Anda di halaman 1dari 19

Makalah paktawarsawa

N
Nama kelompok :
1.satria
2. raqi
3. iksan
4. eko

1
Kata pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

penyusun

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................1


KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI ..............................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................4


A. Latar Belakang .....................................................................................4
B. Rumusan Masalah .................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN .............................................................................6


A. ....................................................................................7
B. runtuhnya pakta warsawa..........................................................................8

BAB 3 PENUTUP............................................................................................9
A. Kesimpulan ......................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA 1..........................................................................9

3
Pendahuluan
Pada masa kolonial Belanda, rakyat Indonesia sangat menderita. Penderitaan
rakyat tersebut diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan kolonial yang merugikan
rakyat. Sebagai rakyat kecil yang ditindas oleh penjajah, tentu rakyat Indonesia
ingin memberontak, demikian pula para mahasiswa dan pemuda masa itu.
Khususnya mahasiswa STOVIA yang berusaha mengadakan perlawanan dengan
cara halus mengingat pertempuran fisik selalu mengalami kegagalan. Berangkat
dari kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai muncul berbagai
organisasi pergerakan.
Meskipun masing-masing organisasi memiliki asas dan cara perjuangan yang
berbeda beda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan.
Kebulatan tekad para pemuda untuk bersatu mencapai puncaknya dengan
dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perasaan akan timbulnya
nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan secara tiba-tiba.
Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional.
Penjajahan Belanda tidak lagi di lawan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan
kekuatan politik. Disamping itu, dilakukan usaha memajukan pendidikan,
meningkatkan ekonomi rakyat, dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh rakyat
diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai organisasi. Masa
pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi
pergerakan.

    Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah mengenai sejarah perjuangan
pergerakan nasional pada masa 1908-1945, yaitu ?
1.      Bagaimana awal munculnya organisasi kepemudaan di tanah air ?
2.      Peristiwa apakah yang terjadi pada tahun 1928 ?
3.      Bagaimana proses terjadinya peristiwa rengas dengklok dan bagaimana rentetan
persiapan kemerdekaan Republik Indonesia ?
4.      Ciri-ciri dan faktor-faktor apa sajakah yang menentukan keberhasilan
perjuangan pada masa 1908-1945 ?
5.      Bagaimana jalannya sidang BPUPKI dan PPKI dan apakah dampak yang
ditimbulkan dari peristiwa tersebut

4
Tujuan penulisan
1.agar mengetahui bahwa pemuda indonesia itu berjuang meengusir belanda dari
endonesia
2.agar mengetahui bahwa pemuda membuat sumpah pemuda untuk mempersatu bang
idonesia yang bersatu

5
Pembahasan
A.     Awal Munculnya Organisasi Kepemudaan di Tanah Air
Peranan pemuda dalam perubahan selalu tercatat dalam sejarah setiap
negeri. Termasuk di Indonesia, peran dan semangat pemuda telah muncul bahkan
ketika jaman penjajahan Belanda. Ada banyak alas an yang melatarbelakangi
munculnya pergerakan melawan Pemerintahan Hindia Belanda. Khususnya
pergerakan pemuda pada masa Hindia Belanda dalam melawan Pemerintahan
Hindia Belanda yang menyiksa dan merampas hak rakyat pribumi. 
Tetapi menurut Sartono Kartodiharjo, yang melatarbelakangi
pergerakan pemuda melawan pemerintah Hindia adalah fase atau masa Kolonial
Belanda di Indonesia. Pertama, fase kolonialisme VOC pada tahun 1602 sampai
tahun 1799. Kedatangan Belanda di Indonesia pada mulanya bukan untuk
menjajah melainkan untuk berdagang/berniaga. Akan tetapi pada tahun 1602,
Belanda mendirikan organisasi perkumpulan kongsi dagang yang berlayar di
wilayah Hindia Belanda yang bernama Verenigde Oost Indische Compagnie
(VOC). 
Kongsi dagang ini awalnya didirikan untuk menyaingi Portugis dan Spanyol
yang telah lebih dulu bercokol di nusantara. Namun, dengan hak octroi yang
dimiliki VOC, lambat laun VOC seolah menjadi Negara yang berdiri di bawah
Negara induknya, Belanda. Hal ini berimbas pada perilaku pemerintahan VOC
yang semena-mena melakukan perluasan kekuasaan dengan mengadu domba
penguasa local. Kekuasaan VOC menjadi awal kolonialisme di Indonesia. 
Fase kedua, adalah kolonialisasi konservatif tahun 1800 sampai 1811.
Kolonialisme konservatif adalah masa setelah keruntuhan VOC, ketika
pemerintahan diambil alih oleh Belanda. Di masa ini kita mengenal istilah kerja
rodi atau kerja paksa yang dipopulerkan oleh pemerintahan Daendels. Proyek
jalan Anyer – Panarukan, menjadi saksi kekejaman Belanda masa itu. 
Fase ketiga, adalah masa tanam paksa antara tahun 1816 sampai 1869.
System tanam paksa merupakan system baru pemerintah Hindia Belanda untuk
menutup kerugian financial negeri Belanda yang luar biasa parah akibat perang.
Pada masa ini Hindia Belanda dipimpin oleh Ven Den Bosch. System tanam
paksa merupakan ekspolitasi besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Hindia
Belanda. Tanah mereka direbut secara paksa, rakyat jelata ditekan untuk bekerja
dengan upah yang minim, bahkan juga tanpa upah. 

6
Terlebih untuk kegiatan ekspor, rakyat pula yang mendapat beban
pajaknya. Fase keempat, adalah system colonial liberal liberal yang diterapkan
tahun 1870 sampai 1900. Di masa ini muncul pemikiran Trias Van Deventer yang
meningingkan adanya politik balas budi untuk bangsa pribumi. Salah satu hal
yang ditekankan adalah masalah pendidikan peribumi. Mulai masa ini pribumi
diijinkan mengeyam bangku pendidikan. Meski demikian, hanya orang-orang
tertentu saja yang mampu melanjutkan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Fase
kelima, adalah masa antara 1900 – 1942. Pada masa ini perusahaan-perusahaan di
Indonesia dengan bebas berkembang sehingga ada system administrasi yagn
digagas untuk pembangunan departemen-departemen. Dalam pemerintahan peran
pejabat pribumi-pribumi mengalami banyak peningkatan. 
Fase-fase tersebut dinilai Sartono Kartodiharjo, menjadi latar belakang
munculnya pergerakan pemuda. Berawal dari kesadaran akan penderitaan rakyat
selama tiga abad di bawah kaki Belanda, kemudian munculnya kaum terpelajar,
hingga pada abad ke-20 di Indonesia mengalami keadaan yang disebut Zaman
Kemajuan. Disebut demikian, karena segala bidang yang ada mulai maju,
terutama dalam bidang pendidikan. Sebagai contoh, didirikan sekolah yang
diperuntukkan bagi kaum wanita yang bernama Hoofdenschool, kemudian
Sekolah Dokter Jawa (STOVIA). Pada abad ini juga berdiri beberapa organisasi
kepemudaan sebgai berikut :

a.     Boedi Oetomo
Budi Utomo berdiri pada tahun 1908 yang pada awal mula berdirinya
merupakan organisasi pelajar yang ruang lingkupnya masih kedaerahan, namun
pada perkembangannya berubah menjadi organisasi perkumpulan pemuda
nasional.
Budi Utomo lahir dari inspirasi yang dikemukakan oleh Wahidin Soediro
Husodo disaat beliau sedang berkeliling ke setiap sekolah untuk menyebarkan
beasiswa, salah satunya STOVIA. Sejak saat itu, mahasiswa STOVIA mulai
terbuka pikirannya dan mereka mulai mengadakan pertemuan-pertemuan dan
diskusi yang sering dilakukan di perpustakaan STOVIA oleh beberapa
mahasiswa, antara lain Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Goembrek,
Saleh, dan Soeleman. Mereka memikirkan nasib bangsa yang sangat buruk dan

7
selalu dianggap bodoh dan tidak bermartabat oleh bangsa lain (Belanda), serta
bagaimana cara memperbaiki keadaan yang amat buruk dan tidak adil itu. Para
pejabatpangreh praja (sekarang pamong praja) kebanyakan hanya memikirkan
kepentingan sendiri dan jabatan. Dalam praktik mereka pun tampak menindas
rakyat dan bangsa sendiri, misalnya dengan menarik pajak sebanyak-banyaknya
untuk menyenangkan hati atasan dan para penguasa Belanda.
Para pemuda mahasiswa itu juga menyadari bahwa mereka membutuhkan
sebuah organisasi untuk mewadahi mereka, seperti halnya golongan-golongan lain
yang mendirikan perkumpulan hanya untuk golongan mereka seperti Tionh Hwa
Hwee Kwan untuk orang Tionghoa dan Indische Bond untuk orang Indo-Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda jelas juga tidak bisa diharapkan mau menolong dan
memperbaiki nasib rakyat kecil kaum Pribumi, bahkan sebaliknya, merekalah
yang selama ini menyengsarakan kaum pribumi dengan mengeluarkan peraturan-
peraturan yang sangat merugikan rakyat kecil.
Para pemuda itu akhirnya berkesimpulan bahwa merekalah yang harus
mengambil prakarsa menolong rakyatnya sendiri. Pada waktu itulah muncul
gagasan Soetomo untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang akan
mempersatukan semua orang Jawa, Sunda, dan Madura yang diharapkan bisa dan
bersedia memikirkan serta memperbaiki nasib bangsanya. Perkumpulan
ini tidak bersifat eksklusif tetapi terbuka untuk siapa saja tanpa melihat
kedudukan, kekayaan, atau pendidikannya.
Pada awalnya, para pemuda itu berjuang untuk penduduk yang tinggal di
Pulau Jawa dan Madura, yang untuk mudahnya disebut saja suku bangsa Jawa.
Mereka mengakui bahwa mereka belum mengetahui nasib, aspirasi, dan keinginan
suku-suku bangsa lain di luar Pulau Jawa, terutama Sumatera, Sulawesi, dan
Maluku. Apa yang diketahui adalah bahwa Belanda menguasai suatu wilayah
yang disebut Hindia (Timur) Belanda (Nederlandsch Oost-Indie), tetapi sejarah
penjajahan dan nasib suku-suku bangsa yang ada di wilayah itu bermacam-
macam, begitu pula kebudayaannya. Dengan demikian, sekali lagi pada awalnya
Budi Utomo memang memusatkan perhatiannya pada penduduk yang mendiami
Pulau Jawa dan Madura saja karena, menurut anggapan para pemuda itu,
penduduk Pulau Jawa dan Madura terikat oleh kebudayaan yang sama.

8
b.     Tri Koro Dharmo
Trikoro Dharmo adalah sebuah perkumpulan pemuda yang berasal dari
Jawa pada tahun 1915 di gedung kebangkitan nasional. Organisasi ini kemudian
mengubah nama menjadi Jong Jawa pada kongres di Solo. Arti definisi /
pengertian dari tri koro dharmo adalah Tiga Tujuan Mulia.Para pelajar Jawa
waktu itu diwajibkan mengenakan jarik (kain) dan udheng (ikat kepala).Di atas
udheng itu dikena-kan topi berlambang kedokteran.Suatu pemandangan yang
menggelikan, karenanya calon-calon dokter yang biasanya berasal dari kalangan
priyayi itu dicemoohkan orang sebagai "kondektur trem".Satiman berjuang agar
para pelajar dapat mengenakan "pakaian bebas".Dalam praktek itu berarti hak
untuk berpakaian sebagai orang Barat.Sesudah lama dipertim-bangkan, akhirnya
direktur STOVIA memutuskan untuk meluluskan permohonan itu, terutama
karena ternyata pakaian Barat agak lebih murah daripada pakaian Jawa. Dengan
sendirinya waktu itulah kaum elit yang baru muncul dan berpendidikan baik itu di
masa studi dan sesudahnya mulai membedakan diri secara lahiriah dari orang-
orang setanah airnya dengan menggunakan gaya pakaian si penjajah. Para pelajar
STOVIA itu adalah orang-orang yang sadar akan kelas dan statusnya, dan antara
sesamanya mereka berbicara Belanda. Ini tidak berarti bahwa rnereka
mencampakkan budaya Jawa.Satiman justru ingin menghidupkan kembali budaya
itu. Tang-gal 7 Maret 1915 bersama dengan Kadarman dan Soenardi ia
mendirikan Tri Koro Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang menjadi pendahulu Jong
Java. Yang menjadi anggota pertamanya adalah lima puluh pelajar STOVIA,
Kweekschool (Sekolah Guru) Gunung Sari (Weltevreden), dan Koningin
Wilhelmina School (KWS).
c.      Organisasi Jong Java
Sejak Budi Utomo beralih tangan dari golongan muda ke
golongan tua pad Kongresnya yang  pertama tanggal 5 oktober 1908, telah lahir
rasa ketidakpuasan di kalangan generasi muda. Ketidakpuasan itu didasarkan pada
gerak langkah Budi Utomo yang cenderung konservatif dan kurang menampung
aspirasi pemuda. Atas dasar itu para pemuda ingin memiliki perkumpulannya
sendiri, tempat para pemuda dapat dididik secara pemuda untuk memenuhi
kewajibannya di kelak kemudian hari.
Sebagai realisasi dari keinginan mereka itu, pada tanggal 7 Maret 1915
sejumlah pemuda berkumpul di Gedung Budi Utomo Gedung Stovia Jakarta.
Mereka sepakat untuk mendirikan suatu organisasi pemuda yang berfungsi
sebagai tempat latihan bagi calon-calon pemimpin bangsa atas dasar kecintaan
pada tanah airnya. Dan memang akhirnya mereka berhasil mendirikan sebuah
perkumpulan pemuda yang diberi nama Tri Koro Dharmo yang berarti Tiga
Tujuan Mulia. Pada saat itu yang terpilih sebagai ketua utama adalah Satiman
Wiryosanjoyo dan Soenardi, yang kemudian dikenal sebagai Mr.Wongsonegoro

9
menjadi wakil ketua. Sementara itu pemuda Soetomo yang dahulu menjembatani
lahirnya Budi Utomo terpilih menjadi sekertaris. Anggota pengurus lainnya
diantaranya adalah Muslich, Musodo dan Abdul Rachman.
Meskipun Tri Koro Dharmo bersifat nasional, dalam arti bahwa organisasi
ini memiliki kesadaran Indonesia, anggotanya masih terbatas dalam etnisitasnya
saja, yakni murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Tengan dan
Jawa Timur saja. Jadi organisasi ini masih bersifat Jawasentris. Itulah sebabnya
muncul  reaksi dari para pemuda yang berasal dari etnis lain,misalnya pemuda
Sunda dan Bali. Mereka tidak mau masuk dalm organisasi ini.
Dengan adanya reaksi demikian, Satiman Wiryosanjoyo
memberikan penjelasan bahwa organisasi Tri Koro Dharmo membatasi cakupan
etnisitasnya hanyalah untuk sementara waktu. Pada masa selanjutnya organisasi
ini akan dapat dijadikan perkumpulan bagi pemuda-pemuda seluruh Indonesia.
Tujuan kelahiran Tri Koro Dharmo adalah untuk mengikat tali persaudaraan
dengan suku-suku bangsa lainnya demi memperkokoh persatuan rakyat Indonesia.
Usaha itu dapat ditempuh melalui penyebaran pengetahuan masyarakat dan
memperdalam perhatian terhadap seni budaya.
Pada tanggal 12 Juni 1918 Tri Koro Dharmo mengadakan kongresnya di
Solo. Pada saat itu, Satiman Wiryosanjoyo sudah tidak menjadi ketua lagi, kerena
sejak tahun 1917, kedudukannya telah diganti oleh Sutardiaryodirejo. Satiamn
kemudian diangkat menjadi ketua kehormatan. Kongres ini menghasilkan dua
keputusan penting yaitu tentang ruang lingkup keanggotaan dan nam organisasi
serta mengenai kepengurusan.
Nama organisasi Trikooro Dharmo diganti dengan Jong Java. Dengan
perubahan nama itu diharapkan pemuda Sunda, Madura, Bali, dan Lombok dapat
ikut memasuki organisasi ini. Tujuan organisasi diubah dengan hasrat
membangun persatuan Jawa Raya. Hal itu bias dicapai dengan jalan mengadakan
suatu ikatan yang baik diantara murid-murid sekolah menengah, berusaha
meningkatkan kepandaian anggota dan menimbulakan cinta akan budaya sendiri.
Perubahan nama dari Trikoro Dharmo ke Jong Java ternyata tidak banyak
membawa perubahan wajah organisasi ini. Hal itu dikarenakan asas budaya Jawa
Raya lebih banyak di samakan dengan membangun budaya Jawa Tengah. Dalam
kongres itu dipilih ketua Sukiman Wiryosanjoyo, seorang tokoh muda yang
kemudian terpilih sebagai Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda.

10
Sampai pada kongresnya yang terakhir di Semarang pada tanggal 23
Desember 1929, Jong Java berhasil mengadakan kongres sebanyak sepuluh kali.
Dalam kongres-kongresnya itu telah berhasil diambil sejumlah keputusan penting
yang bermanfaat bagi perjuangan pemuda Indonesia pada masa selanjutnya.
Keputusan-keputusan itu yaitu pertama, disetujuinya seorang perempuan duduk
dalam pengurus besar dan anggota redaksi dalam majalah Jong Java, serta usaha
untuk menerjemahkan surat-surat yang pernah di tulis oleh Kartini. Keputusan itu
merupakan indicator adanya pengakuan bahwa hak wanita sama denagn pria
sebagai kelanjutan usaha emansipasi wanita. Kedua, dalam kongresnya yang
ketiga, bahasa-bahasa daerah seperti Jawa, Sunda, Bali, dan Makasar dapat
digunakan asal disertai terjemahan dalam bahasa Belanda. Ketiga, adanya cita-cita
untuk membangun Jawa Raya, yakni dengan jalan membina persatuan diantara
golongan-golongan di Jawa dan Madura untuk mencapi kemakmuran bersama.
Sekalipun masih terbatas pada Jawa, hal itu merupakan bibit awal bagi
terbentuknya integrasi bangsa. Ikatan-ikatan suku di Jawa mulai dipersatukan
dengan ikatan territorial, yaitu pulau Jawa.
Sejak berdirinya organisasinya ini, jika dilihat dari tujuan dan aktifitasnya
organisasi ini bukanlah organisasi politik. Ada juga keinginan beberapa
anggotanya untuk memperluas tujuan dan ruang gerak organisasi ini agar tidak
hanya dalam masalah social budaya saja melainkan juga bergerak dalam bidang
politik. Namun demikian, dalam kongresnya pada bulan Mei 1922 dan kongres
luar biasa bulan Desember tahun yang sama dipertegaslah garis perjuangannya,
bahwa Jong Java tidak akan mencampuri aksi atau propaganda politik. Jong Java
hanya mengadakan hubungan antara murid-murid sekolah menengah,
mempertinggi perasaan untuk budaya sendiri, menambah pengetahuan umum dari
anggotanya dan menggiatkan olah raga.
Usul aktivitas Jong Java untuk bergerak dalam politik terlihat dalam
Kongres IV di Yogyakarta pada tahun 1924. Pada saat itu Agus Salim, seorang
tokoh Serikat Islam berpidato dengan judul Islam dan Jong Java. Disebabkan oleh
pidato itu, ketua Jong Java Samsurijal (Raden Sam) mengajukan dua usul  penting
yaitu agar anggota-anggota yang berumur lebih dari 18 tahun diijinkan dalam
aksi-aksi politik,dan perlu memasukkan program memajukan Islam dalam
organisasi Jong Java. Kedua usul tersebut ditolak,dan kongres kemudian
memutuskan Jong Java tetap tidak berpolitik dan netral terhadap agama. Akibat

11
ditolak usul-usulnya, Raden Sam kemudian menyatakan diri keluar dari Jong Java
dan mendirikan organisasi pemuda lain yakni Jong Islamiaeten Bond.
Setelah adanya kongres pemuda I tahun 1926, yang para anggota organisasi
ini juga ikut, paham persatuan dan kebangsaan Indonesia semakin meningkat
dikalangan anggotanya. Hal itu berakibat pada perubahan tujuan dan ruang gerak
dari organisasi Jong Java ini pada masa selanjutnya. Dalam kongres VII tanggal
27-31 Desember 1926 di Surakarta, dibawah ketuanya Sunardi Djaksodipuro (Mr.
Wongsonegoro) ditekankan mengenai perubahan tujuan dan ruang gerak
organisasi. Tujuan Jong Java seharusnya tidak hanya terbatas untuk membangun
cita-cita Jawa Raya saja, tetapi pada saatnya juga harus bercita-cita persatuan dan
Indonesia merdeka. Kongres kemudian mengambil keputusan bahwa anggotanya
yang berumur lebih dari 18 tahun boleh mengikuti rapat-rapat politik, sedangkan
mereka yang dibawah umur itu hanya boleh mengikuti kegiatan-kegiatan dalam
seni, olah raga dan kepanduan. Dengan demikian, sejak saat itu Jong Java telah
memasuki babak baru, yakni secara resmi memasuki gelanggang politik. Sikap
Jong Java terhadap perlunya persatuan khususnya dalam kalangan pemuda akan
terlihat kemudian menjelang sumpah pemuda.
d.     Jong Sumatra Bond
Jong Sumatranen Bond (JSB) adalah perkumpulan yang bertujuan untuk
mempererat hubungan di antara murid-murid yang berasal dari Sumatra, mendidik
pemuda Sumatra untuk menjadi pemimpin bangsa serta mempelajari dan
mengembangkan budaya Sumatra. Perkumpulan ini didirikan pada tanggal 9
Desember 1917 di Jakarta. JSB memiliki enam cabang, empat di Jawa dan dua di
Sumatra, yakni di Padang danBukittinggi. Beberapa tahun kemudian, para
pemuda Batak keluar dari perkumpulan ini dikarenakan dominasi
pemuda Minangkabau dalam kepengurusannya. Para pemuda Batak ini
membentuk perkumpulan sendiri, Jong Batak.

Kelahiran Jong Sumatera Bond pada mulanya banyak diragukan orang.

Salah satu diantaranya ialah redaktur surat kabar Tjaja Sumatra, Said Ali, yang

mengatakan bahwa Sumatra belum matang bagi sebuah politik dan umum. Tanpa

menghiraukan suara-suara miring itu, anak-anak Sumatra tetap mendirikan

perkumpulan sendiri.Kaum tua di Minangkabau menentang pergerakan yang

12
dimotori oleh kaum muda ini.Mereka menganggap gerakan modern Jong

Sumatera Bond sebagai ancaman bagi adat Minang. Aktivis Jong Sumatera

Bond, Bahder Djohan menyorot perbedaan persepsi antara dua generasi ini pada

edisi perdana Jong Sumatra.

Surat kabar Jong Sumatra terbit pertama kali pada bulan Januari

1918. Dengan jargon Organ van Den Jong Sumatranen Bond, surat kabar ini terbit

secara berkala dan tidak tetap, kadang bulanan, kadang triwulan, bahkan pernah

terbit setahun sekali. Bahasa Belandamerupakan bahasa mayoritas yang

digunakan kendati ada juga artikel yang memakaibahasa Melayu. Jong Sumatra

dicetak di Weltevreden, Batavia, sekaligus pula kantor redaksi dan

administrasinya.

Mulanya, dewan redaksi Jong Sumatra juga merupakan pengurus (centraal

hoofbestuur) JSB. Mereka itu adalah Tengkoe Mansyur (ketua), A. Munir

Nasution (wakil ketua), Mohamad Anas (sekretaris I), Amir (sekretaris II), dan

Marzoeki (bendahara), serta dibantu beberapa nama lain. Keredaksian Jong

Sumatra dipegang oleh Amir, sedangkan administrasi ditangani Roeslie.Mereka

ini rata-rata adalah siswa atau alumni STOVIAserta sekolah

pendidikan Belanda lainnya.Setelah beberapa edisi, keredaksian Jong Sumatra

dipisahkan dari kepengurusan Jong Sumatera Bond meski tetap ada garis

koordinasi. Pemimpin redaksi pertama adalah Mohammad Amir dan pemimpin

perusahaan dijabat Bahder Djohan.

Surat kabar Jong Sumatra memainkan peranan penting sebagai

media yang menjembatani segala bentuk reaksi atas konflik yang terjadi. Dalam

Jong Sumatra edisi 12, th 1, Desember 1918, seseorang berinisial Lematang

mempertanyakan kepentingan kaum adat. Sambutan positif juga datang dari

13
Mohamad Anas, sekretaris Jong Sumatera Bond.Anas mengatakan dengan lantang

bahwa bangsa Sumatra sudah mulai bangkit dari ketidurannya, dan sudah mulai

memandang keperluan umum.

Sumatra memang dikenal banyak menghasilkan jago-jago pergerakan, dan

banyak di antaranya yang mengawali karier organisasinya melalui Jong Sumatera

Bond, sepertiMohammad Hatta dan Mohammad Yamin.Hatta adalah bendahara

Jong Sumatera Bond di Padang 1916-1918. Kemudian ia menjadi pengurus Jong

Sumatera Bond Batavia pada 1919 dan mulai mengurusi Jong Sumatra sejak 1920

hingga 1921. Selama di Jong Sumatra inilah Hatta banyak menuangkan segenap

alam pikirannya, salah satunya lewat karangan berjudul “Hindiana” yang dimuat

di Jong Sumatra no 5, th 3, 1920.

Sedangkan Mohammad Yamin adalah salah satu putra Sumatra

yang paling dibanggakan.Karya-karyanya yang berupa esai ataupun sajak sempat

merajai Jong Sumatra.Ia memimpin Jong Sumatera Bond pada 1926-1928 dan

dengan aktif mendorong pemikiran tentang perlunya bahasa Indonesia digunakan

sebagai bahasa persatuan. Kepekaan Yamin meraba pentingnya bahasa identitas

sudah mulai terlihat dalam tulisannya di Jong Sumatra no 4, th 3, 1920. Jong

Sumatra berperan penting dalam memperjuangkan pemakaian bahasa nasional,

dengan menjadi media yang pertama kali mempublikasikan gagasan Yamin,

mengenai bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.


e.     Jong Celebes
Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para pemuda
pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Maksud dan tujuannya
ialah mempererat rasa persatuan dari tali persasudaraan di kalangan  pemuda
pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi. Tokoh-tokohnya misalnya Arnlod
Monotutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta (yang kemudia dikenal dengan
Ibu Sukanto, Kepala Kepolisian Wanita Negara RI pertama).

14
f.       Jong Paguyuban Pasundan
Paguyuban Pasundan adalah organisasibudayaSunda yang berdiri sejak
tanggal 20 Juli 1913, sehingga menjadi salah satu organisasi tertua yang masih
eksis sampai saat ini. Selama keberadaannya, organisasi ini telah bergerak dalam
bidang pendidikan, sosial-budaya,politik,ekonomi,kepemudaan,
dan pemberdayaan perempuan. Paguyuban ini berupaya untuk melestarikan
budaya Sunda dengan melibatkan bukan hanya orang Sunda tapi semua yang
mempunyai kepedulian terhadap budaya Sunda.
B.    Peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
Keputusan ini menegaskan cita-cita akan menjadi “tanah air Indonesia”, “rakyat
Indonesia”, dan “Indonesia”. Keputusan ini juga diharapkan dapat menjadi dasar
untuk “asosiasi kebangsaan Indonesia” dan bahwa “di semua surat kabar yang
diterbitkan dan dibaca dalam pertemuan asosiasi antar muka”.

 Sumpah Pemuda

Peristiwa sejarah Sumpah Pemuda merupakan pengakuan Pemuda Indonesia yang


berjanji satu negara, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan
pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan kerapatan Pemuda-Pemudi atau
Kongres Pemuda Indonesia, yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pemuda.

Kongres Pemuda yang diadakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi
Mahasiswa Indonesia Himpunan Mahasiswa (GN) yang terdiri dari mahasiswa
dari seluruh wilayah Indonesia. Kongres ini dihadiri oleh berbagai perwakilan
organisasi pemuda.

Ide penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar


Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari
seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang
berbeda dan dibagi menjadi tiga pertemuan.

         Pertemuan pertama, Sabtu, 27 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung


Katholieke Jongenlingen Bond (GOC), Waterlooplein sekarang Lapangan
Banteng. Dalam sambutannya, Ketua GN Sugondo Djojopuspito berharap
konferensi ini akan memperkuat semangat persatuan di benak pemuda.
Acara dilanjutkan dengan penjelasan tentang makna dan Moehammad Yamin 
hubungan persatuan dengan pemuda. Menurut dia, ada lima faktor yang bisa
memperkuat persatuan Indonesia, sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan
kemauan

15
         Pertemuan kedua, Minggu, 28 Oktober, 1928, di laksanakan di Gedung Oost-
Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara,
Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak-anak
harus menerima kewarganegaraan pendidikan, harus ada keseimbangan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak-anak juga perlu dididik secara
demokratis.
         Pada pertemuan Ketiga, di laksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw di
Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan
demokrasi selain gerakan kepanduan. Sementara Ramelan mengemukakan,
gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan
kepanduan sejak dini mendidik anak-anak dan disiplin diri, hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan.
Panitia Kongres Lahirnya Sumpah Pemuda Adalah :
Ketua                  : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua      : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris          : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara        : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I       : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II     : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III    : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV    : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V      : Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Peserta            : Abdul Muthalib Sangadji, Purnama Wulan, Abdul Rachman,
Raden Soeharto, Abu Hanifah, Raden Soekamso, Adnan Kapau Gani, Ramelan,
Amir (Dienaren van Indie), Saerun (Keng Po), Anta Permana, Sahardjo, Anwari,
Sarbini, Arnold Manonutu, Sarmidi Mangunsarkoro, Assaat, Sartono, Dr.Pijper,
Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken), Emma Puradiredja, Soejono Djoenoed
Poeponegoro, Halim, R.M. Djoko Marsaid, Hamami, Soekamto, Jo Tumbuhan,
Soekmono, Joesoepadi, Soekowati (Volksraad), Jos Masdani, Soemanang,
Kadir, Soemarto, Karto Menggolo, Soenario (PAPI & INPO), Kasman
Singodimedjo, Soerjadi, Koentjoro Poerbopranoto, Soewadji Prawirohardjo,
Martakusuma, Soewirjo, Masmoen Rasid, Soeworo, Mohammad Ali Hanafiah,
Suhara, Mohammad Nazif, Sujono (Volksraad), Mohammad Roem, Sulaeman,
Mohammad Tabrani, Suwarni, Mohammad Tamzil, Tjahija, Muhidin (Pasundan),

16
Van der Plaas (Pemerintah Belanda), Mukarno, Wilopo, Muwardi, Wage Rudolf
Soepratman, Nona Tumbel. Dll..

Formulasi Kongres Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada secarik


kertas yang disajikan untuk Soegondo ketika Mr. Sunario tengah berpidato pada
sesi terakhir kongres (sebagai utusan kepanduan) berbisik ke Soegondo: Ik heb e

17
yang kemudian Soegondo memberi tanda tangan setuju pada selembar kertas,
kemudian diteruskan kepada orang lain untuk inisial setuju juga. sumpah tersebut
dibacakan oleh Soegondo awalnya dan kemudian dijelaskan panjang lebar oleh
Yamin.

en eleganter formulering voor de resolutie (saya memiliki formulasi yang lebih el

egan untuk ini keputusan Kongres),

DAFTAR PUSTAKA

18
http://www.dosenpendidikan.com/sejarah-lahirnya-sumpah-pemuda-indonesia/

https://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda

http://deawa-menez.mywapblog.com/ppkn-sejarah-perjuangan-pergerakan-
nasio.xhtml

http://www.kompasiana.com/yhoeldy/nilai-nilai-sejarah-pergerakan-pemuda-
indonesia_550f39a4a333117732ba7fd7

http://www.scribd.com/doc/23029589/Sejarah-perjuangan-bangsa-pada-masa-
penjajahan-Belanda-dan-Jepang#scribd

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia

http://www.academia.edu/3748041/Semangat_Pemuda_Indonesia

http://kelompok8rear.blogspot.co.id/

19

Anda mungkin juga menyukai