Oleh:
ABSTRAK
Nasionalisme sebagai konsep ideologis dianggap salah satu di antara yang penting
aspek dalam penciptaan karakter bangsa, termasuk orang Indonesia,pembangunan
karakter untuk bangsa pada gilirannya akan menentukan kualitas bangsa. Itu proses
pengembangan dalam negara-negara di seluruh dunia sebagian membentuk
keberhasilannya oleh karakter masing-masing negara. Dimulainya konsep ideologis
tersebut dapat secara efisien diperkenalkan melalui banyak saluran, dan pendidikan
adalah channei itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menginternalisasi
nasionalisme kepada kepribadian siswa.
Gejala memudarnya jati diri ke-Indonesia-an dikalangan generasi muda utamanya para
pelajar pada tingkat yang mengkhawatirkan seperti tidak mampu menghafal sila
Pancasila,lagu Indonesia Raya,dan Bhinneka Tunggal Ika, hingga tidak mengerti
batas-batas wilayah Indonesia.Perilaku berkarakter nasionalis dapat diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah oleh siswa yaitu disiplin,cinta tanah air,
semangat kebangsaan, cinta damai, peduli lingkungan, menghargai prestasi, dan
toleransi.
ABSTRACT
Proses globalisasi yang bergulir, diiringi dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) memungkinkan terjadinya perubahan lingkungan strategi yang berdampak
luas terhadap eksistensi dan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari aspek
eksternal, globalisasi menimbulkan pertemuan antar budaya (culture ecounter) bagi bangsa-
bangsa di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Dengan kata lain, globalisasi berdampak
pada terjadinya perubahan sosial (social change) besar-besaran yang belum tentu semua
perubahan itu kongruen dengan kemajuan sosial (sosial progress).Dari aspek internal, kondisi
objektif bangsa Indonesia yang memang sejak diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945 merupakan negara dengan bangsa yang dibangun di atas keragaman dan perbedaan,
yakni perbedaan suku, agama, ras, etnis, budaya dan lain-lain. Di satu sisi, jika mampu
mengelolanya dengan baik, maka keragaman akan menimbulkan keindahan dan harmoni,
sebaliknya jika tidak mampu mengelolanya keragaman ini akan memiliki potensi yang
memunculkan perselisihan dan sengketa yang mengarah ke perpecahan dan disintegrasi
bangsa.
Sejarah telah membuktikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengantarkan dunia pada era globalisasi. Perkembangan teknologi pelayaran telah
mengantarkan masyarakat dunia ketika itu melakukan migrasi dan perdagangan secara lebih
mudah kendati masih sangat terkendali dengan waktu tempuh. Namun demikian,dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kendala jarak dan waktu sudah semakin
terminimalisasi. Era globalisasi telah semakin membawa dunia kepada perubahan yang
sangat ekstrim dan cepat, sehingga perlu diantisipasi dengan seksama dengan pondasi yang
kuat agar nilai-nilai lokal ke-Indonesia-an tidak tergerus dan luntur.
2. NASIONALISME INDONESIA
Sebagaimana telah kita lihat, di Indonesia sendiri nasionalisme bukan merupakan sesuatu
yang sudah sejak dulu ada.Tampak pula bahwa nasionalisme di Indonesia merupakan sesuatu
yang hidup, yang bergerak terus secara dinamis seiring dengan perkembangan masyarakat,
bahkansampai sekarang. Makna nasionalisme sendiri tidak statis, tetapi dinamis mengikuti
bergulirnya masyarakat dalam waktu.Nation berasal dari bahasa Latin natio, yang
dikembangkan dari kata nascor (saya dilahirkan), maka pada awalnya nation (bangsa)
dimaknai sebagai “sekelompok orang yang dilahirkan di suatu daerah yang sama” (group of
people born ini the same place)(Ritter, 1986: 286) . Kata ‘nasionalisme’ menurut Abbe
Barruel untuk pertama kalidipakai di Jerman pada abad ke-15, yang diperuntukan bagi para
mahasiswa yang datang dari daerah yang sama atau berbahasa sama, sehingga mereka itu (di
kampus yang baru dan daerah baru) tetap menunjukkan cinta mereka terhadap bangsa/suku
asal mereka (Ritter, 1986: 295) .Ia tidak bersifat alamiah, melainkan merupakan satu gejala
sejarah, yang timbul sebagai tanggapan terhadap kondisi politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Pandangan yang demikian ini mengandaikan bahwa nasionalisme merupakan sesuatu yang
Boyd Shafer mengatakan bahwa nasionalisme itu multi makna, hal tersebut tergantung pada
kondisi objektif dan subjektif dari setiap bangsa. Oleh sebab itu nasionalisme dapat bermakna
sebagai berikut:(i)nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau budaya yang
sama, maka dalam hal ini nasionalisme sama dengan patriotism,(ii)nasionalisme adalah suatu
keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa,(iii)nasionalisme
adalah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan
adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada
bagian-bagiannya,(iv)nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya
hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri,(v)nasionalisme adalah doktrin yang
menyatakan bahwa bangsanya sendiri harus dominan atau tertinggi di antara bangsa-bangsa
lain dan harus bertindak agresif.
Munculnya nasionalisme pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor intern yang mempengaruhi munculnya
nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut.(i)timbulnya kembali golongan pertengahan,
kaum terpelajar,(ii)adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat
dalam berbagai bidang kehidupan,(iii)pengaruh golongan peranakan,(iv)adanya keinginan
untuk melepaskan diri dari imperialisme
3. PENDIDIKAN KARAKTER
Secara harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau
reputasi ” (Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa
karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran
seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap (Dali Gulo,
1982: 29). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat.
Karakter atau seringkali juga disebut watak adalah sifat batin yang mempengaruhi segenap
pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya.
Menurut Maxwell, karakter jauh lebih baik dari sekedar perkataan karena karakter merupakan
sebuah pilihan yang menentukan tingkat kesuksesan. Wyne berpendapat bahwa karakter
menandai bagaimana cara atau pun teknis untuk memfoukuskan penerapan nilai kebaikan ke
dalam tindakan atau pun tingkah laku. Saunders menuturkan bahwa karakter merupakan sifat
nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu. Karakter dapat dilihat dari berbagai
macam atribut yang ada dalam pola tingkah laku individu. Sedangkan menurut Alwisol,
karakter merupakan penggambaran tingkah laku yang dilaksanakan dengan menonjolkan
nilai (benar – salah, baik – buruk) secara implisit atau pun ekspilisit. Karakter berbeda
dengan kepribadian yang sama sekali tidak menyangkut nilai – nilai. Adapun menurut
Kamisa, pengertian karakter adalah sifat – sifat kejiwaan, akhlak, dan budi pekerti yang dapat
membuat seseorang terlihat berbeda dari orang lain. Berkarakter dapat diartikan memiliki
watak dan juga kepribadian.
Dalam konteks kebahasaan karakter atau akhlak seringkali disamakan dengan etika, moral
dan susila, kendati secara akademik istilah-istilah tersebut memiliki persamaan dan sekaligus
perbedaan (Hanafi, 2012). Hanafi (2012) lebih lanjut menjelaskan persamaan dan perbedaan
dari istilah-istilah tersebut.
Pertama, bahwa persamaan karakter, akhlak, etika,moral dan susila adalah mengacu kepada
ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat dan peringai yang baik.Kedua,
bahwa karakter, akhlak, etika, moral dan susila merupakan prinsip atau aturan hidup manusia
untuk menakar martabat dan harkat kemanusiaanya. Semakin tinggi karakter, akhlak, etika,
moral dan susila yang dimiliki oleh seseorang, semakin tinggi pula harkat dan martabat
kemanusiaannya.Sebaliknya, semakin rendah kualitas karakter,akhlak, etika, moral dan susila
seseorang sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya. Ketiga,
bahwa karakter, akhlak, etika, moral dan susila seseorang atau sekelompok orang tidak
semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis dan konstan, tetapi
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran.
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran
perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-
hari di masyarakat.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
(Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005).
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi,
ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap
bangsa.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme sebagai berikut:(i)dilihat dari
globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena
pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur,
bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. positif tersebut
berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat,(ii)dari aspek globalisasi
ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan
devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa
yang menunjang kehidupan nasional bangsa,(iii)dari globalisasi sosial budaya kita dapat
meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari
bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya
memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut
telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak
muda sekarang.
Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang
cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Padahal cara berpakaian
tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya rambut
mereka dicat beraneka warna. Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan
cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa
dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat
diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka
sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna.
Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan
mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya. Misal untuk membuka situs-situs porno.
Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial
terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan
menggunakan handphone.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan
cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut
kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contohnya
adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu
ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, maka moral generasi bangsa menjadi rusak dan
akan timbul tindakan anarkis antara golongan muda. Hubungannya dengan nilai nasionalisme
akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli
terhadap masyarakat.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
(Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005).
Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda.
Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut
telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.
Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak
muda sekarang.
Globalisasi yang semakin cepat dan terbuka ini bagaimanapun tetap harus diwaspadai dan
diantisipasi, karena globalisasi tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah
menemukan strategi bagaimana agar bangsa ini mampu menemukan ritme dan alur yang
mantap di dalam aliran globalisasi ini. Kewaspadaan dan antisipasi terhadap globalisasi ini
sangat penting mengingat globalisasi itu sendiri membawa paradok tersendiri, seperti yang
diungkapkan oleh John Naisbitt dalam Sumardi (2003) : (i) budaya global vs budaya lokal,
(ii) universal vs individu, (iii) modern vs tradisional, (iv) jangka panjang (long term) vs
jangka pendek (short term), dan (v) persaingan vs kesamaan kesempatan. Kemajuan pesat
teknologi dalam wujud Triple T-Revolution (telecommunication,transportation,dan trade-
revolution) membuat hubungan antar negara menjadi sangat intens seolah mengubur
hubungan negara bangsa dan membangun citra global.
Kemajuan dan globalisasi ini membawa muatan positif sekaligus negatif yang
harusdiantisipasi agar perubahan tersebut tidak menggilas dan melunturkan jati diri bangsa
Indonesia, sebagai bagian dari peradaban dunia.Oleh karena itu, strategi lokal yang kuat
dalam menjawab segenap peluang dan tantangan yang ada seiring semakin berkembangnya
globalisasi adalah bagaimana menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan meminimalisasi
kelemahan yang ada untuk memanfaatkan peluang dan mengantisipasi segenap tantangan
yang muncul. Segenap kekuatan dan kelemahan yang dimaksud dalam hal ini adalah segenap
aspek kehidupan bangsa (asta gatra) yang dimiliki oleh bangsa ini, yaitu diantaranya : (i)
geografis, (ii) sumberdaya kekayaan alam, (iii) demografi, (iv) ideologi, (v) politik, (vi)
ekonomi, (vii) sosial-budaya, dan (viii) pertahanan dan keamanan.
Secara sosiologis dan psikologis, selain masyarakat luas, komunitas yang paling mudah
terkena pengaruh fenomena global itu adalah kalangan generasi muda, khususnya para
remaja, yang berada dalam fase kehidupan pancaroba yang labil dan fase pencarian identitas
diri. Fenomena ini sesungguhnya menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Apakah
globalisasi akan berakibat pada kemerosotan atau sebaliknya. Di sinilah letak penting dan
sentralnya peran dunia pendidikan dalam membawa para remaja khususnya dan generasi
Seperti yang dikemukakan oleh Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yodhoyono bahwa ada
lima isu penting dalam dunia pendidikan. Salah satunya isu mengenai hubungan pendidikan
dengan pembentukan watak atau dikenal dengan pembangunan karakter (character building).
Presiden menyatakan bahwa kemajuan pendidikan tidak boleh melupakan pembangunan
karakter. Oleh karena itu, Presiden melalui Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas)
meluncurkan Program Pendidikan Karakter.
Penanaman jiwa nasionalisme perlu dilakukan disekolah, hal ini dikarenakan bahwa sekolah
merupakan tempat pendidikan dan pembentukan jiwa serta semangat bagi generasi muda
yang akan menentukan masa depan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.Generasi
muda adalah salah satu aset Indonesia pada masa yang akan datang. Bangsa ini harus mampu
menempatkan remaja-remajanya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang. Tentu saja
harus ada upaya-upaya untuk menanamkan sebuah ciri khas budaya bangsa ini untuk
membedakannya dengan orang dari negara lain. Selain itu adanya budaya lokal yang melekat
pada diri pemuda-pemuda Indonesia akan mampu memperkuat jati diri dan kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia.
Usia sekolah dasar merupakan usia akhir masa kanak-kanak. Dan di usia ini anak sudah
mampu diajak untuk berpikir dan menganalisa suatu masalah. Di sinilah peran serta semua
elemen diperlukan untuk membentuk karakter anak yang mencintai bangsanya atau memiliki
rasa nasionalisme yang tinggi.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang turut membantu tugas pendidikan
informal dalam lingkungan keluarga. Sekolah dapat dikatakan sebagai rumah kedua. Di
sekolah, selain mendapatkan pendidikan akademik anak juga mendapatkan pendidikan moral
dan spiritual. Karena itulah sekolah juga menjadi salah satu wadah yang tepat untuk
menanamkan cinta tanah air kepada seorang anak. Dalam hal ini guru sebagai pengelola kelas
mempunyai peranan yang penting.
Sebelum seorang pendidik memasuki ranah penanaman rasa cinta tanah air kepada peserta
didik hal yang harus dilakukan adalah membentuk karakter anak agar memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Untuk membentuk karakter itu pendidik harus mengungkapkan
berbagai alasan mengapa setiap warga negara harus memiliki rasa nasionalisme.
Tujuan tersebut merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan nasional inilah
yang menjadi landasan pengembangan karakter bangsa. Dimana, pendidikan karakter bersifat
terus menerus dan berkelanjutan (continuous) dimulai dari pendidikan usia dini agar
terinternalisasi dengan baik dalam diri anak didik.
Landasan dasar pendidikan karakter adalah nasionalisme dengan memberikan orientasi nilai
(value of orientation) bagi kemajuan peradaban bangsa dan negara ke depan dengan
mengintegrasikan semangat nasionalisme dengan kebutuhan kemajuan bangsa di masa depan.
Sehingga dengan pendidikan karakter inilah terciptanya satu perubahan dari sekadar good
menjadi great yang dibutuhkan bagi kesuksesan membangun peradaban bangsa di masa
depan. Great character, great personality, and great achievement for the future dapat
dijabarkan secara konkrit. Sejatinya kepribadian dan citra diri bangsa menjadi kekuatan etos,
semangat etik dan moral yang diharapkan bagi kemajuan bangsa ini di masa depan.
6. PENUTUP
Landasan dasar pendidikan karakter adalah nasionalisme dengan memberikan orientasi nilai
(value of orientation) bagi kemajuan peradaban bangsa dan negara ke depan dengan
mengintegrasikan semangat nasionalisme dengan kebutuhan kemajuan bangsa di masa depan.
Sehingga dengan pendidikan karakter inilah terciptanya satu perubahan dari sekadar good
menjadi great yang dibutuhkan bagi kesuksesan membangun peradaban bangsa di masa
depan. Great character, great personality, and great achievement for the future dapat
dijabarkan secara konkrit.
Sejatinya kepribadian dan citra diri bangsa menjadi kekuatan etos, semangat etik dan moral
yang diharapkan bagi kemajuan bangsa ini di masa depan.Sebagai bangsa yang demokratis,
seharusnya kita dapat menerapkan pendidikan karakter secara efektif dan efisien, untuk
menumbuhkan dan membangkitkan kembali jiwa nasionalisme yang sudah mulai memudar
akibat pengaruh globalisasi.
REFERENSI