Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
Jalan: Jend A. Yani / Jl. Prof. Hadari Nawawi Pontianak Telp. (0561) 7053252, Kotak Pos 1049 Faximili (0561) 740187
Homepage: http://hukum.untan.ac.id e-mail : hukumuntan@yahoo.com Pontianak – Kalimantan Barat – Indonesia

UJIAN TENGAH SEMESTER


GAZAL 2021/2022
NAMA : DAVID PERJUANGAN
NIM : A1011191160
MATA KULIAH : HUKUM KELUARGA DAN WARIS BW
KELAS / RUANG : A ( REGULER ) / V
DOSEN PENGUJI : HJ. ERNI DJUN’ASTUTI, SH, MH

1. Apa yang dimaksud Subyek Hukum? Jelaskan oleh Saudara!


Sebutkan pula siapa saja yang termasuk Subyek Hukum.
Jawab :
 Secara umu subjek hukum diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu manusia dan
badan hukum. Subjek hukum adalah manusia dan badan hukum yang berkepribadian hukum,
mempunyai hak dan kewajiban sehingga mempunyai wewenang hukum.
 Secara umum subjek hukum terdiri atas manusia atau orang dan badan hukum seperti ;
perusahaan Terbuka (PT), Yayasan, Koperasi, Perum, dan Perusahaan Sejawat.

2. Ada berapa macam sistim hukum keluarga dan waris di Indonesia ? Berikan jawaban saudara! Apa
perbedaan anak luar kawin dengan anak zinah ? Jelaskan!
Jawab :
 Ada 3 sistem hukum keluarga dan waris di Indonesia yaitu Hukum Keluarga dan Waris Adat,
Hukum Keluarga dan Waris Islam, Hukum Keluarga dan Waris BW.
a. Adapun hukum adat sendiri bentuknya tidak tertulis. Maka dari itu, hukum warisan
berdasarkan adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan dan kekerabatan. Di
Indonesia sendiri, sistem pewarisan adat dibagi menjadi beberapa macam sistem. Sistem
keturunan: Pembagiannya dibedakan menjadi tiga macam. Yakni, patrilineal atau
berdasarkan garis keturunan bapak. Kedua, sistem matrilineal yaitu berdasarkan garis
keturunan ibu. Ketiga, sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua
orang tua.
b. Hukum waris islam
Pembagian warisan juga bisa dilakukan menurut ajaran Islam. Pembagian harta waris ini
sendiri mengacu pada anjuran dalam Alquran. Sebagai negara dengan mayoritas
beragama Muslim, hukum terkait warisan dalam Islam juga tertulis dalam Pasal 176-185
ayat KHI (Kompilasi Hukum Islam). Berdasarkan pasal tersebut, berikut besaran bagian
ahli waris menurut ajaran Islam selengkapnya: Anak perempuan bila hanya seorang
mendapat saparuh bagian. Bila dua atau lebih, mereka bersama-sama mendapat dua
pertiga bagian. Jika anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian
anak laki-laki dua berbanding satu dengan anak perempuan. Ayah mendapat sepertiga
bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. Bila memiliki anak, ayah mendapat
seperenam bagian. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak/dua saudara/lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka mendapat sepertiga bagian. Ibu
mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-
sama dengan ayah. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak.
Jika meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian. Janda mendapat
seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak. Jika meninggalkan anak, janda
mendapat seperdelapan bagian.
Jika pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka dua
orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

c. Hukum waris BW
Merupakan pembagian harta warisan yang diatur oleh hukum perdata atau hukum
keuangan secara umum dan berlaku di Indonesia. Pembagian warisan menurut Hukum
Waris Undang-Undang (KUH Perdata) dapat dibedakan menjadi empat golongan ahli
waris, yakni: Golongan I: Termasuk suami atau istri dan atau anak keturunan pewaris
yang berhak menerima warisan. Pembagiannya adalah, istri atau suami dan anak-
anaknya, masing-masing mendapat ¼ bagian. Golongan II: Merupakan mereka yang
mendapat warisan bila pewaris belum memiliki suami atau istri serta anak. Maka, yang
berhak mendapatkan warisan adalah kedua orang tua, saudara, dan atau keturunan
saudara pewaris. Golongan III: Dalam golongan ini, pewaris tidak memiliki saudara
kandung sehingga yang mendapatkan warisan adalah keluarga dalam garis lurus ke atas,
baik dari garis ibu maupun ayah. Misal, yang mendapatkan bagian adalah kakek atau
nenek baik dari ayah dan ibu. Pembagiannya dipecah menjadi ½ bagian untuk garis ayah,
dan ½ bagian untuk garis ibu. Golongan IV: Yang berhak mendapat warisan adalah
keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup. Mereka mendapat ½ bagian.
Sedangkan ahli waris dalam garis lain dan derajatnya paling dekat dengan pewaris
mendapatkan ½ bagian sisanya.
 Perbedaan anak luar kawin dan zina
a. Anak luar kawin adalah anak yang dihasilkan di mana kedua orang tuanya tidak menikah
secara sah, perlu digaris bawahi menikah secara sah ini dilihat dari kacamata hukum
Indonesia. Pernikahan secara sah menyaratkan dilakukan berdasarkan agama dan
dilakukannya pencatatan di Kantor Catatan Sipil. Jadi anak di luar kawin tidak memiliki
hubungan perdata dengan ayahnya dan keluarga ayahnya tapi memiliki hubungan perdata
dengan ibunya.
b. Anak zina adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat hubungan pria dan wanita di luar
perkawinan yang sah di mana salah satu atau keduanya sedang terikat dalam perkawinan.
Dalam Pasal 283 KUHP, anak zina tidak dapat diakui dan tidak ada upaya hukum
peningkatan statusnya.
Jadi perbedaan antara anak zinah dan anak luar kawin yaitu status pernikahan kedua orang
tuanya, kalau anak luar kawin kedua orang tuanya belum diikat dengan pernikahan yang sah,
kalau anak zinah salah satu atau keduanya sudah. Dan status anak di luar kawin dapat
ditingkatkan sedangakn anak zina statusnya tidak dapat ditingkatkan.

3. Apa yang dimaksud dengan perwalian? Jelaskan!


Apakah Apa yang dimaksud dengan Pengampuan (Curatele) ? jelaskan
Jawab :
 Perwalian, adakah suatu upaya hukum untuk mengawasi dan memelihara anak yatim piatu
atau anak anak yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tuanya.
 Pengampunan (curatele), pada hakikatnya pengampunan adalah bentuk khusus dari pada
perwalian, yaitu diperuntukkan bagi orang dewasa tetapi berhubungan dengan sesuatu hal
seperti keadaan mental atau fisik tidak sempurna sehingga ia tidak dapat bertindak leluasa.
Dalam bahasa hukum orang tersebut tidak cakap hukum. Diatur dalam Pasal 433 sampai 462
KUH Perdata

4. arti pentingnya domicili ? jelaskan.


Apapula arti pentingnya catatan sipil dan kependudukan ? jelaskan.
Jawab :
 Menurut hukum tiap-tiap orang harus mempunyai domisili (tempat tinggal) di mana ia harus
dicari. Pentingnya domisili adalah dalam hal:
a. Di mana seseorang harus menikah (Pasal 78 KUH Per)
b. Di mana seorang harus dipanggil oleh pengadilan (Pasal 1393 KUH Per)
c. Pengadilan mana yang berwenang terhadap seseorang (Pasal 207 KUH Per)
 Catatan sipil mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam proses
pembangunan nasional karena dapat memberikan manfaat bagi individu maupun pemerintah.
Bagi individu catatan sipil memiliki manfaat antara lain : 1) menentukan status hukum
seseorang ; 2) alat bukti yang kuat di pengadilan ; 3) memberikan kepastian tentang peristiwa
itu sendiri. Bagi pemerintah adalah : 1) meningkatkan tertib administrasi kependudukan ; 2)
penunjang data pembangunan ; 3) pengawasan dan pengendalian terhadap orang asing.

5. Apa yang dimaksud hukum keluarga menurut KUHPerdata (BW), jelaskan. Meliputi bidang apa
saja hukum Keluarga itu, jelaskan!
Jawab :
Dalam KUHPerdata, hukum keluarga diatur dalam buku pertama tentang orang, judul dan isinya
tidak sesuai dengan materi hukum perseorangan karena ternyata juga diatur materi hukum
kekeluargaan. Jika dalam perkawinan lahir anak, maka timbul hubungan hukum antara orang tua
dan anak. Ruang lingkup dalam hukum keluarg yaitu meliputi: perkawinan, perceraian, harta
benda dalam perkawinan, kekuasaan orangtua, pengampuan, dan perwalian. Namun di dalam
bagian hukum keluarga hanya difokuskan pada kajian perkawinan, perceraian, dan harta benda
dalam perkawinan.

6. Perkawinan menurut BW menganut asas apa ? sebut dan jelaskan. Bagaimana perceraian menurut
BW yang beragama Kristen Katolik ? Jelaskan.
 Perkawinan menurut BW adalah menganut asas monogami. Asas monogami berarti asas yang
hanya membolehkan perkawinan dilakukan oleh seorang istri kepada seorang atau seorang
istri tidak boleh memiliki lebih dari satu suam atau berpoliandrii, dan seorang suami tidak
boleh memiliki lebih dari satu istri atau berpoligami.
 Perceraian menurut BW bagi yang beragama Kristen Katolik adalah bagi yang beragama
Kristen maka perceraian berdasarkan hukum gereja selain karena kematian tidak
dimungkinkan. Bagi yang beragama Katolik perceraian dapat dimungkinkan karena beberapa
alaaan yaitu : perzinahan, penganiayaan berat yang dilakukan suamu, meninggalkan istri
dibmana suami dengan niat jahat, dan karena tidak adanya keturunan. Sehingga ketentuan ini
diadopsi dalam KUH Per dalam Pasal 209 di mana sebeb-sebab perceraian antara lain
adalah : 1) Zina; 2) Meninggalkan tempat tinggal dengan sengaja; 3) Hukuman selama lima
tahub; 4) Penganiayaan yang menyebabkan luka berat.

7. Suami (S) melangsungkan perkawinan menurut BW dengan isterinya (I) , setelah tiga bulan
perkawinan mereka melakukan Perceraian, bagaimana dengan pembagian Harta Kekayaan jika
tidak ada Perjanjian Kawin dan bagaimana pula jika ada Perjanjian Kawin ? Berikan jawaban
saudara secara lengkap !
Jawab :
 Dalam hukum perdata apabila terjadi perceraian tidak ada perjanjian kawin maka harta suami
dan harta istri menjadi satu. Ketentuan dalam Pasal 119 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
“Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta
kekayaan suami dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan
ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan
suatu persetujuan antara suami dan istri”. Dengan demikian, terjadilah percampuran harta di
antara suami dan istri terhitung sejak perkawinan terjadi. Akibatnya harta istri (I) menjadi
harta suami (S), demikian pula sebaliknya. Inilah yang disebut sebagai harta bersama.
Apabila terjadi perceraian, maka harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara suami
dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut meliputi segala keuntungan dan
kerugian yang didapatkan dan dilakukan oleh pasangan suami/istri tersebut selama dalam
perkawinan.
 Apabila terjadi perceraian dalam keadaan adanya perjanjian kawin, maka harta suami dan
isteri terpisah. Suami tidak berhak atas harta bawaan istri selama pernikahan. Demikian pula
istri tidak memiliki kuasa atas harta suami. Apabila terjadi perceraian harta yang dibagi
adalah harta yang hanya didapat bersama selama pernikahan berlangsung. Jika sebelum
perkawinan telah dibuat perjanjian kawin yang intinya memisahkan seluruh harta bawaan dan
harta perolehan antara suami (S) dengan istri (I), maka ketika perceraian terjadi, masing-
masing suami/istri tersebut hanya memperoleh harta yang terdaftar atas nama mereka. Karena
tidak dikenal istilah harta bersama atau istilah awamnya “harta gono gini”. Dengan demikian,
dalam kasus tersebut, sang suami (S) tidak berhak terhadap harta milik istri (S), begitu juga
sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai