Anda di halaman 1dari 44

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

LAPORAN MINI PROJECT

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PEMEBERIAN


ASI EKSLUSIF DI POSYANDU UJUNG BATU TAHUN 2019

Oleh:

dr. KHAIRUL WARA

dr. M. FADHLY

dr. MUSMULIADI

dr. TIARA PERDANA PUTRI

dr. DANNA HADIANTY AFLAH

dr. DESSY DAHLIA NINGRUM

Pendamping:

dr. INIKE DEPIANA

PUSKESMAS UJUNG BATU

TAHUN 2019/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas limpahan
rahmat-Nya, sehingga miniproject ini dapat terselesaikan dengan judul
“GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PEMEBERIAN
ASI EKSLUSIF DI POSYANDU UJUNG BATU TAHUN 2019” Tujuan penulisan
sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman
mengenai materi ini. Mini project ini diselesaikan untuk memenuhi tugas internship.
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Penulis berharap semoga
mini project ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Ujung Batu, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4
2.1 Air Susu Ibu (ASI) ....................................................................... 3
2.1.1 Pengertian ASI................................................................... 3
2.1.2 Komposisi ASI................................................................... 4
2.1.3 ASI menurut stadium laktasi.............................................. 5
2.1.4 Faktor kekebalan yang terdapat pada komposisi ASI........ 6
2.1.5 Manfaat ASI....................................................................... 8
2.1.6 Praktek pemberian ASI...................................................... 11
2.1.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan pemberian
ASI ……............................................................................ 14

BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................... 23


3.1 Ruang lingkup penelitian.............................................................. 23
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 23
3.3 Jenis dan rancangan Penelitian ................................................... 23
3.4 Populasi Penelitian......................................................................... 24
3.5 Variabel Penelitian......................................................................... 24

3
3.6 Defenisi Operasional...................................................................... 25
3.7 Pengolahan data dan analisa data................................................ 26
3.8 Alur Penelitian................................................................................ 27

BAB 4. HASIL.................................................................................................. 28
4.1. Keadaan Grafis dan kependudukan .............................................. 28
4.2. Hasil Penelitian ………………………………………………….... 28
4.3. Pembahasan ……………………………………………………... . . 33

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 34


5.1. Kesimpulan ………………………………………………………. 34
5.2. Saran ................................................................................................ 34

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih
besar memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan Negara negara lain
dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut dibutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan
dalam menciptakan sumber daya berkualitas, salah satunya adalah aspek
kesehatan.
Salah satu komponen dari aspek kesehatan adalah gizi. Gizi merupakan
salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan sebuah
negara dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Depkes RI
2009 dalam Rosary dkk 2013). Gizi merupakan salah satu penentu kualitas
sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Dahlia,
2012).
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan
sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya yang memiliki fisik
yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Kualitas
bangsa dimasa depan akan sangat dipengaruhi oleh status gizi pada saat ini
terutama anak dibawah usia lima tahun. Upaya peningkatan kualitas sumber daya
manusia dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak
sejak pembuahan sampai mencapai usia dewasa muda (Rahim, 2011).
Masa balita adalah masa yang sangat penting dalam upaya menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas. Masa balita merupakan golden age
(periode keemasan) yaitu periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia, perkembangan dan pertumbuhan dimasa itu menjadi penentu

5
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya
(Hurlock EB, 2006). Sistem persarafan terjadi petumbuhan otak pada masa balita
secara berkelanjutan hingga 80% dan peningkatan keterampilan intelektual (Potts
dan Mandleco 2007 dalam Nurhidayati 2011).
Disamping itu, pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara
terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus
bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian
ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak, memberikan zat-zat
kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara
ibu dan bayinya.
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian agar
dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah
dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif.
Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
bagaimana ibu dapat  memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai
enam bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun. Program
Peningkatan Pemberian ASI khususnya ASI eksklusif mempunyai dampak yang
luas terhadap status gizi ibu dan bayi. Maka, di dalam penelitian ini peneliti akan
memberikan gambaran tentang pemberian ASI eksklusif untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran sikap
dan pengetahuan ibu terhadap pentingnya ASI ekslusif di Posyandu di wilayah
kerja Puskesmas Ujung Batu.

6
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Mengetahui gambaran sikap dan pengetahuan ibu terhadap pentingnya
ASI ekslusif di Posyandu anak di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ujung
Batu.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


1.4.1 Bagi Penulis/Peneliti
Merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga karena dapat
menambah wawasan, ilmu pengetahuan serta dengan ini dapat
mengaplikasikan seluruh materi yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan saat melakukan penelitian di lapangan nanti. Serta dapat
dijadikan sebagai suatu pengalaman dalam pelaksanaan penelitian
berikutnya.
1.4.2 Bagi Institusi Tempat Penelitian
Dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan
atau sebagai masukan dalam membuat suatu kebijakan khususnya dalam
upaya peningkatan pemberian ASI ekslusif di Posyandu Anak Puskesmas
Kecamatan Ujung Batu.
Penelitian ini juga dapat mengembangkan kemitraan antara instansi-
instansi yang berkaitan atau terlibat dalam pelaksanaan skripsi ini dengan
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, baik untuk kegiatan penelitian maupun
pengembangan keilmuan.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya
pemberian ASI ekslusif.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASI

2.1.1 Definisi

ASI merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara


wanita melalui proses laktasi. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI
saja tanpa makanan dan minuman lain, ASI eksklusif dianjurkan sampai 6
bulan pertama kehidupan (Depkes RI, 2005). ASI eksklusif adalah
pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air, teh, dan air putih, serta tanpa tambahan
makanan padat, seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi
tim, kecuali vitamin dan mineral dan obat (Roesli, 2000).
Menurut WHO, secara keseluruhan pemberian ASI eksklusif
mencakup hal sebagai berikut, yaitu hanya ASI saja sampai umur enam
bulan dimana menyusui dimulai 30 menit begitu setelah bayi lahir dan
tidak memberikan makanan pre-lectal seperti air gula atau air tajin
kepada bayi yang baru lahir. Menyusui sesuai kebutuhan bayi,
memberikan kolostrum kepada bayi, menyusui sesering mungkin (tanpa
jadwal), termasuk pemberian ASI pada malam hari dan cairan yang
dibolehkan hanya vitamin atau mineral dan obat dalam bentuk drops atau
sirup.
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI
mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi,
serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat
makanan (Hubertin, 2004).

8
2.1.2 Komposisi ASI

ASI mengandung sebagian besar air sebanyak 87,5%, oleh karena


itu bayi yang mendapat cukup ASI tidak perlu mendapat tambahan air
walaupun berada ditempat yang suhu udara panas. Kekentalan ASI sesuai
dengan saluran cerna bayi, sedangkan susu formula lebih kental
dibandingkan ASI. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya diare
pada bayi yang mendapat susu formula. Komposisi ASI yaitu:
karbohidrat, protein, lemak,mineral,vitamin (Hubertin, 2004).
Di dalam ASI terdapat laktosa, laktosa ini merupakan karbohidrat
utama dalam ASI yang berfungsi sebagai salah satu sumber makanan
untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua kali lipat
dibanding laktosa yang ditemukan pada susu formula. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Setelah
melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil. (Badriul,
2008).
Selain karbohidrat, ASI juga mengandung protein. Kandungan
protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang
terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI dan susu formula terdiri
dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri
dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan
susu formula lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit
dicerna oleh usus bayi. Jumlah casein yang terdapat di dalam ASI hanya
30%, dibanding susu formula yang mengandung protein dalam jumlah
yang tinggi (80%) (Badriul, 2008).
Disamping itu juga, ASI mempunnyai asam amino yang lengkap
yaitu taurin. Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan

9
otak karena asam amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada
jaringan otak yang sedang berkembang.
ASI juga mengandung lemak, kadar lemak dalam ASI pada
mulanya rendah Kemudian meningkat jumlahnya (Husaini, 2001). Lemak
ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi yang terjadi secara
otomatis. Selain jumlahnya yang mencukupi, jenis lemak yang ada dalam
ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak kebutuhan
sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang
cukup tinggi. Dalam bentuk Omega 3, Omega 6, DHA (Docoso
Hexsaconic Acid) dan Acachidonid acid merupakan komponen penting
untuk bayi (Hubertin, 2004).
Disamping karbohidrat, lemak, protein, ASI juga mengandung
mineral, vitamin K, vitamin A, vitamin D, vitamin E, dan vitamin yang
larut dalam air. Hampir semua vitamin larut dalam air seperti vitamin B,
asam folat, vitamin C terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu
berpengaruh terhadap kadar vitamin ini dalam ASI. Kadar vitamin B1 dan
B2 cukup tinggi dalam ASI tetapi kadar vitamin B6, B12 dan asam folat
mungkin rendah pada ibu dengan gizi kurang (Badriul, 2008).

2.1.3 ASI menurut stadium laktasi

Berdasarkan stadium laktasi, ASI dibagi dalam 3 bagian (King,

1985; Suraatmaja, 1997) yaitu:

1) Kolostrum

Kolostrum merupakan caira pertama yang keluar dari kelenjar


mamae mulai dari pertama sampai hari ketiga ataupun keempat,
dimana volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam, berwarna lebih
kekuningan dibandingkan susu matur.

10
Kolostrum merupakan pencahar yang sangat ideal untuk
membersihkan zat – zat yang tidak terpakai di usus bayi yang baru
lahir hingga akhirnya siap untuk menerima makanan yang akan datang.
Kolostrum banyak mengandung protein dibandingkan susu matur.
Tetapi selain itu, antibodi juga banyak terdapat dalam kolostrum
sehingga memberikan perlindungan terhadap bayi hingga usia 6 bulan.
Di dalam kolostrum kadar karbohidrat dan lemak jauh lebih rendah
dibandingkan dengan susu matur namun kadar minealnya jauh lebih
tinggi.

2) ASI masa transisi atau peralihan

ASI transisi merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi


ASI matur, yang dikeluarkan mulai hari keempat sampai hari
kesepuluh masa laktasi. Pada masa ini, kadar kolostrum makin rendah
namun kadar protein dan lemak makin tinggi. Volume ASI transisi
makin meningkat.

3) ASI matur

ASI matur adalah ASI yang keluar pada hari kesepuluh sampai
seterusnya dan volumenya relatif konstan. Merupakan cairan yang
berwarna putih kekuning-kuningan, mengandung faktor anti microbial
dan tidak akan menggumpal jika dipanaskan. Pada ibu yang sehat
dengan produksi ASI yang cukup, ASI adalah makanan satu – satunya
yang cukup dan baik untuk pertumbuhan bayi hingga usia 6 bulan.

2.1.4 Faktor Kekebalan yang terdapat pada Komposisi ASI


Di dalam ASI terdapat 2 macam kekebalan ( Santosa h, 1997;
Ebrahim G J, 1986; Hayward, 1983 ) yaitu:

11
1) Faktor kekebalan non spesifik, yaitu :
a) Faktor pertumbuhan lactobasilus bifidus
Faktor ini sering disebut sebagai faktor bifidus, dimana
banyak terdapat dalam kolostrum. Lactobasilus bifidus dalam usus
bayi akan mengubah laktosa menjadi asam laktat dan asam asetat
yang menyebabkan suasana menjadi semakin asam. Suasana asam
ini akan menghambat pertumbuhan E.coli yang selalu
meyebabkan diare pada bayi.

b) Laktoferin
Laktoferin mempunyai banyak persamaan dengan kerja
trasferin yitu suatu protein yang mengikat Fe dalam darah. Namun
selain itu Laktoferin juga menghambat pertumbuhan Candida
albicans dan E.coli.

c) Lisozim
Lisozim adalah suatu substrat anti infeksi yang bekhasiat
memecahkan dinding sel bakteri dari kuman – kuman gram
positif.

d) Laktoperoksidase
Laktoperoksidase merupakan suatu enzim yang bersama zat
lain akan membunuh Streptokokus.

2) Faktor kekebalan spesifik, yaitu :

a) Sistem komplemen
ASI banyak mengandung komplemen C3 dan C4 ang dapat
diaktifkan oleh antibodi yang terdapat dalam IgA susu.
Komplemen yang sudah diaktifkan dapat bekerja menghancurkan
sel bakteri dalam rongga usus.

12
b) Komponen seluler
ASI mengandung berbagai macam sel, terutama makrofag
90 %, Limfosit dan Leukosit polimorfonuklear sedikit. Makrofag
bersifat ameboid dan fagositik terhadap kuman–kuman
Stafilokokus, E.coli dan Candida albicans. Limfosit dalam ASI
terdiri dari sel T dan sel B, dan ini aktif sebagai imunologik.

c) Immunoglobulin
Di dalam ASI dijumpai semua macam immunoglobulin. IgA
dengan konsentrasinya paling tinggi merupakan immunoglobulin
yang paling penting dalam ASI karena berperan penting dalam
fungsi biologis.

2.1.5 Manfaat ASI

Komposisi ASI yang unik dan spesifik tidak dapat diimbangi oleh
susu formula. Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi
juga bagi ibu yang menyusui. Manfaaat ASI bagi bayi antara lain; ASI
sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi,
mengembangkan kecerdasan, dan dapat meningkatkan jalinan kasih
sayang (Roesli, 2000).

Manfaat ASI bagi bayi adalah sebagai nutrisi. ASI merupakan


sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan
disesuaikan dengan pertumbuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang
paling sempurna, baik kualitas dan kuantitasnya. Dengan tata laksana
menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup
memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah
usia 6 bulan, bayi harus mulai diberikan makanan padat, tetapi ASI dapat
diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Negara-negara barat banyak

13
melakukan penelitian khusus guna memantau pertumbuhan bayi penerima
ASI eklslusif dan terbukti bayi penerima ASI eksklusif dapat tumbuh
sesuai dengan rekomendasi pertumbuhan standar WHO-NCHS
(Danuatmaja, 2003).

Selain itu juga, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
Dengan diberikan ASI berarti bayi sudah mendapatkan immunoglobulin
(zat kekebalan atau daya tahan tubuh ) dari ibunya melalui plasenta, tetapi
kadar zat tersebut dengan cepat akan menurun segera setelah
kelahirannya. Badan bayi baru lahir akanmemproduksi sendiri
immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar 4 bulan. Pada
saat kadar immunoglobulin bawaan dari ibu menurun yang dibentuk
sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode
kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Selain itu, ASI merangsang
terbentuknya antibodi bayi lebih cepat. Jadi, ASI tidak saja bersifat
imunisasi pasif, tetapi juga aktif. Suatu kenyataan bahwa mortalitas
(angka kematian) dan mobiditas (angka terkena penyakit) pada bayi ASI
eksklusif jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak
mendapatkan ASI (Budiasih, 2008).

Disamping itu, ASI juga dapat mengembangkan kecerdasan bayi.


Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan
pertumbuhan otak. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak
anak adalah nutrisi yang diterima saat pertumbuhan otak, terutama saat
pertumbuhan otak cepat. Lompatan pertumbuhan atau growt spourt
sangat penting karena pada inilah pertumbuhan otak sangat pesat.
Kesempatan tersebut hendaknya dimanfaatkan oleh ibu agar pertumbuhan
otak bayi sempurna dengan cara memberikan nutrisi dengan kualitas dan
kuantitas optimal karena kesempatan itu bagi seorang anak tidak akan
berulang lagi (Danuatmaja, 2003).
14
Air susu ibu selain merupakan nutrient ideal, dengan komposisi
tepat, dan sangat sesuai kebutuhan bayi, juga mengandung nutrient-
nutrien khusus yang sangat diperlukan pertumbuhan optimal otak bayi.
Nutrient-nutrient khusus tersebut adalah taurin, laktosa, asam lemak
ikatan panjang (Danuatmaja, 2003).

Kemudian yang terakhir adalah ASI dapat menjalin kasih sayang.


Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui, dapat
merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram, dan
terlindungi. Perasaan terlindungi dan disayangi inilah yang menjadi dasar
perkembangan emosi bayi, yang kemudian membentuk kepribadian anak
menjadi baik dan penuh percaya diri (Ramaiah, 2006).

Bagi ibu, manfaat menyusui itu dapat mengurangi perdarahan


setelah melahirkan. Apabila bayi disusui segera setelah dilahirkan maka
kemungkinan terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum)
akan berkurang (Siswono 2001). Karena pada ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk
konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih
cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan angka kematian ibu yang
melahirkan. Selain itu juga, dengan menyusui dapat menjarangkan
kehamilan pada ibu karena menyusui merupakan cara kontrasepsi yang
aman, murah, dan cukup berhasil. Selama ibu memberi ASI eksklusif
98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96%
tidak akan hamil sampai bayi merusia 12 bulan (Glasier, 2005).

Disamping itu, manfaat ASI bagi ibu dapat mengurangi terjadinya


kanker. Beberapa penelitian menunjukan bahwa menyusui akan
mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara. Pada umumnya
bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai bayi berumur 2

15
tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang
sampai sekitar 25%. Beberapa penelitian menemukan juga bahwa
menyusui akan melindungi ibu dari penyakit kanker ovarium. Salah satu
dari penelitian ini menunjukan bahwa risiko terkena kanker ovarium pada
ibu yang menyusui berkurang sampai 20-25%. Selain itu, pemberian ASI
juga lebih praktis, ekonomis, murah, menghemat waktu dan memberi
kepuasan pada ibu (Maulana, 2007).

2.1.6 Praktek Pemberian ASI

1. Langkah-langkah menyusui yang benar (Suradi, 2004)


a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan
pada putting susu dan aroela sekitarnya
b. Bayi diletakkan menghadap perut atau payudara
1) Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
2) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan.
Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan
dengan tangan ibu
3) Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang
satunya di depan
4) Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
c. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang
dibawah. Jangan menekan putting susu atau areolanya saja
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara:
16
1) Menyentuh pipi bayi dengan puting susu
2) Menyentuh sisi mulut bayi
e. Setelah bayi membuka mulut dan mulai mengisap, payudara tidak
perlu dipegang atau disangga lagi.

2. Lama dan Frekuensi Meyusui


Menurut Khasanah (2011) sebaiknya dalam menyusui bayi
tidak dijadwalkan, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan disetiap
saat bayi membutuhkan karena bayi akan menentukan sendiri
kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan
karena sebab lain (kencing, kepanasan atau kedingina, atau sekedar
ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi
yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5 – 7 menit dan
ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada
awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam menyusui dan
akan mempunyai pola tertentu setelah 1 sampai 2 minggu kemudian.
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena
isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI
selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan bayi
akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Bila sering disusukan
pada malam hari akan memicu produksi ASI. Untuk menjaga
keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali
menyusui sampai payudara terasa kosong agar produksi ASI menjadi
lebih baik. Setiap kali menyusui dimulai dengan payudara yang
terakhir kali disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu
memakai bra yang dapat menyangga payudara tetapi tidak terlalu ketat.

17
2.1.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakberhasilan Pemberian
ASI Eksklusif

Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif


sangat bervariasi. Namun yang sering diungkapkan sebagai berikut
(Danuatmaja, 2003).

1. Faktor Internal
a. Ketersediaan ASI

Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah 1)


tidak melakukan inisiasi menyusu dini 2) menjadwal pemberian
ASI 3) memberikan minuman prelaktal (bayi diberi minum
sebelum ASI keluar ), apalagi memberikannya dengan botol/dot 4)
kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui
(Badriul, 2008 ).
Inisiasi menyusui dini adalah meletakkan bayi diatas dada
atau perut ibu segera setelah dilahirkan dan membiarkan bayi
mencari puting ibu kemudian menghisapnya setidaknya satu jam
setelah melahirkan. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini
disebut baby crawl. Karena sentuhan atau emutan dan jilatan pada
puting ibu akan merangsang pengeluaran ASI dari payudara. Dan
apabila tidak melakukan inisiasi menyusui dini akan dapat
mempengaruhi produksi ASI (Maryunani, 2009).
Ibu sebaiknya tidak menjadwalkan pemberian ASI.
Menyusui paling baik dilakukan sesuai permintaan bayi (on
demand) termasuk pada malam hari, minimal 8 kali sehari. Produksi
ASI sangat dipengaruhi oleh seringnya bayi menyusui. Makin
jarang bayi disusui biasanya produksi ASI akan berkurang.
Produksi ASI juga dapat berkurang bila menyusui terlalu sebentar.

18
Pada minggu pertama kelahiran sering kali bayi mudah tertidur saat
menyusui. Ibu sebaiknya merangsang bayi supaya tetap menyusui
dengan cara menyentuh telinga/telapak kaki bayi agar bayi tetap
menghisap (Badriul, 2008).
Seringkali sebelum ASI keluar bayi sudah diberikan air
putih, air gula, air madu, atau susu formula dengan dot. Seharusnya
hal ini tidak boleh dilakukan karena selain menyebabkan bayi malas
menyusui, bahan tersebut mungkin menyebabkan reaksi intoleransi
atau alergi. Apabila bayi malas menyusui maka produksi ASI dapat
berkurang, karena semakin sering menyusui produksi ASI semakin
bertambah (Danuatmaja, 2003).
Meskipun menyusui adalah suatu proses yang alami, juga
merupakan keterampilan yang perlu dipelajari. Ibu seharusnya
memahami tata laksana laktasi yang benar terutama bagaimana
posisi menyusui dan perlekatan yang baik sehingga bayi dapat
menghisap secara efektif dan ASI dapat keluar dengan optimal.
Banyak sedikitnya ASI berhubungan dengan posisi ibu saat
menyusui. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI dan
dapat mencegah timbulnya berbagai masalah dikemudian hari (Cox,
2006).

b. Pekerjaan /aktivitas

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseorang


untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Wanita yang bekerja seharusnya diperlakukan berbeda
dengan pria dalam hal pelayanan kesehatan terutuma karena wanita
hamil, melahirkan, dan menyusui. Padahal untuk meningkatkan
sumber daya manusia harus sudah sejak janin dalam kandungan

19
sampai dewasa. Karena itulah wanita yang bekerja mendapat
perhatian agar tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dan
diteruskan sampai 2 tahun (pusat kesehatan kerja Depkes RI,2005).
Beberapa alasan ibu memberikan makanan tambahan yang
berkaitan dengan pekerjaan adalah tempat kerja yang terlalu jauh,
tidak ada penitipan anak, dan harus kembali kerja dengan cepat
karena cuti melahirkan singkat (Mardiati, 2006).
Cuti melahirkan di Indonesia rata-rata tiga bulan. Setelah
itu, banyak ibu khawatir terpaksa memberi bayinya susu formula
karena ASI perah tidak cukup. Bekerja bukan alasan untuk tidak
memberikan ASI eksklusif, karena waktu ibu bekerja bayi dapat
diberi ASI perah yang diperah minimum 2 kali selama 15 menit.
Yang dianjurkan adalah mulailah menabung ASI perah sebelum
masuk kerja. Semakin banyak tabungan ASI perah, seamakin besar
peluang menyelesaikan program ASI eklusif (Danuatmaja, 2003).

c. Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil


dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan akan memberikan pengalaman kepada ibu tentang
cara pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar yang juga
terkait dengan masa lalunya. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan
motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh rasa percaya
diri untuk mampu menyusui bayinya. Pengalaman ini akan
memberikan pengetahuan, pandangan dan nilai yang akan menberi
sikap positif terhadap masalah menyusui (Erlina, 2008).

20
Akibat kurang pengetahuan atau informasi, banyak ibu
menganggap susu formula sama baiknya, bahkan lebih baik dari
ASI . Hal ini menyebabkan ibu lebih cepat memberikan susu
formula jika merasa ASI kurang atau terbentur kendala menyusui.
Masih banyak pula petugas kesehatan tidak memberikan informasi
pada ibu saat pemeriksaan kehamilan atau sesudah bersalin
(Prasetyono, 2005).

Untuk dapat melaksanakan program ASI eksklusif , ibu


dan keluarganya perlu menguasai informasi tentang fisiologis
laktasi, keuntungan pemberian ASI, kerugian pemberian susu
formula, pentingnya rawat gabung,cara menyusui yang baik dan
benar, dan siapa harus dihubungi jika terdapat keluhan atau
masalah seputar menyusui.

d. Kelainan pada payudara

Tiga hari pasca persalinan payudara sering terasa penuh,


tegang, dan nyeri. Kondisi ini terjadi akibat adanya bendungan
pada pembuluh darah di payudara sebagai tanda ASI mulai banyak
diproduksi. Tetapi, apabila payudara merasa sakit pada saat
menyusui ibu pasti akan berhenti memberikan ASI padahal itu
menyebabkan payudara mengkilat dan bertambah parah bahkan
ibu bisa menjadi demam (Roesli, 2000).

Jika terdapat lecet pada puting itu terjadi karena beberapa


faktor yang dominan adalah kesalahan posisi menyusui saat bayi
hanya menghisap pada puting. Padahal seharusnya sebagian besar
areola masuk kedalam mulut bayi. Puting lecet juga dapat terjadi
pada akhir menyusui, karena bayi tidak pernah melepaskan isapan.
Disamping itu, pada saat ibu membersihkan puting menggunakan

21
alkohol dan sabun dapat menyebabkan puting lecet sehingga ibu
merasa tersiksa saat menyusui karena sakit (Maulana, 2007).

e. Kondisi kesehatan ibu

Kondisi kesehatan ibu juga dapat mempengaruhi


pemberian ASI secara eksklusif. Pada keadaan tertentu, bayi tidak
mendapat ASI sama sekali, misalnya dokter melarang ibu untuk
menyusui karena sedang menderita penyakit yang dapat
membahayakan ibu atau bayinya, seperti penyakit Hepatitis B,
HIV/AIDS, sakit jantung berat, ibu sedang menderita infeksi virus
berat, ibu sedang dirawat di Rumah Sakit atau ibu meninggal
dunia (Pudjiadi, 2001).

Faktor kesehatan ibu yang menyebabkan ibu memberikan


makanan tambahan pada bayi 0-6 bulan adalah kegagalan
menyusui dan penyakit pada ibu. Kegagalan ibu menyusui dapat
disebakan karena produksi ASI berkurang dan juga dapat
disebabkan oleh ketidakpuasan menyusui setelah lahir karena bayi
langsung diberi makanan tambahan.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Dukungan dan Motivasi dari Keluarga, Masyarakat dan


Tenaga Kesehatan

1) Dukungan dan motivasi suami dan keluarga


Dukungan dari keluargaa merupakan faktor pendukung
yang pada prinsipnya adalah bersifat emosional maupun
psikologis kepada ibu dalam memberikan ASI. ( Roesli, 2001 ).
Di Indonesia, mengidentifikasi keyakinan ibu untuk menyusui
(self efficacy) dan lingkungan rumah, terutama dukungan dari
22
suami, merupakan faktor yang mempengaruhi menyusui
eksklusif pada ibu bekerja maupun pada ibu yang tidak bekerja
(Wibowo, Februhartanty, Fahmida, Roshita, 2008).
Pada tingkat kelompok, berbagai penelitian telah
mengidentifikasi peran suami sebagai salah satu faktor yang
berhubungan dengan perilaku menyusui ibu (Februhartanty,
2008; Littman, Medendorp, Goldfarb, 1994; Pisacane,
Continisio GI, Aldimucci, D’Amora, Continisio P, 2005).
Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat
atau penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat
mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri
bayinya. Hubungan harmonis dalam keluarga akan sangat
mempengaruhi lancarnya proses laktasi. ( Lubis, 2000 ).

2) Masyarakat

Penelitian lain menyatakan jaringan sosial ibu


merupakan faktor yang mempengaruhi (Humphreys,
Thompson, Miner, 1998). Penelitian di Meksiko juga
menemukan hubungan antara konseling kelompok sebaya (peer
counseling) dengan durasi menyusui karena semakin sering ibu
menerima kunjungan konselor sebaya, semakin lama ia akan
menyusui bayinya (Morrow et al., 1999).
Melalui penelitian kualitatif mengenai menyusui di
Inggris menyebutkan bahwa ada ibu yang menganggap
kegiatan menyusui sebagai sesuatu yang tidak nyaman untuk
dilakukan di depan umum dan merupakan suatu hal yang tidak
cocok dengan budaya barat yang modern sehingga memilih
untuk memberikan susu formula kepada bayinya (Earle, 2002).
Ini menunjukkan bahwa norma dan budaya yang berlaku di
23
suatu masyarakat dapat mempengaruhi keputusan ibu (Earle,
2002).

3) Tenaga Kesehatan

Program laktasi adalah suatu program


multidepartemental yang melibatkan bagian yang terkait, agar
dihasilkan suatu pelayanan yang komprehensif dan terpadu
bagi ibu yang menyusui sehingga promosi ASI secara aktif
dapat dilakukan tenaga kesehatan. Dalam hal ini sikap dan
pengetahuan petugas kesehatan adalah faktor penentu kesiapan
petugas dalam mengelola ibu menyusui. Selain itu sistem
pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan juga mempengaruhi
kegiatan menyusui (Arifin, 2004).
Perilaku tenaga kesehatan biasanya ditiru oleh
masyarakat dalam hal perilaku sehat. Promosi ASI eksklusif
yang optimal dalam setiap tumbuh kembangnya sangatlah
penting untuk mendukung keberhasilan ibu dalam menyusui
bayinya (Elza, 2008). Selain itu adanya sikap ibu dari petugas
kesehatan baik yang berada di klinis maupun di masyarakat
dalam hal menganjurkan masyarakat agar menyusui bayi secara
eksklusif pada usia 0-6 bulan dan dilanjutkan sampai 2 tahun
dan juga meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam
hal memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang luas
(Erlina, 2008).

b. Kondisi kesehatan bayi

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi


pemberian ASI secara eksklusif. Bayi diare tiap kali mendapat

24
ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat
menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada
ASI (Pudjiadi, 2001).

Faktor kesehatan bayi adalah salah satu faktor yang


dapat menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada
bayinya antara lain kelainan anatomik berupa sumbing pada
bibir atau palatum yang menyebakan bayi menciptakan tekanan
negatif pada rongga mulut, masalah organik, yaitu
prematuritas, dan faktor psikologis dimana bayi menjadi rewel
atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui
akibatnya produksi ASI ibu menjadi berkurang karena bayi
menjadi jarang disusui (Soetjiningsih, 1997).

c. Pengganti ASI (PASI) atau susu formula

Meskipun mendapat predikat The Gold Standard,


makanan paling baik, aman, dan satu dari sedikit bahan pangan
yang memenuhi kriteria pangan berkelanjutan (terjangkau,
tersedia lokal dan sepanjang masa, investasi rendah). Sejarah
menunjukkan bahwa menyusui merupakan hal tersulit yang
selalu mendapat tantangan, terutama dari kompetitor utama
produk susu formula yang mendisain susu formula menjadi
pengganti ASI (YLKI, 2005).

Seperti di Indonesia sekitar 86% yang tidak berhasil


memberikan ASI eksklusif karena para ibu lebih memilih
memberikan susu formula kepada bayinya. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya penggunaan susu formula lebih dari
3x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi
32,5% tahun 2002 (Depkes,2006).

25
Masyarakat lebih banyak memilih susu formula
ketimbang ASI karena iming-imingnya: membuat anak sehat
dan cerdas. Iklan-iklannya terus diulang di media cetak maupun
elektronik. Jelas, akan membuat para orangtua memilih
membeli susu formula yang sebenarnya berisiko tinggi bagi
perkembangan bayi. Gencarnya gerakan kembali ke ASI masih
kalah jauh dibanding gencarnya promosi susu formula.

d. Keyakinan
Kebiasaan memberi air putih dan cairan lain seperti teh,
air manis, dan jus kepada bayi menyusui dalam bulan-bulan
pertama umum dilakukan. Kebiasaan ini seringkali dimulai saat
bayi berusia sebulan. Riset yang dilakukan di pinggiran kota
Lima, Peru menunjukkan bahwa 83% bayi menerima air putih
dan teh dalam bulan pertama. Penelitian di masyarakat Gambia,
Filipina, Mesir, dan Guatemala melaporkan bahwa lebih dari
60% bayi baru lahir diberi air manis dan/atau teh. Nilai budaya
dan keyakinan agama juga ikut mempengaruhi pemberian
cairan sebagai minuman tambahan untuk bayi. Dari generasi ke
generasi diturunkan keyakinan bahwa bayi sebaiknya diberi
cairan. Air dipandang sebagai sumber kehidupan, suatu
kebutuhan batin maupun fisik sekaligus (LINKAGES, 2002).

2.1.8 Program ASI Eksklusif di Indonesia

Pemerintah indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF


yang merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan
penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat
menyelamatkan 22% dari bayi meninggal sebelum usia satu bulan.
Menyusui satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit
26
antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan
hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah, sehingga
diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan
kesehatan baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan
melaksanakan mendukung suksesnya program tersebut, sehingga
diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas.
Pada tanggal 7 April 2004 Departemen Kesehatan RI
mengeluarkan ketetapan mengenai pemberian ASI eksklusif bagi bayi
sejak lahir sampai berusia 6 bulan. Ketetapan ini dituangkan dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
250/Menkes/SK/IV/2004. Dianjurkan memberikan ASI sampai usia 2
tahun diikuti pemberian makanan tambahan yang sesuai. Sebelumnya
Departemen Kesehatan RI telah mengeluarkan SK Menkes No
237/Menkes/SK/IV/1997 yang berisi anjuran pemberian ASI eksklusif
kepada bayi sampai berumur 4 bulan dan dianjurkan untuk menyusui
sampai usia 2 tahun.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui peraturan nomor:
450/Menkes/SKN/2004 mengajak Bangsa Indonesia melaksanakan
pemberian hanya ASI saja selama 6 bulan kehidupan bayi dapat
dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun (Nuchsan Umar Lubis, Cermin
Dunia Kedokteran 168 vol. 36 no. 2 Maret-April 2009).

27
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian yang menitikberatkan tentang Hubungan
Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Perilaku Pemberian Asi Ekslusif di Posyandu
Anak Puskesmas Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu tahun 2019.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Anak Puskesmas Ujung Batu
Kabupaten Rokan Hulu.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini diadakan dari bulan Juli sampai Agustus tahun 2019 yang
dimulai dari pengumpulan data sekunder, identifikasi masalah, penelusuran
pustaka, penentuan judul, bimbingan hingga penyusunan hasil penelitian.

3.3 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitin ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan
cross sectional.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah ibu yang anak balita umur
0-24 bulan yang datang ke Posyandu Anak Puskesmas Ujung Batu periode Juli-
Agustus tahun 2019.

28
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang
memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

3.4.2.1 Kriteria Inklusi


Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Semua ibu yang membawa anak usia 0-24 bulan ke posyandu

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Tidak bersedia menjadi responden
b) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik

3.4.2.3 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Non
Random (Non Probability) Sampling dengan teknik ”Purposive Sampling”
yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau
sifat- sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono,
2006).Variabel bebas yang diteliti adalah tingkat pengetahuan ibu tentang
pemberian Asi Ekslusif dan sikap ibu terhadap pemberian Asi Ekslusif.

29
3.5.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006).Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah perilaku pemberian Asi Ekslusif.

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikan kegiatan,
ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur
konstrak atau variabel tersebut (Nazir, 2003).

Tabel 3.1. Definisi Operasional


No Variabel Definisi Klasifikasi Alat Ukur Skala
Operasional Data
Variabel Terikat
1 Pemberian Pemberian ASI Dibagi menjadi 2 Kuesioner Nominal
ASI Ekslusif tanpa campuan kategori yaitu : a.
apapun Ya, jika ASI
ekslusif
b. Tidak, jika
tidak ASI
ekslusif)
Variabel Bebas

1 Pengetahuan Pemahaman ibu a. Baik: skor Kuesioner ordinal


tentang pola (8-10)
menyusui secara b. Cukup:

eksklusif. (6-7)
c. Kurang: skor
(0-5)

30
2 Sikap Kesiapan ibu Sikap Kuesioner Nominal
untuk bertindak dikategorikan
secara konsisten menjadi 2, yaitu:
terhadap perilaku a. Setuju
menyusui secara b. Tidak setuju
eksklusif

3.7 Pengolahan Data dan Analisa Data


3.7.1 Pengelolaan Data
a) Editing (Penyuntingan Data)
Hasil wawancara atau kuesioner yang diperoleh dan dikumpulkan melalui
kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu.Apabila ternyata masih
ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan
wawancara ulang, maka kuesioner tersebut diulang (drop out).
b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)
Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa kolom – kolom untuk
merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomer
responden dan nomor – nomor pertanyaan.
c) Memasukkan Data (Data Entry)
Mengisi kolom - kolom atau kotak - kotak lembar kode atau kartu kode
sesuai dengan jawaban masing - masing pertanyaan.

3.7.2 Analisa Data


Analisis data penelitian merupakan media untuk menarik kesimpulan
dari seperangkat data hasil pengumpulan (Setiawan dan Saryono, 2010).
Analisa univariat adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk
meringkas kumpulan data sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna. Bentuk penyajian data berupa tabel.

31
3.10 Alur Penelitian
Alur penelitian digambarkan sebagai berikut :

Pembuatan kuesioner

Informed consent oleh peneliti


dan responden agar mematuhi
isi dari Informed consent

Pemilihan responden berdasarkan


kriteria inklusi dan eksklusi

Pengumpulan data

Pengolahan data dan


analisis data

Hasil

Gambar 4. Alur Penelitian

32
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Keadaaan Geografis dan Kependudukan


Puskesmas Ujung Batu merupakan salah satu dari 21 daftar Puskesmas

yang tertelak di Kecamatan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau

dengan luas wilayah 90,57 km2. Jumlah penduduk 43.4355 jiwa, jumlah 10.858

KK (Kepala Keluarga), jumlah penduduk laki-laki 22.329 jiwa; perempuan

21.106 jiwa.

Wilayah kerjanya meliputi 5 (lima) desa, yaitu: Kelurahan Ujung Batu,

Pematang Tebih, Ngaso, Suka Damai, dan Ujung Batu Timur. Adapun posyandu

lansia yang merupakan wilayah kerja dari Puskesmas Ujung Batu yaitu; Posyandu

Anggrek dan Sejahtera di Kelurahan Ujung batu, Posyandu Walet dan Murai di

Desa Pematang Tebih; Posyandu Balam, Elang, Garuda dan Cendrawasih di Desa

Ngaso; Posyandu Dahlia, Ikatan Budi dan Flamboyan di Desa Suka Damai;

Posyandu Melati di Ujung Batu Timur.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Menurut Usia
Setelah dilakukan penelitian dengan pengelompokan data terhadap 83
responden mengenai tingkat pengetahuan Ibu tentang Asi Ekslusif di
Posyandu Anak Ujung Batu. Pengelompokan data ini disajikan dalam sebuah
tabel sebagai berikut :

33
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Usia di
Posyandu Ujung Batu Tahun 2019.
NO Usia Jumlah Persentase (%)
1 < 20 tahun 13 15,6
2 20-35 tahun 55 66,2
3 > 35 tahun 15 18
Total 83 100

Berdasarkan Tabel 4.1 frekuensi responden menurut Usia di


Posyandu anak Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden,
Sebagian besar sampel penelitian berusia 20-35 tahun yakni sebanyak 55
orang (66,2%), sementara sampel yang berusia diatas 35 tahun sebanyak 15
orang (18%) dari total sampel. Adapun sampel yang berusia kurang dari 20
tahun adalah 13 orang (15,6%).

Gambar 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Distribusi Frekuensi Responden


berdasarkan Usia di Posyandu Ujung Batu
Tahun 2019.

18% 16%

66%

< 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun

34
4.2.2 Menurut Tingkat Pengetahuan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat
Pengetahuan di Posyandu anak Ujung Batu Tahun 2019.
NO Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase (%)
1 Baik 62 74,6
2 Cukup 14 16,8
3 Kurang 7 8,4
Total 83 100

Berdasarkan Tabel 4.2 frekuensi responden menurut Tingkat


Pengetahuan di Posyandu anak Ujung Batu yang datang periksa dari 83
responden, Sebagian besar sampel penelitian dengan Tingkat Pengetahuan
Baik yakni sebanyak 62 orang (74,6,%), sementara sampel yang dengan
tingkat pengetahuan Cukup sebanyak 14 orang (16,8%) dari total sampel.
Adapun sampel dengan tingkat pengetahuan Kurang adalah 7 orang
(8,4%).

Gambar 4.2 Karekteristik Responden Berdasar Tingkat Pengetahuan

Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan


Tingkat Pengetahuan di Posyandu anak Ujung
Batu Tahun 2019

8.4

16.8

74.6

Baik Cukup Kurang

35
4.2.3 Menurut Sikap
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi berdasarkan Sikap di Posyandu anak
Ujung Batu Tahun 2019.

NO Sikap Jumlah Persentase (%)


1 Setuju 64 77,1
2 Tidak Setuju 19 22,8
Total 83 100

Berdasarkan Tabel 4.3 frekuensi responden menurut Sikap di


Posyandu anak Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden, Sebagian
besar sampel penelitian dengan sikap Setuju yakni sebanyak 64 orang
(77,1%), sementara sampel yang dengan sikap tidak setuju sebanyak 19
orang (22,8%) dari total sampel.

Gambar 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Sikap

Distribusi Frekuensi berdasarkan Sikap di


Posyandu anak Ujung Batu Tahun 2019

22.8

77.1

Setuju Tidak Setuju

36
4.2.4 Menurut Status ASI
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Status ASI di Posyandu anak Ujung
Batu Tahun 2019.

NO Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)


1 Asi 63 75,9
2 Tidak Asi 20 24
Total 83 100

Berdasarkan Tabel 4.4 frekuensi responden menurut Status Asi di


Posyandu anak Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden,
Sebagian besar sampel penelitian dengan Asi Ekslusif yakni sebanyak 63
orang (75,9%), sementara sampel yang dengan Tidak Asi sebanyak 20
orang (24%) dari total sampel.

Gambar 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Asi

Distribusi Frekuensi Status ASI di Posyandu anak


Ujung Batu Tahun 2019.

24

75.9

Asi Tidak Asi

37
4.3 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden di Posyandu anak
Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden, Sebagian besar sampel
penelitian berusia 20-35 tahun yakni sebanyak 55 orang (66,2%), sementara
sampel yang berusia diatas 35 tahun sebanyak 15 orang (18%) dari total sampel.
Adapun sampel yang berusia kurang dari 20 tahun adalah 13 orang (15,6%).
Perubahan umur mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin dewasa seseorang
maka mempunyai pengalaman yang cukup untuk menentukan pilihan yang
terbaik.

Frekuensi responden menurut Tingkat Pengetahuan di Posyandu anak


Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden, Sebagian besar sampel
penelitian dengan Tingkat Pengetahuan Baik yakni sebanyak 62 orang (74,6,%),
sementara sampel yang dengan tingkat pengetahuan Cukup sebanyak 14 orang
(16,8%) dari total sampel. Adapun sampel dengan tingkat pengetahuan Kurang
adalah 7 orang (8,4%). Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk menentukan
perilaku seseorang untuk menyadari dan tidak maupun untuk mengatur
perilakunya sendiri. Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya sebuah perilaku (Morton, et al., 1995). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan antara lain; (1) sosial ekonomi, (2) kultur, (3)
pendidikan dan (4) pengalaman. Menurut teori ini lingkungan sosial akan
mendukung tingginya pengetahuan seseorang sedangkan ekonomi dikaitkan
dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan baik juga (Nasution, 1997).

Data hasil penelitian dari frekuensi responden menurut Sikap di Posyandu


anak Ujung Batu yang datang periksa dari 83 responden, Sebagian besar sampel
penelitian dengan sikap Setuju yakni sebanyak 64 orang (77,1%), sementara
sampel yang dengan sikap tidak setuju sebanyak 19 orang (22,8%) dari total
sampel. Responden yang memiliki sikap mendukung, menyatakan sudah pernah
ikut serta kegiatan posyandu dilingkungan masyarakat dan pernah mendapatkan
38
informasi pentingnya pemberian ASI eksklusif. Sedangkan responden yang
memiliki sikap cukup mendukung menyatakan lebih suka berdiam diri dirumah
daripada ikut serta kegiatan yang dilakukan oleh desanya. Responden
menyatakan kurang terpapar informasi sehingga tidak tahu bagaimana cara
pemberian ASI Eksklusif yang baik dan apa manfaatnya. Hasil penelitian sesuai
dengan penelitian Emilia (2008) yakni sebagian besar responden masih memiliki
pengetahuan yang rendah, hal tersebut dikarenakan kurangnya penyuluhan
mengenai ASI Eksklusif.

Sikap dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya pengalaman


pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan,
media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor
emosional. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan
informasi tentang objek tertentu. Sikap muncul dari berbagai penilaian yaitu
kondisi, dan kecenderungan perilaku. Sikap juga dapat berubah dari pengalaman
dan faktor bawaan maupun bujukan misalnya dengan penyuluhan atau
pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan yang
dilakukan secara teratur akan mengubah sikap responden menjadi lebih baik dan
bermanfaat bagi responden. Sehingga akan meningkatkan angka pemberian ASI
eksklusif.

Sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2007), bahwa sikap


merupakan faktor predisposisi atau faktor yang melatar belakangi terbentuknya
perilaku. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
tetapi merupakan predisposisi suatu tindakan atau perilaku. Selain dipengaruhi
oleh sikap, perilaku juga didasari oleh faktor predisposisi lain seperti
pengetahuan, kepercayaan, keinginan, lingkungan sekitar, sosial
ekonomi,ketersediaan fasilitas, dan kebudayaan.

39
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan diatas TENTANG GAMBARAN


PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSLUSIF
POSYANDU UJUNG BATU TAHUN 2019, peneliti dapat menarik kesimpulan :

1. Menurut Usia di Posyandu Setelah dilakukan penelitian dengan


pengelompokan data terhadap 83 responden mengenai tingkat pengetahuan
Ibu tentang Asi Ekslusif Ujung Batu , Sebagian besar berusia 20-35 tahun
yakni sebanyak 55 orang (66,2%), sementara yang berusia diatas 35 tahun
sebanyak 15 orang (18%). Adapun yang berusia kurang dari 20 tahun adalah
13 orang (15,6%).

2. Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Posyandu Ujung Batu yang datang


periksa dari 83 responden, dengan Tingkat Pengetahuan Baik yakni sebanyak
62 orang (74,6,%), sementara dengan tingkat pengetahuan Cukup sebanyak 14
orang (16,8%). Adapun dengan tingkat pengetahuan Kurang adalah 7 orang
(8,4%).
3. berdasarkan Sikap di Posyandu Ujung Batu frekuensi menurut datang periksa
dari 83 responden, Sebagian penelitian dengan sikap Setuju yakni sebanyak
64 orang (77,1%), sementara yang dengan sikap tidak setuju sebanyak 19
orang (22,8%)
4. Berdasarkan menurut Status Asi di Posyandu anak Ujung Batu yang datang
periksa dari 83 responden, Sebagian penelitian dengan Asi Ekslusif yakni
sebanyak 63 orang (75,9%), sementara yang dengan Tidak Asi sebanyak 20
orang (24%) dari total sampel.

40
5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran


sebagai berikut :

1. Bagi puskesmas

Puskesmas perlu meningkatkan tentang pemberian ASI EKSLUSIF bagi bayi


agar ibu termotivasi meberikan ASI ESKLUSIF dan suami juga terdorong
memberikan dukungan kepada ibu dalam pemberian ASI EKSLUSIF

2. Bagi masyarakat

Ibu bayi hendak nya lebih aktif mencari informasi tentang ASI EKSLUSIF
dan manfaat ASI EKSLUSIF.

3. Bagi peneliti

Diharapkan peneliti dapat mengembangkan lagi penelitian-penelitian


selanjutnya Khusus ASI EKSLUSIF pada masyarakat , dan peneliti
hendaknya menggunakan hasil penelitian ini sebagai bekal untuk memberikan
penyuluhan kepada masyarakat di lingkungan.

41
DAFTAR PUSTAKA

Arafah, Nur. 2010 Gambaran Perilaku Ibu Menyusui Tentang Pemberian Asi
Eksklusif. Medan: FK USU

BPNI. 2007. Production of breastmilk, establishing breastfeeding skills and the


composition of breastmilk. http://www.bpni.com

Dadhich, J.P., Dr. 2007. Successful Infant and Young Child Feeding.
http://www.bpni.org/Presentation/Successful_Exclusive_Breastfeeding.pdf

Emilia, Rika. 2009. Pengaruh Penyuluhan Asi Eksklusif Terhadap Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Hamil Di Mukim Laure-E Kecamatan Simeulue Tengah
Kabupaten Simeulue (Nad) Tahun 2008 . Medan: FKM USU

Linkages. 2002. Pemberian ASI eksklusif: Satu-satunya sumber cairan yang


dibutuhkan bayi usia dini. Academy for educational.
http://www.linkagesproject.org

Notoadmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka


Cipta.

Pudjiadji, Solihin. 2005. Ilmu Gizi Klinik pada Anak Edisi keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Kedokteran.

Purwanti, 2004. Konsep Penerapan ASI ekslusif, Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Safitri Dian.2007. Dasar-Dasar Pemberian Susu Formula Pada Bayi,


http://www.babycenter.com/refcap/baby/babyfeeding/9195.html

42
WHO. 2001. The Optimal Duration of Exclusive Breastfeeding. Geneva: Department
of Nutrition for Health and Development (NHD)

43
44

Anda mungkin juga menyukai