Anda di halaman 1dari 7

WHAT’S WRONG WITH ‘ME’

Aulia Syarifa Azzahra, Siti Aisya Ulima Naifa

Arti dari kalimat WHAT’S WRONG WITH ‘ME’ adalah ADA APA
DENGAN ‘KU’, kata ‘KU’ yang dimaksud adalah mental anak Indonesia yang
sering kali di sepelekan oleh orang-orang. Tujuan utama kita membuat artikel ini
adalah, agar kita semua tergerak dan menyadari seberapa buruknya kondisi
kesehatan mental anak Indonesia yang sering di sepelekan oleh orang-orang
sekitar dengan kata-kata ‘kurang dekat dengan tuhan’ oleh karena itu, saya harap
dengan adanya Artikel ini, kita semua bisa sadar kondisi kesehatan mental kita
dan orang sekitar.

Kehadiran pandemi Covid-19 membawa pengaruh yang besar terhadap


kesehatan masyarakat. Pengaruh dari pandemi sendiri secara nyata terasa bahkan
oleh seluruh masyarakat di seluruh dunia. Baik itu dari segi fisik,samapai apda
kesehatan psikis dan kondisi psikologi masyarakat terpengaruh disebabkan oleh
berbagai masalah dan kecemasan yang terjadi akibatnya. Ada beberapa dampak
psikologi ketika pandemi yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat yakni
gangguan stres pascatrauma (ptsd – post traumatic stress disorder) , kebingungan,
kegelisahan, frustrasi, ketakutan, afeksi, insomnia, dan merasa diri tidak
berbahaya1. Kondisi yang datang atau berubah secara tiba-tiba akan membuat
masyarakat menjadi tidak siap untuk menghadapinya. Hal ini selaras dengan apa
yang dikemukakan oleh Fitria (2020) di mana gangguan kondisi psikologis yang
banyak dialami masyarakat khususnya di Indonesia adalah rasa anxiety apabila
tertular. Kartono dalam Linda (2020) menyatakan bahwa anxiety adalah bentuk
ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas. Mental
yang tidak sehat adalah mental yang terganggu namun tidak didefisinikan sebagai
gangguan atau penyakit yang bisa menghalangi seseorang untuk hidup sehat
seperti yang diinginkan oleh individu itu sendiri maupun orang lain2.

1
Brook dkk (2020)
2
Semium (2006:9)

1
Di Indonesia sendiri, kekhawatiran dan kecemasan masyarakat sangat
tersirat dengan jelas. Karena penyebaran Covid-19 meningkat sangat cepat,
akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) yang di mana selama beberapa bulan masyarakat di seluruh
Indonesia dilarang untuk melakukan aktivitas diluar rumah. Mulai dari bidang
pekerjaan, aktivitas, kesehatan, ibadah, dan juga kegiatan sekolah yang ditutup
sementara. Kondisi seperti ini tentu menyebabkan kelelahan pada fisik dan mental
bagi masyarakat Indonesia. Hampir seluruh kalangan menerima dampaknya entah
itu dari masyarakat atas, menengah hingga bawah. Dampak dari pandemi ini juga
tidak pandang usia, dari Lansia, dewasa bahkan anak-anak.

Saat pemberlakuan PSBB sekolah dialihkan dari tatap muka menjadi


penbelajaran jarak jauh menggunakan berbagai media. Hampir semua kebijakan
yang dibuat selama pandemi memberi pengaruh yang cukup buruk bagi kesehatan
mental anak sehingga berpotensi menimbulkan gelaja stres dan gangguan mental 3.
Peneliti di provinsi Hubei, tempat dimana awal mulanya pandemi ini berasal,
telah melakukan penelitian dengan mengambil kelompok sampel yang terdiri dari
2.330 anak sekolah untuk mengetahui keadaan emosional mereka selama
pandemi. Hasilnya menyatakan 22,6% dari anak sekolah mengalami gejala
depresi dan 18,9% mengalami gangguan kecemasan.

Alasan utama gangguan kecemasan ini adalah sebuah kondisi yang terjadi
dikarenakan anak-anak terlalu lama dipaksa berdiam diri dirumah, sehiingga
menimbulkan rasa kesepian, tidak memiliki teman untuk bermain, keresahan yang
diperlihatkan oleh orang tuanya karena takut terpapar Covid-19, serta krisis
ekonomi yang ditimbulkan karena pandemi membuat anak ikut terpengaruh
dengan apa yang diperlihatkan oleh orangtua. Sistem pembelajaran baru juga
dapat memicu gangguan mental pada anak. Ketidaksediaan fasilitas pendukung
yang dimiliki seperti gadget, atau laptop dapat menimbulkan kecemasan tersendiri
pada anak untuk dapat memahami pelajaran dengan mudah.

Ada beberapa alasan yang bisa menyebabkan anak mengalami gangguan


kesehatan mental dan anak yang sudah terkena dampak psikis, menurut Rubin

3
Hima Psikologi UNY

2
Gurwitch menjelaskan bahwa stres pada anak kerap ditandai dengan perubahan
fisiologis dan perubahan suasana hati juga perilaku. Anak-anak memang belum
mampu mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara verbal. Namun, masalah
mental pada anak umumnya dapat dilihat dari apa yang mereka tunjukkan dalam
perilakunya.

Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia tentang tanda mental anak yang
terganggu saat pandemi Covid-19, yaitu:

1. Perilaku Regresif 
Secara psikologi, regresi berarti mekanisme seseorang saat menghadapi stress
dengan kembali ke masa-masa perkembangan yang telah dilewati. Perilaku ini
dapat ditunjukkan seperti perilaku yang tidak sesuai dengan usia seperti mengisap
jari jempol atau menjempol.

2. Perubahan Nafsu Makan


Perubahan pola makan kerap terjadi, orang tua harus mengawasi perubahan
ini. Anak yang mentalnya terganggu kadang menunjukannya dengan nafsu makan
yang meningkat dari biasanya atau bahkan menurun dari biasanya.

3. Masalah Tidur
Selain nafsu makan, pola tidur juga menjadi tanda sebuah masalah. Orang tua
disarankan memerhatikan kebiasaan tidur anak, apakah mereka tidur sesuai jam
nya (sekitar jam 8-10) atau justru mengalami insomnia.

4. Pergeseran Suasana Hati


Beberapa perilaku yang menunjukkan keadaan mental yang terganggu adalah
adanya ledakan kemarahan, tiba-tiba menangis, merasa sedih, hingga kehilangan
semangat untuk melakukan kegiatan.

5. Banyak Bertanya
Genevieve von Lob, seorang psikolog anak mengatakan bahwa dalam kondisi
ini, anak-anak akan lebih gelisah dan banyak bertanya sebelum waktu tidur dan
merasa takut ditinggal sendirian.

3
6. Menarik Diri atau Menutup Diri
Dalam keadaan cemas, beberapa anak akan mulai mengabaikan anggota
keluarga di rumah, mereka bahkan menolak untuk berinteraksi dengan orang lain.

Kesehatan mental pada anak merupakan hal yang sangat penting dan perlu
diperhatikan. Kesehatan pada anak saat ini dapat memengaruhi masa depan
dirinya sendiri sebagai individu dan berdampak pada keluarga hingga
masyarakat4. Schoon (2006) menambahkan bahwa kesehatan mental anak selama
menjalani masa pendewasaan akan memengaruhi akan seperti apa mereka dimasa
depan. Orang tua tentunya menaruh harapan besar kepada setiap anaknya. Anak
juga memiliki mimpi tinggi yang harus dicapai ketika dewasa nanti, namun hal ini
akan beriringan juga dengan bagaimana mereka tumbuh.

Kesehatan mental anak mempengaruhi berbagai aspek dikehidupannya.


Seperti dunia pendidikan dan sosial, perubahan gaya pembelajaran juga menjadi
salah satu faktor yang mengganggu kesehatan mental anak yang berlatar belakang
sosial rendah. Selain mereka tidak dapat mengikuti pelajaran dengan maksimal,
mereka juga akan merasa tertekan dan tidak merasa percaya diri. Hal ini
menimbulkan masalah baru, yaitu semangat untuk belajar yang menurun.
Kurangnya semangat belajar berdampak sangat besar dengan masa depan mereka.
Maka dari itulah, dapat dikatakan bahwa kesehatan mental pada anak sangatlah
penting.

Dilansir dari laman Weill Cornell Medicine, kendati belum ada penelitian
yang komprehensif mengenai efek pandemi Covid-19 terhadap kesehatan mental
anak, menjaga dan memerhatikan keadaan psikologis mereka sejak dini tetap
penting dilakukan untuk menyiapkan masa depan mereka. Berikut adalah cara
untuk menjaga kesehatan mental anak selama pandemi Covid-19 berlangsung.

1. Orang tua tenang, anak tenang.

4
O’Reilly (2015)

4
Di usia anak, mereka belajar dengan meniru orang terdekatnya. Orang tua di
sini menjadi sosok terpenting dalam kehidupan anak, namun tidak melupakan
orang dewasa lain yang berada didekatnya, Pandemi memang berdampak pada
semua kalangan termasuk orang tua, namun pada kondisi seperti ini orang tua
sebagai orang terdekat dari anak dituntut untuk mampu mengontrol rasa cemasnya
agar tidak menimbulkan rasa panik yang berlebihan. Anak-anak akan peka
terhadap emosi negatif tersebut dan turut merasakannya.

2. Pilah informasi yang akan diberikan kepada anak


Sebagai anak, seingkali rasa ingin tahu membuat mereka menanyakan
berbagai hal kepada orang tua. Tentu saja hal ini memungkinkan anak bertanya
tentang kondisi yang menimpa mereka saat ini. Tetap berikan pengertian namun
jangan memberikannya secara berlebih.

3. Berikan kegiatan yang bermanfaat


Ajaklah anak untuk bercerita atau mengobrol, lakukan kegiatan-kegiatan
menarik yang bermanfaat. Seperti mengajak mereka berolahraga ringan dirumah,
mengajak mereka melakukan pekerjaan dirumah seperti melibatkan mereka
membereskan barang-barang pribadinya atau melibatkan mereka dalam memasak
sesuatu yang disukainya.

Ciptakan suasana rumah yang menyenangkan, seperti sesekali sebagai orang


tua mengajak anaknya untuk menonton film yang mereka sukai bersama.

Dengan melakukan petunjuk diatas, setidaknya dapat mengurangi gangguan


mental yang mungkin dialami atau bahkan sedang dialami oleh anak-anak dimasa
pandemi ini. Mencegah atau mengobati merupakan hal yang sangat penting
karena hari ini merupakan penentuan masa depan mereka.

5
Daftar Singkatan dan Istilah
A
Afeksi secara harfiah adalah semacam status kejiwaan yang disebabkan oleh
pengaruh eksternal.

Anxiety adalah kekhawatiran dan rasa takut yang intens, berlebihan, dan terus-
menerus sehubungan dengan situasi sehari-hari. Dapat terjadi hal-hal seperti
jantung berdenyut kencang, napas tersengal-sengal, berkeringat, dan merasa lelah.

C
Penyakit virus corona (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus corona yang baru-baru ini ditemukan. Sebagian besar orang yang
tertular COVID-19 akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih
tanpa penanganan khusus.

I
Insomnia adalah masalah sulit tidur dan sulit tidur nyenyak yang berkelanjutan.

P
PTSD / Post Traumatic Stress Disorder adalah gangguan yang ditandai dengan
kegagalan untuk pulih setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang
mengerikan.

6
Daftar Pusaka

Brooks, K.S, GF, Butel, JS, Ornston, & LN 2020, ‘The Psychological Impact of
Quarantine and How to Reduce It: Rapid Review of the Evidence’, Lancet 395,
pp. 912-920
CNN Indonesia 2020, 6 Tanda Mental pada Anak yang Terganggu karena Corona, CNN
Indonesia, diakses pada 28 Februari 2021 
Fitria L, 2020, ‘Cognitive Behavior Therapy Counseling Untuk Mengatasi Anxiety dalam
Masa Pandemi Covid-19, Al Irsyad, Vol 10, pp. 1
Gurwitch, Messer, Masse, Olafson, Boat, Putnam, 2015, ‘Child-Adult Relationship
Enhancement (CARE): An evidence-informed Program for Children with a
History of Trauma and Other Behavioral Challenges, Researchget, pp. 8
Himpunan Mahasiswa Psikologi UNY  2020, Hari Anak Sedunia: Peduli Mental Anak di
Masa Pandemi, Himpunan Mahasiswa Psikologi UNY, diakses pada 28 Februari
2021 
Linda, 2020, ‘Kecemasan Remaja pada Masa Pandemi Covid-19, Jurnal Education, vol 6,
pp. 1-4
O’Reilly, M & Lester, 2015, ‘The Palgrave Handbook of Child Mental Health, UK:
Pagrave Macmillan, pp.5
Schoon, I 2006, Risk and Resilence: Adaptations in Changing Times, London, Cambridge
University Press
Semium, Y 2006, Kesehatan Mental 3, Kanisius, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai