Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MAKALAH KETAHANAN PANGAN

“Aspek Ketahanan Pangan : Aspek Ekonomi”

Disusun Oleh :

Naufal Irfansyah (3332210052)

M. Ramadhan Akbari (3332210053)

Tria Oktaviana (3332210054)

Ketahanan Pangan B

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK ELEKTRO

CILEGON-BANTEN

2021
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aspek Ketahanan
Pangan : Aspek Ekonomi” dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ketahanan Pangan.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang aspek ekonomi
dalam ketahanan pangan bagi para pembaca dan juga bagi kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Irma selaku dosen Mata Kuliah
Ketahanan Pangan.

Demikian, semoga makalah kami bermanfaat, sekian dan terima kasih.

Cilegon, 11 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................2
2.1 Pengertian Ketahanan Pangan...........................................................................2
2.2 Aspek Ekonomi...................................................................................................2
2.2.1 Pendapatan Masyarakat.............................................................................2
2.2.2 Stabilitas Harga...........................................................................................3
2.2.3 Pertumbuhan Ekonomi...............................................................................4
2.3 Peran Aspek Ekonomi.........................................................................................5
BAB 3..................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi sangatlah berpengaruh terhadap kebutuhan pangan, sesuai dengan


bertambahnya jumah penduduk di Indonesia. Kebutuhan pangan di Indonesia hampir
semuanya dapat terpenuhi, dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas pangan asal
daging impor dan kedelai yang masih mengalami defisit, sedangkan untuk beras, jagung,
kacang maupun ubi, telor, daging ayam, dan susu mengalami surplus yang tinggi.

Tujuan tulisan ini untuk mengetahui aspek ekonomi dalam ketahanan pangan di Indonesia.
Pemerintah dapat mempertahankan dan berupaya terus memacu pembangunan ketahanan
pangan, melalui program yang benar-benar mampu memperkokoh untuk ketahanan pangan,
sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tingkat pendapatan rumah tangga dapat mencerminkan menjadi salah satu ukuran
kemampuan dalam mengakses konsumsi pangan yang dibutuhkan beserta keragamannya.
Pertumbuhan komoditi pangan yang paling tinggi setiap tahun adalah komoditi beras,
sedangkan kontribusi daging sapi dalam memenuhi kebutuhan protein hewani menduduki
urutan yang kedua setelah daging unggas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu ketahanan pangan?


2. Apakah aspek ekonomi sangat berpengaruh dalam ketahanan pangan?
3. Apa yang terjadi pada ketahanan pangan jika ekonomi buruk?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu ketahanan pangan


2. Untuk mengetahui pengaruh aspek ekonomi bagi ketahanan pangan
3. Untuk mengetahui kondisi ekonomi yang baik bagi ketahanan pangan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ketahanan Pangan

Pada Konferensi FAO tahun 1984, Soetrisno (1995) mencetuskan dasar-dasar ketahanan
pangan yang pada intinya menjamin kecukupan ketersediaan pangan bagi umat manusia dan
terjaminnya setiap individu untuk dapat memperoleh pangan. Definisi ketahanan pangan
tersebut .

Disempurnakan pada waktu International Congress of Nutrition (ICN) yang diselenggarakan


di Roma tahun 1992, Suhardjo (1996) mencetuskan seperti berikut: ketahanan pangan rumah
tangga adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggota nya
dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari – hari.
Namun, dalam sidang Committe on Work Food Security 1995 dalam Soetrisno (1997)
definisi di atas diperluas dengan menambahkan persyaratan harus diterima oleh budaya
setempat. Definisi tersebut dipertegas lagi pada Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan
Dunia dan Rencana Tindak Lanjut Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia tahun
1996 menjadi ketahanan pangan terwujud apabila semua orang, setiap saat, memiliki akses
secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat.

2.2 Aspek Ekonomi

2.2.1 Pendapatan Masyarakat

Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola
konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat
tersebut tentunya akan lebih seksama dalam menentukan pola konsumsi makanan mereka.
pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola konsumsi masyarakat.
Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola pangan harapan (PPH) suatu
masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan. Terdapat hubungan positif

2
dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan suatu
masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan masyarakat tersebut.

Aspek Pendapataan masyarakat ini berkaitan erat dengan aspek kemiskinan yang dimana
Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di Indonesia,
dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan
masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak
terpenuhinya status gizi masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan
berdampak pada tingkat produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang
rendah juga berpengaruh pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa.

2.2.2 Stabilitas Harga

Di negara yang pangsa pengeluaran pangan penduduknya masih besar selalu dijumpai
permasalahan kurang pangan sehingga memerlukan perhatian pemerintah. Perhatian tersebut
di antaranya berupa kebijakan harga pangan yang bertujuan memberi insentif bagi petani
untuk memproduksi pangan dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen. Harga
pangan yang tidak stabil dapat menyebabkan instabilitas ekonomi makro. Permasalahannya
adalah kecenderungan pasar yang mengglobal dan semakin terbatasnya anggaran pemerintah
untuk mendukung pembangunan membuat kebijakan harga pangan semakin sulit
dilaksanakan.

Soekirman (1996) mengungkapkan bahwa cukup tidaknya persediaan pangan di pasar


berpengaruh pada harga pangan. Kenaikan harga pangan bagi keluarga yang tidak bekerja
atau yang bekerja tetapi penghasilannya tidak cukup, dapat mengancam kebutuhan gizinya
yang berarti ketahanan pangan keluarganya terancam. Sebaliknya, persediaan cukup, harga
stabil tetapi banyak penduduk tanpa kerja dan tanpa pendapatan, berarti tanpa daya beli, juga
menyebabkan persediaan pangan itu tidak efektif. Karena itu pembangunan Sumberdaya
Manusia (SDM) akan mengatur keseimbangan dan keserasian antara kebijaksanaan sistem
pangan (produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi) dan kebijaksanaan di bidang sosial
seperti penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, gizi dan lain-lain.

Ketahanan pangan selalu dikaitkan dengan stabilitas harga pangan khususnya beras, atau
pangan pokok utama suatu negara. Dalam kaitan ini Falcon and Timmer seperti diungkapkan
dalam Simatupang (1999) menyebutkan bahwa ketahanan pangan sinonim dengan stabilitas

3
harga, oleh karenanya pandangan tersebut menggunakan pendekatan stabilitas pangan untuk
ketahanan pangan.

Simatupang (1999) mengungkapkan bahwa pendekatan ketersediaan pangan untuk ketahanan


pangan yang diaplikasikan pada kebijakan ketahanan pangan selama orde baru oleh
pemerintah Indonesia memiliki kelemahan mendasar yang terkait dengan adanya tiga asumsi
yang dipakai. Ketiga asumsi yang dimaksud adalah: (1) Kelangkaan pangan secara cepat
direfleksikan oleh meningkatnya harga pangan; (2) Harga (pangan) yang terjangkau cukup
dapat menjamin akses semua orang untuk memperoleh pangan yang memadai; dan (3)
Produksi pangan domestik yang cukup (swasembada) merupakan cara yang paling efektif
untuk mencapai stabilitas harga pangan dalam negeri (dan pada gilirannya mencapai
ketahanan pangan).

Menurut Simatupang (1999), kelemahan asumsi (1) adalah bahwa signal harga pangan bukan
merupakan indikator yang sempurna dari ketersediaan pangan. Dalam hal ini dicontohkan
adanya krisis pangan tahun 1998, bahwa kenaikan harga pangan lebih disebabkan oleh
adanya kesalahan informasi karena kurangnya kredibilitas pemerintah tentang kondisi stock
pangan yang sebenamya, adanya penyelundupan dan spekulasi terhadap harga pangan
sebagai konsekuensi langsung dari terdevaluasinya nilai rupiah yang sangat tinggi.
Kelemahan asumsi ke (2) adalah bahwa ke mampuan atau akses konsumen untuk
memperoleh pangan yang cukup tidak hanya ditentukan oleh harga pangan, tetapi juga oleh
pendapatan. Selain itu akses terhadap pangan juga tidak hanya melalui pertukaran (pasar),
termasuk di dalamnya adalah transfer non pasar seperti pemberian, sumbangan, dan lain-lain.
Kelemahan dari asumsi (3) adalah bahwa swasembada merupakan cara yang paling efektif
untuk menjamin stabilitas harga pangan dalam negeri tidak selalu benar, karena fluktuasi
harga (pangan, beras) dalam negeri tidak hanya ditentukan oleh harga pasar dunia atau impor,
tetapi juga oleh stabilitas produksi pangan Indonesia yang rentan terha dap iklim yang tidak
normal maupun serangan hama/penyakit.

2.2.3 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat berpengaruh nyata terhadap kebutuhan pangan,


permintaan pangan sesuai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Indonesia
mempunyai potensi sumber daya alam yang beragam, dan mempunyai berbagai peluang
untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan. Sumber daya alam dan

4
keanekaragaman hayati yang besar dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan dan
pengembangan pangan sumber karbohidrat non beras, sumber protein dan gizi mikro di
masing-masing daerah dan penepan teknologi yang pesat dalam berbagai aspek.

Perekonomian di Indonesia setiaknya mengalami peningkatan sesuai dengan bertambahnya


jumlah penduduk, kehawatiran semakin parahnya krisis pangan menghantui sebagian besar
negara-negara di dunia termasuk Indonesia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB
mengingatkan krisis pangan seperti yang terjadi pada 2007/2008 bisa berulang pada tahun
2013 untuk mencegah krisis pangan di Indonesia, ketahanan pangan mutlak diperkuat,
Husodo (2001). Peningkatan jumlah (the middle class) yang bergilir pada peningkatan
konsumsi pangan yang lebih banyak. Ketiga, kerusakan lingkungan yang diakibatkan antara
lain oleh climate change yang sudah mengganggu produksi dan produktivitas pangan
nasional, keempat, kompetisi antara sumber energi (bio fuel) dan sumber pangan yang dapat
mengganggu suplai pangan. Kelima, pentingnya kemandirian pangan berkelanjutan serta
masih adanya kerentanan dan kerawanan (baca krisis) pangan.

2.3 Peran Aspek Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat berpengaruh nyata terhadap kebutuhan


pangan, permintaan pangan sesuai dengan peningkatakn pendapatan masyarakat.
Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam yang beragam, dan mempunyai berbagai
peluang untuk mencapai kemandirian pangan yang berkelanjutan. Sumber daya alam dan
keanekaragaman hayati yang besar dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan dan
pengembangan pangan sumber karbohidrat non beras, sumber protein dan gizi mikro di
masing-masing daerah dan penepan teknologi yang pesat dalam berbagai aspek. Produksi,
pasca panen dan pengolahan, distribusi, pemasaran untuk meningkatkan kapasitas
produksi pangan, produktivitas dan efisiensi, sehingga dapat meningkatkan keuntungan
agribisnis pangan, dan dapat memenuhi ketahanan pangan.
Perubahan lingkungan dan pembangunan ekonomi kearah desentralisasi dan
partisipasi masyarakat, sehingga memudahkan pencapaian ketahanan pangan. Untuk
mencapai ketahanan pangan, maka sub bidang pertanian dan sub bidnag peternakan harus
mengupayakan program jangka pendek, menengah dan panjang, tentunya dengan
memperhitungkan resiko dan dampak akan terjadi perubahan ekonomi serta dala

5
kecukupan pangan secara nasional. Diupayakan dengan cermat, agar target kecukupan
pangan dapat terpenuhi dengan baik. Kemandirian pangan dengan terkendali, serta dapat
memperhatikan sumber daya alam, dengan didukungan kelembagaan, budaya lokal
dengan mengarah kepada pembangunan ekonomi. Hasil prosuksi pangan dihasilkan oleh
petani di setiap wilayah di Indonesia, petani sebagai ujung tombak kemajuan bangsa,
apabila petani tidak melakukan usahanya dan lahan pertanian yang produktif semakin
berkurang, maka kemajuan bangsa Indonesia akan semaki terprosok, sehingga
kemiskinan pangan akan terjadi lebih banyak. Diperkirakan kemiskinan pangan di
Indonesia tahun 2013 sekitar 45% dan tahun 2045 sekitar 50% (BPS, 2014).
Kehawatiran Pangan di Indoensia Perekonomian di Indonesia setiaknya mengalami
peningkatan sesuai dengan bertambahnya jumlah penduduk, kehawatiran semakin
parahnya krisis pangan menghantui sebagian besar negara-negara di dunia termasuk
Indonesia, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB mengingatkan krisis pangan
seperti yang terjadi pada 2007/2008 bisa berulang pada tahun 2013 untuk mencegah krisis
pangan di Indonesia, ketahanan pangan mutlak diperkuat, Husodo (2001). Peningkatan
jumlah (the middle class) yang bergilir pada peningkatan konsumsi pangan yang lebih
banyak. Ketiga, kerusakan lingkungan yang diakibatkan antara lain oleh climate change
yang sudah mengganggu produksi dan produktivitas pangan nasional, keempat, kompetisi
antara sumber energi (bio fuel) dan sumber pangan yang dapat mengganggu suplai
pangan, Kelima, pentingnya kemandirian pangan berkelanjutan serta masih adanya
kerentanan dan kerawanan (baca krisis) pangan di berbagai daerah
Hal ini sebagai tantangan semua lembaga dan elit politik, agar persoalan kehawatiran
kekurangan pangan di Indonesia tidak sampai terjadi, oleh karenanya Indonesia selalu
dijuluki sebagai lumbung pangan bagi masyarakat ASEAN. Julukan tersebut memang
bener adanya, karena Idonesia sebagai Negara agraris yang penduduknya sebagai besar
adalah petani, namun lain dengan di lapangan, banyak lahan pertanian yang sudah
berubah menjadi pemukiman dan pembangunan perushaan. Penetapan Indonesia sebagai
lumbung pangan ASEAN, liberalisasi sektor pangan di Indonesia belum mampu
membuka peluang kerja, peluang usaha dan mendorong masyarakat miskin berusaha di
bidang pangan karena pada kenyataannya jumlah angka kemiskinan dan penggangguaran
relatif tidak berkurang dari tahun-ke tahun. Hal yang sangat mendasar mengindikasikan
pentingnya sinergi antara pemerintah pusat daerah dan pelaku usaha untuk peningkatan
produksi komoditas pangan dalam rangka pembangunan ekonomidan penyediaan pangan
secara nasional (Faizal, 2000).

6
Mengembangkan tanaman pangan dan menjamin ketahanan pangan di masa depan
membutuhkan biaya besar, harus diperhitungkan sebelumnya. Kondisi lahan pertanian,
termasuk persawahan, selama ini sangat mengkhawatirkan, karena terus dikonversi atau
beralih fungsi menjadi non pertanian, seperti permukiman, perdagangan, industri, dan
jalan. Sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi,
distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga
menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta
status gizi anggota rumah tangga. Agar aspek mikro tidak terabaikan, maka starategi
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan ditingkat nasional terpenuhi dengan baik.
Bidang peternakan masalah dalam mengatasi kondisi gizi adalah masalah tingkat
produksi dan produktivitas ternak yang belum mampu memenuhi tingkat permintaan yang
ada, sehingga sebagian produk peternakan masih harus diimpor (Soedjana, 2007).
Menurut Mewa (2004), bahwa pangan merupakan komoditas penting dan strategis
bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama, pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara
penyediaan prouksi, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang
berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam,
merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ketersediaan pangan ke seluruh
wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi
pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan serta
menjamin keamanan distribusi pangan. Untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan
diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya.

7
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan Pembahasan yang telah dibahas bahwasannya Ketahanan pangan dalam


aspek Ekonomi dapat dilakukan dengan cara meningkatan ketahanan pangan dengan
efisien dengan adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah pusat maupun
daerah. Partisipasi masyarakat (petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi,
pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi
pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di
bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong
terciptanya kemandirian pangan. Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, merta
aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi
sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Galih, Nugroho. Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia Berbasis Sumber Daya Lokal ,
https://nugrohogalih.wordpress.com/2009/02/06/meningkatkan-ketahanan-pangan-indonesia-
berbasis-sumber-daya-lokal/. diakses pada 12 September 2021 pukul 11.00
Ilham. (2006). Efektivitas kebijakan harga pangan terhadap ketahanan pangan dan
dampaknya pada stabilitas ekonomi makro. Efektivitas kebijakan harga pangan.
Retrieved 9 12, 2021, from http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40700
Rachman, H. P. (2002). KETAHANAN PANGAN: KONSEP, PENGUKURAN DAN.
KONSEP, PENGUKURAN DAN STRATEGI, 20, 14-15. Retrieved September 9, 2021
Rusdiana, S. (2017). PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBUTUHAN PANGAN DI
INDONESIA. Agriekonomika Volume 6, Nomor 1, 2017, 6, 15-16. doi:
http://dx.doi.org/10.21107/agriekonomika.v6i1.1795

Anda mungkin juga menyukai