Anda di halaman 1dari 27

Nawacita dan RPJMN sebagai Kesatuan Rencana Pembangunan:

Bidang Hukum HAM

Dipersiapkan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

A. Pengantar

Penegakan hukum masih menjadi masalah krusial yang dihadapi Indonesia, setidaknya dalam
satu dekade terakhir. Meski upaya reformasi penegakan hukum terus dilakukan, yang dimulai
sesaat setelah memasuki masa reformasi 1998, namun sampai hari ini sepertinya beragam
persoalan tetap menyelimuti tugas pemerintah dalam penegakan hukum tersebut. Timbunan
masalah dalam penegakan hukum tergambar pula dari rendahnya tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, termasuk
pada aparat penegak hukumnya sendiri.

Pada mula reformasi, sesungguhnya telah dilakukan banyak pemetaan dan analisis, untuk
menyelematkan ‘hukum’ sebagai salah satu pilar utama negara ini. Akan tetapi pada praktiknya,
hingga saat ini belum menunjukkan perbaikan yang komprehensif dan holistik. Hal itu
kemungkinan terjadi karena dalam mendorong reformasi hukum, para pihak yang terlibat, lebih
banyak menggunakan pendekatan yang sifatnya taktis—tactical reforms. Reformasi hanya
dilakukan dengan memperbaiki atau menambal kekurangan di sana-sini, tanpa membuat suatu
penyelidikan dan formulasi yang menyeluruh dan seksama, dan membentuk sebuah desain
besar pembaruan, perbaikannya seringkali bersifat adhoc atau tambal sulam. 1

Tentu saja penyelesaian secara sporadik dalam perbaikan hukum tidak dapat mengobati
seluruh permasalahan hukum di periode pasca-otoritarian hari ini. Dibutuhkan adanya
sentuhan menyeluruh dalam perbaikannya, yakni perbaikan terhadap sistem hukum itu sendiri.
Menggunakan pendekatan sistem hukum yang dikemukakan Lawrence Friedmen (1998), untuk
melakukan perbaikan terhadap sistem hukum, guna mendorong penegakan hukum yang
berkeadilan, maka setidaknya harus melibatkan tiga pilar yang terdiri dari: (1) substansi hukum
(legal substance), yang di dalamnya mencakup reformasi legislasi; (2) struktur hukum (law
structure), termasuk di dalamnya sumberdaya manusia—aparat penegak hukum (human
resource), masuk di dalamnya pula koordinasi diantara aparat penegak hukum; dan (3) budaya
hukum (legal culture), baik budaya aparat penegak hukum maupun publik atau warga negara
pada umumnya. 2

Menjawab tantangan permasalahan di atas, pemerintahan Jokowi-JK kemudian dalam salah satu
misi dari tujuh misi pemerintahannya menegaskan keinginan untuk “Mewujudkan masyarakat
maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum”. Misi tersebut
selanjutnya hendak diejawantahkan dengan agenda strategis melakukan reformasi sistem
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, serta penghormatan HAM,
dan penyelesaian secara berkeadilan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu (agenda ke
empat Nawacita). Agenda prioritas tersebut selanjutnya diturunkan ke dalam 42 prioritas
utama yang menjadi bagian dari upaya untuk mencapai kemandirian di bidang politik. 42
prioritas tersebut mencakup di dalamnya pembaruan sistem penegakan hukum, perlindungan
kelompok marjinal, serta penghormatan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia.
Namun demikian, dalam penyusunan dokumen ini, kami hanya akan berfokus pada 17 prioritas

1 Lihat Wahyudi Djafar, Menjejaki Kembali Problematika Hukum Indonesia, dalam Asasi Elsam, November-Desember 2010.
2 Lawrence M. Friedman, American Law: An Introduction, (New York: W.W.Norton, 1998).

pg. 1
di dalam Nawacita, yang menjadi bagian dari agenda pembangunan hukum dan aparatur,
sebagaimana dirumuskan di dalam Bab 7 Buku II RPJMN 2015-2019.

Visi misi pemerintahan Jokowi-JK, khusus dalam bidang hukum dan HAM di atas kemudian
dirumuskan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,
khususnya di dalam Buku 1 Bab 6 Sub-bab 6.4 dan Buku 2 Bab 7 bidang hukum dan aparatur.
Secara umum, sasaran yang ingin dicapai dari agenda pembangunan nasional di bidang hukum,
menurut RPJMN adalah: (a) menciptakan penegakan hukum yang berkualitas dan berkeadilan;
(b) meningkatkan kontribusi hukum untuk peningkatan daya saing ekonomi bangsa; dan (c)
dan meningkatkan kesadaran hukum di segala bidang. Sayangnya, membaca dokumen RPJMN,
agenda hak asasi manusia justru masih menjadi bagian kecil dari agenda pembangunan hukum.

Padahal, berbicara mengenai kewajiban negara terhadap hak asasi manusia, penting kemudian
untuk memastikan implementasi standar hak asasi manusia baik yang berada di tingkat
domestik maupun di tingkat internasional, dalam setiap agenda pembangunan. Pendekatan ini
dikenal sebagai pendekatan berbasis hak (right based approach), 3 yang mendorong upaya
mengintegrasikan perspektif hak asasi dalam kebijakan pembangunan secara umum.
Pendekatan ini menyadari, bahwa kebijakan (hukum) pembangunan semestinya mendudukkan
individu sebagai subjek yang utuh dari pembangunan dan karenanya paradigma yang
dipergunakan adalah meletakkan individu sebagai penyandang hak sebagai titik berangkat
penyusunan kebijakan (hukum) pembangunan. Akibatnya patut disayangkan, jika kemudian
hak asasi manusia masih menjadi agenda sektoral dalam pembangunan.

B. Catatan Kritis

Selain masalah paradigmatik terkait dengan agenda hak asasi sebagai agenda sektoral
pembangunan, beberapa catatan kritis dari Nawacita dan RPJMN secara umum adalah berikut
ini:

a. Adanya sejumlah kesenjangan antara strategi dalam Nawacita dengan strategi di dalam
RPJMN, sehingga membuka peluang tidak tercapainya visi misi pemerintahan.
b. Kegagalan RPJMN di dalam menerjemahkan indikator yang dikehendaki dari Nawacita
dalam perumusan arah kebijakan, kerangka regulasi, maupun kerangka kelembagaan.
c. Tiadanya indikator yang terperinci di dalam Nawacita yang berakibat pada terjadinya
kekeliruan dalam mengartikulasikan cakupan ruang lingkup pencapaian.
d. Tidak adanya instrumen untuk menyusun perencanaan yang lebih terukur, sehingga
setiap pencapaian bisa dinilai sebagai kemajuan atau justru kemunduran (regresif).
Mengingat keseluruhan agenda sifatnya makro dan sangat kualitatif.
e. Banyaknya irisan (cross cutting) penanggungjawab kelembagaan mengharuskan adanya
model pengukuran dan pembagian yang mendetail, untuk menghindari duplikasi agenda
pembangunan antar-kementerian/lembaga.

3 Awalnya pendekatan ini berkembang seiring dengan berkembangnya pengakuan hak atas pembangunan di paruh delapan
puluhan. Pengakuan ini sering dirujuk sebagai suatu titik kembali ke arah realisasi hak asasi sebagai hak yang indivisible.
Selain itu, kehadiran deklarasi hak atas pembangunan juga menandai afirmasi global atas integrasi hak asasi manusia
dalam proses pembangunan, sebagai suatu kritik atas model kebijakan pembangunan global pasca-perang dunia kedua,
yang bias kepentingan negara-negara maju dan mendudukkan negara-negara berkembang sebagai objek kebijakan
pembangunan yang ditransplantasikan dalam proyek-proyek bantuan pembangunan. Untuk rujukan lebih jauh mengenai
kajian historis atas teks deklarasi hak atas pembangunan; lihat, Arjun Segupta, The right to development as human rights,
dapat diunduh pada http://www.harvardfxbcenter.org/resources/working-papers/FXBC_WP7--Sengupta.pdf , bandingkan
juga dengan kajian kritis atas evolusi hak ini saat ini baik dalam kebijakan tujuan millennium pembangunan maupun dalam
institusionalisasi kelembagaannya di tingkat badan PBB, Kirchmeier, Felix, FES, The Rights to Development: Where do We
stand, State of the debate on the right to development, FES Occasional Papers, 2006.

pg. 2
f. Adanya beberapa inkonsistensi dalam perumusan agenda dan rencana implementasi
pembangunan, seperti inkonsistensi perumusan dalam buku 1, buku 2 dan matriks
bidang pembangunan.
g. Beberapa rumusan dalam matriks bidang pembangunan masih menggunakan rumusan
RPJMN periode sebelumnya, selain itu juga terjadi sejumlah pengulangan dalam
penyusunan daftar rencana pembangunan di tingkat kelembagaan.

Secara detail, beberapa hal yang menjadi catatan di atas, termasuk kesenjangan antara Nawacita
dan RPJMN, baik di level strategi maupun indikator, dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini.

C. Rekomendasi

Selanjutnya bersandar pada sejumlah catatan kritis di atas, kami memberikan beberapa
rekomendasi bagi kementerian berikut ini:

a. Perlunya mengidentifikasi kesenjangan antara Nawacita dan RPJMN, baik pada tingkat
strategi maupun indikator, untuk kemudian merumuskannya dalam rencana kerja
pemerintah (RKP) tahunan, guna meminimalisir potensi kegagalan pencapaian visi misi.
b. Pentingnya memeriksa dan menginventarisasi rencana dan indikator yang dituangkan
dalam matriks bidang pembangunan, yang menjadi tanggungjawab kelembagaan, untuk
menghindari inkonsistensi dengan Nawacita dan RPJMN.
c. Perlunya membuat instrumen/alat yang bisa mengukur sejauhmana kemajuan dari
setiap pelaksanaan rencana pembangunan, di dalam mendukung pencapaian.
d. Kebutuhan membuat penilaian (assessment) terhadap keseluruhan rencana
pembangunan, dengan menggunakan pendekatan hak asasi manusia, untuk melihat
sejauhmana potensi terjadinya pelanggaran HAM dalam setiap program dan agenda
pembangunan.

D. Komparasi Nawacita dan RPJMN

Tabel 1: Pola indikator Nawacita-RPJMN bidang hukum HAM

No. Pola Temuan Jumlah Temuan Keterangan

1 Indikator Sama 4 indikator -

2 Indikator Tidak Sama 9 indikator Beberapa indikator mempunyai


sub indikator (lihat tabel
perbandingan indikator)
3 Indikator Ada di Nawacita, 4 indikator Beberapa indikator mempunyai
RPJMN tidak ada sub indikator (lihat tabel
perbandingan indikator)
4 Indikator tidak ada di 2 indikator
Nawacita, RPJMN ada

Tabel 2: Komparasi strategi Nawacita-RPJMN bidang hukum HAM

No. Strategi Nawacita Strategi RPJMN Catatan


1 Reformasi sistem Peningkatan kualitas Strategi reformasi sistem
penegakan hukum penegakan hukum: penegakan hukum dalam
- Peningkatan keterpaduan Nawacita lebih diarahkan pada
dalam Sistem Peradilan reformasi sistem hukum pidana,

pg. 3
Pidana sementara RPJMN melibatkan
- Reformasi Sistem Hukum pula reformasi sistem hukum
Perdata yang Mudah dan perdata, serta pengembangan
Cepat SDM apgakum dan pelayanan
- Pengembangan SDM Aparat hukum.
Penegak Hukum
- Pelayanan Hukum
2 Perlindungan anak, - Pelaksanaan sistem Kelompok masyarakat marjinal
perempuan dan peradilan pidana anak menjadi bagian yang akan
kelompok - Penanganan kekerasan mendapatkan prioritas
masyarakat terhadap perempuan dan perlindungan bagi kelompok
marjinal anak, melalui strategi rentan di Nawacita, sedangkan
penguatan mekanisme RPJMN hanya mengakomodasi
koordinasi aparat penegak anak dan perempuan. Selain itu,
hukum dalam RPJMN strategi
perlindungan anak dan
perempuan menjadi bagian dari
strategis peningkatan kualitas
penegakan hukum.
3 Penghormatan HAM - Harmonisasi dan evaluasi Dalam konteks penyelesaian
dan penyelesaian peraturan terkait HAM pelanggaran HAM masa lalu,
secara berkeadilan - Penegakan HAM, melalui Nawacita membuka peluang
kasus-kasus strategi pelaksanaan, penuntasan dengan semua
pelanggaran HAM pemantauan, evaluasi, dan mekanisme (pengadilan, komisi
masa lalu pelaporan HAM pengungkapan kebenaran, dan
- Pendidikan HAM pemulihan korban), sementara
- Pembentukan komisi ad hoc dalam RPJMN hanya membuka
untuk memfasilitasi proses peluang bagi pembentukan
pengungkapan pelanggaran komite adhoc pengungkapan
HAM di masa lalu dan kebenaran dan pemulihan
pemulihan hak korban korban. Muncul inkonsistensi di
- Optimalisasi bantuan hukum dalam matriks bidang
dan layanan peradilan bagi pembangunan, karena justru
masyarakat yang dibuka kemungkinan
untuk menggelar pengadilan.
Selain itu, dalam konteks
pendidikan HAM, Nawacita
mengarahkan pengintegrasian
pendidikan HAM dalam
kurikulum pendidikan dasar
dan menengah, sementara
RPJMN hanya menekankan
pendidikan HAM bagi aparat
negara.

Tabel 3: Komparasi indikator Nawacita-RPJMN bidang hukum HAM

No. Indikator Indikator RPJMN Indikator Bidang Catatan


Nawacita
Reformasi sistem penegakan hukum
1 Membangun - Harmonisasi Harmonisasi Tidak Sama:
politik legislasi peraturan Peraturan - Indikator Nawacita

pg. 4
yang jelas, terbuka perundang- Perunang- terlalu umum dan
dan berpihak pada undangan di bidang undangan abstrak, meski dari
pemberantasan Korupsi Kerja Sama dan rumusannya
korupsi, - Harmonisasi dan Instrumen HAM menghendaki
penegakan HAM, Evaluasi Peraturan adanya kejelasan
perlindungan Terkait HAM corak politik hukum
lingkungan hidup - Revisi Kitab dari pemerintah
dan reformasi Undang-Undang yang pro
lembaga penegak Hukum Pidana pemberantasan
hukum. (KUHP) dan Kitab korupsi,
Undang-Undang menegakkan HAM,
Hukum Acara dan ramah
Pidana (KUHAP) lingkungan.
- Revisi dan - Indikator RPJMN
Harmonisasi mencoba
Peraturan mendetailkan
Perundang- cakupan reformasi
Undangan penegakan hukum,
mengenai Aparat termasuk
Penegak Hukum menjabarkan
- Revisi UU terkait regulasi apa yang
dengan mejadi sasaran
Pemberantasan indikator, tapi
Tindak Pidana sayangnya tidak ada
Korupsi kejelasan corak
politik hokum yang
mau dibangun.
2 Menyusun rencana - Harmonisasi Fasilitasi Tidak Sama:
legislasi tahunan peraturan Perancangan - Nawacita
yang terarah dan perundang- Peraturan Daerah menetapkan secara
realistis melalui undangan di bidang kuantitas prioritas
penetapan Korupsi legislasi, namun
prioritas RUU - Harmonisasi dan tidak merinci
maksimal 20 RUU Evaluasi Peraturan sektor-sektor yang
dengan naskah Terkait HAM menjadi sasaran
yang terencana, regulasi.
sinkron dan - RPJMN tidak
berkualitas. menetapkan
kuantitas sebagai
sasaran namun
sektor korupsi dan
HAM menjadi fokus
sasaran regulasi,
meski hanya
menekankan pada
aspek harmonisasi.
3 Memperkuat - Penguatan sinergi - Harmonisasi Tidak Sama:
fungsi legislasi kelembagaan dan Peraturan - Nawacita berfokus
pemerintah untuk tata kelola dalam Perundang- pada penguatan
menghasilkan perumusan undangan fungsi legislasi
produk legislasi kebijakan - Perancangan kelembagaan
yang solutif dan - Peningkatan Peraturan dengan fokus pada
berpihak pada kapasitas dan Perundang- kepentingan

pg. 5
kepentingan kompetensi SDM undangan masyarakat.
masyarakat. perumusan - Penelitian dan - RPJMN indikatornya
kebijakan Pengembangan lebih menyasar
- Penguatan evidence Hak-hak pada penguatan
based policy Ekonomi, Sosial kapasitas dan tata
dan Budaya kelola internal
- Kegiatan pemerintah,
Penelitian dan termasuk
Pengembangan pendekatan
Hak-hak kebijakan berbasis
Kelompok bukti, tanpa
Khusus kejelasan corak
- Kegiatan keberpihakan.
Penelitian dan
Pengembangan
Hak-hak Sipil
dan Politik
- Kegiatan
Penelitian dan
Pengembangan
Transformasi
Konflik
4 Menyediakan Partisipasi publik Tidak Sama
forum untuk dalam - Nawacita
melibatkan proses kebijakan mempertimbangkan
masyarakat dalam akan terus penyediaan forum-
proses legislasi ditingkatkan forum komunikasi
dan menyediakan dalam proses
askses terhadap legislasi.
seluruh proses dan - Sedangkan RPJMN
produk legislasi. hanya menjanjikan
peningkatan
partisipasi tanpa
ada pembentukan
wadah konkret
untuk penguatan
partisipasi.
5 Memastikan - Peningkatan Sama:
sinergi antara keterpaduan dalam Meski menggunakan
Kepolisian, Sistem Peradilan rumusan kalimat yang
Kejaksaan Agung, Pidana, melalui berbeda namun
dan KPK. keterpaduan tujuan yang hendak
substansi KUHAP dicapai antara
maupun peraturan Nawacita dan RPJMN
perundang- sama, hanya pada
undangan lainnya RPJMN mencoba
- sinkronisasi mendetailkan
kelembagaan indikator capaiannya,
melalui mulai dari aspek
penyempurnaan fungsional
mekanisme kelembagaan,
koordinasi dan substansi peraturan
forum komunikasi; dan kapasitas

pg. 6
- Revisi dan lembaga.
harmonisasi
peraturan
perundang-
undangan
mengenai aparat
penegak hukum
- Penguatan
kapasitas
kelembagaan
pelaksana sistem
peradilan pidana
terpadu
6 Memberikan - Optimalisasi sistem Sama:
dukungan khusus pengawasan Nawacita dan RPJMN
untuk internal dan mencoba melakukan
membongkar eksternal guna optimalisasi dan
jaringan dan mewujudkan maksimalisasi fungsi
praktik mafia lembaga penegak pengawasan dengan
peradilan dengan hukum yang berdasar prinsip-
memberdayakan transparan dan prinsip transparansi
lembaga pengawas akuntabel. dan akuntabel.
yang sudah ada. - Penerapan
Kami akan pengawasan yang
memperkuat independen,
kewenangan profesional, dan
lembaga-lembaga sinergis.
tersebut dalam - Revisi dan
mengawasi harmonisasi
praktek mafia peraturan
hukum di lembaga- perundang-
lembaga penegak undangan
hukum. mengenai aparat
Kewenanganyang penegak hukum
diperkuat itu juga - Penguatan
harus diikuti kelembagaan dan
dengan keharusan manajemen
penggunaan pelayanan.
kewenangan itu
secara transparan
dan akuntabel.
Terakhir,
pengisian
keanggotaan
lembaga-lembaga
pengawas tersebut
dilakukan dengan
memperhatikan
prinsip
independensi,
kredibilitas dan
profesionalitas.

pg. 7
7 Menekan tindak - Pembangunan Penyelenggaraan Tidak sama:
pidana dan sarana dan kegiatan sistem - Nawacita berfokus
mengurangi prasarana sistem layanan informasi, pada regulasi
overcrowding informasi perkara komunikasi pemidanaan untuk
pada Lembaga pidana beserta berbasis IT dan menekan tindak
Pemasyarakatan kapasitas Lembaga kerjasama di pidana, dengan
dengan Pemasyarakatan bidang mendorong
mengembangkan - Penguatan pemasyarakatan alternatif
alternatif kapasitas pemidanaan selain
pemidanaan. kelembagaan penjara, sehingga
pelaksana sistem dapat mengurangi
peradilan pidana overcrowding.
terpadu - RPJMN berfokus
pada infrastruktur
baik fisik maupun
administratif.
8 Meningkatkan - Optimalisasi Sama:
koordinasi sistem Nawacita
penyidikan dan pengawasan menitikberatkan pada
penuntutan, serta internal dan aspek prosedural,
akuntabilitas eksternal guna termasuk mendorong
pelaksanaan upaya mewujudkan akuntabiltas
paksa. lembaga penegak penggunaan
hukum yang kewenangan.
transparan dan Sementara RPJMN
akuntabel. selain mendorong
- Revisi dan akuntabilitas
harmonisasi kelembagaan, juga
peraturan memastikan
perundang- koordinasi, termasuk
undangan melalui revisi dan
mengenai aparat harmonisasi regulasi.
penegak hukum
- Sinkronisasi
kelembagaan
melalui
penyempurnaan
mekanisme
koordinasi dan
forum komunikasi
9 Membangun - Penerapan sistem - Kegiatan Tidak sama:
sistem penilaian nilai dan integritas Pengawasan - Dalam Nawacita,
kinerja lembaga birokrasi yang Kinerja evaluasi kinerja
penegak hukum efektif. Inspektorat mempertimbangka
berbasis tingkat - Revisi dan Wilayah n aspek eksternal
kepercayaan harmonisasi - Penyelenggaraan evaluasi
publik. peraturan Kegiatan Sistem (kepercayaan
perundang- Layanan publik).
undangan Informasi, - RPJMN fokus pada
mengenai aparat Komunikasi level birokrasi
penegak hukum Berbasis IT dan kelembagaan.
- Penguatan Kerjasama di
kelembagaan dan bidang

pg. 8
manajemen Pemasyarakatan
pelayanan.
10 Revisi Kitab Undang- - Nawacita tidak ada,
Undang Hukum RPJMN menempatkan
Acara Perdata sebagai bagian dari
(KUHAPer) reformasi sistem
penegakan hukum.
11 Pelayanan hukum - Nawacita tidak
menyantumkan
indikator pelayanan
hukum, sementara
RPJMN
menyantumkan,
seperti perbaikan
layanan imigrasi, HKI,
administrasi hukum,
dll
Perlindungan anak, perempuan dan kelompok masyarakat marjinal
12 Memberikan - Pembentukan Tidak sama:
perlindungan Peraturan - Indikator Nawacita
hukum, Pelaksana UU SPPA mencakup juga
mengawasi - Penguatan kelompok marjinal,
pelaksanaan Kapasitas selain perempuan
penegakan hukum Kelembagaan dan anak. Selain itu
khususnya terkait Pelaksana Sistem fokusnya juga lebih
anak, perempuan, Peradilan Pidana pada sistem dan
dan kelompok Anak mekanisme
termarjinalkan. - Penguatan perlindungan.
mekanisme - Sementara RPJMN
koordinasi aparat lebih fokus pada
penegak hukum penyiapan regulasi
dalam penanganan dan penguatan
kasus kekerasan kelembagaan, dan
terhadap fokus perhatiannya
perempuan dan hanya pada
anak perempuan dan
anak.
13 Memberikan Tersusunnya Dalam agenda
jaminan bahan pembangunan hukum
perlindungan dan rekomendasi dan aparatur, RPJMN
hak kebebasan pemanfaatan hasil belum
beragama dan penelitian dan mengakomodasi
berkeyakinan serta pengembangan rencana regulasi di
melakukan hak-hak sipil dan sektor kebebasan
langkah-langkah politik sebagai beragama dan
hukum terhadap bahan perumusan berkeyakinan.
pelaku kekerasan kebijakan dan
yang peraturan
mengatasnamakan perundang-
agama undangan
14 Menjamin Dalam agenda
pemenuhan hak pembangunan hukum
atas kesehatan, dan aparatur RPJMN

pg. 9
pendidikan pada belum
buruh dan hak mengakomodasi
masyarakat adat regulasi berbasis
melalui regulasi HAM di sektor
yang berpihak kesehatan dan
pada kepentingan pendidikan buruh
publik serta masyarakat
adat.
Penghormatan HAM dan Penyelesaian secara berkeadilan
kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu
15 Menghapus Harmonisasi dan Optimalisasi Sama: perencanaan
regulasi yang evaluasi peraturan rekomendasi regulasi berbasis
berpotensi terkait HAM perlindungan keadilan bagi
melanggar HAM mencakup kelompok kelompok-kelompok
kelompok rentan harmonisasi marjinal dan rentan/marjinal.
termasuk peraturan di tingkat rentan,
perempuan, anak, nasional dan daerah peningkatan hasil
masyarakat adat berdasarkan prinsip- pengkajian dan
dan penyandang prinsip HAM dan penelitian
disabilitas gender. mengenai
kelompok
marjinal dan
rentan, serta
terwujudnya
instrumen standar
pelaksanaan HAM.
16 Memasukkan Penyelenggaraan Peningkatan Tidak Sama:
muatan HAM pendidikan HAM kompetensi - Dalam Nawacita
dalam kurikulum untuk aparat lulusan diklat rencana dalam
pendidikan umum penegak hokum dan teknis maupun sektor pendidikan
di Sekolah Dasar penyelenggara fungsional HAM. HAM mencakup tiap
dan Sekolah Negara dan level/tingkat
Menengah Tingkat melakukan pendidikan dan
Pertama maupun sinkronisasidan kelembagaan di
di dalam sinergi fungsi sektor keamanan.
kurikulum penelitian, - RPJM hanya
pendidikan aparat pengkajian, dan berfokus pada
Negara seperti TNI kerjasama HAM pendidikan untuk
dan Polri lintas kalangan sektor APH, serta
(pemerintah, sinergisasi di level
perguruan tinggi, fungsional (untuk
masyarakat sipil, dan kepentingan
swasta). edukasi).
17 Menyelesaikan Pengawasan Optimalisasi Tidak Sama:
secara berkeadilan pelaksanaan HAM penanganan - Indikator Nawacita
terhadap kasus- yang diperkuat kasus-kasus HAM membuka semua
kasus pelanggaran dengan optimalisasi serta alternatif dalam
HAM di masa lalu penanganan maksimalisasi penyelesaian masa
yang sampai saat pengaduan HAM fungsi lalu (pengadilan dan
ini masih menjadi serta pembentukan rekomendasi, dan komisi adhoc).
beban sosial- komisi ad hoc untuk mediasi dalam - Sementara RPJMN
politik bagi bangsa memfasilitasi proses sengketa-sengketa hanya membuka

pg. 10
Indonesia seperti; pengungkapan HAM serta peluang
kerusuhan Mei, pelanggaran meningkatnya pembentukan
Trisakti-Semanggi HAM di masa lalu penyelesaian komisi adhoc.
1 dan 2, dan pemulihan hak kasus-kasus HAM - Nawacita lebih
penghilangan korban. lewat mekanisme menekankan pada
paksa, Talangsari- yudisial. penyelesaian
Lampung, Tanjung pelanggaran HAM
Priok, dan Tragedi masa lalu,
1965 sementara RPJMN
menempatkan
penyelesaian masa
lalu sebagai bagian
dari penegakan
HAM secara umum.
18 Menghapus semua RPJMN belum
bentuk impunitas mengakomodasi
di dalam sistem dalam agenda
hukum nasional, pembangunan bidang
termasuk di hokum dan aparatur.
dalamnya merevisi
UU Peradilan
Militer yang pada
masa lalu
merupakan salah
satu sumber
pelanggaran HAM
19 Memperjuangkan RPJMN belum
penghormatan mengakomodasi
terhadap HAM di dalam agenda
lingkungan pembangunan bidang
negara-negara hokum dan aparatur.
ASEAN untuk
diimplementasikan
sesuai
kesepakatan yang
sudah
ditandangani di
dalam ASEAN-
Charter.

pg. 11
pg. 12
E. Kerangka Regulasi di Kemenkumham

No. Nama Regulasi Kementerian/Lembaga Dasar Pengusulan Pokok-Pokok Pemikiran


Jaminan Hak Asasi Manusia
1 RUU Perubahan UU No. 39 Tahun Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (ii) UU (1)Pengintegrasian jaminan perlindungan
1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan HAM/Komnas HAM No. 11 Tahun 2005 tentang HAM dalam Kovenan Internasional
Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Hak-hak Sipil dan Politik, serta Kovenan
Sosial, dan Budaya (Ekosob); Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial
(iii) UU No. 12 Tahun 2005 dan Budaya, serta instrumen HAM
Tentang Pengesahan internasional lainnya yang telah
Kovenan Hak Sipil dan Politik disahkan Indonesia ke dalam hukum
(ICCPR); (iv) CEDAW; (CRC); nasional.
(v) CAT; (vi) CERD; (vii) (2)Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
CIPD; (viii) ICMW. seharusnya menjadi lembaga yang
(2) Sosiologis: Penyelesaian independen dengan mekanisme dan
kasus-kasus pelanggaran tata cara rekruitmen keanggotan yang
HAM kerapkali terhambat jelas sebagaimana diamanatkan dalam
ketika diperlukan upaya Paris Principle.
untuk melakukan investigasi (3)Independensi dalam setiap level gugus-
yang terkait dengan tugas Komisi Nasional HAM, termasuk
pemeriksaan pihak-pihak proses rekruitmen, merupakan hal
terkait sementara itu Komnas terpenting dalam rangka penguatan
HAM sebagai lembaga yang kelembagaan mengingat kuatnya
diberi mandat oleh UU hanya usaha-usaha intervensi dalam upaya
memiliki kewenangan penyelesaian kasus-kasus penyelesaian
terbatas pada pengkajian dan HAM.
mediasi tentang hak-hak (4)Penguatan kewenangan Komnas HAM
asasi manusia. Penguatan dengan menambah cakupan
fungsi Komnas HAM menjadi kewenangannya untuk memeriksa dan
faktor penting dalam usulan menginvestigasi pihak-pihak terkait
rancangan perubahan penyelesaian kasus-kasus HAM.
undang-undang ini sebagai
bagian dari upaya
penyelesaian kasus-kasus

pg. 13
pelanggaran Hak Asasi
Manusia.

2 RUU Perkumpulan Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) Pasal 28, Pasal (1) Pembedaan yang jelas antara
dan HAM 28E ayat (3) UUD 1945; (ii) perkumpulan berbadan hukum dan
UU No. 12 Tahun 2005 tidak berbadan hukum serta yayasan.
Tentang Pengesahan Hak (2) Mencabut UU Ormas
Sipil dan politik (ICCPR); (iii) (3) Pengaturan mengenai hak untuk
UU No. 39 Tahun 1999 dilibatkan dalam setiap level
tentang HAM penyusunan kebijakan publik serta
(2) Sosiologis: UU Ormas sebagai fungsi pengawasan.
regulasi yang mengatur
keberadaan lembaga-
lembaga masyarakat
menimbulkan banyak
persoalan karena alih-alih
melindungi keberadaan serta
aktivitas lembaga-lembaga
ini, justru mengancam
kebebasan untuk berserikat
dan berkumpul.

3 RUU Penyandang Disabilitas Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (ii) UU (1) Pembentukan dan penguatan
dan HAM No. 19 Tahun 2011 Tentang kelembagaan yang bertanggunjawab
Pengesahan Konvensi Hak- atas setiap pelanggaran yang dilakukan
Hak Penyandang Disabilitas; baik lembaga publik maupun lembaga
(iii) UU No. 39 Tahun 1999 privat terhadap hak-hak penyandang
tentang HAM. disabilitas.
(2) Sosiologis: (i) masih (2) Pengaturan yang jelas ihwal hak-hak
banyaknya penyandang penyandang disabilitas termasuk akses
disabilitas yang mengalami yang sama terhadap penikmatan
diskriminasi di ruang publik fasilitas publik.
seperti proses seleksi di (3) Pengaturan yang jelas, termasuk
lapangan kerja maupun mekanisme penjatuhan sanksi,

pg. 14
proses seleksi masuk terhadap lembaga privat maupun
lembaga pendidikan; (ii) lembaga publik yang melanggar hak-
belum jelasnya pengaturan hak penyandang disabilitas.
mengenai hak-hak (4) Pengaturan yang jelas ihwal kewajiban
penyandang disabilitas serta Negara terkait pemenuhan akses
kewajiban secara terhadap keadilan bagi penyandang
kelembagaan dalam rangka disabilitas.
pemenuhan hak-hak asasi (5) Pengaturan mengenai kewajiban ini
manusia penyandang juga terkait dengan kewajiban di
disabilitas. tingkat regional wilayah untuk
memenuhi fasilitas publik bagi
penyandang disabilitas.
Perlindungan HAM Sektor Peradilan
4 Rancangan KUHP Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (1) Memastikan perlindungan kebebasan
dan HAM (ii) UU No. 39 Tahun 1999 sipil (civil liberties) warga negara.
tentang Hak Asasi Manusia; (2) Perlunya pembaruan mengenai arah
(iii) UU No. 12 Tahun 2005 kebijakan pemidanaan di Indonesia.
tentang Pengesahan Kovenan (3) Perlunya meninjau ulang sejumlah
Internasional Hak-hak Sipil rumusan pidana dalam KUHP yang
dan Politik; (iii) Sejumlah sudah tidak sesuai lagi dengan hari ini.
putusan MK yang (4) Makin banyaknya undang-undang
membatalkan beberapa materiil yang mengatur ketentuan
ketentuan dalam KUHP pidana di dalamnya, sehingga harus
(2) Sosiologis: (i) dilakukan kodifikasi untuk
Pentingnya pembaruan memudahkan dalam penegakkannya.
terhadap sejumlah materi (5) Memastikan kesesuaian rumusan
KUHP yang sudah usang dan KUHP dengan sejumlah instrumen
tidak sesuai lagi dengan hukum internasional HAM yang sudah
kebutuhan pemidanaan hari disahkan dalam hukum nasional.
ini; (ii) Makin banyak (6) Perlunya pembaruan terhadap
ketentuan pidana di luar sejumlah ketentuan pidana untuk bisa
KUHP, yang seringkali memastikan dengan kebutuhan terkini
berakibat pada masyarakat, seperti tindak pidana yang
ketidakpastian hukum dalam terkait teknologi informasi,

pg. 15
penerapannya tanggungjawab korporasi, dan lain-
(3) Politik: (i) janji politik lain.
dalam visi misi pemerintahan
untuk mewujudkan sistem
dan penegakan hukum yang
berkeadilan; (ii) Bagian dari
RPJM untuk sasaran bidang
hukum: Terwujudnya
penghormatan, perlindungan,
dan pemenuhan HAM,
melalui peraturan
perundang-undangan dan
penegakan HAM; (iii) Salah
satu dari arah kebijakan
strategis RPJMN, yaitu
harmonisasi dan evaluasi
peraturan terkait HAM,
melalui strategi harmonisasi
peraturan nasional.
5 Rancangan KUHAP Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (ii) UU (1) Memastikan perlindungan
dan HAM No. 39 Tahun 1999 tentang kebebasan sipil (civil liberties) warga
Hak Asasi Manusia; (iii) UU negara, khususnya yang terkait dengan
No. 12 Tahun 2005 tentang prosedur hukum pidana.
Pengesahan Kovenan (2) Makin banyaknya ketentuan
Internasional Hak-hak Sipil hukum acara dalam berbagai undang-
dan Politik; (iii) Sejumlah undang, sehingga harus dilakukan
putusan MK yang kodifikasi untuk memudahkan dalam
membatalkan beberapa penegakkannya.
ketentuan dalam KUHAP. (3) Memastikan kesesuaian rumusan
(2) Sosiologis: (i) Beberapa KUHAP dengan sejumlah instrumen
materi KUHAP yang hukum internasional HAM yang sudah
memberikan diskresi terlalu disahkan dalam hukum nasional.
besar bagi penegak hukum, (4) Perlunya pembaruan terhadap
telah menjadi penyebab sejumlah ketentuan hukum acara

pg. 16
terjadinya sejumlah pidana untuk bisa memastikan dengan
pelanggaran dalam proses kebutuhan terkini masyarakat, seperti
pidana, seperti penyiksaan, bukti elektronik dan pembuktian
dll; (ii) Kebutuhan untuk elektronik, upaya paksa penyadapan,
segera melakukan judicial scrutiny (hakim pemeriksa
pembaruan hukum acara, pendahuluan), dll
guna menjawab sejumlah (5) Perlunya penegasan mengenai hak-
kebutuhan kekinian, hak korban dalam proses peradilan
termasuk harmonisasi pidana, baik hak yang sifatnya
dengan instrumen prosedural maupun substantif.
internasional HAM yang telah (6) Memperkuat sistem peradilan
diratifikasi; (iii) Banyaknya pidana terpadu, termasuk juga terkait
ketentuan hukum acara baru dengan pengawasan aparat penegak
yang tersebar di dalam hukum.
sejumlah undang-undang,
sehingga memerlukan
pengkodifikasian, untuk lebih
memudahkan dan
memastikan adanya
kepastian hukum dalam
penerapannya.
(3) Politik: (i) janji politik dalam
visi misi pemerintahan untuk
mewujudkan sistem dan
penegakan hukum yang
berkeadilan, khususnya yang
terkait dengan reformasi
penegak hukum, serta
komitmen meningkatkan
koordinasi penyidikan dan
penuntutan, juga
akuntabilitas pelaksanaan
upaya paksa; (ii) Salah satu
sasaran bidang dari RPJMN

pg. 17
untuk sub-bidang hukum,
yaitu: meningkatnya kualitas
penegakan hukum yang
transparan, akuntabel, dan
tidak berbelit-belit melalui
legislasi yang berkualitas,
sinergitas antar instansi
penegak hukum, serta
terwujudnya penghormatan,
perlindungan, dan
pemenuhan HAM, melalui
peraturan perundang-
undangan; (iii) Salah satu
dari arah kebijakan strategis
RPJMN untuk sub-bidang
hukum, terkait dengan upaya
peningkatan kualitas
penegakan hukum,
khususnya mengenai
peningkatan keterpaduan
dalam Sistem Peradilan
Pidana, melalui keterpaduan
substansi KUHAP maupun
peraturan perundang-
undangan lainnya.
6 RUU Perubahan UU No. 12 Tahun Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (ii) UU (1) Memperkuat posisi
1995 Tentang Pemasyarakatan dan HAM No. 39 Tahun 1999 tentang pemasyarakatan sebagai bagian integral
Hak Asasi Manusia; (iii) UU dari sistem peradilan pidana terpadu.
No. 12 Tahun 2005 tentang (2) Mengarahkan kebijakan
Pengesahan Kovenan pemasyarakatan yang lebih manusiawi,
Internasional Hak-hak Sipil untuk mencegah terjadinya
dan Politik. overcrowding, dan lain sebagainya.
(2) Sosiologis: (i) Situasi
lembaga pemasyarakatan

pg. 18
yang situasinya tidak
manusiawi, seperti
overcrowding dan
overcapacity; (ii) Kebutuhan
penguatan posisi lembaga
pemasyarakatan dalam
sistem peradilan pidana
terpadu
(3) Politik: (i) Janji politik
pemerintah untuk
mengurangi overcrowding di
Lapas; (ii) Selain itu juga
dituangkan sebagai salah satu
arah kebijakan strategis
RPJMN untuk melakukan
peningkatan keterpaduan
dalam Sistem Peradilan
Pidana, termasuk juga
sinkronisasi kelembagaan
serta peningkatan kapasitas
Lembaga Pemasyarakatan.
7 RUU Perubahan UU No. 15 Tahun Kementerian Hukum (1) Yuridis: (i) UUD 1945; (1) Memastikan keselarasan antara UU
2003 Tentang Pembernatasan dan HAM (ii) UU No. 39 Tahun 1999 Terorisme dengan prinsip-prinsip
Tindak Pidana Terorisme tentang Hak Asasi Manusia; perlindungan hak asasi manusia.
(iii) UU No. 12 Tahun 2005 (2) Pengaturan mengenai
tentang Pengesahan Kovenan kelembagaan Badan Nasional
Internasional Hak-hak Sipil Penanggulangan Teror (BNPT).
dan Politik.
(2) Sosiologis: (i) praktik-
praktik penindakan tindak
pidana terorisme yang kerap
dituduh tidak sejalan prinsip
HAM dan rule of law; (ii)
beberpa materi dalam UU

pg. 19
Pemberantasan Tindak
Terorisme belum sepenuhnya
sejalan dengan prinsip dan
mandat HAM.
(3) Politik: salah satu arah
kebijakan strategis
pembangunan bidang politik
dalam negeri yang
dituangkan dalam RPJMN,
yang salah satunya dilakukan
dengan cara penataan
regulasi terkait UU
Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme.

Penyelesaian Pelanggaran HAM


8 RUU Perubahan UU No. 26 Tahun Kementerian Hukum Nawacita: (1) Mengatur tentang definisi dan
2000 Tentang Pengadilan Hak dan HAM - Menghapus semua bentuk perluasan kategori kejahatan yang
Asasi Manusia impunitas dalam sistem termasuk pelanggaran HAM yang berat
hukum nasional (dengan istilah awal kejahatan-
- Penyelesaian berkeadilan kejahatan serius/the most serious
kasus-kasus pelanggaran crimes), yang mencakup kejahatah
HAM masa lalu yang sampai genosida, kejahatan terhadap
saat masih menjadi beban kemanusiaan, kejahatan perang, dan
sosial politik Bangsa kejahatan agresi.
(2) Pengaturan tentang unsur-unsur
Landasan Yuridis, Sosiologis dan kejahatan (elements of crimes) dari
Politis : pelanggaran HAM yang berat sesuai
- Pengadilan HAM dan dengan standar internasional.
Pengadilan HAM adhoc tidak (3) Perbaikan – mengatur
mampu memberikan proses prosedur/hukum acara dalam
peradilan yang mewujudkan Pengadilan HAM yang sesuai dengan
keadilan. standar internasional untuk kejahatan-
- 7 kasus hasil penyelidikan kejahatan serius, termasuk prosedur

pg. 20
Komnas HAM terkait dengan pembuktian.
pelanggaran HAM yang berat (4) Mengatur tentang kewenangan
belum ditindaklanjuti oleh Komnas HAM untuk penyelidikan
Kejaksaan Agung karena pelanggaran HAM yang berat.
perbedaan penafsiran (5) Mengatur tentang pembentukan
tentang pembuktian pengadilan HAM dan Pengadilan HAM
- Kebutuhan regulasi yang adhoc dengan lebih jelas dan tidak
memperkuat akuntabilitas politis (misalnya menghapus adanya
hukum kasus-kasus persetujuan/rekomendasi DPR untuk
pelanggaran HAM yang berat pembentukan Pengadilan HAM adhoc).
- Memperkuat sistem
peradilan pidana Indonesia
khusus kasus-kasus terkait
dengan pelanggaran HAM
yang berat
- Memastikan akuntabilitas
hukum pelanggaran HAM
yang berat/Kejahatan-
Kejahatan Serius (the most
serious crimes)

9 RUU Komisi Kebenaran dan Kementrian Hukum dan Nawacita: (1)Mengatur tentang pembentukan Komisi
Rekonsiliasi HAM - Menghapus semua bentuk Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
impunitas dalam sistem (2)Mengatur tentang proses
hukum nasional pengungkapan kebenaran tentang
- Penyelesaian berkeadilan pelanggaran HAM masa lalu untuk
kasus-kasus pelanggaran memastikan terpenuhinya hak korban
HAM masa lalu yang sampai atas kebenaran (right to know the
saat masih menjadi beban truth).
sosial politik Bangsa (3)Mengatur hubungan antara
pengungkapan kebenaran dan
pengadilan untuk pemenuhan hak atas

pg. 21
Landasan Yuridis, Sosiologis dan keadilan (right to justice).
Politis : (4)Mengatur pemenuhan hak-hak korban
- UU No. 27/2004 tentang atas pemulihan (right to reparations)
KKR oleh MK dinyatakan dalam berbagai bentuknya.
tidak mempunyai kekuatan (5)Mengatur proses rekonsiliasi bagi
hukum yang mengikat dan seluruh Bangsa Indonesia dan
bertentang dengan UUD menciptakan persatuan dan kesatuan
sehingga perlu di ganti nasional
dengan UU yang baru.
- Pelanggaran HAM masa lalu
masih harus ditelusuri
kembali untuk
pengungkapan kebenaran,
menegakkan keadilan, dan
membentuk budaya
menghargai HAM sehingga
dapat diwujudkan
rekonsiliasi Nasional untuk
terciptanya persatuan dan
kesatuan Bangsa
- Pengungkapan kebenaran
juga diperlukan untuk
kepentingan para korban
dan/atau keluarga korban
yang merupakan ahli
warisnya untuk
mendapatkan kompensasi
dan/atau rehabilitasi.
- Pemenuhan hak-hak korban
pelanggaran HAM masa lalu.

Alternatif: Kementrian Hukum dan Nawacita: (1) Mengatur tentang pembentukan


Rancangan Peraturan Presiden HAM - Menghapus semua bentuk Komisi adhoc pengungkapan kebenaran

pg. 22
Tentang Pengungkapan impunitas dalam sistem dan rekonsiliasi yang langsung dibawah
Kebenaran dan Rekonsiliasi hukum nasional Presiden.
- Penyelesaian berkeadilan (2) Mengatur tentang proses
kasus-kasus pelanggaran pengungkapan kebenaran tentang
HAM masa lalu yang sampai pelanggaran HAM masa lalu untuk
saat masih menjadi beban memastikan terpenuhinya hak korban
sosial politik Bangsa atas kebenaran (right to know the
truth).
Landasan Yuridis, Sosiologis dan (3) Mengatur tentang proses
Politis : pengakuan tentang pelanggaran HAM
- UU No. 27/2004 tentang masa lalu dan langkah-langkah yang
KKR oleh MK dinyatakan harus dilakukan oleh negara sebagai
tidak mempunyai kekuatan hasil dari pengungkapan kebenaran.
hukum yang mengikat dan (4) Mengatur pemenuhan hak-hak
bertentang dengan UUD korban atas pemulihan (right to
sehingga perlu di ganti reparations) dalam berbagai bentuknya.
dengan UU yang baru. (5) Mengatur proses rekonsiliasi bagi
Namun, juga dapat dibentuk seluruh Bangsa Indonesia dan
dengan regulasi dari menciptakan persatuan dan kesatuan
eksekutif. nasional
- Pelanggaran HAM masa lalu
masih harus ditelusuri
kembali untuk
pengungkapan kebenaran,
menegakkan keadilan, dan
membentuk budaya
menghargai HAM sehingga
dapat diwujudkan
rekonsiliasi Nasional untuk
terciptanya persatuan dan
kesatuan Bangsa
- Pengungkapan kebenaran
juga diperlukan untuk
kepentingan para korban

pg. 23
dan/atau keluarga korban
yang merupakan ahli
warisnya untuk
mendapatkan kompensasi
dan/atau rehabilitasi.
- Pemenuhan hak-hak korban
pelanggaran HAM masa lalu

Ratifikasi Instrumen Internasional HAM


10 RUU Pengesahan Statuta Roma Kementrian Hukum dan Nawacita: RUU Pengesahan Statuta Roma
HAM - Mewujudkan sistem dan
penegakan hukum yang
berkeadilan.
- Membangun politik
legislasi yang jelas, terbuka
dan berpihak pada
pemberantasan korupsi,
penegakan HAM,
perlindungan lingkungan
hidup dan reformasi
lembaga penegak hukum
- Menghapus semua bentuk
impunitas dalam sistem
hukum nasional

Landasan Yuridis, Sosiologis dan


Politis :
- Kewajiban Indonesia dalam
perdalaman dunia dan
penghapusan impunitas
terhadap Kejahatan-
Kejahatan Serius (the most

pg. 24
serious crimes)
- Memperkuat sistem
peradilan pidana Indonesia
khusus kasus-kasus terkait
dengan pelanggaran HAM
yang berat.
- Memastikan akuntabilitas
hukum pelanggaran HAM
yang berat/Kejahatan-
Kejahatan Serius (the most
serious crimes)

11 RUU Pengesahan the International Kementrian Hukum dan Nawacita: RUU Pengesahan the International
Convention for the Protection of All HAM - Mewujudkan sistem dan Convention for the Protection of All Persons
Persons from Enforced penegakan hukum yang from Enforced Disappearance (Konvensi
Disappearance (Konvensi berkeadilan. Internasional tentang Perlindungan Bagi
Internasional tentang - Membangun politik Setiap Orang dari Tindakan Penghilangan
Perlindungan Bagi Setiap Orang legislasi yang jelas, terbuka Paksa)
dari Tindakan Penghilangan dan berpihak pada
Paksa) pemberantasan korupsi,
penegakan HAM,
perlindungan lingkungan
hidup dan reformasi
lembaga penegak hukum
- Menghapus semua bentuk
impunitas dalam sistem
hukum nasional

Landasan Yuridis, Sosiologis dan


Politis :
- Penghilangan paksa
merupakan kejahatan
berdasarkan hukum
internasional.

pg. 25
- Penghilangan paksa
merupakan kejahatan
berdasakan norma-norma
hukum nasional
- Belum memadainya sistem
akuntabilitas terhadap
kasus-kasus penghilangan
paksa di Indonesia

12 RUU Pengesahan Optional Kementrian Luar Negeri Nawacita: RUU Pengesahan Optional Protocol CAT
Protocol CAT (Konvensi Anti- - Mewujudkan sistem dan (Konvensi Anti-Penyiksaan)
Penyiksaan) penegakan hukum yang
berkeadilan.
- Membangun politik
legislasi yang jelas, terbuka
dan berpihak pada
pemberantasan korupsi,
penegakan HAM,
perlindungan lingkungan
hidup dan reformasi
lembaga penegak hukum
- Menghapus semua bentuk
impunitas dalam sistem
hukum nasional

Landasan Yuridis, Sosiologis dan


Politis :
- Penghilangan paksa
merupakan kejahatan
berdasarkan hukum
internasional.
- Penghilangan paksa
merupakan kejahatan
berdasakan norma-norma

pg. 26
hukum nasional
- Belum memadainya sistem
akuntabilitas terhadap kasus-
kasus penghilangan paksa di
Indonesia

Peraturan Presiden
13 Peraturan Presiden (Perpres) Kementerian Hukum - UU No. 39 Tahun 1999 tentang (1) Rencana untuk meratifikasi sejumlah
Rencana Aksi Nasional HAM dan HAM HAM. instrumen internasional HAM.
(RANHAM) - Seluruh instrumen (2) Agenda pengintegrasian HAM dalam
internasional HAM yang telah program-program K/L.
disahkan dalam hukum (3) Agenda pengintegrasian HAM dalam
nasional. program-program pemerintah daerah.
- Deklarasi dan Program Aksi
Wina 1993.

pg. 27

Anda mungkin juga menyukai