Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya. Dalam menjaga
dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara proses mantransfernya yang paling efektif
dengan cara pendidikan. Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi
dan mendukung antara satu sama lainnya.
Tujuan pendidikan juga melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri,
dengan adanya pendidikan kita bisa mentransfer kebudayaan dari generasi ke generasi
selanjutnya. Kita sebagai masyarakat mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan
kebudayaan yang lebih baik ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan kitapun
harus lebih baik lagi.
Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki ragam kebudayaan. Manusia dan
kebudayaan adalah suatu hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Karena setiap
manusia pasti akan hidup sesuai dengan kebudayaan yang ada di tempat tinggal daerah
manusia itu sendiri.
Manusia merupakan manusia sosial. Manusia akan berinteraksi dengan sesamanya dalam
menjalani kehidupan sosialnya. Dan kebudayaan adalah salah satu cara manusia berinteraksi
satu sama lain. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Indonesia memiliki ragam kebudayaan,
maka di setiap daerah akan memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Manusia pun begitu,
mereka juga memiliki kebudayaan yang berbeda-beda pula.
Perbedaan kebudayaan disebabkan karena perbedaan yang dimiliki, seperti faktor
lingkungan, faktor alam, faktor manusia itu sendiri, dan berbagai faktor-faktor lainnya yang
menimbulkan keragaman budaya tersebut.
Keragaman budaya sebagai kenyataan hidup memiliki kekuatan dan kelemahan. Dan
dengan adanya perbedaan yang ada dalam masyarakat juga berpotensi untuk menimbulkan
berbagai konlik yang terjadi. Untuk mencegah berbagai konflik dalam masyarakat, penting
adanya pendidikan multikultural untuk memahamkan masyarakat dalam memahami dan
menerima perbedaan yang ada dalam masyarakat.

1
Dengan seiringnya perkembangan budaya yang ada di Indonesia, diharapkan dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat, karena kebudayaan ialah jembatan
yang saling menghubungkan antara manusia dengan sesamanya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat budaya dan fungsinya dalam kehidupan manusia

Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari
buddi yaitu ilmu pengetahuan budaya yang merupakan himpunan dari berbagai bidang ilmu
yang menekuni kebudayaan dengan tujuan utama menjadikan manusia yang beraka budi,
manusia yang lebih baik, manusia seutuhnya.1

Kebudayaan dalam bahasa Inggris atau bahasa Prancis disebut culture, yang memiliki arti
cocok tanam, tanaman dan penyemaian. Dalam bahasa Arab kebudayaan disebut tsaqafah,
yang bermakna cerdas, menguasai ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Kebudayaan atau
tsaqafah di dalam islam ialah merasakan dan menyadari nilai-nilai luhur dalam segala bidang
dalam kehidupan di dunia ini.2

Selo Seomardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat. 3 Contoh hasil karya masyarakat teknologi dan kebudayaan
kebendaan, contoh dari rasa masyarakat yang meliputi jiwa manusia, meliputi agama,
ideology, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia
sebagai anggota masyarakat, dan cipta masayarakat yang meliputi kemampuan berfikir orang-
orang yang hidup bermasyarakat seperti ilmu pengetahuan.

Kebudayaan juga dapat diartikan cara berfikir dan cara merasa, yang manifestasi dalam
seluruh kehidupan segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial
dalam suatu ruang dan waktu.4

Kebudayaan memiliki tujuh faset kebudayaan yaitu:

1. Sosial atau Pergaulan hidup

1
Rahayu Surtiati Hidayat (ed), Hakikat Ilmu Pengetahuan Budaya, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2018), hal. 1
2
Shalah Abdul Qadir Al-Bakriy, Alquran dan Pembinaan Insan, (Bandung: PT Alma’arif, 1983), hal. 76
3
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi, (Esis:2001), hal. 111
4
Tintamas Indonesia, Maut (Kebudayaan Dan Agama), (Jakarta: PT Tintamas Indonesia, 1981), hal. 77.

3
Penjelmaan rasa untuk melanjutkan hidup (keturunan) dalam bentuk masyarakat, yang
disusun oleh fikir. Dalam pergaulan hidup tumbuh dan berkembanglah kegiatan yang menjadi
kebiasaan, karena dilakukan berulang kali. Kebiasaan yang sudah tradisionil dijadikan
normatif, maka berubahlah ia menjadi adat. Adat yang sudah mendarah daging akan
membentuk sifat yang disebut kepribadian dari kesatuan sosial itu.
2. Ekonomi
Penjelmaan rasa mempertahankan hidup, yang disusun oleh fikiran. Untuk
mempertahankan hidupnya, manusia yang terdiri dari jasmani yang materill, membutuhkan
barang yang berupa materi. Kebutuhan itu menggerakkan manusia berusaha, bekerja dan
bergiat untuk memuaskannya dengan itu lahirlah usaha, pekerjaan, kerajinan, kegiatan, cara,
cita, pandangan, ideology dan lain sebagainya dalam mengerjakan, mengadakan,
mengedarkan, menuju perwujudan kebutuhan akan materi.
3. Politik
Penjelmaan kegiatan fikir untuk membentuk kekuasaan sehingga dapat menyusun
struktur ekonomi dan sosial sebaik-baiknya menurut cita-cita tertentu. Dalam
mempertahankan kekuasaan atau ideology, orang dipengaruhi oleh rasa. Untuk mencapai
tujuan sosial dan ekonomi sebaik-baiknya terbentuklah kekuasaan, organisasi, lembaga dan
badan yang menyusun, mengatur, memimpin kegiatan dan usaha-usaha yang dicita-citakan.
4. Pengetahuan, ilmu, teknik
Dalam pembentukan pengetahuan indra, rasa yang memainkan peranan utama, dan fikir
sebagai pelengkap. Rasa berfungsi dalam merangsang berfikir, pengetahuan dan ilmu bersifat
teori karena itu abstrak, ia merupakan potensi apabila teori itu dipraktekkan, yang abstrak itu
dikonkritkan atau potensi itu diwujudkan. Cara atau sistim dalam proses perbuatan itu disebut
teknik. Jadi ilmu melahirkan teknik untuk mewujudkan, juga sebagai alat untuk mencapai
tujuannya.
5. Kesenian
Penjelmaan rasa keindahan umumnya, rasa keterharuan khususnya, untuk kesejahteraan
hidup. Rasa itu disusun dan dinyatakan oleh fikiran sehingga ia menjadi bentuk yang
disalurkan ditangkap oleh panca indra.
6. Fisafat

4
Berfilsafat itu adalah berfikir, dalam proses berfikir rasa tidak berperan sama sekali tetapi
dalam menggerakkan dan kecenderungan fikir mendorong kea rah dan merangsang sistim rasa
itu ada peranannya.
7. Agama
Pangkal dari agama ialah rasa, ujungnya pun rasa. Fikir memainkan peranan yang kecil,
ia menjadi alat dari rassa untuk memberikan pendasaran rasionil kepada ajaran-ajaran agama.
Peranan fikir adalah untuk mencari dan menemukan alasan dan menyusun tafsiran untuk
memuaskan fikir sendiri dalam penerimaan religi terutama sekali yang mengenai yang maha
gaib.5

B. Keragaman Budaya Sebagai Kenyataan Hidup

Menurut kamus bahasa Indonesia keragaman budaya dimaknai sebagai proses, cara atau
pembuatan menjadikan banyak macam ragamnya tentang kebudayaan yang sudah
berkembang. Hal ini dimaksudkan bahwa kehidupan bermasyarakat memiliki corak
kehidupan yang beragam dengan latar belakang kesukuan, agama, maupun ras yang berbeda.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk karena masyarakatnya terdiri atas kumpulan
orang-orang atau kelompok-kelompok dengan cirri khas kesukuan yang memiliki
keberagaman budaya dengan latarbelakang suku bangsa yang berbeda.6

Adanya berbagai kelompok masyarakat yang beragam, sesungguhnya merupakan


masyarakat yang mempunyai potensi komplik. Perbedaan yang terdapat dalam masyarakat
karena nilai-nilai budaya yang dilatarbelakangi sosio kultural, akan menjadi pendorong
munculnya perasaan kesukuan yang berlebihan dapat memicu nilai negatif berupa
etnocentrisme yang menganggap remeh suku dan kebudayaan lain.

Hal ini berakibat timbul perilaku eksklusif berupa kecenderungan memisahkan diri dari
masyarakat bahkan mendominasi masyarakat lainnya. Nilai negatif lain yang harus dihindari
adalah pandangan diskriminatif berupa sikap mebeda-bedakan perlakuan sesame anggota
masyarakat yang dapat menimbulkan prasangka yang bersifat subjektif serta muncul konsep
watak dari suatu golongan. Keanekaragaman yang khas dari satu suku dengan suku lainnya

5
Tintamas Indonesia, Maut (Kebudayaan Dan Agama), (Jakarta: PT Tintamas Indonesia, 1981), hal. 80
6
Widiastuti, Jurnal Analisis Swot Keragaman Budaya Indonesia, Vol. 1. No. 1. 2013, hal. 10

5
berdampak pada kesalahpahaman dan berujung pada konflik. Terkadang konflik sering
didominasi oleh isu-isu yang bersifat politik dan ekonomi.

Indonesia sebagai bangsa yang memiliki aneka suku, agama, ras dan bahasa. Terdapat
lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia. BPS menyatakan angka 1.340
suku bangsa. Dengan kondisi yang begitu beragam, jalinan kebangsaan Indonesia sangat
beragam. Kata Indonesia sendiri telah berhasil menyatukan 1340 suku yang tersebar diantara
17000 pulau yang memiliki agama, adat dan bahasa yang berbeda yang kemudian
mempersatukan diri dibawah naungan satu nama.7

Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki struktur budaya yang berbeda-beda dan
unik di setiap wilayah. Perbedaan ini dapat dilihat dari perbedaan bahasa, adat istiadat, religi,
tipe kesenian, dan lain- lain. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika
dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan.Keragaman dan
perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada
perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-
ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman
kelompok sosial dalam masyarakat.

Kebudayaan Indonesia merupakan identitas bangsa yang harus dihormati dan dijaga serta
perlu dilestarikan agar kebudayaan kita tidak hilang dan bisa menjadi warisan generasi yang
akan datang. Dikarenakan ketahanan budaya merupakan identitas suatu bangsa. Kebanggaan
bangsa Indonesia akan budaya yang beraneka ragam sekaligus mengundang tantangan bagi
seluruh rakyat untuk mempertahankan budaya lokal untuk bersinergi dengan dinamika dan
perkembangan mutakhir.

Masyarakat Indonesia telah hidup dengan damai ditengah keragaman budaya, bahasa dan
agama. Kehidupan yang damai tercipta karena rasa persaudaran dan kekeluargaan yang
tercipta yang disebabkan karena semua penduduk Indonesia telah mengalami penderitaan
yang sama yang disebabkan oleh penjajahan. Sebagaimana spirit persaudaraan yang ada di
Fak-Fak Papua Barat dikenal dengan semboyan “Satu Tungku Tiga Batu” sedangkan di
Kepulauan Raja Ampat dikenal semboyan “Satu Rumah Empat Pintu”. Kedua semboyan ini
7
Payiz Zawahir Muntaha dan Ismail Suardi Wekke, Jurnal Paradigma Pendidikan Islam Multikultural, Vol.
23 No 1. 2017, hal. 17

6
memiliki arti bahwa Islam, Protestan, Katolik, dan kepercayaan adat di Tanah Papua menjadi
pilar dari kesatuan dan pembangunan Tanah Papua. Di samping Islam, Katolik, dan Protestan,
animisme juga diberikan penghormatan yang sama sebagai bagian dari keluarga. Mereka
memiliki keragaman agama antara satu dengan yang lainnya

Senada dengan kerukunan yang ada di Papua kita bisa menemukan dalam kehidupan di
masyarakat Desa Kolam Kanan Kecamatan Barambai Kabupaten Barito Kuala memiliki
toleransi. Dengan anggota masyarakat desa yang terdiri dari suku Bali, Banjar dan Jawa dan
agama Islam, Hindu dan Kristen. Masyarakat desa kolam kanan hidup dengan rukun dan
damai. Bagi masyarakat desa kolam kanan silaturahmi dan musyawarah menjadi prinsip yang
dipegang teguh untuk menciptakan kehidupan yang damai ditengah perbedaan budaya dan
agama yang ada dimasyrakatnya.

Masyarakat sebagai suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri dari bagian-bagian yang
saling tergantung (interdependensi). Hal ini menyebabkan semua anggota masyarakat itu
memiliki keterkaitan dan saling membutuhkan satu sama lain. Bagian-bagian dari masyarakat
harus dipahami dalam relevansinya dengan fungsi terhadap keseimbangan sistem
keseluruhan. Sehingga bagian-bagian tersebut menunjukkan gejala saling tergantung dan
saling mendukung untuk memelihara keutuhan system. Oleh sebab itu maka semua elemen
yang ada di masyarakat haruslah bersatu untuk terciptanya kehidupan yang damai dan
tercapainya tujuan bersama.

Kedamaian dan toleransi yang ada di Papua dan Desa Kolam Kanan membuktikan bahwa
dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia telah berhasil menciptakan kehidupan yang damai
ditengah masyarakat yang multikultural. Akan tetapi, tanpa kita sadari bahwa kemajemukan
tersebut juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini telah terbukti di beberapa wilayah Indonesia terjadi konflik dimulai dari
dekade 1990-an seperti di Sampit (antara Suku Madura dan Dayak), di Poso (antara Kristiani
dan Muslim), di Aceh (antara GAM dan RI), ataupun perkelahian yang kerap terjadi
antarkampung di beberapa wilayah di pulau Jawa dan perkelahian pelajar antar sekolah.
Kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai
kawasan di Indonesia menunjukkan rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam

7
negara-bangsa, betapa kentalnya prasangka antar kelompok, dan betapa rendahnya saling
pengertian antar kelompok.

Keragaman budaya di Indonesia merupakan sebuah potensi yang perlu dimanfaatkan agar
dapat mewujudkan kekuatan yang mampu menjawab berbagai tantangan saat ini seperti
melemahnya budaya lokal sebagai bagian dari masyarakat. Hal ini dikhawatirkan akan
menurunkan kebanggan nasional yang dapat menimbulkan disintegrasi sosial.

Keragaman budaya sebagai kenyataan hidup memiliki kekuatan dan kelemahan. Pertama
keragaman budaya sebagai kekuatan khasanah budaya merupakan suatu keunggulan dan
modal membangun bangsa Indonesia yang multikultural, karena memiliki gambaran budaya
yang lengkap dan bervariasi.sebagai contoh dalam bidang seni, Indonesia sangat berlimpah
karya, kreasi dan keunikan dari keragaman kultur dari masing-masing etnis baik dalam betuk
seni sastra, seni pertunjukan, seni suara, seni tari dan seni lainnya.ragam seni tari yang
memiliki ciri khas kesukuan seperti tari saman dari Aceh, tari rantak dari Minangkabau, tari
legong dari Bali, tari merak dari Jawa Barat, tari yapong dari Jakarta, tari serimpi dari Jawa
Tengah, tari bakksa kembang dari Kalimantan Selatan, tari lenso dari Maluku sampai dari
daerah Papua berupa tari selamat datang, dan berbagai macam tarian dari suku-suku lainnya.

Nilai-nilai budaya yang tertanam di dalam masyarakat Indonesia merupakan sebuah


kekuatan yang luar biasa dan perlu dimanfaatkan dengan baik, yaitu antara lain:

1. Dibandingkan dengan negara lain di dunia, keragaman budaya Indonesia sangat bervariasi,
unik dan lengkap karena dipengaruhi oleh keadaan alam dengan kondisi geografis, flora
dan fauna yang berbeda antara wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur.
2. Keunikan etika pergaulan, pakaian adat, rumah adat, tari tradisional, alat music tradisional,
senjata tradisional, bahasa dan dialek maupun lagu daerah, pengetahuan pengobatan dan
pengetahuan kuliner.
3. Pandangan bangsa lain yang ingin mempelajari, mencoba, menikmati bahkan memiliki
hasil budaya lokal di Indonesia. Banyak warga asing tertarik mempelajari kebudayaan
lokal dan adapula yang akhirnya menjadi warga negara Indonesia, seperti pada program
Kick andy ditampilkan ekspatriat yang mengagumi budaya Indonesia seperti Zorica
Dubovska, seorang warga negara Ceko yang lahir di Praha, dia sangat mencintai bahasa

8
Indonesia karena menurutnya bunyi dan kata-kata sangat indah. Selanjutnya KRT Gaura
Mancacarita, warga negara Australia pandai berbahasa Jawa berprofesi sebagai dalang, dia
mencintai wayang karena memiliki sifat adiluhung dan adipenih, yaitu sangat mulia dan
sangat indah serta kisah pewayang yang banyak mengandung falsafah yang dalam.
4. Hasil karya budaya dalam bentuk benda-benda, seperti tenunan, batik, ukiran, anyaman
dan lainnya dicari para wisatawan sebagai cendera mata. Salah satu karya budaya
Indonesia yaitu kerajianan batik semakin dikenal dunia seiring dengan kemajuan teknologi
informasi.
5. Karya budaya lain berupa seni bangunan, berupa tari, sastra, music dan keberagaman hasil
budaya lainnya mampu menciptakan devisa sebagai salah satu kekuatan di bidang
parawisata maupun sebagai peluang lapangan kerja bagi masyarakat Indinesia. Kedua
keragaman budaya sebagai kelemahan, keragaman budaya berpotensi memiliki beberapa
kelemahan antara lain: 1. Perbedaan wilayah kekurangpahaman dan komunikasi antara
budaya yang terbatas menjadi pemicu konflik dengan latar belakang keragaman etnis,
agama maunpun ras. Bahkan keragaman digunakan oleh profokator sebagai sarana
memancing persoalan. Proses hubungan antara suku-suku dan golongan yang berbeda
memiiliki potensi terpendam sumber-sumber konflik. 2. Sebagai penghambat dan memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi dalam mengelola, mengatur dan mengurus sejumlah orang
yang memiliki perbedaan adat istiadat, nilai kehidupan yang tertanam pada setiap
kelompok masyarakat berbeda budaya dibandingkan masyarakat yang seragam. 3. Sistem
nilai budaya dan sikap yang hidup dalam alam pikiran sebagian anggota masyarakat yang
dianggap penting dan berharga dalam kehidupannya.8
C. Kebudayaan Sebagai Tujuan Pendidikan

Pendidikan multikultural adalah konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian
kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya
keseragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas
pribadi,dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun Negara.

Pada awalnya gagasan pendidikan multikultural muncul pada lembaga-lembaga


pendidikan tertentu di wilayah Amerika, yang pada awalnya diwarnai oleh sistem pendidikan
yang mengandung diskriminasi etnis, yang kemudian belakangan hari mendapat perhatian
8
Widiastuti, Jurnal Analisis Swot Keragaman Budaya Indonesia, Vol. 1. No. 1. 2013, hal. 11

9
serius dari pemerintah. Pendidikan multikultural sendiri merupakan strategi pembelajaran
yang menjadikan latar belakang budaya siswa yang bermacam-macam digunakan sebagai
usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Hal
demikian ini dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan,
kesamaan dan demokrasi.

Hasil studi menunjukan ada dua isu utama dan kerap menjadi masalah, yaitu penodaan/
penyimpangan agama dan rumah ibadah. Kedua hal ini menjadi isu utama karena dalam
beberapa tahun ini, konflik-konflik di seputar isu itu kerap berubah menjadi kekerasan yang
tak tertangani dengan baik. Lebih jauh lagi terdapat dua hal yang menjadi masalah utama,
yaitu:

1. Pelanggaran kebebasan beragama


Yang pelakunya adalah institusi negara termasuk kantor kementerian, badan-badan
negara, polisi, kantor pengadilan, tentara, dan juga pemerintah daerah, desa, kecamatan,
kabupaten/ kota dan provinsi.
2. Intoleransi atas dasar agama dan keyakinan, yang pelakunya dapat negara atau kelompok-
kelompok masyarakat ormas, khususnya ormas keagamaan.

Dalam QS. Al-Baqarah: 191:

‫ْث َأ ْخ َرجُو ُك ْم ۚ َو ْالفِ ْتنَةُ َأ َش ُّد ِمنَ ْالقَ ْت ِل ۚ َواَل تُقَاتِلُوهُ ْم ِع ْن َد‬ ُ ‫ْث ثَقِ ْفتُ ُموهُ ْم َوَأ ْخ ِرجُوهُ ْم ِم ْن َحي‬
ُ ‫َوا ْقتُلُوهُ ْم َحي‬
َ‫ك َجزَا ُء ْال َكافِ ِرين‬ َ ِ‫ْج ِد ْال َح َر ِام َحتَّ ٰى يُقَاتِلُو ُك ْم فِي ِه ۖ فَِإ ْن قَاتَلُو ُك ْم فَا ْقتُلُوهُ ْم ۗ َك ٰ َذل‬
ِ ‫ْال َمس‬

Artinya: Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka
dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari
pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka
memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah
mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.9
Adapun tafsir ayat di atas adalah Allah tidak suka melampaui batas, karena Allah tidak
suka siapapun yang melampaui batas, maka bila mereka melampaui batas, maka bunuhlah
9
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya Al- Hikmah (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro,
2013) , hal. 30.

10
mereka dan siapapun memerangi dan bermaksud membunuh kamu, jika tidak ada jalan lain
yang dapat ditempuh untuk mencegah agresi mereka, lakukan hal itu dimanapun kamu
menemukan mereka dan bila mereka tidak bermaksud membunuh, dan hanya mengusir kamu,
maka usirlah mereka dari tempat mereka yang telah mengusir kamu (yakni Makkah).
Memang kaum Musyrik Mekkah telah menganiaya kaum muslim, menyiksa mereka
dengan aneka siksaan jasmani, perampasan harta dan pemisahan sanak keluarga, teror, serta
pengusiran dari tanah tumpah darah, bahkan menyangkut agama dan keyakinan mereka,
sehingga pembunuhan dan pengusiran yang diizinkan Allah itu adalah sesuatu yang wajar.
Dan hendaknya semua mengetahui bahwa fitnah yakni penganiayaan atau kemusyrikan yakni
penolakan mereka atas Keesaan Allah lebih keras yakni lebih besar bahaya dan dosanya,
daripada pembunuhan yang diizinkan dan diperintahkan ini.
Namun demikian hai kaum muslim, peliharalah kehormatan dan kesucian Masjid al-
Haram sepanjang kemampuan kamu. Karena itu, janganlah kamu memerangi apalagi
membunuh mereka di Masjidil Haram,kecuali jika mereka memerangi kamu di tempa itu,
maka kamu bukan hanya diizinkan memerangi, tetapi kalau perlu bunuhlah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir baik mereka ketika itu berada di Makkah,
maupun selain mereka, kapan dan dari manapun datangnya.10
Untuk meminimalisir konflik yang sering terjadi ditengah masyarakat yang beragam,
maka di sekolah harus ditanamkan nilai-nilai kebersamaan, toleran, dan agar peserta didik
mampu menyesuaikan diri dalam berbagai perbedaan. Proses pendidikan ke arah ini dapat
ditempuh dengan pendidikan multikultural. Proses pendidikan multikultural merupakan
proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keragaman budaya
yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural diharapkan
adanya kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial.
Sikap atau prilaku ekslusif yang beranggapan bahwa diri dan golongannya yang paling
benar adalah sikap yang dalam kehidupan social sangat rentan menimbulkan konflik. Selama
pendidikan dipengaruhi oleh agama, maka pendidikan menimbulkan efek politik dan dan
dimonopoli oleh kaum yang dominan. Karena efek politik yang begitu besar dalam
pendidikan agama, tidak heran jika doktrin yang berkembang adalah doktrin yang eksklusif,
superior dan truth claim.

10
M. Quraish Shihab, Tafsir Almisbah, hal. 393-394.

11
Dalam realita kehidupan yang beragam, pemahaman pendidikan Islam multikultural
harus dihadirkan untuk memperluas wacana pemikiran keagamaan manusia yang selama ini
masih mempertahankan “egoisme” keagamaan dan “etnosentrisme” kebudayaan.
Multikultural diartikan sebagai pluralitas kebudayaan dan agama. Dengan demikian, jika
kebudayaan itu sudah plural, maka manusia dituntut untuk memelihara pluralitas agar terjadi
kehidupan yang ramah dan penuh perdamaian.11
Pluralitas kebudayaan adalah interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda
cara hidup dan berpikirnya dalam suatu masyarakat. Secara ideal, pluralisme kebudayaan
berarti penolakan terhadap kefanatikan, purbasangka, rasisme, tribalisme dan menerima
secara inklusif keanekaragaman yang ada.
Sikap saling menerima, menghargai nilai, budaya, keyakinan yang berbeda tidak otomatis
akan berkembang sendiri. Apalagi karena dalam diri seseorang ada kecenderungan untuk
mengharapkan orang lain menjadi seperti dirinya. Sikap saling menerima dan menghargai
akan cepat berkembang bila dilatihkan dan dididikkan pada generasi muda dalam sistem
pendidikan nasional.
Dengan pendidikan, sikap penghargaan terhadap perbedaan yang direncana baik, generasi
muda dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain
bahkan melatihnya dalam hidup sehingga sewaktu mereka dewasa sudah mempunyai sikap
itu.
Jika cita ideal pendidikan seperti itu dapat terwujud di hati sanubari dan prilaku
masyarakat, maka itulah yang disebut dengan pendidikan multikultural yang bermuara pada
multikulturalisme. Multikulturalisme adalah aspek yang tidak terbantahkan bagi seluruh
masyarakat, entah hal itu disadari atau tidak. Dalam dunia multikultural harus mementingkan
adanya berbagai macam perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya dan ada interaksi
sosial di antara mereka. Warga perlu menfokuskan pada pemahaman dan hidup bersama
dalam konteks sosial budaya yang berbeda.

Tujuan pendidikan multikultural

11
Payiz Zawahir Muntaha dan Ismail Suardi Wekke, Jurnal Paradigma Pendidikan Islam Multikultural, Vol.
23 No 1. 2017, hal. 20

12
1. Melalui pendidikan interkultural, seseorang tidak malu terhadap latar belakang
budayanya, seperti diketahui mainstream budaya di Amerika seperti WASP telah
menyepelekan budaya kelompok-kelompok minoritas.
2. Melalui pendidikan perlu dikembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan-perbedaan
ras, agama, dan budaya dalam rangka pengembangan sikap toleransi ini, diajukan
program asimilasi budaya. Dalam12

Jika dilihat dari sudut pandang islam, melalui lembaga pendidikan Islam, khususnya di
Indonesia, diharapkan akan mampu menciptakan serta memperkokoh karakter bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang beradab dan bertoleransi tinggi. Oleh sebab itu, gagasan
pendidikan Islam berwawasan multikultural diaplikasikan di Indonesia khususnya di lembaga
pendidikan Islam. Dengan peran yang begiu penting maka lembaga pendidikan Islam menjadi
fondasi kebangsaan dan kebernegaraan Indonesia.
Dengan demikian ada dua pokok peran strategis lembaga pendidikan Islam, yaitu
mencetak kader ulama’ yang mendalami ilmu agama dan pada saat yang sama mengetahui,
terampil, dan peduli terhadap persoalan keummatan dan kebangsaan. Lemabaga pendidikan
Islam adalah tempat untuk mencetak kader pemimpin bangsa yang ”faqih fi 'ulum al-din dan
faqih fi mashalih al-ummah”. Lulusan lembaga pendidikan Islam diharapkan baik agamanya
dan pandai untuk menghadapi persoalan umat dan bangsa.
Dengan peran semacam ini, dimungkinkan lembaga pendidikan Islam terlibat maksimal
dalam membangun bangsa ini. Melalui lembaga pendidikan para santri atau siswa belajar
ilmu-ilmu agama dan ilmu sosial yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan seterusnya lembaga
pendidikan Islam menjadi lembaga pengkaderan bagi santri atau siswa yang kelak siap terjun
di masyarakat.

D. Keragaman Budaya Sebagai landasan Bagi Aktivitas Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujukan suasana belajar dan
proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan
potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri,

12
Muhammad Zulkarnain, Tesis Multikulturalisme Dalam Pendidikan Dasar Islam, (UIN Sunan
Kalijaga:2015), hal. 17.

13
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.

Kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku dan hasil tingkah laku
yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya.

Budaya sebagai landasan bagi aktivitas pendidikan terdiri dari:

1. Pendidikan adalah pembinaan tingkah laku perbuatan, yang mana pendidikannya itu
diarahkan pada seluruh aspek pribadi meliputi jasmani, mental, kerohanian dan moral.
Dalam hal ini akan tumbuh kesadaran pribadi dan bertanggung jawab akibat tindak
perbuatannya.
2. Pendidikan adalah pendidikan diri pribadi, yang mana pendidikannya itu bertujuaan
mengembangkan diri dan selalu menggunakan daya kemampuan, inisiatif dan aktifitas
sesuai kata hatinya sehingga anak berkesemapatan untuk belajar memikul tanggung
jawab bagi kelangsungan pendidikan dan perkembangan pribadinya.
3. Pendidikan diarahakan kepada keseluruhan aspek kebudayaan dan kepribadian, yang
mana pendidik dan lembaga pendidikan harus mengakui kepribadian dan menggalang
adanya kesatuan segala aspek kebudayaan. Di sini manusia membutuhkan latihan dalam
menggunakan kecerdasannya dan saling pengertian.
4. Pendidikan dalam mempersiapkan penyesuaian yang intelegen terhadap perubahan sosial.
Sifat pendidikan reflektif dan progresif harus meneruskan nilai kebudayaan dan
mengantarkan anak didik pada alam kedewasaan serta membimbing ke arah kerja
membangun masa depan.
5. Pendidikan agama yang merupakan unsur mutlak dalam pembinaan karakteristik bangsa,
hal ini didasarkan atas pandangan bahwa agama merupakan unsure mutlak dan sumber
dari kebudayaan. Pendidikan agama sebagai dasar tata kehidupan manusia, pribadi, di
sekolah maupun masyarakat.13

Fungsi budaya dalam pendidikan yaitu merujuk pada sumbangan pendidikan pada
peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkay

13
Juanda, Jurnal Peranan Pendidikan Formal Dalam Proses Pembudayaan, Vol. 13, No. 1, hal. 7

14
individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran
estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai, dan keyakinan sosial yang baik.

Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati


perbedaan dan prularitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap
keaneka ragaman budaya.

Peranan pendidikan dalam proses kebudayaan yaitu pendidikan bertujuan membentuk


manusia agar dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang berbudaya yang mampu
bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam
upaya mempertahankan kelangsungan hidup baik secara pribadi, kelompok, maupun
masyarakat secara keseluruhan. Sekolah atau pendidikan adalah salah satu sarana atau media
dari proses kebudayaan. Dalam konteks inilah pendidikan disebut sebagai proses untuk
memanusiakan manusia.

BAB III

15
PENUTUP

Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari
buddi yaitu ilmu pengetahuan budaya yang merupakan himpunan dari berbagai bidang ilmu
yang menekuni kebudayaan dengan tujuan utama menjadikan manusia yang beraka budi,
manusia yang lebih baik, manusia seutuhnya. Kebudayaan memiliki tujuh faset kebudayaan
yaitu

1. Sosial atau Pergaulan hidup


2. Ekonomi
3. Politik
4. Pengetahuan, ilmu, teknik
5. Kesenian
6. Fisafat
7. Agama

Keragaman budaya dimaknai sebagai proses, cara atau pembuatan menjadikan banyak
macam ragamnya tentang kebudayaan yang sudah berkembang. Hal ini dimaksudkan bahwa
kehidupan bermasyarakat memiliki corak kehidupan yang beragam dengan latar belakang
kesukuan, agama, maupun ras yang berbeda.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk karena masyarakatnya terdiri atas


kumpulan orang-orang atau kelompok-kelompok dengan cirri khas kesukuan yang memiliki
keberagaman budaya dengan latarbelakang suku bangsa yang berbeda.

Pendidikan multicultural merupakan konsep, ide atau falsafah sebagai suatu rangkaian
kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya
keseragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas
pribadi,dan kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun Negara.

Dalam realita kehidupan yang beragam, pemahaman pendidikan Islam multikultural


harus dihadirkan untuk memperluas wacana pemikiran keagamaan manusia yang selama ini
masih mempertahankan “egoisme” keagamaan dan “etnosentrisme” kebudayaan.

16
Multikultural diartikan sebagai pluralitas kebudayaan dan agama. Dengan demikian, jika
kebudayaan itu sudah plural, maka manusia dituntut untuk memelihara pluralitas agar terjadi
kehidupan yang ramah dan penuh perdamaian.

Pluralitas kebudayaan adalah interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda
cara hidup dan berpikirnya dalam suatu masyarakat. Secara ideal, pluralisme kebudayaan
berarti penolakan terhadap kefanatikan, purbasangka, rasisme, tribalisme dan menerima
secara inklusif keanekaragaman yang ada.

Sikap saling menerima, menghargai nilai, budaya, keyakinan yang berbeda tidak otomatis
akan berkembang sendiri. Apalagi karena dalam diri seseorang ada kecenderungan untuk
mengharapkan orang lain menjadi seperti dirinya. Sikap saling menerima dan menghargai
akan cepat berkembang bila dilatihkan dan dididikkan pada generasi muda dalam sistem
pendidikan nasional.

Dengan pendidikan, sikap penghargaan terhadap perbedaan yang direncana baik, generasi
muda dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain
bahkan melatihnya dalam hidup sehingga sewaktu mereka dewasa sudah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Qadir Al-Bakriy Shalah, Alquran dan Pembinaan Insan, (Bandung: PT Alma’arif, 1983).
Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya Al- Hikmah (Bandung: CV. Penerbit
Diponegoro, 2013)
Juanda, Jurnal Peranan Pendidikan Formal Dalam Proses Pembudayaan, Vol. 13, No. 1.
Kun Maryati dan Juju Suryawati, Sosiologi, (Esis:2001).
Payiz Zawahir Muntaha dan Ismail Suardi Wekke, Jurnal Paradigma Pendidikan Islam
Multikultural, Vol. 23 No 1. 2017.
Quraish Shihab M., Tafsir Almisbah
Surtiati, Hidayat Rahayu (ed), Hakikat Ilmu Pengetahuan Budaya, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2018).
Tintamas Indonesia, Maut (Kebudayaan Dan Agama), (Jakarta: PT Tintamas Indonesia, 1981).
Widiastuti, Jurnal Analisis Swot Keragaman Budaya Indonesia, Vol. 1. No. 1. 2013.
Zulkarnain Muhammad, Tesis Multikulturalisme Dalam Pendidikan Dasar Islam, (UIN Sunan
Kalijaga:2015)

18

Anda mungkin juga menyukai