 0.43
(abnormal)
Kejadian Tidak
95 2.44 -- -- 95 0.09 0.67
koinsiden berhubungan
Reaksi Tidak
186 4.78 -- -- 186 0.18 0.23
psikogenik berhubungan
Belum Tidak
154 3.96 -- 1 153 0.15 0.16
ditentukan diketahui
Total 3890 100.00 4 4 3882 3.76 / 6.21
Keterangan:
*Klasifikasi: Seluruh klasifikasi berdasarkan CDC Cina yang mengacu pada pedoman internal, berbeda
dengan WHO, dengan definisi sebagai berikut:
Reaksi umum: reaksi yang disebabkan karakteristik vaksin; hanya menimbulkan reaksi sementara yang
umumnya berupa demam dan pembengkakan pada lokasi suntik; dapat disertai rasa tidak nyaman,
lemas, hilang nafsu makan, lelah, dan gejala sistemik lainnya.
Reaksi tidak biasa (abnormal): reaksi yang disebabkan vaksin menimbulkan kerusakan pada jaringan,
organ, atau fungsi tubuh penerima vaksin saat atau setelah vaksinasi, yang bukan disebabkan salah satu
pihak terkait
Kejadian koinsiden: penerima vaksin dalam masa inkubasi atau prodormal penyakit lain ketika
divaksinasi, dan secara tidak sengaja menjadi sakit setelah vaksinasi
Reaksi psikogenik: reaksi yang disebabkan faktor psikologis penerima vaksin saat atau setelah vaksinasi
*Asesmen Kausalitas: Seluruh reaksi umum dan tidak biasa dinilai berhubungan dengan vaksin oleh CDC
Cina berdasarkan pedoman internal
Tabel 16. Klasifikasi KTD berdasarkan Keseriusan dan Kelompok Usia pada Populasi 3-17 Tahun
Jumlah Kelompok Usia (Tahun) Angka Pelaporan
Klasifikasi Proporsi (%)
kejadian 3-5 6-11 12-17 (/100.000 dosis)
Serius 93 -- -- 93 2.39 0.09
Tidak
3797 4 4 3789 97.61 3.67
serius
Total 3890 4 4 3882 100.00 3.76
Mayoritas kejadian tidak diinginkan yang dilaporkan berasal dari populasi usia 12-17 tahun
(proporsi 99,80%). Seluruh klasifikasi KTD pada populasi 3-5 tahun merupakan reaksi umum.
Terdapat 2 reaksi tidak biasa (abnormal) pada populasi 6-11 tahun dengan gejala syok anafilaksis
dan urtikaria. Sebesar 97,40% KTD terjadi pada kelompok 12-17 tahun karena saat ini sedang
dilakukan vaksinasi masal di Cina pada kelompok usia tersebut. Interval waktu antara tanggal
vaksinasi dan munculnya gejala umumnya dalam 7 hari pasca vaksinasi, dengan KTD mayoritas
berupa reaksi umum seperti pusing, pireksia, astenia, nausea, dll.
Kejadian yang dilaporkan pada populasi 3-17 tahun umumnya tidak serius (proporsi 97,61%, angka
pelaporan 3,67 kasus/100.000 dosis). Tidak ada KTD serius pada populasi 3-11 tahun.
Kejadian tidak diinginkan yang dilaporkan umumnya berfokus pada gangguan sistem syaraf, reaksi
umum, reaksi lokal, serta gangguan kulit dan jaringan subkutan. Kejadian pusing merupakan
kejadian yang dilaporkan dengan proporsi tertinggi, dengan total 748 kasus (angka pelaporan 0,722
kasus/100.000 dosis), diikuti pireksia dengan 648 kasus (angka pelaporan 0,626 kasus/100.000
dosis), astenia dengan 444 kasus (angka pelaporan 0,429 kasus/100.000 dosis), nausea dengan 377
kasus (angka pelaporan 0,364 kasus/100.000 dosis), sakit kepala dengan 344 kasus (angka
pelaporan 0,332 kasus/100.000 dosis), dll. Distribusi kejadian tersebut konsisten dengan laporan
kejadian tidak diinginkan di populasi semua usia.
Hingga tanggal data lock, sejumlah 4 KTD dilaporkan pada populasi 3-5 tahun, 5 KTD pada populasi
6-11 tahun, dengan seluruhnya termasuk klasifikasi tidak serius.
Sebanyak 5.983 kejadian tidak diinginkan dilaporkan pada populasi 12-17 tahun, umumnya
berfokus pada gangguan sistem syaraf, reaksi umum, reaksi lokal, serta gangguan kulit dan jaringan
Sejumlah 112 kejadian tidak diinginkan serius baru dilaporkan pada populasi 12-17 tahun dan
diurutkan berdasarkan jumlah kejadiannya. Lima KTD serius baru terbanyak beserta klasifikasinya
terlampir pada tabel berikut, sedangkan KTD lainnya berjumlah kurang dari 3 kasus. Lima KTD
berikut memiliki proporsi 29,46% dari total KTD serius baru yang dilaporkan pada populasi 3-17
tahun.
Tabel 20. Distribusi 5 KTD Serius Baru Terbanyak pada Populasi 12-17 Tahun
Serius Klasifikasi
Reaksi tidak
KTD Kejadian Belum
Baru biasa
koinsiden ditentukan
(abnormal)
Syok anafilaksis 14 11 -- 3
Henon-Schonlein purpura 6 2 -- 4
Sindrom nefrotik 5 1 -- 4
Ensefalitis 4 -- -- 4
Trombositopenia purpura 4 1 2 1
Total 33 15 2 16
Analisis kejadian tidak diinginkan dengan perhatian khusus (AESI/Adverse Event Special Interest)
pada kelompok usia 3-17 tahun di Cina didasarkan pada keseriusan kejadian dan klasifikasi individu
sebagai berikut.
Tabel 21. Analisis Kejadian Tidak Diinginkan dengan Perhatian Khusus (AESI) Berdasarkan
Keseriusan dan Kelompok Usia
Kelompok usia
AESI Serius Tidak serius Total
(tahun)
6-11 Syok anafilaksis -- 1 1
Syok anafilaksis 14 5 19
12-17 Bell’s palsy -- 4 4
Demielinasi 1 -- 1
Tabel 22. Analisis Kejadian Tidak Diinginkan dengan Perhatian Khusus (AESI) Berdasarkan
Asesmen Kausalitas dan Kelompok Usia
Kelompok usia Reaksi tidak biasa Kejadian Reaksi Belum
Gejala AESI Total
(tahun) (abnormal) koinsiden umum ditentukan
6-11 Syok anafilaksis 1 -- -- -- 1
Syok anafilaksis 14 -- 1 4 19
Bell’s palsy -- 3 -- 1 4
Demielinasi -- 1 -- -- 1
Guillain-Barre
-- -- -- 2 2
syndrome
Henoch-Schonlein
4 3 -- 8 15
purpura
Edema laring -- -- -- 2 2
12-17
Mielitis -- -- -- 2 2
Miokarditis -- 1 -- 4 5
Kehilangan
1 3 -- 1 5
pendengaran
Trombositopenia
2 2 -- 1 5
purpura
Trombosis vena
-- -- -- 1 1
ekstremitas
Total 22 13 1 26 62
Sejumlah 3 kejadian tidak diinginkan (estimasi angka pelaporan 0,003 kasus/100.000 dosis) yang
menyebabkan kematian (fatal) ditemukan pada populasi usia 3-17 tahun di Cina hingga tanggal data
lock. Dua di antaranya diklasifikasikan sebagai tidak dapat ditentukan, dan satu lainnya merupakan
kejadian koinsiden dengan penyebab kematian tidak diketahui. Ketiga kasus tersebut telah
dilaporkan ke Beijing ADR berdasarkan “Beijing Municipal Medical Products Administration
Symposium Summary of Vaccine AEFI Fatal cases investigation”. Berdasarkan hasil dari investigasi
terhadap kualitas bets vaksin, dinyatakan bahwa produksi, pengujian, penyimpanan, dan
pengiriman bets vaksin telah memenuhi ketentuan yang berlaku, keamanan vaksin baik, dan produk
vaksin terkualifikasi.
130 subjek mendapatkan dosis booster 6 bulan setelah 2 dosis vaksin/plasebo mengacu pada
jadwal vaksin rutin (hari ke-0, 28). 28 hari setelah dosis booster, secara keselurhan angka kejadian
KTD sebesar 18.46%, angka kejadian KTD pada kelompok dosis sedang, dosis tinggi dan plasebo
secara berurutan sebesar, 19.23%, 24.00%, dan 7.14%. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
secara statistik antara masing-masing grup (P=0.1770). Secara keseluruhan angka kejadian KTD yang
tidak berhubungan dengan vaksin sebesar 3.08%, angka kejadian KTD pada kelompok dosis sedang,
dosis tinggi, dan plasebo secara berurutan sebesar, 3.855, 4.00%, dan 0.00%, perbedaan angka
kejadian pada masing-masing kelompok signifikan secara statistik (P=0.6795). Secara keseluruhan
angka kejadian KTD yang berhubungan dengan vaksin sebesar 16.15%, angka kejadian pada
kelompok dosis sedang, dosis tinggi, dan plasebo secara berurutan 15.38%, 22.00%, dan 7.14%, dan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada masing-masing kelompok (P=0.2411).
Tidak terdapat KTD serius yang terjadi pada vaksinasi dosis booster.
PROFIL FARMAKOLOGIS
Profil Farmakodinamik
Mekanisme kerja
Vaksin SARS-COV-2 (Vero Cell), inaktif dikembangkan oleh Sinovac Life Sciences Co. Ltd., dapat
merangsang kekebalan aktif dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus SARSCOV-2 dengan
memproduksi antibodi penetral.
STUDI KLINIK
Imunogenisitas
Studi Fase 1 Subjek Dewasa di Cina
Analisis imunogenisitas pada studi klinik Tahap 1 dilakukan untuk 2 jenis regimen, regimen darurat
(0-14 hari) dan regimen rutin (0-28 hari), serta 2 dosis berbeda, dosis sedang (600 SU – dosis yang
diusulkan) dan dosis tinggi (1200 SU). Hasil pengamatan imunogenisitas IgG 6 bulan setelah
pemberian dosis kedua regimen darurat (0-14 hari) menunjukkan penurunan persentase angka
seropositif pada kelompok yang mendapat dosis sedang (dari 87,50% menjadi 33,33%) dan
kelompok yang menerima dosis tinggi (dari 100% menjadi 70,83%). Hasil pengamatan
imunogenisitas IgG 6 bulan setelah pemberian dosis kedua regimen rutin (0-28 hari) menunjukkan
penurunan persentase angka seropositif pada kelompok yang mendapat dosis sedang (dari 100%
menjadi 62,50%) dan kelompok yang menerima dosis tinggi (dari 100% menjadi 79,17%).
Hasil pengamatan imunogenisitas IgM 6 bulan setelah pemberian dosis kedua regimen darurat (0-
14 hari) menunjukkan penurunan persentase seropositif rate baik pada kelompok yang mendapat
dosis sedang (dari 12,5% menjadi 0%) dan kelompok yang menerima dosis tinggi (dari 20,83%
menjadi 8,33%). Data IgM pada regimen rutin (0-28 hari) juga menunjukkan profil penurunan
seperti pada regimen darurat baik pada dosis sedang maupun dosis tinggi, di mana angka seropositif
turun dari 20,83% menjadi 4,17% pada 6 bulan setelah dosis kedua.
Hasil uji antibodi IgG pada 14 hari, 3 bulan, dan 6 bulan setelah dosis kedua menunjukkan angka
seropositif adalah 99,74%, 99,23%, dan 84,87%. Nilai serokonversi pada 14 hari setelah dosis kedua
adalah 97,48%. Nilai GMT antibodi IgG sebelum vaksinasi, pada 14 hari, 3 bulan, dan 6 bulan setelah
dosis kedua adalah 220,27, 5181,19, 1605,90, dan 670,12. Nilai GMT pada 3 bulan setelah dosis
kedua menurun 3,2 kali lipat, sedangkan pada 6 bulan setelah dosis kedua menurun hingga 7,7 kali
dibandingkan dengan 14 hari setelah dosis kedua.
Hasil uji netralisasi antibodi (Nab) pada 14 hari, 3 bulan, dan 6 bulan setelah dosis kedua
menunjukkan angka seropositif adalah 95,72%, 83,85%, dan 44,10%. Nilai serokonversi pada 14 hari
setelah dosis kedua adalah 87,15%. Nilai GMT antibodi netralisasi sebelum vaksinasi, pada 14 hari,
3 bulan, dan 6 bulan setelah dosis kedua adalah 2,00, 15,76, 7,12, dan 5,08. Nilai GMT pada 3 bulan
setelah dosis kedua turun 2,2 kali lipat, sedangkan pada 6 bulan setelah dosis kedua menurun
hingga 3,1 dibandingkan dengan 14 hari setelah dosis kedua.
Pada fase 2, nilai serokonversi masing-masing adalah 96,77%, 100,00% dan 0,00%, dengan GMT
masing-masing sebesar 86,4, 142,2, dan 2,1. Untuk subjek usia 6-11 tahun, nilai serokonversi 28 hari
setelah dosis kedua pada kelompok perlakuan dosis rendah, dosis sedang dan plasebo adalah
98.55%, 100% dan 0%, sedangkan pada usia 12-17 tahun 92.96%, 100.0% dan 0%. Nilai GMT pada
usia 6-11 tahun adalah 90.3, 139.7, 2.0, sedangkan untuk usia 12-17 tahun adalah 78.3, 146.0 dan
2.0.
Pada fase 1, 69 subjek diikutsertakan dalam analisis persisten antibodi 6 bulan setelah dosis kedua.
Nilai seropositif dari antibodi netralisasi pada 6 bulan setelah dosis kedua untuk kelompok
perlakuan dosis rendah adalah 74.07% dan 100% untuk dosis sedang, dengan nilai GMT pada
kelompok dosis rendah adalah 15.2 dan 24.1 pada dosis sedang. Jika dibandingkan pada 28 hari
setelah dosis kedua, nilai seropositif dan GMT pada 6 bulan menurun secara signifikan untuk
kelompok dosis rendah. Nilai seropositif untuk kelompok dosis sedang tetap 100% sedangkan nilai
GMT menurun secara signifikan.
Berdasarkan analisis yang dikelompokkan berdasarkan usia, nilai seropositif pada 6 bulan setelah
dosis kedua adalah 44.44%~88.89% untuk kelompok dosis rendah dan 88.24%~100% untuk
kelompok dosis sedang, dengan nilai GMT 9.5~36.6 dan 11.9~48.0 pada tiga kelompok usia (3-5
tahun, 6-11 tahun dan 12-17 tahun). Untuk usia 6-11 tahun, nilai seropositif pada dosis rendah dan
dosis sedang adalah 88.89% dan 100.0%, sedangkan untuk usia 12-17 tahun adalah 44.44% dan
100.0%. nilai GMT pada dosis rendah dan dosis sedang untuk usia 6-11 tahun adalah 16.1 dan 29.5,
sedangkan untuk usia 12-17 tahun adalah 9.5 dan 11.9. Nilai GMT mengalami tren penurunan pada
semua kelompok usia pada 6 bulan setelah dosis kedua.
Pada fase 2, 227 subjek disertakan pada analisis persisten antibodi 3 bulan setelah dosis lengkap.
Seropositif 98,91% pada dosis rendah dan 100% pada dosis sedang 3 bulan setelah dosis lengkap,
dengan GMT 67,8 (dosis rendah) dan 110,5 (dosis sedang). Seropositif tidak menurun pada 3 bulan
Seropositif 3 bulan setelah dosis lengkap mencapai 97% setelah menerima dosis rendah atau dosis
sedang pada semua kelompok usia (3-5 tahun, 6-11 tahun dan 12-17 tahun). Nilai seropositif pada
3 bulan setelah dosis lengkap serupa dengan seropositif 28 hari setelah dosis lengkap untuk
kelompok dosis rendah atau dosis sedang pada semua kelompok usia, sedangkan nilai GMT sedikit
menurun. Untuk subjek usia 6-11 tahun, nilai seropositif pada dosis rendah dan dosis sedang adalah
100% dan 100%, sedangkan pada usia 12-17 tahun adalah 97.22% dan 100%. GMT pada usia 6-11
tahun adalah 81.9 dan 115.5, sedangkan untuk usia 12-17 tahun adalah 46.6 dan 84.0. Terdapat
perbedaan secara signifikan pada nilai GMT untuk dosis rendah dan dosis sedang pada usia 12-17
tahun (p=0.0106) sedangkan pada usia 6-11 tahun tidak berbeda secara bermakna (p=0.1575).
Mempertimbangkan keamanan dan imunogenisitas (hingga 3 bulan) pada kelompok usia 6-17
tahun, maka vaksin ini dapat direkomendasikan untuk anak kelompok usia 6-17 tahun dengan dosis
sedang yang lebih baik daripada dosis rendah. Antibodi netraliasi masih tinggi setelah 3 bulan
setelah dosis lengkap.
Pada 6 bulan setelah pemberian vaksinasi primer dengan jadwal darurat (hari ke-0, 14), didapatkan
angka seropositif sebesar 16,95%, 24,14%, dan 0,00% pada kelompok dosis sedang, dosis tinggi, dan
plasebo, dengan nilai GMT 4,1, 4,8, dan 2,0.
Pada subjek fase II yang menerima vaksinasi primer dengan jadwal vaksinasi darurat (hari ke-0, 14),
sebanyak 138 subjek diberi satu dosis booster pada 6 bulan setelah dosis terakhir. Hasil analisis
menunjukkan angka seropositif pada 14 hari setelah dosis booster pada kelompok dosis sedang,
dosis tinggi, dan plasebo sebesar 100,00%, 100,00%, dan 0,00%. Angka serokonversi pada kelompok
tersebut berturut-turut sebesar 98,11%, 100,00%, dan 0,00%, dengan nilai GMT 137,9, 175,1, dan
2,00.
Pada 6 bulan setelah pemberian vaksinasi primer dengan jadwal rutin (hari ke-0, 28), didapatkan
angka seropositif sebesar 35,19%, 46,43%, dan 0,00% pada kelompok dosis sedang, dosis tinggi, dan
plasebo, dengan nilai GMT 6,7, 7,1, dan 2,0.
Pada subjek fase II yang menerima vaksinasi primer dengan jadwal vaksinasi rutin (hari ke-0, 28),
sebanyak 124 subjek mendapatkan vaksinasi dosis booster. Hasil menunjukkan nilai seropositif 28
hari setelah dosis booster pada dosis sedang, dosis tinggi, dan plasebo secara berurutan sebagai
Hasil analisis persistensi antibodi pada 6 bulan setelah dosis kedua menunjukkan nilai seropositif
pada kelompok dosis rendah, sedang, tinggi, dan plasebo sebesar 12,63%, 17,35%, 22,58%, dan
2,13%, dengan nilai GMT 3,1, 3,4, 4,1, dan 2,1. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan
adanya penurunan titer antibodi netralisasi pada 6 bulan setelah vaksinasi primer.
Sebanyak 287 subjek mendapatkan vaksinasi dosis booster 6 bulan setelah pemberian vaksinasi
primer. Hasil menunjukkan bahwa pada hari ke- 7, 14, dan 28 setelah vaksinasi dosis booster,
dengan nilai seropositif dan nilai serokonversi dari antibodi netralisasi lebih dari 97% pada
kelompok dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi, dan nilai seropositif serta nilai serkonversi
dari kelompok plasebo adalah 0.00%. 7 hari setelah dosis booster, nilai GMT dari kelompok dosis
rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi, serta kelompok plasebo secara berurutan sebagai berikut,
179.0, 305.0, 418.8, dan 2.0 dan nilai GMI sebesar 52.2, 89.1, 106.8, dan 0.9 secara berurutan. 14
hari setelah dosis booster nilai GMT sebesar 206.9, 318.3, 689.1, dan 2.0 secara berurutan, dan nilai
GMI sebesar 75.3, 91.2, 153.5, dan 1.0, secara berurutan.
Pada 28 hari setelah dosis booster, nilai GMT sebesar 184.6, 342.8, 437.7, dan 2.0, dan nilai GMI
sebesar 57.7, 83.4, 107.7, dan 1.0, secara berurutan. Pada waktu yang berbeda setelah imunisasi
booster nilai GMT secara berurutan sebagai berikut, kelompok dosis tinggi > kelompok dosis sedang
> kelompok dosis ringan. Setelah pemberian imunisasi booster, kadar antibodi meningkat secara
signfikan.
Efikasi
Efikasi Vaksin SARS-COV-2, inaktif dievaluasi berdasarkan analisis interim dari 3 studi klinik fase 3
yang dilakukan di Indonesia, Turki dan Brasil. Tiga studi klinik tersebut masih terus dilakukan untuk
tindak lanjut.
Berdasarkan analisis studi klinik fase 3 di Indonesia yang melibatkan 1.620 subjek dewasa dengan
usia antara 18-59 tahun, penilaian efikasi vaksin SARS-COV-2, inaktif 2 dosis dalam mencegah infeksi
COVID-19 dibandingkan dengan plasebo, diukur berdasarkan kasus gejala yang dikonfirmasi oleh
pengujian RT-PCR mulai dari 14 hari hingga 6 bulan setelah dosis kedua. Analisis interim pada 3
bulan menunjukkan efikasi sebesar 65,3%. Analisis final pada 6 bulan setelah dosis kedua
menunjukkan efikasi sebesar 51,98% (17 kasus pada kelompok vaksin dan 35 kasus pada kelompok
plasebo). Terdapat dua (2) kasus keparahan sedang dan satu (1) kasus berat pada kelompok
plasebo. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa efikasi vaksin sebesar 100.-% terhadap kasus COVID-
19 dengan keparahan sedang dan berat. Tidak terdapat kasus keparahan kritis dan kematian yang
dilaporkan. Durasi observasi dan penilaian keparahan untuk perhitungan analisis efikasi ini sesuai
dengan kriteria observasi efikasi yang ditetapkan oleh WHO untuk Vaksin SARS-COV-2, inaktif.
Berdasarkan analisis sementara uji klinik fase 3 di Turki (per-tanggal 23 Desember 2020) yang
melibatkan 13.000 subjek dewasa dengan usia antara 18 dan 59 tahun, efektivitas Vaksin SARSCOV-
2, inaktif dievaluasi dari 29 kasus COVID-19. Studi klinik fase 3 di Turki menunjukkan efikasi vaksin
adalah 91,25% (29 kasus: 3 kasus dari kelompok vaksin dan 26 kasus dari kelompok plasebo) pada
Studi klinik fase 3 yang dilakukan di Brazil melibatkan total sekitar 13.060 peserta. Berdasarkan
laporan terkini yang disampaikan pada bulan Februari 2021, efikasi vaksin didapatkan sebesar
50,65% dengan berdasarkan definisi kasus dari NMPA. Analisis efikasi terhadap kasus keparahan
sedang dan berat menunjukkan hasil yang baik: efikasi terhadap kasus dengan skor keparahan ≥3
mencapai 83,70% dan terhadap skor keparahan ≥4 dan kasus parah mencapai 100%.
KONDISI PENYIMPANAN
Produk ini tidak mengandung pengawet.
Produk yang tidak digunakan agar segera dibuang.
Simpan vial suspensi CoronaVac antara 2 - 8 °C. Jangan gunakan setelah tanggal kedaluwarsa.
Meskipun data klinik fase 3 masih berlangsung, CoronaVac dipercaya dapat merangsang kekebalan
tubuh terhadap SARS-COV-2 untuk pencegahan COVID-19. Produk ini diindikasikan untuk orang
yang berusia 6 tahun ke atas, sebagaimana ditentukan dalam Lembar Fakta ini. Anda mungkin
dihubungi dan diminta untuk memberikan informasi untuk membantu penilaian penggunaan
produk selama keadaan darurat ini. Kejadian tidak diinginkan yang serius terkait penggunaan
CoronaVac harus dilaporkan ke Badan POM melalui Pusat Farmakovigilans / MESO Nasional, Badan
Pengawas Obat dan Makanan online http://emeso.pom.go.id/ADR. Harap sertakan dalam nama
bidang, "Jelaskan Peristiwa, Masalah, atau Kesalahan Penggunaan / Pengobatan Produk",
pernyataan berikut: Vaksinasi CoronaVac di bawah Persetujuan Penggunaan Darurat (EUA).
EUA untuk CoronaVac ini berakhir bila Badan POM menentukan bahwa keadaan EUA sudah berakhir
atau ketika ada perubahan dalam status persetujuan produk sehingga EUA tidak lagi diperlukan.
Kemasan:
Dus, 40 vial @ 1 dosis (0.5 mL)
Dus, 40 vial @ 2 dosis (1 mL)
Diproduksi oleh:
Sinovac Life Sciences, Co., Ltd, China
Diimpor oleh:
PT Bio Farma (Persero), Indonesia