1. Krisis Moneter
Krisis Moneter menghantam Asia pada 1997, tak terkecuali Indonesia. Pada bulan Juli 1997 otoritas
moneter Indonesia memperluas perdagangan mata uang rupiah yang semula hanya 8 persen menjadi 12
persen. Kemudian pada 14 Agustus 1997, rupiah diserang secara hebat, sehingga nilai rupiah pun
semakin melemah. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendah mereka pada bulan
September 1997. Utang perusahaan semakin meningkat, terjadi inflasi, dan peningkatan besar harga
bahan pangan. Melemahnya sektor keuangan di Indonesia ini semakin membuat kondisi perekonomian
di Indonesia merosot, terlebih saat krisis sudah terjadi. Demi mengatasi krisis ini, Indonesia pun
mengajukan pinjaman langsung ke bank asing. Namun, cara ini tidak menjamin Indonesia terlepas dari
krisis moneter, justru krisis tetap meluas, karena faktor utama terjadinya krisis bukan dari sektor
perbankan. Terjadi demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah. Bahkan kerusuhan dan
penjarahan berlangsung di mana-mana. Situasi yang sangat panas ini akhirnya membuat Presiden
Soeharto mundur pada 12 Mei 1998.
2. Krisis Sosial
Pada saat kondisi indonesia yang sudah tidak dapat terkendali,adanya berbagai gangguan sosialpun
nyatanya tidak dapat dihindarkan lagi. Pada tahun 1998, terjadi berbagai kerusuhan di berbagai
daerah.Kerusuhan tersebut terjadi akibat adanya rasa anti tionghoa. Pada masa pemerintahan orde
baru, arus investasi sangat dibuka lebar lebar melalui penanaman modal yang dilakuan pihak asing.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada
kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak dipegang oleh
para penguasa. Pasal 2 UUD 1945 telah menyebutkan bahwa “Kedaulatan adalah di tangan raktay dan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jure (secara hukum) kedaulatan rakyat
tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara dde facto (dalam kenyataan)
anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat
berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintahan, DPR,
dan MPR. Ketidakpercayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi
menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dan MPR yang
dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaruan terhadap lima paket undang-undang
politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, yaitu sebagai berikut.
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
Perkembangan ekonomi dan pembangnan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi
yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mampu
menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi politik di
tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini
muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut
masalah sekitar konflik PDI saja, melainkan masyarakat menuntut adanya reformasi baik di dalam
kehidupan masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat
beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada
perlakukan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik
terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga
menuntut agar ditetapkan tentang pembatasan masa jabatan presiden.
4. Krisis Kepercayaan
Gerakan reformasi 1998 yang mengakhiri masa pemerintahan orde baru disebabakn oleh krisis
multidimensi, salah satunya krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan pada masa orde baru disebabakn
oleh kebijakan pada masa orde baru berkuasa dianggap tidak mampu dalam membangun kehidupan
politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem peradilan, dan pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat.
Dengan demikian krisis kepercayaan terhadap orde baru, dalam hal ini Soeharto, disebabkan oleh
kebijakan yang dinilai tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi, penegakkan hukum, serta kesenjangan
yang terjadi di masyarakat.
5. Krisis Hukum
Penegakan hukum dan sistem peradilan yang ada di indonesia belum dapat menciptakan rasa aman
pada setiap rakyatnya. Banyak sekali rekayasa yang dihadirkan dalam hukum Indonesia saat itu.
Seseorang yang bersalah dapat bebas dengan seenaknya sedangkan orang yang tidak bersalah justru
mendekam dibalik jeruji penjara.Seakan akan peribahasa “tumpul ke atas, lancip ke bawah”
menemukan realitanya pada kehidupan.Semua rakyat Indonesia memerlukan perubahan dalam bidang
hukum serta sistem peradilan. Masih banyak hal yang perlu diluruskan untuk menemui kebenarannya.