Anda di halaman 1dari 13

CRITICAL JOURNAL

REVIEW
PERKEMBANGAN PESERTA
DIDIK

Skor nilai:

PENGEMBANGAN KREATIVITAS DAN KONSEP DIRI ANAK SEKOLAH DASAR

Nama mahasiswa : Oenih May Sarah


NIM : 4211141011
Dosen Pengampu : Gita Novita, M.Pd
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
nikmat serta karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Reviuw ini
dengan cepat dan tepat waktu. Penulisan Critical Book Reviuw ini bertujuan untuk memenuhi
atau melengkapi tugas pada mata kuliah perkembangan peserta didik dengan dosen
pengampu Ibu Gita Noveri Eza, M.Pd.

Harapan saya semoga Critical Book Rviuwt ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, dan untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi dari Critical Book Reviuw ini agar menjadi lebih baik lagi.

Dalam penyusunan Critical Book Reviuw ini, saya menyadari masih banyak
kekurangan kata atau kalimat yang mendasar. Oleh karena itu saya mengundang pembaca
untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik dan saran dari pembaca
sangat saya harapkan untuk penyempurnaan Critical Book Reviuw selanjutnya dan saya
berharap semoga Critical Book Reviuw ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
semua.

Akhir kata semoga Critical Book Reviuw ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian. Atas perhatiannya saya ucapkan terimah kasih.

Medan, 1 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii


Daftar Isi .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR ......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan CBR ..................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
D. Identitas Jurnal ................................................................................................. 2
BAB II RINGKASAN JURNAL
A. Ringkasan Jurnal .............................................................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN
A. Isi Jurnal ........................................................................................................... 7
B. Kelebihan dan kekurangan isi buku…………………………………………..8
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................. 9

Daftar Pustaka .................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat dan pendidikan merupakan dua istilah yang berdri pada makna dan
hakikatmasing- masing, namun ketika keduanya digabungkan kedalam satu tema
khusus, maka iapunmemiliki makna tersendiri yang menunjuk dalam suatu
kesatuan pengertian yang tidakterpisahkan. Kendati filsafat pendidikan telah
dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang berdirisendiri, namun bukanlah berarti
bahwa kajiannya hanyalah sekedar menelaah sendi- sendi pendidikan dan atau
filsafat semata. Filsafat pendidikan adalah bagian yang tidak dapatdipisahkan dari
filsafat secara keseluruhan, baik dalam sistem maupun metode.Usia filsafat sudah
memberikan bentuk-bentuk pemikiran yang bervariasi, juga telahmelahirkan
berbagai aliran dan paham yang mengideologis. Dalam filsafat juga menguraikan
pendidikan karakter, yaitu pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai kepribadian
bangsa yangdigali dari keyakinan yang beragama, kebudayaan, dan kreatifan
lokal, serta kesucian hati nuranimanusia yang merupakan fitrah dari sang
pencipta.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan Critical Book Reviuw ini yaitu :


1. Untuk memenuhi tugas Critical Book Reviuw yang diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah Hukum Bisnis
2. Untuk melatih keampuan mahasiswa dalam mengkritisi isi kedua buku
dengan materi pembahasan yang relevan.
3. Untuk memperoleh perbandingan buku-buku yang dikritisi demi
kebaikan dalam menunjang proses pembelajaran
4. Untuk mendapatkan informasi mengenai filfat pendidikan.

1
C. Manfaat
Manfaat dari Critical Book Report ini yaitu
1. Dapat mengasah kemampuan Mahasiswa dalam mengkritisi dua buku atau
lebih yang berguna sebagai refrensi dalam pembelajaran.
2. Dapat menarik kesimpulan serta memberi saran yang terdapat dalam buku
3. Memperoleh perbandingan buku-buku yang dikritisi demi kebaikan dalam
menunjang proses pembelajaran
4. Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai pendidikan filsafat.

D. Identitas Buku
1. Judul : Studi Filsafat I
2. Edisi : Cetakan Pertama
3. Pengarang : Najib Kailani
4. Penerbit : (Hanafi, 2015a)
5. Kota Terbit : Yogyakarta
6. Tahun Terbit : 2015
7. ISBN : 602-0809-01-3

2
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

Bab 1 buku utama


Filsafat bukanlah pemikiran a-historis yang terlepas dari konteks sosial
dan budaya, melainkan suatu sistem pemikiran yang tumbuh dalam suatu masa,
dibangun oleh suatu generasi bangsa, melayani masyarakat dan mengekspresikan
suatu peradaban.Krisis filsafat yang terjadi di universitas-universitas dan lembaga-
lembaga kita saat ini disebabkan tiadanya kesadaran terhadap evidensi di atas
melalui kesadaran ilmiah yang total. Meskipun krisis filsafat itu berulang kali
dimunculkan pada awal pertemuan dan akhir setiap pelajaran, namun masih saja
tidak menghasilkan solusi,signifikansi dan penciptaan bukti-bukti demonstratif
serta analogi terhadap konklusi-konklusi yang nyata bagi generasi kita. Filsafat
hanya diartikan sebagai eksplanasi aliran pemikiran sosial dengan mengikuti apa
yang sudah ada di dalam sebagian referensi asing yang ditransfer, dan untuk
kepentingan sektoral yang lebih banyak muncul dalam ranah politik daripada ilmu
pengetahuan, atau hanya untuk kepentingan analisis para mahasiswa terhadap
persoalan-persoalan sosial, baik berdasarkan aliran politik maupun tidak, dan
sebagai eskapisme dari tanggung jawab sosialnya

sikap kultural kita mempunyai tiga rancangan yang mengekspresikan


tuntutannya. Dalam konteks ini, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mengubah
bahkan mengabaikan ketiga bagian yang mengekspresikan tuntutan tersebut.
Kalau itu terjadi, maka filsafat tidak lagi memiliki objek dan domain.

1. sikap kita terhadap tradisi klasik. Hal ini penting karena kita adalah
masyarakat tradisional yang kesadaran nasionalnya senantiasa terbuka
terhadap orang-orang terdahulu (qudama„).Orang-orang terdahulu
senantiasa merepresentasikan otoritas melalui kesadaran. Otoritas
dijadikan justifikasi ketika kesadaran teoretis
2. sikap kita terhadap tradisi Barat. Ini mulai menjadi salah satu panduan dan
rujukan fundamental bagi kesadaran nasional kita, bahkan salah satu

3
sumber pengetahuan langsung bagi kultur intelektualisme dan
nasionalisme kita.
3. sikap kita terhadap realitas, di mana kita hidup di dalamnya. Kita
menguasainya dalam kesadaran kita, baik dengan sadar maupun tidak.
Realitas merupakan sumber pengetahuan yang mengarahkan pilihan-
pilihan. Kadang-kadang realitas merupakan sumber tunggal bagi
pengetahuan melalui sensasi indriawi atau teoretisasi rasional.

Krisis sikap kultural telah terjadi secara nyata dari segala sisi, baik dari sisi tradisi
klasik, tradisi Barat, maupun realitas kehidupan manusia.

1. Kita telah mempersepsi tradisi klasik sebagaimana yang dipersepsikan


oleh kaum orientalis
2. Keseluruhan tradisi klasik adalah pemenuhan mental generasigenerasi
terdahulu di hadapan peristiwa-peristiwa masa lampau dan yang
mengeksplorasi pergulatan kekuatan-kekuatan.

Seorang filsuf adalah setiap orang yang mengambil sikap terhadap tradisi
Barat dengan mereduksinya ke dalam batas dunianya, menikamnya setelah
malang melintang selama dua ratus tahun dan membuat teks baru di atas teks
klasik. Maka bertambahlah beban nalar kontemporer menjadi berat. Di sana,
menjadi tidak ada perbedaan antara orang yang menyatakan: “Ibn Taymiyyah
menyatakan” dengan orang yang menyatakan: “Karl Marx menyatakan”, atau
antara orang yang menyatakan: “Allah dan Rasul menyatakan” dengan orang yang
menyatakan: “Descartes dan Kant menyatakan”. Seorang filsuf adalah setiap
orang yang mengupayakan teoritisasi langsung terhadap realitas, sebagai orang
yang berusaha mengetahui pembentuknya, sebagai kreator-inovator, pengkaji
bendabenda material, sebagai analis fenomena-fenomena, sebagai orang yang
cenderung terhadap sesuatu, sebagai orang yang melepaskan diri dari yang tertulis
(al-manqul) menuju yang rasional (al-ma‟qul), dan sebagai orang yang sampai
kepada yang rasional dengan berangkat dari observasi, sensasi, dan pengalaman-
empirik.

4
Bab 1 buku pembanding

Filsafat adalah identik dengan realitas – realitas dinamis yang akan mati
dan akan hidup. Filsafat adalah inovasi manusia yang akan tercipta ketika
lokalitasnya memungkinkan dan akan musnah ketika lokalitas ini berubah dan
posisinya ditempati oleh lokalitas lain yang diametral dimana realitas hidup yang
masih bayi tidak kuat melawan dan mencapainya sehingga menjamin konstantasi
dan kontinuitas bagi dirinya.sejarah adalah saksi atas hal tersebut.

Akan tetapi filsafat akan hidup dan akan mati dengan bergabungnya dua
elemen ini yaitu : necesitas histories dan kebebasan manusia.pertanyaan tentang
kematian hadir sebelum pertanyaan tentang kehidupan. Maka kehidupan filsafat
adalah sesuatu yang natural selama pada manusia tetap ada kehidupan, selama
kehidupan berarti kebebasan pikiran dan persepsi, kapasitas diskursus dan
bercerita, dan selama dunia tetap terdiri tegak dan didalamnya ditemukan satu
manusia yang bernafas atau berfikir.maka nalar sebagaimana pernyataan qudama‟
adalah salah satu potensi juwa sedangkan jiwa merupakan salah satu aspek hidup.
Namun anehnya, filsafat meninggal dunia sedangkan kehidupan tetap ada. Di sana
ada manusia hidup dan bernalar di atas permukaan bumi. Sesungguhnya
pengertian kematian filsafat adalah akhir kehidupan dan ketiadaan kapasitas
manusia melakukan perlawanan, menggunakan kebebasanya, dan
ketidakberdayaan manusia menciiptakan lokalitas – lokalitas yang
membiasakannya pada filsafat dan kehidupan. Tuntutan ini mengingkari eksistensi
manusia dan fungsinya dalam kehidupanya. Kehidupan filsafat adalah asas
sedangkan kematian filsafat adalah aksidensi.kehidupan filsafat adalah kaidah
sedangkan kematian filsafat adalah pengecualian. Kehidupan filsafat adalah
naturalitas sistematik sedangkan kematian filsafat adalah keunikan yang aneh.

Oleh karna setiap pembahahasan pada masa sekarang ini mempunyai


kesadaran yang kebarat baratan dengan merefleksikan dominasi peradaban eropa
dan penyebaranya di luar batas local domestinya maka ia pasti menemukan
dirinya di tengah – tengah analisis penguat – penguat dan perumpamaan –
perumpamaan sejarah dari dalam peradaban eropa. Berat seakan akan adalah

5
totalitas dunia. Sejarah pemikiran eropa seakan – akan merupakan sejarah
pemikiran manusia.

Pada akhirnya Husserl mengekspresikan definisi bahwa filsafat adalah


diskursus (pembahasan) tentang kebenaran teoritis murni dan bahwa objek
idealnya adalah titik Archimedes yakni objek perceptual – teoritis murni yang
tidak mempunyai eksistensi dalam realitas. Seringkali filsafat dipertautkan dengan
aspek- aspek praksis realigius atau etika moral dan bukan merupakan diskursus
percetual- teoritis an sich sehingga ia bukan merupakan filsafat. Dari situ timur
klasik tidak mengenal filsafat dengan pengertian yang demikian itu. Bahkan
Socrates senidiri bukan merupakan seorang filosof karena ia mengikat diskursusu
teoritisnya tentang moral praksis, dalam kerangka ini barat adalah segala –
galanya, dengan diskursus teoritisnya yang murni dia adalah orang yang mampu
berfilsafat.

Dikalangan kita biak dalam tradisi klasik maupun dalam kebangkitan


modern orientasi paradigmatic terhadap diskursus teoritis murni dengan nma
filsafat ataupun diskursusu tentang hakikat (kebenaran) elum tumbuh. Filsafat
dikalangan kita telah dipertautkan dengan religi dan dokrin ajaran (syariah) yakni
dengan kebahagian manusia di dunia dan akhirat sebagaimana pengetahuan
dipertautkan dengan kebahagiaan dan filsafat dengan moral. Bahkan posisi
hikmah (filsafat) pada keutamaan yag tertinggi sesungguhnya adalah karena
filsafat memberikan kebahagiaan dan kebaikan kepada manusia.

Dalam tradisi klasik kita filsafat relasional dengan genre pemikiran politik
dan sosial yang identic dengan genre ini. Pemikiran lebih banyak muncul dalam
bentuk yang clear dalam ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan jurisprodusensi
islam (fikih) dan syariah (doktrin ajaran) daripada dalam ilmu pengetahuan
ilmupengetahuan („ulum l- hikmah). Akan tetapi ia bukan merupakan filsafat
dalam arti teori tetapi merupakan struktirisasi perilaku praksisi dan siistematis
kehidupan umum sebagaimana pemikiran reformatif kita yang terakhir relasional
dengan genre pemikiran politik dan sosial ini hingga ia dominant dalam pemikiran
nasional kita.

6
Bab III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan
Bab 1 (buku utama)
tentang Tanpa sikap kultural ini, filsafat di universitas-universitas dan
pesantren-pesantren kita akan tetap sebagai tumbuhan liar, udara tanpa burung,
tulisan tanpa tinta. Pada hari ini, kita akan tetap menanggung derita kesia-siaan
dan cerai-berai serta menangisi hilangnya para filsuf dan menyesalkan
mandegnya para pelajar dan mahasiswa. Filsafat adalah agenda nasional dan
kultural. Ia bukan semata-mata materi ilmiah yang beku. Ia mempunyai buku
yang terpelihara, guru yang menuntun, murid yang mengingat, sertifikat yang
diberikan, dan fungsi yang dipakai untuk menyelesaikan persoalan hidup dan
kerja. Filsafat bukan terminologi-terminologi remeh dan aliran-aliran eksklusif,
di mana, seorang guru merasa tinggi, seorang murid merasa ketakutan, dan
pembaca merasa besar di hadapannya. Filsafat tumbuh dari sikap kultural yang
definitif, ikut andil dalam membentuk kebangkitannya dan membatasi domain
tahapan kesejarahan komunitas. Ia mampu mengetahui kilatan objektif, membaca
spirit zaman, mempersepsi sikap kultural. Jika tidak, niscaya ia tidak mempunyai
ruang dan waktu, menjadi mitos, maka Marxisme tetap sebagai analisis sejarah,
dan gerakan-gerakan bangsa hanyalah merupakan titik instan kesadaran umat.
Konsekuensinya adalah terpuruk dalam kubangan westernisasi.

Bab 1 (buku pembanding)

Filsafat akan mati ketika kesadaran sejarah menghilang. Filsafat


akan berakhir ketika ia keluar dari sikap cultural. Filsafat akan hidup
ketika ia beranjak dari kesadaran sejarah dan mengekspresikan sikap
cultural. Darii situ maka fajar kebangkitan modern merupakan starting
point untuk berfilsafat hingga meskipun belum sampai pada kapasitas
yang mempuni yang berasal dari persepsi yang jauh dan nilai – nilai
filosofi. Itulah focus perhatian beberapa generasi. Filosof merupakan pihak
yang menghalangi tiga elemen ini dalam kesadaran kebangsaan kita.

7
Filosof adalah yang mempunyai sikap cultural ini yang mengekspresikan
kesadaran sejrah. Al afghani, thatthawi dan syamuel adalah filosof –
filosof dalam pengertian ini sebagimana adanya eramus, monte, dan
Thomas moore sebelum kelahiran pemikiran metodis dan permulaan –
permulaan filsafat pada Descartes dan bacon pra – konstruksi aliran –
aliran filsafa yang diartikan dengan pendapat kita. “apakah filsafat mati?”
adalah pertanyaan yang kadang mengeksplor simpati atas inferioritas atau
penghinaan “diri” disepan barat atau menumbuhkan keputus –asaan yang
terpendam.dan puncak penyesalan terhadap realitas. Akan tetapi
pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang jika diletakkan dalam zaman
dan dalam sejarah akan membangkitkan ilusi dan mendorong pada
kesombongan diri dan kepercayaan spritualitas.

B. Kelebihan dan kekurangan buku


1. Dilihat dari aspek tampilan buku, buku yang direviuw cover yang bagus
dan menarik serta terdapat pada kedua buku terebut kelengkapan buku
sudah sangat baik, dan pantas untuk dijadikan sebagai referensi.
2. Dilihat dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk
penggunaan font adalah :dari kedua buku yang kita reviuw layout dan tata
letak pada kedua buku tertata rapid an sebagaimana buku pada umumnya
dan juga jelas terhadap pembagian pembagian pembahsan yang akan
dibahas pada setiap sub bab nya , kedua buku tersebut menggunakan font
times new roman dan menggunakan ukuran font yang tidak terlalu kecil
dan besar atau ukuran 12.
3. Dilihat dari aspek isi buku pada buku utama si penulis menerangkan
secara detail tentang culture kebaratan dengan berkaitan filsafat,
sedangkan pada buku pembanding si penulis menerangkan tentang
kehidupan filsafat yang hidup dengan filsafat yang mati terhadapo culture
perkembangan.
4. Dilihat dari aspek tata bahsa, buku tersebut adalah dari tata bahasa buku
pembanding satu sedikit sulit untuk dipahami dan harus sangat teliti baru
dapat memahami isi buku utama sedangkan pada tata bahasa pembanding
sangat mudah dipahami oleh si pembaca.

8
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah saya membaca dari kedua buku dapat disimpulkan kedua
buku tersebut sama sama memiliki kelebihan dan kekurangannya masing –
masing, isi materi, cara penyajian dan lain- lainnya. Pada buku utama
membahas tentang culture yang dikaitakan dengan filsafat dan agama
islam, dan pada buku pembanding menjelaskan tentang kehhidupan filsafat
dan kematian filsafat terhadap culture budaya kebaratan.

B. Rekomendasi

Saran saya sebagai penulis kepada pembaca semoga critical book


reviuw ini dapat bermanfaat bagi pembaca critical book reviuw ini kita
akan termotivasi dan mengerti dalam pembuatan sebuah kritikal.

9
Daftar pustaka

Hanafi, H. (2015a). Studi Filsafat 1 (Najib Kailani (ed.); cetakan pe). LKiS
Yogyakarta. https://id1lib.org/book/3616373/e4acab
Hanafi, H. (2015b). Studi Filsafat 2 Pembacaan Atas Tradisi Barat Modern (N.
Kailani (ed.); cetakan pe). LKiS Yogyakarta.
https://id1lib.org/book/3616436/3c49fb

10

Anda mungkin juga menyukai