Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pemerintah bertanggung
jawab terhadap ketersediaan sumber daya kesehatan dan ketersediaan akses serta fasilitas
pelayanan kesehatan untuk memelihara derajat kesehatan setinggi-tingginya.1 Pelayanan di
fasilitas kesehatan diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten serta perencanaan,
pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan diatur oleh pemerintah.2
Dalam rangka melakukan pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
di Indonesia. Pemerintah melakukan upaya-upaya pelayanan terhadap masyarakat sebagai wujud
dan penyelenggaraan kepentingan umum. Menurut UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan, mengatakan tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan,dan kemampuan hidup sehat.3
Salah satu jenis tenaga kesehatan adalah tenaga kefarmasian seperti apoteker yang oleh
Federasi Farmasi Internasional (FIP) didefinisikan sebagai kemauan individu apoteker untuk
melakukan praktek kefarmasian sesuai dengan aturan yang berlaku serta memenuhi syarat
kompetensi dan etik kefarmasian.4
Rumusan Masalah
1. Sejauh mana ruang lingkup pekerjaan kefarmasian ?
2. Peraturan apa saja yang mengatur terkait dengan pekerjaan kefarmasian ?

1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010
2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
161/Menkes/Per/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan, Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010.
3 International Pharmaceutical Federation, Federation of International Pharmaceutical reference guide on good
pharmacy practice in community and hospital settings. 1st ed. The Hague (The Netherlands): Federation of
International Pharmaceutical; 2009.

4 Undang-Undang No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan


BAB II
PEMBAHASAN
Pekerjaan Kefarmasian
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 1 ayat
(1) tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan Pekerjaan Kefarmasian adalah:5
“Pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional”. Dan di dalam ayat 3 juga dijelaskan bahwa “Tenaga Kefarmasian adalah tenaga
yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian”. Selanjutnya di dalam ayat 6 dijelaskan juga yang dimaksud dengan “Tenaga
Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker”.
Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 ayat (1) bahwa, praktek
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tujuan dibuatnya pengaturan tentang Pekerjaan Kefarmasian yaitu untuk:
a) Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau
menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b) Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundangan-undangan; dan

5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 1 ayat (1) tentang Pekerjaan Kefarmasian
c) memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51 tahun 2009).
Kesehatan menurut undang-undang kesehatan RI no 36 Tahun 2009 : Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memengkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap manusia membutuhkan kesehatan karena
kesehatan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia.
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Salah satu yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah
pekerjaan kefarmasian
Pelaku Pekerjaan kefarmasian
Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada pasal 33 yaitu:
1. Tenaga Kefarmasian terdiri atas:
a) Apoteker; dan
b) Tenaga Teknis Kefarmasian.
c) Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada Pasal 39 disebutkan
bahwa:
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan PekerjaanKefarmasian di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi.
2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi:
a) Apoteker berupa STRA; dan
b) Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Pada Pasal 40 disebutkan:
Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a) memiliki ijazah Apoteker;
b) memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c) mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d) mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik; dan
e) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
STRA dikeluarkan oleh Menteri dan berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk
jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat.
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan:
a) memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin
praktik;
c) memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga
Teknis Kefarmasian; dan
d) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
STRTTK dikeluarkan oleh Menteri dan dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada
pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi. STRTTK berlaku selama
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila
memenuhi syarat.
Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi
Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a) fotokopi ijazah Apoteker;
b) fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c) fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d) surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
e) surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f) pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
Surat izin sebagaimana tersebut dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan.
Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau
secara online melalui website KFN. KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Bagi Apoteker yang baru
lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung. Permohonan STRA diajukan oleh
perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua)
minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru
Untuk memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan permohonan
kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan untuk memperoleh surat permohonan STRTTK
harus melampirkan:
a) fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi atau
Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b) surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
c) surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian;
d) surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA, atau pimpinan
institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
e) pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm
sebanyak 2 (dua) lembar.
Dalam PP 51 Tahun 2009 pada Pasal 52 disebutkan bahwa:
1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia
wajib memiliki surat izin sesuai tempat TenagaKefarmasian bekerja.
2. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a) SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek,
puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b) SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker
pendamping;
c) SIKA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas
kefarmasian di luar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau
d) SIKA bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
pada Fasilitas Kefarmasian.
Registrasi ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Permenkes
161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Pasal 12 atau Pasal 14 dengan
melampirkan surat tanda registrasi yang lama dan registrasi ulang harus dilakukan minimal 6
(enam) bulan sebelum STRA dan STRTTK habis masa berlakunya.
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian, Apoteker harus menetapkan Standar Prosedur
Operasional. Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara
terus menerus sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:
1. Mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
2. Mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; dan
3. Menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari
dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan
Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a) fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b) surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan
fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran;
c) surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan
d) pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua)
lembar;
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara
tegas permohonan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga.Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap
Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan
Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian. Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian
hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan hakim dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian
1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
3. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
5. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
6. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat.
7. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF).
8. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
9. Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik.
10. Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi
11. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
12. Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
13. Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
14. Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit

Anda mungkin juga menyukai