Anda di halaman 1dari 21

PENGGUNAAN INFORMASI DAN TEKNOLOGI (TI) DALAM PENDIDIKAN

KARAKTER DI SEKOLAH

Abstrak

Nasib anak-anak di era globalisasi ini begitu mengkhawatirkan sehingga menjadi tanggung
jawab orang tua, instansi pemerintah dan guru untuk mengatasi masalah ini. Salah satu
tantangan utama dalam menghadapi tantangan dunia masa depan adalah memanfaatkan
kemajuan industri teknologi informasi untuk meningkatkan nilai pendidikan karakter di
sekolah. Dengan berkembangnya teknologi informasi (TI) seperti internet, pembelajaran
tidak terbatas pada ruang dan waktu. Selain itu, efek samping perlu diperhitungkan untuk
menghindari penyalahgunaan TI. Globalisasi adalah proses penyebaran karya dan gagasan
budaya dan memungkinkan mereka untuk dilembagakan dalam budaya di seluruh dunia. Era
globalisasi membawa serta berbagai perubahan yang menyentuh sendisendi kehidupan
manusia. Perubahan tersebut antara lain peningkatan kualitas hidup, perlindungan lingkungan
dan hak asasi manusia. Karena perjuangan. Pendidikan nilai harus membantu manusia
menjadi manusia yang lebih manusiawi, berguna, efektif, bertanggung jawab, produktif dan
kolaboratif dalam masyarakat.

A. PENDAHULUAN

Dunia pendidikan masih menimbulkan banyak persoalan hingga saat ini. Program
pemerataan kesempatan dan peningkatan kualitas pendidikan belum membuahkan hasil yang
diharapkan. Kualitas pelatihan masih relatif rendah. Upaya menetapkan tujuan pembelajaran,
evaluasi dan pendidikan di sekolah tidak dilakukan dengan baik. Hal ini dikarenakan fungsi
yang diatur dalam Pasal 20 Pasal 3 UU Sisdiknas tahun 2003 yang mengatur bahwa
pendidikan nasional yang memenuhi fungsi pengembangan sumber daya manusia dan
pembentukan kepribadian tidak sesuai dalam proses kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Tujuan pendidikan umum. Mencerdaskan kehidupan negara, peradaban bangsa dan
peradaban luhur yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan membuka kemungkinan
peserta didik menjadi manusia yang bertaqwa, sehat, berilmu, berbakat, kreatif dan berakhlak
mulia. Ini adalah keterampilan yang dibutuhkan oleh warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab, diri mereka sendiri, masyarakat, bangsa, dan bangsa. Sehubungan
dengan tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan kami terutama berfokus pada
pengembangan sisi intelektual siswa, serta pada sisi emosional dan spiritual atau kepribadian
siswa. Teknologi informasi adalah proses pengolahan, pengambilan, perakitan, penyimpanan,
dan manipulasi data dengan berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas
tinggi, yaitu informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu. Teknologi ini menggunakan
komputer dalam jumlah besar untuk mengolah data dan menggunakan sistem jaringan untuk
menghubungkan satu komputer dengan komputer lainnya.
Teknologi komunikasi digunakan untuk mendistribusikan dan mengakses data di seluruh
dunia. Perkembangan teknologi informasi mendorong kita untuk memasuki era kehidupan
yang baru. Jenis kehidupan ini disebut elife. Singkatnya, kehidupan ini secara elektronik
dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan. Perkembangan ini juga harus diapresiasi dalam bidang
pendidikan hortikultura untuk memberikan individualitas siswa sekolah dasar. Perubahan era
globalisasi dan Revolusi Industri telah menangkap setiap aspek kehidupan, termasuk
pendidikan. Misalnya, pertimbangkan laboratorium yang biasa kita sebut ruang kelas. Konsep
kelas telah banyak berubah hari ini, seiring dengan konsep masa lalu. Dulu, yang bisa
disebut penelitian adalah ruangan berbentuk kotak dengan meja siswa, kursi guru, dan papan
tulis berjejer di dinding. Namun kini, yang disebut pembelajaran tidak lagi terbatas pada
empat dinding dan satu guru. Guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Media
pembelajaran bukan lagi sekedar papan tulis atau spidol. Buku bukan hanya kumpulan kertas
cetak. Maka lahirlah istilah elearning atau elearning. Segala sesuatu yang dilakukan secara
manual dalam pendidikan segera beralih ke penggunaan komputer.
Dewasa ini perkembangan dunia telah memasuki era globalisasi. Dampak globalisasi sangat
mempengaruhi sistem budaya suatu bangsa, atau dengan kata lain di era globalisasi saat ini
yang disebut budaya global mulai bermunculan. Budaya global dapat diartikan sebagai
modernitas, yang berarti masyarakat modern, gaya hidup modern, ekonomi modern, budaya
modern, dan pendidikan modern (Arief, 2015).
Globalisasi berarti bahwa teknologi yang sangat kompleks dari negara maju dapat dengan
mudah menembus ke negara berkembang seperti Indonesia (Global Village) (Idrus, 2009).
Pada titik ini, peran teknologi sangat penting. Jika masyarakat di suatu negara tidak dapat
mengoptimalkan peran teknologi, maka masyarakat di negara lain akan selalu tertinggal.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, globalisasi mempengaruhi kebutuhan untuk
mengubah cara mengajar guru dari tradisional berbasis kertas menjadi berbasis teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) saat ini. Kehadiran TIK dalam pendidikan memungkinkan
pembelajaran menjadi efektif, menyenangkan dan menarik minat siswa secara positif.
Kemampuan integritas TIK dalam menyampaikan pesan dinilai sangat penting. Di
pendidikan, TIK telah mengubah paradigma untuk menyajikan mata pelajaran kepada siswa.
Contoh pemanfaatan TIK dalam pendidikan adalah pemanfaatan teknologi seperti
komputer/laptop, jaringan internet, dan smartphone sebagai sumber informasi atau
lingkungan belajar bagi siswa. Contoh lain hasil dari perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi dapat mendukung proses pembelajaran itu sendiri, begitu juga dengan guru di
kelas Teknologi Computer Assisted Instruction (CAI). d, teknologi ini dapat menggantikan
posisi guru. Kehadiran perangkat komputer/laptop dan jaringan internet di
sekolah dasar semakin umum (dikenal juga dengan tahun 2014) dan smartphone semakin
banyak digunakan (Neilsen, 2017).
Misalnya, menggunakan jaringan internet yang sudah tersedia di mana-mana memudahkan
untuk mengenal dan menjelajahi dunia. Anda dapat mencari atau mencari informasi dalam
format teks, gambar, audio, dan bahkan audiovisual (video) melalui Internet. Selain itu juga
memudahkan siswa untuk mencari informasi yang menarik dan bagi guru untuk
menyampaikannya.
Belajar tidak lagi terbatas pada ruang kelas. Pembelajaran mengatasi jarak (distance
learning) dan pembelajaran dapat dilakukan dimana saja.
Fitur jaringan komputer/laptop/internet ini seringkali kurang dimanfaatkan, sehingga masih
banyak guru yang belum memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Guru masih cenderung menggunakan metode pembelajaran tradisional, atau metode yang
disebut teacher-centric learning. Guru aktif sedangkan siswa menjadi pendengar pasif di
dalam kelas. (Juga dikenal sebagai 2012).
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai inovasi sumber belajar di
sekolah dasar. Sebagaimana diketahui, siswa tidak hanya dapat menjadi subjek pasif dalam
pembelajaran “duduk dan duduk”, tetapi juga subjek yang berinteraksi secara langsung
selama pembelajaran. Kemudian kita perlu beralih dari pembelajaran progresif yang lebih
tradisional ke model pembelajaran yang mengarah pada aktivitas siswa (Student Center)
Faktanya, teknologi yang dikembangkan secara khusus berkontribusi secara efektif untuk
pembelajaran dan siswa adalah yang terbaik Membantu mencapai potensi (2011).
Kesempatan teknis ini juga membantu guru mempromosikan, memotivasi dan mempercepat
belajar siswa (Hardianto, 2013). Guru juga dapat memanfaatkan teknologi untuk
memaksimalkan penggunaan sumber dan media pembelajaran yang inovatif, menarik dan
menghibur bagi siswanya. Era globalisasi saat ini mempengaruhi perkembangan sosial
budaya bangsa Indonesia. Memang benar bahwa negara Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
proses globalisasi. Apalagi jika negara Indonesia ingin bertahan dan makmur dalam
perkembangan dunia yang persaingannya semakin ketat sekarang dan di masa depan, itu
adalah keunggulan mutlak dan kemakmuran negara Indonesia. Keunggulan nasional, iptek,
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman
Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan banyak negara lain, dominasi sains dan teknologi
adalah salah satu faktor terpenting yang mendorong negara-negara ini maju. Tujuan
pembangunan Indonesia adalah menghasilkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
Oleh karena itu, pembelajaran iptek membutuhkan perspektif etika dan kepemimpinan moral.
Karena kemajuan dan dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa pedoman dan
pandangan etis membawa berbagai konsekuensi negatif, seperti yang ditunjukkan oleh
pengalaman negara-negara maju, yang menjauhkan manusia dari pusat makhluk
spiritualnya. .. nilai spiritual dll. Pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan globalisasi.
Tidak mungkin pendidikan dikaitkan dengan proses globalisasi yang akan menciptakan
masyarakat global ini. Di era globalisasi, Indonesia harus mereformasi proses pendidikan
dengan tekanan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel
sehingga lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global yang
demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang dalam lingkungan kebebasan,
kebersamaan dan tanggung jawab agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara wajar dan kreatif. Selain itu, pendidikan perlu menghasilkan lulusan yang memahami
masyarakat dalam segala faktor yang dapat mendukung keberhasilan atau hambatan yang
mengarah pada kegagalan dalam kehidupan sosial. Salah satu alternatif yang mungkin adalah
mengembangkan pendidikan dari perspektif global (http://pakguruonline.Pendidikan.net).
Globalisasi pendidikan yang dilaksanakan sekolah-sekolah di Indonesia untuk menghadapi
persaingan global yang semakin ketat mengingatkan kita untuk tidak meninggalkan orang
miskin. Kemajuan dalam dunia pendidikan juga harus memperhatikan perkembangan
ekonomi tradisional. Misalnya, di bidang pertanian dan manufaktur, penduduk masih bisa
sangat bergantung. “Persaingan ekonomi nasional yang kuat dewasa ini dan kekuatan
ekonomi internasional sangat bergantung pada otak dan kreativitas. Ini terjadi di negara-
negara yang menjadi jantung kekuatan ekonomi. Yang penting pendidikan yang baik dan
daya saing global.” Tambahnya (Juwono, 2007).
Juwono (2007) juga menyatakan bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial masih tinggi di
masyarakat Indonesia. Hal ini mengarah pada globalisasi pendidikan, tetapi tidak terasa sama
di semua lapisan masyarakat. Akibatnya, kelompok-kelompok yang canggih semakin canggih
dan mampu bersaing dalam globalisasi yang semakin meningkat, sementara kelompok-
kelompok yang terpinggirkan semakin terpinggirkan. Ketimpangan ini dapat menimbulkan
keresahan sosial, dan jika keresahan sosial akibat ketidakadilan dan kemiskinan tidak ditekan,
kemajuan akan sia-sia dan keberadaan globalisasi akan dianggap dan dianggap sebagai
suatu bangsa. Globalisasi juga menjadi cambuk atau kontrol sosial untuk secara proaktif
bersaing dengan seluruh dunia.

“Makna dan Tujuan Pendidikan Nilai”

1. Pengertian Pendidikan Nilai

Definisi pembentukan nilai yang dianjurkan oleh beberapa ahli mungkin atau mungkin tidak
berubah tergantung pada fokus dan formulasi. Pengertian pembentukan nilai menurut
Satroprapedja (Supriadi, 2004:119).
Pembentukan nilai adalah pengembangan dan pengembangan nilai kemanusiaan. Mengikuti
pemahaman ini, Mardiatmadja (1986) mendefinisikan pembentukan nilai sebagai membantu
siswa mengenali, mengalami, dan mengintegrasikan nilai secara keseluruhan. Selain itu,
konsep pendidikan nilai dalam laporan Pusat Sumber Daya Nasional Pendidikan Nilai
(Supriadi, 2004: 119) membimbing siswa dalam memahami, mengalami dan menerapkan
nilai-nilai ilmiah, sipil dan sosial yang kami definisikan sebagai upaya. Itu tidak secara
khusus menargetkan kepercayaan agama tertentu. Demikian pula pandangan David Aspin
(2000) mendefinisikan pembentukan nilai sebagai alat untuk mengembangkan dan
mengekspresikan kemampuan untuk menilai nilai atau keputusan moral yang dapat
melembagakan kerangka perilaku manusia. Dari perspektif ini, dapat disimpulkan bahwa
pentingnya pendidikan nilai adalah upaya untuk membimbing dan menyampaikan nilai-nilai
kebenaran, kebaikan dan keindahan kepada orang-orang melalui pemikiran yang benar dan
kebiasaan perilaku yang konsisten, dan untuk membantu mereka memahami. Nilai sejati,
kebaikan dan keindahan.

2. Tujuan Pendidikan Nilai

Tujuan pendidikan adalah untuk memanusiakan manusia. Pembangunan nilai harus


membantu orang menjadi lebih manusiawi, lebih berguna, lebih efektif, lebih bertanggung
jawab, lebih produktif dan lebih kooperatif dalam masyarakat. Pendidikan nilai adalah
manusiawi, artinya memanusiakan manusia untuk menjaga kemanusiaannya sekaligus
menjadi cerdas dan kompeten (Elmubarok; 19:2008).
Nilai-Nilai Tujuan pendidikan adalah untuk menyampaikan nilai-nilai tertentu, yang
ajarannya didasarkan pada nilai-nilai sosial, nilai-nilai Panchasila dan nilai-nilai luhur budaya
Indonesia yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Bahasa Indonesia. Karena nilai-nilai luhur budaya Indonesia dan pola hidup Pancasila, maka
setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dalam hidup, tetapi harus diingat
bahwa semua hak selalu disertai kewajiban (Elmubarok; 75: 2008).

Globalisasi dan Pendidikan Nilai

Kata “globalisasi” diambil dari kata global yang berarti universal. Globalisasi belum
memiliki definisi yang mapan selain yang berfungsi, jadi tergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Dari tinjauan globalisasi, untuk mendefinisikan globalisasi sebagai proses
penyebaran karya dan pemikiran suatu budaya untuk pelembagaannya dalam budaya di
seluruh dunia (http://rakimypk.blogspot.com/2008)
Globalisasi merupakan babak baru dalam proses pembangunan bangsa (Mahfud, 2008: 108)
Selain itu, globalisasi dipandang sebagai proses sosial, proses sejarah atau proses alam yang
akan membuat semua bangsa dan negara di dunia semakin saling berhubungan. Mewujudkan
tatanan hidup baru atau hidup berdampingan dengan menghilangkan batasbatas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi
informasi dan komunikasi, telah berkontribusi pada peningkatan produksi, distribusi, dan
penggunaan pornografi. Roh-roh jahat yang menentang moral dan akhlak mulia bangsa
Indonesia mengancam kehidupan dan ketertiban sosial bangsa Indonesia.
(Http://www.globalization.org)
Nilai-nilai moral negara Indonesia, yang dulu dikenal dengan nilai-nilai budaya luhur, dan
tradisi Timur yang sangat santun, kini mulai terpengaruh.
Misi suatu negara untuk menyerbu kapitalisme dan budaya Indonesia dengan segala
pertimbangan bebas pada akhirnya merusak nilai-nilai luhur budaya Indonesia, sehingga
Pankashira memiliki landasan yang suci dan bebas berpikir bebas.Pelanggaran menurunkan
moral bangsa Berdasarkan akibat pemikiran individu atau kelompok, bebas mendefinisikan
makna kebebasan teologis dan beragama menurut pemikirannya. Ini didasarkan pada hukum-
hukum Tuhan yang diajarkan oleh agama.
Di Indonesia, di mana gaya kapitalis dan pemikiran liberal mendominasi, pengaruh
globalisasi perlahan-lahan mencoba meruntuhkan nilai-nilai idealis.
Panchasila yang namanya telah menimbulkan banyak perubahan dari nilai-nilai kemanusiaan
yang beradab menjadi nilai-nilai berpikir bebas, akibat dari dekadensi moral yaitu nilai-nilai
seni dan budaya negara Indonesia melalui kebangkitannya. manusia beradab dari pornografi
dan pornografi. Dalam tradisi timur pengaruh kapitalis selalu mempertahankan nilai-nilai
kemanusiaan yang beradab, namun kini memiliki paham liberalisme dengan kebebasan tanpa
batas, efektif melemahkan peradaban negara Indonesia dan diklaim sebagai negara yang
cukup berat. Keruntuhan moral. Dan itu tidak sesuai dengan idealisme Pancasila, yang terkait
dengan idealisme Pancasila. Batas yang tidak boleh dilampaui.
(Http://groups.yahoo.com/group/.)
Menurut Tatilnya (Mahfud, 2008: 109), berbagai tren pengembangan masyarakat muncul di
era dunia. Sebuah masyarakat di mana semua warga negara tinggal. Hubungan sosial
terbentuk hanya atas dasar kegunaan dan fungsi tertentu. (2) Masyarakat Teknologi d. NS.
Suatu masyarakat yang segala pekerjaan dan kegiatannya harus dilakukan sesuai dengan
keahliannya masing-masing. Ada kecenderungan untuk standarisasi. (3) Masyarakat ilmiah,
yaitu masyarakat di mana rasa hormat orang lebih kuat dibentuk oleh seberapa rasional,
objektif, dan dapat diverifikasi evaluatornya. (4) Masyarakat terbuka, yaitu masyarakat yang
berfungsi penuh dan diatur oleh sistem. (5) Transendensi agama, yaitu masyarakat yang
menghadirkan agama hanya sebagai masalah individu. (6) Pengembangan masyarakat yang
bernilai tambah, nilai budaya komunal sebagai akibat dari modernisasi itu sendiri Menurut
Shapiro (Mahfud, 2008:112), ia mengidentifikasi enam petunjuk untuk menghadapi
tantangan globalisasi: 1) Berhati-hatilah dalam membuat perencanaan. 2) Mengembangkan
profesionalisme melalui pendidikan dan pengalaman. 3) Mau belajar dari orang lain. 4)
Bersedia bekerja keras dalam kerjasama. 5) Menahan kekecewaan dan kemunduran. 6)
Kemampuan untuk jujur.

Pelatihan Wawasan Global

Menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan ini, diperlukan strategi atau strategi sukses
sebagai dasar untuk mengatasi tantangan tersebut, seperti:
Dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompetitif, perencanaan yang matang dan
matang akan menghasilkan kesuksesan yang mudah; mengembangkan profesionalisme
melalui pendidikan, seseorang dikatakan profesional apabila memiliki keahlian, komitmen,
dan keterampilan yang relevan dengan bidang studinya; menerima atau memberikan
pengalaman kepada orang lain; memiliki kemauan atau motivasi yang kuat untuk
mengembangkan potensinya akan berdampak pada mudahnya mereka mencapai kesuksesan
hidup; menerima kegagalan yang dijadikan cambuk untuk meraih kesuksesan berikutnya;
Yang penting jujur dalam menghadapi hidup ini, karena kesuksesan sejati tumbuh subur di
atas kejujuran.
Globalisasi adalah proses penyebaran karya dan gagasan suatu budaya sehingga dapat
dilembagakan dalam budaya di seluruh dunia. Era globalisasi membawa serta berbagai
perubahan yang menyentuh sendisendi kehidupan manusia. Perubahan tersebut disebabkan
oleh peningkatan kualitas hidup, perlindungan lingkungan dan perjuangan hak asasi manusia.
Perkembangan teknologi
Meningkatnya kepentingan informasi, komunikasi dan transportasi, serta kepentingan
ekonomi dan komersial yang mendorong terwujudnya globalisasi, menjadi peluang bagi
infiltrasi budaya barat sebagai ukuran nilainilai dunia. Tidak jarang suatu negara dipaksa
untuk menerima masuknya budaya Barat demi keuntungan ekonomi, namun tidak serta merta
sesuai dengan situasi atau situasi negara itu sendiri, yang tercetak sebagai berikut:
Menciptakan pola pikir dan tindakan : ide. Negara Federasi
dicirikan oleh semangat keragaman, individualitas dan individualisme yang mengarah pada
penurunan sosial, negara gagal, dan pelanggaran hukum.
Konsumerisme bertentangan dengan gaya hidup sederhana, yang semuanya bertentangan
dengan nilai-nilai budaya asli negara Indonesia. Akibat pengaruh globalisasi, banyak yang
mempertanyakan kontradiksi antara pendidikan, globalisasi, dan kepentingan. Banyak orang
berpikir bahwa pendidikan adalah untuk anak-anak, bukan untuk keuntungan. Pertanyaan
yang lebih ekstrim adalah apakah pendidikan masih eksis dalam situasi global dan apakah itu
menguntungkan orang miskin. Hanya sedikit anak yang mampu membayar semahal biaya
sekolah. Di era globalisasi, penyelenggaraan
pendidikan kompetitif tampaknya tidak hanya berorientasi finansial tetapi juga sistematis.
Misalnya, program pendidikan Oxfam di Lahore, Pakistan, mungkin menunjukkan
keyakinan bahwa sekolah swasta memenuhi kebutuhan siswa.
Beberapa orang kaya membuat asumsi yang salah. Kompetisi
Apa yang terjadi di antara sekolahsekolah swasta ini tidak hanya pada tingkat biaya, tetapi
juga pada kurikulum sekolah. Sekolah swasta ini bahkan sampai ke daerah kumuh yang
awalnya enggan didatangi sekolah negeri. Dalam perkembangannya, bahkan banyak orang
tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta ketimbang sekolah negeri,
meski gratis. Banyak sekolah umum kehilangan kualifikasi mereka.
Tas Penting Bukan hanya fasilitas fisik sekolah yang mengenaskan, tetapi kualitas
pengajaran para guru juga sangat diperhatikan. Fenomena seperti itu dapat dibayangkan
mengingat besarnya subsidi dan kemampuan pemerintah untuk bersikeras memberikan
subsidi pembangunan kepada sekolah umum. Negara federal dicirikan oleh semangat
keragaman, individualitas dan individualisme yang mengarah pada kemerosotan sosial,
pembubaran nasional, dan pelanggaran hukum. Konsumerisme bertentangan dengan cara
hidup sederhana yang semuanya bertentangan dengan nilai-nilai budaya asli masyarakat
Indonesia.
Dalam menghadapi dampak globalisasi, banyak yang mempertanyakan kontradiksi antara
pendidikan, globalisasi, dan kepentingan. Banyak orang berpikir bahwa pendidikan adalah
untuk anak-anak, bukan untuk keuntungan. Pertanyaan yang lebih ekstrim adalah apakah
pendidikan masih eksis dalam situasi global dan apakah itu menguntungkan orang miskin.
Hanya sedikit anak yang mampu membayar semahal biaya sekolah. Di era globalisasi,
penyelenggaraan pendidikan yang berdaya saing seolah-olah menjadi pendanaan tidak hanya
pendanaan, tetapi juga sistem yang terkait dengan kemahasiswaan.
Yang terjadi di sekolah-sekolah swasta ini bukan hanya soal biaya, tapi juga soal kurikulum.
Sekolah swasta ini mencapai daerah kumuh dan pada awalnya ragu untuk bersekolah di
sekolah negeri. Bahkan, dalam perkembangannya, banyak orang tua yang lebih memilih
menyekolahkan anaknya di sekolah swasta ketimbang sekolah negeri yang gratis. Banyak
sekolah umum telah kehilangan gelar mereka.
Tas Penting Tidak hanya peralatan fisik sekolah yang buruk, tetapi kualitas pendidikan guru
juga sangat penting. Fenomena seperti itu diduga karena tingkat subsidi dan kemampuan
pemerintah untuk bersikeras memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah umum.
Masyarakat dan Era Global

Masyarakat fungsional, masyarakat di mana semua warga negara muncul hanya karena
kegunaannya dalam hubungan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar anggota
masyarakat lainnya lebih kuat diwarnai atau diprioritaskan oleh kepentingan yang hanya
berimplikasi fisik dan material. Biasanya teknik standar. Model kehidupan teknis
mempengaruhi nilai. Singkatnya, pertimbangan efisiensi dan produktivitas menentukan
karakteristik materialistis. Komunitas ilmiah, masyarakat dalam hubungan manusia, diberi
kode warna sesuai dengan seberapa rasional, objektif, dan dapat diverifikasi si evaluator.
(dapat dibuktikan dengan metode empiris dan metode ilmiah lainnya).
Ini berarti bahwa masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi memainkan peran yang
semakin penting. Masyarakat terbuka adalah masyarakat yang berfungsi penuh dan
dikendalikan oleh sistem. Artinya sistem dan sistem yang mengatur dinamika kehidupan
tidak hanya berlaku secara lokal dan nasional, tetapi juga global.
Sebagai contoh perilaku masyarakat pada saat itu, status sosial ekonomi rendah dan tinggi
baik di pedesaan maupun perkotaan, baik tua maupun muda, bergantung pada perkembangan
teknologi seperti kepemilikan telepon genggam, saya sering melakukannya. Memiliki telepon
genggam dilatarbelakangi oleh nilai atau gengsi / prestise kegunaannya dengan berbagai
alasan bagi setiap penggunanya. Dampak globalisasi tidak dapat dihindari, karena alasan
utama untuk berpartisipasi dalam proses globalisasi adalah orang itu sendiri. Dan dalam
kehidupan modern, orang terus berkomunikasi dengan alat yang mendorong globalisasi,
seperti teknologi, informasi, transportasi, dan pariwisata. Lebih banyak kohesi global dll.

B. DISKUSI

Pendidikan Berwawasan Global Menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan ini,
diperlukan strategi atau petunjuk keberhasilan sebagai landasan untuk menghadapi tantangan
tersebut, misalnya untuk menghadapi kehidupan yang semakin kompetitif ini, perencanaan
yang matang dan matang akan berdampak pada kemudahan belajar. Kesuksesan;
mengembangkan profesionalisme melalui pendidikan, seseorang dikatakan profesional
apabila memiliki keahlian, komitmen, dan keterampilan yang relevan dengan bidang
studinya; menerima atau memberikan pengalaman kepada orang lain; memiliki kemauan atau
motivasi yang kuat untuk mengembangkan potensinya akan berdampak pada mudahnya
mereka mencapai kesuksesan hidup; menerima kegagalan yang dijadikan cambuk untuk
meraih kesuksesan berikutnya; Lebih penting lagi, jujur dalam menghadapi hidup ini, karena
kesuksesan sejati tumbuh dari kejujuran.Globalisasi adalah proses penyebaran karya dan
gagasan suatu budaya sehingga melembaga dalam budaya di seluruh dunia. Era globalisasi
membawa serta berbagai perubahan yang menyentuh sendisendi kehidupan
manusiaPerubahan tersebut disebabkan oleh peningkatan kualitas hidup, perlindungan
lingkungan dan perjuangan hak asasi manusia. Kemajuan teknologi informasi, komunikasi
dan transportasi, serta semakin pentingnya kepentingan ekonomi dan komersial yang
mendorong terwujudnya globalisasi, menjadi peluang bagi budaya barat untuk menyusup
sebagai ukuran nilainilai dunia. Tak jarang, demi kepentingan ekonomi, suatu negara terpaksa
menerima masuknya budaya Barat yang belum tentu sesuai dengan situasi dan keadaan
negara itu sendiri, sehingga menghasilkan pola pola pikir dan tindakan yang terpatri dengan
budaya Barat. Ide-ide federasi, yang bertentangan dengan cara hidup yang sederhana,
menyebabkan rasa sosial dan semangat keragaman, perpecahan dan pelanggaran hukum
negara, dan penurunan individualisme dan konsumerisme. Nilai-nilai budaya asli masyarakat
Indonesia. Akibat pengaruh globalisasi, banyak yang mempertanyakan kontradiksi antara
pendidikan, globalisasi, dan kepentingan. Banyak orang berpikir bahwa pendidikan adalah
untuk anak-anak, bukan untuk keuntungan. Pertanyaan yang lebih ekstrim adalah apakah
pendidikan masih eksis dalam situasi global dan apakah itu menguntungkan orang miskin.
Hanya sedikit anak yang mampu membayar semahal biaya sekolah.
Di era globalisasi, semakin jelas bahwa pendidikan yang kompetitif tidak hanya ekonomis
tetapi juga sistematis. Program Pendidikan Oxfam di Lahore, Pakistan menunjukkan bahwa
sekolah swasta dapat membuktikan asumsi ini. .. Menanggapi kebutuhan segelintir orang
kaya adalah asumsi yang salah. Persaingan antar sekolah swasta tidak hanya tingkat biaya,
tetapi juga kurikulum. Sekolah swasta ini mencapai daerah kumuh dan pada awalnya ragu
untuk bersekolah di sekolah negeri. Bahkan, dalam perkembangannya, banyak orang tua
yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta ketimbang sekolah negeri,
meski gratis. Banyak sekolah umum yang jelas-jelas kehilangan kualitasnya. Tidak hanya
perlengkapan fisik sekolah, kualitas pendidikan guru juga sangat penting. Fenomena seperti
itu dapat dibayangkan mengingat besarnya subsidi dan kemampuan pemerintah untuk
bersikeras memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah umum.

1. Globalisasi dan Dampaknya Terhadap Pendidikan

Awal era globalisasi dengan ciri saling terbuka dan saling terbuka antar bangsa sehingga
negara tidak mengenal batas wilayah. Akibatnya satu sama lain. Keterbukaan dan keandalan
yang dipadukan dengan arus informasi dan komunikasi merupakan persaingan internasional
yang sangat cepat, terutama dalam bisnis. Khusus bagi Indonesia, globalisasi tidak hanya
bermanfaat bagi bangsa. Disesuaikan dengan kepentingan lokal dan global. Mengingat
pentingnya globalisasi di negeri ini, terutama adopsi dan implementasi inovasi eksternal
untuk meningkatkan peluang bisnis masyarakat Indonesia. Selain itu, dampak globalisasi
terhadap kepentingan domestik. Hal ini memungkinkan orang untuk mengembangkan
pemikiran global dan pola perilaku kompetitif, bekerja keras, memiliki etika kerja, kreatif,
belajar, meningkatkan keterampilan dan kinerja mereka. Hidup di dunia yang lebih terbuka
dengan perspektif global dan dunia tanpa batas. Penguatan perdagangan bebas dan kerjasama
regional seperti MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) membutuhkan orang-orang berbakat.
Kehidupan global merupakan tantangan dan menciptakan peluang baru. Temukan peluang
kerja di luar negeri untuk pengembangan ekonomi dan talenta Indonesia yang berkualitas. Ini
tantangan sekaligus peluang. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia, memenuhi talenta berkualitas dan memenuhi kebutuhan lokal dan global.
Tampubolon, (2001:711), Indonesia dipengaruhi oleh empat proses pembangunan yang
mengiringi perkembangan masyarakat industri dan pasca-industri. Fondasi sosial abad ke-21
sebenarnya sudah ada dalam 30 tahun terakhir abad ke-20. Globalisasi didefinisikan sebagai
proses yang saling berhubungan antara individu, negara, negara, dan berbagai organisasi
sosial di seluruh dunia, terutama bisnis. Proses ini didukung oleh berbagai sarana komunikasi
dan transportasi berteknologi maju, yang terintegrasi dengan kekuatan dan nilai politik.
Dampak Sosial Budaya J. Soedjati Djiwandono, dalam artikelnya tentang nilai-nilai
“globalisasi dan pendidikan” (Sindhunata, 2001: 105), menyatakan bahwa negara-negara di
dunia saat ini tidak hanya saling terbuka, tetapi juga saling bergantung. Menunjukkan bahwa
ada. Bahkan jika dependensi selalu asimetris, yaitu, negara bagian lebih bergantung daripada
negara bagian lainnya. Karena saling ketergantungan dan keterbukaan ini tidak simetris,
dampak globalisasi di berbagai negara juga berbeda. Negara berkembang cenderung lebih
rentan. Globalisasi berkaitan dengan negara-negara industri karena negara-negara kelompok
pertama bergantung pada negara-negara kelompok kedua, yang memiliki kapasitas dan
sumber daya ekonomi sumber daya manusia dan teknis. Demikian pula, negara maju adalah
aktor atau subjek, tetapi kelompok di negara berkembang lebih memilih tujuan atau objek.
Globalisasi Dilihat dari definisi globalisasi di atas, dampak globalisasi dapat dinilai.
Kelompok-kelompok di negara berkembang diatur sebagai berikut: (1) Kelompok negara
maju memiliki pengaruh yang lebih dominan, terutama terhadap kelompok negara
berkembang dalam bidang ekonomi politik. (2) Kelompok-kelompok di negara berkembang
mempertahankan daya saing dan daya saing yang lemah dalam teori konteks kerjasama. (3)
Gaya hidup masyarakat, terutama generasi muda yang tinggal di perkotaan, mengalami
perubahan. (4) Terfasilitasinya komunikasi internasional dan masyarakat dapat mempelajari
inovasi global melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang akan berdampak
negatif bagi kehidupan remaja. Salah satu contohnya adalah masalah narkoba yang menimpa
generasi muda di Indonesia, termasuk pelajar SMP dan mahasiswa.
Hal ini diperlukan untuk menjawab tantangan dan peluang Kehidupan Global di atas.
Paradigma pendidikan baru. H.A.R. Tilar (2000: 1923) menjelaskan poin-poin kunci dari
paradigma pendidikan baru: (1) Pendidikan, masyarakat Indonesia baru yang demokratis. (2)
Kebutuhan masyarakat demokratis: Pendidikan yang dapat mengembangkan individu dan
masyarakat demokratis. (3) Pelatihan ini bertujuan untuk mengembangkan perilaku yang
menjawab tantangan internal. Dan di seluruh dunia; (4) Pendidikan harus mampu
mengantarkan lahirnya negara Indonesia yang bersatu dan demokratis. (5) Menghadapi
kehidupan global yang sangat kompetitif, Anda harus mampu memperoleh keterampilan yang
inovatif, edukatif dan kompetitif. Kerangka kerja sama; (6) Pendidikan harus mampu
mempromosikan keragaman ke arah keragaman. Membangun masyarakat Indonesia yang
bersatu berdasarkan keragaman masyarakat yang makmur, dan (7) yang paling penting,
pendidikan menjadikan Indonesia negara Indonesia dan semua orang Indonesia bangga
menjadi warga negara Indonesia, Anda harus melakukan apa yang Anda inginkan.
Globalisasi yang membawa gaya hidup Barat cenderung menggerogoti nilai kearifan lokal.
Ini benarbenar bertentangan dengan realitas kehidupan di mana manusia pertama kali
dibesarkan dalam masyarakat dan budayanya sendiri, globalisasi harus didasarkan pada
lokalitas berdasarkan nilainilai lokal, ini tentang mengubah waktu nilainilai lokal sebagai
modal pertama dari halhal baru disajikan oleh budaya global. Tanpa nilainilai lokal yang kuat
hidup dalam sebuah geografi mustahil bagi individu untuk memasuki dunia global dengan
kekuatannya yang luar biasa hebat sekali, sehingga seseorang akan tenggelam dalam arus
globalisasi tanpa batas.
Globalisasi tidak otomatis membawa nilainilai kemanusiaan. Oleh karena itu hanya nilainilai
global yang berkontribusi pada pelestarian dan pengembangan nilainilai lokal yang esensial
harus disimak untuk diikutsertakan dalam proses pendidikan suatu masyarakat atau bangsa
(Tilaar,2005;28).
Konflik sosial, tindakan diskriminasi, perilaku ekslusif dan primitif muncul karena semua
orang tidak merasa, menghargai dan tidak bangga dengan dirinya apa adanya orang Indonesia
dan inilah para pemimpin formal dan informal dari semua sudut pandang
Hidup harus menjadi teladan untuk mencapai tujuan ini, Anda perlu memperbarui
Pendidikan nasional baru dengan prinsip: (1) peran serta masyarakat Administrasi pendidikan
(pendidikan berbasis masyarakat); (2) demokratisasi proses pendidikan;(3) sumber pelatihan
profesional; dan (4) sumber daya pendukung memadai.

Paradigma pendidikan baru di atas merupakan tanggung jawab pendidikan. Itu tidak lagi
diterima di sekolah tetapi diberikan kembali kepada masyarakat dalam arti bahwa sekolah
dan masyarakat berbagi tanggung jawab dalam paradigma baru ini, orang yang pasif terhadap
pendidikan tibatiba bertanggung jawab atas pendidikan, tanggung jawab ini bukan hanya
untuk memberi sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah dan pembayaran uang
sekolah, tetapi lebih penting lagi, masyarakat dipaksa untuk berpartisipasi dalam menentukan
jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk peningkatan dan pertimbangan
mutu pendidikan, meningkatkan kesejahteraan pendidik dalam rangka menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas. Ini bukanlah hal yang mudah karena banyak rintangan di depan
yang dapat mempengaruhi, antara lain: (1) ini merupakan masalah baru bagi masyarakat,
sehingga membutuhkan proses sosialisasi; (2) bagi mereka yang tinggal di pusat provinsi,
kotamadya.Mmasalahnya lebih sederhana karena kabupaten tingkat pendidikan dan ekonomi
relatif baik, sehingga tidak sulit untuk memilih orangorang yang akan menduduki posisi
tanggung jawab
Terhadap mutu pendididkan ; (3) Bagi mereka yang tinggal di ibu kota paroki dan desa,
masalahnya lebih besar atau kompleks karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
dengan kondisi kehidupan yang rendah.
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Kewarganegaraan ibarat rel yang
membimbing warga negara menjadi warga negara yang baik, tentu saja sebagai makhluk
sosial tidak dapat dipisahkan dari dimensi manusia. Dalam berbagai realitas social dan
nasionalisme seringkali menjadi kambing hitam suatu konfik masyarakat, konflik yang
biasanya tidak muncul sematamata dari perbedaan ras tersebut. Konflik yang terjadi di atau
bahkan di negara sendiri, seperti Ambon dan Poso, Somalia, Israel-Palestina. Dan
terulangnya serangan teroris nasionalis membuat kita semakin tertarik dengan peran
pendidikan sipil di Indonesia. Dalam dunia sekolah, khususnya sekolah umum, pendidikan
kewarganegaraan tampaknya belum mampu merespon perkembangan dan perubahan sosial
yang pesat. Selama ini pendidikan kewarganegaraan hanya terlihat pada tataran teks sekolah
umum, dan pada kenyataannya hanyalah perjalanan cepat untuk mengisi waktu luang guru
liburan dan kewarganegaraan sebagai area bisnis. Oleh karena itu, tidak heran jika publik
sering dijadikan sebagai basis penciptaan konflik.
Situasi saat ini menimbulkan pertanyaan karena perlunya kesetaraan, penghormatan terhadap
hak asasi manusia dan kesadaran ganda dalam masyarakat. Apakah pendidikan
kewarganegaraan masih berlaku di lembaga pendidikan?
Saya tidak bisa melihat kenyataan bahwa pendidikan politik tidak mungkin dilakukan di
sekolah. Orang-orang yang memenuhi syarat yang hanya siap menerima kebenaran moral
mereka, mereka yang tidak mau menerimanya sebagai kebenaran tingkat tertinggi, dan
sebagai imbalannya menerima dimensi realitas dari orang lain. Jika ternyata
kewarganegaraan tidak bisa dijadikan sebagai konsensus untuk memecah belah masyarakat
menjadi faksi-faksi yang bermusuhan, sulit untuk dihindari. Kewarganegaraan ternyata
menjadi indoktrinasi yang tidak mendorong siswa untuk berpikir kritis seperti yang
diharapkan. Perubahan sosial yang cepat dan meluas membuat manusia kembali tampil
sebagai makhluk bermoral dan mempertanyakan makna dan makna hidup mereka.
Perjumpaan ini berkisar pada konfigurasi nilainilai miliknya, terutama yang berasal dari
Civics. Jadi, suka atau tidak suka, seseorang dengan Civic,Ia dipaksa untuk berpikir dari
sudut pandang masyarakat tentang makna pembangunan dan perubahan sosial yang
dialaminya dan perilakunya sendiri dalam situasi baru. Berkat keberadaan, manusia mampu
menegakkan dan memelihara hukum keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat agar
tidak mengejar materialisme yang berlebihan. Moralitas yang baik menghasilkan karakter
yang baik sesuai dengan prinsip nilai karakter, dan upaya pembangunan sosial pada dasarnya
merupakan perpanjangan dari filantropi, tidak hanya di tingkat individu, tetapi juga untuk
menangani kemiskinan dan keterbelakangan sebagai masalah struktural masyarakat.
Kewarganegaraan adalah dua cara memahami konsep yang memiliki efek yang sangat
berbeda. Mengajarkan warga untuk memahami sebuah sloka secara kontekstual tanpa
meninggalkan loronglorong nilai yang dikandungnya tidaklah mudah dan membutuhkan
waktu. Benarbenar jauh lebih mudah untuk mengajar warga untuk hanya menghafal teks.
Pemahaman yang benar dari sebuah sloka adalah hasil dari perenungan pribadi dengan
bantuan pencerahan batin dari sumbernya. Peran guru PKn sebatas mengarahkan dan
membimbing agar pemahaman tidak lepas dari intinya. Namun, sebagian besar guru
kewarganegaraan memainkan peran sebaliknya. Mereka menguasai dan memaksakan makna
Sloka pada warganya. Warga hanya bisa patuh tanpa berpikir.
Pembangunan suatu bangsa memerlukan pengetahuan tentang realitas sosial yang ada dan
kemampuan menilai realitas sosial berdasarkan standar sistem nilai. Pendidikan
kewarganegaraan tidak dapat dan tidak boleh dilakukan semata-mata dengan penciptaan
manusia yang bermoral. Agar pendidikan kewarganegaraan relevan dengan perubahan sosial
di masyarakat, pendidikan kewarganegaraan harus bekerja dengan berbagai program
pendidikan non-kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan non-
kewarganegaraan, pendidikan kewarganegaraan, hanyalah “percantik kurikulum”.
Singkatnya, pendidikan kewarganegaraan di dunia sekolah belum banyak membantu
menciptakan generasi baru yang lebih berbakat. Perubahan sosial dalam masyarakat dan
pembangunan bangsa Negara ini tidak pernah berubah, hanya menunggu saat kehancuran. Ia
berpendapat bahwa kegagalan doktrin kewarganegaraan dalam membentuk moralitas di
Indonesia merupakan penyimpangan dari kewarganegaraan yang diajarkan dalam pendidikan
saat ini. .. Jauh dari jalan yang benar, Indonesia mengaku sebagai bangsa yang agamis,
namun memiliki akhlak yang paling buruk. Anggapan ini sebenarnya hanyalah ungkapan
kekecewaan atas kegagalan kelas sipil dalam lembaga pendidikan. Melihat negara-negara
yang lebih sekuler mengungkapkan bahwa gaya hidup mereka kurang korup, lebih bersih dan
lebih etis. Pendidikan memainkan peran utama dalam membuat perbedaan bagi warga negara.
Melalui pendidikan, dimungkinkan untuk menciptakan kondisi mental yang lebih lanjut
mendorong pengembangan kebangkitan moral dan spiritual yang diinginkan. Perolehan ilmu
pengetahuan alam dan keterampilan juga dapat ditingkatkan melalui pelatihan yang tepat.
Namun, perlu dicatat bahwa hasil dari proses pendidikan dianggap serius hanya setelah
generasi. Mulai sekarang, pembentukan kepemimpinan yang dapat mewujudkan proses
perubahan harus dibarengi dengan pendidikan. Kepemimpinan juga sangat penting dalam
membentuk proses pendidikan yang diperlukan. Ada banyak aspek dalam proses pendidikan,
dan setiap aktivitas manusia memiliki unsur pendidikan. Namun, secara umum, pendidikan
mencakup sistem sekolah dan pendidikan ekstrakurikuler. Untuk hasil terbaik, kedua hal ini
perlu saling mendukung. Pendidikan di lingkungan rumah memegang peranan yang sangat
penting dalam pendidikan ekstrakurikuler. Karena di lingkungan rumah, seseorang lahir dan
tumbuh pada saat yang paling penting untuk pembentukan kepribadian. Hal ini terutama
terlihat dalam globalisasi, yang mengintensifkan semua elemen masyarakat dalam
hubungannya dengan elemen masyarakat lainnya.

Nilai-Nilai yang Dikembangkan dalam Pendidikan Karakter

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pembentukan karakter ditentukan oleh (1) agama, (2)
Pancasila, (3) budaya, dan (4) tujuan pendidikan nasional. Berdasarkan keempat sumber nilai
tersebut ditentukan beberapa nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa (Nasin, 2014:20):
(1) agama, (2) kejujuran, (3) pemaaf, (4) Disiplin, (5 )) Ketekunan, (6) Kreatif :, (7)
Kemandirian, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11)
Patriotisme, (12) Sukses Syukur, (13) Ramah / Komunikatif (14 ) damai, (15) suka membaca,
(16) peduli lingkungan, (17) peduli bersosialisasi, (18) bertanggung jawab. Pemanfaatan
teknologi informasi dalam pembentukan kepribadian di sekolah Pembentukan kepribadian
sangat penting untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas, bermartabat
dan unik, serta pemanfaatan TI sangat diperlukan agar tidak menghambat pembentukan
kepribadian peserta didik. Tapi itu mendukungnya. Mengapa? Karena tidak masuk akal untuk
membesarkan anak yang sangat pintar tapi berwatak buruk atau lemah, itu bisa merugikan
diri sendiri dan lingkungan, melakukan kejahatan, atau merusak kecerdasan Anda di masa
depan. Untuk masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, dalam rangka membina seluruh
penduduk Indonesia, pemanfaatan TI dalam pendidikan perlu dirancang, direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi seperti diuraikan di atas.

Prinsip-prinsip berikut harus diterapkan untuk memberdayakan tenaga kependidikan:

A. Dalam pengambilan keputusan secara umum, pertimbangkan karakteristik siswa,


pendidik, dan anggota fakultas.
B. Dirancang untuk meningkatkan minat dan motivasi pengguna dan hanya digunakan untuk
pengembangan diri, baik secara intelektual, mental (mental), sosial dan fisik.
C. Menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya berinteraksi langsung dengan
orang lain.
D. Undang audiens target Anda untuk mengevaluasi teknologi dan aktivitas komunikasi
sederhana.

Hal ini membuat pengguna lebih kreatif dan inovatif, dan membuat mereka tidak puas
menjadi konsumen informasi berbasis informasi yang efektif dalam mencapai tujuan mereka.
Proses pembelajaran harus menyenangkan dan bermakna. Dalam konteks ini, peran guru
dalam proses interaksi pembelajaran tidak boleh terlalu dominan, melainkan sebagai
fasilitator dan motivator pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran bersifat student-
centric daripada teacher-centric, atau siswa ditempatkan sebagai subjek siswa daripada objek
siswa. Selain itu, dalam melakukan pembelajaran melalui TIK, siswa dibimbing tidak hanya
untuk mencari dan memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengembangkan kemampuan untuk
menciptakan pengetahuan di Internet. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran melalui
TIK, siswa perlu dibimbing untuk menjadi produsen pengetahuan sekaligus konsumen dan
insinyur pengetahuan. Dengan begitu, siswa dapat melakukan perubahan yang lebih positif.
Untuk menjadi produsen pengetahuan, Anda perlu menggunakan TI dengan benar,
mengembangkan budaya membaca, dan guru belajar membuat blog dan memberi contoh
bagi siswanya. Saat menulis blog, guru dan siswa terbiasa menulis. Seperti kata pepatah,
“contoh lebih baik dari 1000 kata.” Guru adalah contoh yang baik dalam menggunakan TIK,
khususnya Internet, dengan cara yang sehat dan efisien yang seharusnya dapat mereka
gunakan. Anda akan melihat contoh seorang guru menggunakan IT di sekolah. Siswa
menjalankan internet yang sehat bahkan dengan pikiran yang sehat. Pikiran yang sehat
muncul dari pengembangan pendidikan budaya dan kepribadian yang senantiasa
dikembangkan oleh guru. Saat menggunakan CT, siswa juga harus diajarkan rasa malu dan
aturan ketat untuk mencegah anak-anak mereka dari (a) terkena pornografi, (b) ditiru, atau (c)
bergerak maju. Game online atau game seru lainnya di internet. Melanjutkan siswa untuk
hanya mengkonsumsi game online akan menciptakan generasi gamer yang dapat membuat
berbagai game dan game menarik daripada programmer. Programmer sangat dibutuhkan
untuk membuat konten pendidikan. Dengan demikian, pendidikan akan maju dan sejajar
dengan negara lain. Dalam proses pembelajaran berbantuan IT, mahasiswa tidak hanya
mengikuti kelas operator, tetapi juga menjadi programmer yang aktif. Hal ini membuat
mahasiswa kreatif dalam menciptakan program-program inovatif yang dapat dibanggakan.
Lihat Fahma, penemu perangkat lunak termuda di dunia. Ia lahir sebagai anak laki-laki
Indonesia yang tinggal di Bandung. Ini adalah contoh bagaimana budaya TI dan
pembentukan kepribadian diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran. Anda harus benar-
benar menggunakan TI sehingga siswa Anda dapat mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Dengan cara ini, mereka dapat menyebarkan pesan kepada publik dan memiliki
kemampuan bahasa yang baik, sehingga mereka dapat menjadi orang yang luar biasa. Semua
ini perlu diintegrasikan ke dalam pembentukan karakter berbasis IT. TI harus digunakan
sebagai alat untuk mengimplementasikan nilai-nilai inti pembentukan karakter dan harus
digunakan semaksimal mungkin untuk memungkinkan generasi di negara ini
mengembangkan kreativitasnya.
Media dalam Pendidikan Politik Kata

Media berasal dari kata Latin “medius”. Ini secara harfiah berarti perantara, perantara, atau
pintu masuk. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pesan promosi dari pengirim
Kepada penerima pesan. Media pembelajaran adalah media atau transmisi pesan dari seorang
guru kepada seorang siswa. Pesan di sini adalah subjek yang sedang diselidiki. Menurut
Nunuk Süryani (2012:43), lingkungan belajar adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai alat untuk mendukung terselenggaranya proses pembelajaran, menjamin tercapainya
tujuan pembelajaran. Rudi Suslana (2009:5) menjelaskan bahwa penggunaan media dalam
proses pembelajaran terdiri dari dua komponen yaitu penyampaian pesan (topik) dan
perubahan sikap dan perilaku setelah pemahaman topik meningkat. Dengan cara ini,
lingkungan belajar bertujuan untuk menyampaikan pesan (materi) dari guru kepada kelompok
siswa, memberikan motivasi, dan merangsang imajinasi siswa saat mereka belajar.
Oleh karena itu, media merupakan bagian penting dari pembelajaran karena merupakan alat
komunikasi pesan yang disampaikan guru kepada siswa dalam bentuk informasi dan
informasi, dan siswa dapat mengetahui dan belajar dari pesan yang disampaikan. Media
memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran, Rudi Susilana (2009: 8)
menunjukkan bahwa banyak hal tentang kemampuan media pembelajaran dapat dijelaskan
sebagai berikut: Konten tidak dimaksudkan untuk menghibur di lingkungan belajar dan akan
membantu meningkatkan proses belajar di lingkungan belajar. Media berperan dalam
pembelajaran, seperti yang didefinisikan oleh Riyanto (2012:26), namun peran media dalam
pembelajaran teachercentric membantu mendukung kehadiran guru di kelas. Lingkungan
belajar bertujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran dan mendukung
pembelajaran. Efeknya tergantung gurunya. Keterampilan media dalam pembelajaran yang
berpusat pada siswa memungkinkan guru untuk memanfaatkan 4.444 kesempatan untuk
menghabiskan waktu mendiagnosis dan memperbaiki masalah pembelajaran, meninjau,
berinteraksi dengan siswa, dan mempersonalisasikan dukungan. Dengan kata lain, media
sangat bermanfaat bagi guru. Seorang manajer kreatif yang tidak hanya menyampaikan
pengetahuan, tetapi juga memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Oleh karena itu,
dapat dimaklumi bahwa pembelajaran tanpa lingkungan belajar tidak efektif karena
merupakan bagian dari proses pembelajaran. Masalah belajar didukung dengan penyediaan
bahan dan informasi serta dapat diatasi dengan menggunakan lingkungan tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran merupakan bagian penting dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran. Banyak lingkungan belajar yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar, tetapi
tidak semua cocok untuk mengajar semua mata pelajaran dan semua siswa. Media harus
dipilih dengan cermat agar dapat digunakan seefektif mungkin dalam kegiatan pembelajaran.
Untuk alasan ini, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan ketika memilih
lingkungan belajar. Secara umum, menurut Etin Solihatin (2012: 197), kriteria yang harus
diperhatikan dalam memilih media adalah: Tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran,
karakteristik media terkait, waktu, biaya, ketersediaan, penggunaan, dan kualitas teknis.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media adalah objektivitas, kurikulum,
situasi dan kondisi, kualitas teknis dan efektifitas.
Selain mengetahui kriteria dalam memilih media, apakah fitur, kekuatan dan kelemahan
media, serta apakah media yang akan kita pilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai? Kita
tidak bisa memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal karakteristik masingmasing
media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan mana yang
lebih baik dan lebih cocok dari yang lain. Oleh karena itu, sebelum mengidentifikasi jenis
media tertentu, pahami dulu apa karakteristik media tersebut. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa kriteria pemilihan dan pengembangan lingkungan belajar perlu memperhatikan
kebutuhan siswa, tujuan pendidikan, dan karakteristik media itu sendiri. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas, dalam memilih media pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai,
perlu juga memperhatikan karakteristiknya. Pendidikan nilai merupakan pendidikan yang
mengubah peserta didik menjadi makhluk yang bermoral, sehingga penulis dapat
merumuskan sifat-sifat yang benar. Media dalam pendidikan politik. Topik pelatihan adalah:

Penggunaan media dalam pembelajaran PKN

A. Media dapat membawa sejumlah pesan yang diinginkan


B. Media berisi nilai dan moral
C. Media saat ini diatur seiring dengan berkembangnya teknologi informasi.
F. Media dapat memberdayakan siswa untuk berpikir kritis
G. Siswa dapat diisi dengan keterampilan belajar.

Oleh karena itu, ketika guru mempelajari masyarakat, dalam kasus umum, tujuan
pembelajaran dicapai secara kognitif, emosional, dan psikomotori media yang tepat
berdasarkan karakteristik lingkungan.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan terjemahan dari “citizen education”. Secara historis-


epitemologis, Amerika Serikat merupakan negara terdepan dalam kegiatan akademik dan
kurikuler dalam pengembangan konsep dan paradigma pendidikan kewarganegaraan ini. Di
Amerika Serikat, inti kurikulum pendidikan kewarganegaraan didasarkan pada gagasan
warga negara yang ideal, yaitu warga negara dengan pengetahuan kewarganegaraan,
keterampilan kewarganegaraan, dan disposisi kewarganegaraan. Kewarganegaraan berkaitan
dengan pemahaman tentang pemerintahan, konstitusi, dan sistem politik yang berlaku.
Keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan apa yang dibutuhkan warga negara untuk
dapat berpartisipasi secara efektif, seperti keterampilan partisipasi seperti berpikir kritis,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, dan berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengelola konflik dengan baik, sambil menanggapi berbagai masalah. Karakter kepribadian
warga negara berkaitan dengan gagasan budi pekerti yang baik, yaitu gagasan tentang budi
pekerti dan watak yang baik yang harus dimiliki warga negara, baik karakter publik maupun
pribadi, yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Ini
telah dipraktekkan selama hampir sepanjang sejarah Amerika. Oleh karena itu,
perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Amerika.
Dilihat dari sejarah perkembangan Civics (USA) dan pendidikan kewarganegaraan di
Indonesia, jelas bahwa tujuannya adalah untuk menciptakan warga negara yang baik dan
cerdas yang cerdas, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga emosional, sosial dan spiritual.

Menurut Winatapura (2007), ada perbedaan antara pendidikan kewarganegaraan dan


pendidikan kewarganegaraan, kewarganegaraan atau kewarganegaraan adalah studi tentang
pemerintahan yang dilakukan di sekolah, yang merupakan masalah bagaimana pemerintahan
yang demokratis dipraktikkan dan dikembangkan dan bagaimana warga negara harus secara
sadar memenuhi hak dan kewajibannya. . dan tanggapi dengan penuh tanggung jawab.
Sedangkan Pendidikan Kewarganegaraan/Pendidikan Kewarganegaraan adalah program
pembelajaran dengan tujuan utama mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
peserta didik agar menjadi warga negara yang baik melalui pengalaman belajar yang dipilih
dan diselenggarakan berdasarkan konsep ilmu politik. Dengan demikian, pendidikan
kewarganegaraan dipandang sebagai studi akademik impersonal, sedangkan pendidikan
kewarganegaraan dipandang sebagai program pendidikan pedagogis pribadi. Cogan (2007)
juga menyatakan bahwa kewarganegaraan adalah mata kuliah dasar yang bertujuan
mempersiapkan generasi muda untuk berperan aktif dalam masyarakat saat mereka tumbuh
dewasa. Pendidikan kewarganegaraan mencakup pengalaman belajar di dalam dan di luar
sekolah melalui keluarga, kelompok agama, atau media massa. Oleh karena itu, istilah
pendidikan kewarganegaraan memiliki arti yang lebih luas daripada pendidikan
kewarganegaraan terstruktur di sekolah formal. Studi Kewarganegaraan
adalah yang pertama diformalkan dalam kurikulum Indonesia dengan diperkenalkannya
Mata Pelajaran Kewarganegaraan pada Kurikulum Sekolah Menengah Atas tahun 1962.
Topik ini berisi materi tentang Pemerintah Indonesia berdasarkan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan bagian dari Kurikulum Kewarganegaraan (PKN) 1968 selama
40 tahun (1962-1998), Program Pendidikan Moral Pankashira 1975 (PMP) dan Pendidikan
Pankashira dan Kewarganegaraan (PPKn). ) Pada program 1994. Ubah fokus penelitian.
Ruang kerja. Menurut Dasim dan Karim (2008), terjadi kontradiksi dalam berpikir selama 40
tahun. Hal ini secara fundamental mencerminkan munculnya krisis konseptual yang
berdampak pada krisis operasional kurikulum. Sejak reformasi, dengan tumbuhnya upaya-
upaya demokrasi baru dan pembentukan kehidupan berbangsa dan bernegara, bidang studi
ini difokuskan pada mendidik warga negara yang dapat memahami dan memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Bahasa Indonesia. Warga negara yang cerdas,
kompeten, dan kuat yang sesuai dengan Undang-Undang Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) adalah agar siswa memperoleh keterampilan berikut:
A. Kreatif dalam menjawab pertanyaan kewarganegaraan yang kritis dan rasional
B. Secara aktif, bertanggung jawab dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta memerangi korupsi dan bertindak bijaksana
C. Membentuk dan mempertahankan karakter negara Indonesia, Tumbuh secara positif dan
demokratis. Sebuah negara sisi dengan negara lain bisa hidup
D. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk berinteraksi secara langsung
maupun tidak langsung dengan negara-negara lain di dunia.
Untuk tujuan di atas, pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik, cerdas dan partisipatif
dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu, terutama landasan ilmu politik. Selain
mempersiapkan siswa untuk semua yang mereka butuhkan untuk hidup dalam masyarakat
yang demokratis. Oleh karena itu, pada dasarnya pendidikan kewarganegaraan bukan hanya
pendidikan demokrasi, tetapi juga pendidikan karakter yang akan menciptakan karakter
demokratis pada peserta didik (Winatapura, 2007). Merujuk pada esensi pendidikan
kewarganegaraan di atas, sangat jelas bahwa tujuan mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik dan cerdas, warga negara yang
dapat berpartisipasi aktif dan berpikir kritis tentang dinamika perkembangan seluruh
kehidupan bangsa Indonesia. . aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu
diperlukan media yang tepat guna mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan, dan dalam
pemilihan media ini diharapkan guru dapat melihat karakteristik media yang akan digunakan
dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Kewarganegaraan memudahkan guru
dalam menentukan pilihan setelah mempelajari karakteristik media pembelajaran yang sesuai.
Digunakan karena harus digunakan pada akhir proses pembelajaran. Media yang baik tidak
menjamin keberhasilan pembelajaran jika tidak digunakan dengan baik. Untuk alasan ini,
Anda harus mengikuti prinsip penggunaan media dan menggunakan media yang benar. Ada
beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan ketika menggunakan media pembelajaran.
Artinya,

1. Setiap jenis media memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Ada lebih dari
satu jenis media yang cocok untuk semua proses pembelajaran dan dapat mencapai semua
tujuan pembelajaran. Misalnya, tidak ada obat yang bekerja untuk semua jenis penyakit.
2. Penggunaan berbagai jenis media sangat diperlukan, namun perlu diingat bahwa
penggunaan terlalu banyak media dalam waktu yang bersamaan dalam suatu kegiatan
pembelajaran dapat membingungkan siswa dan mengaburkan pelajaran. Oleh karena itu,
gunakanlah media sesuai kebutuhan dan jangan berlebihan.
3. Media memungkinkan Anda untuk berinteraksi secara aktif dengan siswa Anda.
Penggunaan media sederhana yang dapat dimobilisasi semua siswa lebih baik daripada
media canggih, tetapi secara pasif menarik minat siswa kami. Sebelum media digunakan,
sebaiknya direncanakan secara matang dalam penyusunan RPP. Tentukan bagian mana dari
materi yang akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan
teknik akan digunakan. Hindari menggunakan media yang dirancang sematamata untuk
mengalihkan perhatian atau mengisi waktu luang. Jika siswa sadar bahwa media yang
digunakan hanya untuk mengisi waktu luang, kesan ini akan selalu muncul setiap kali guru
menggunakan media tersebut. Kecerobohan, kecerobohan, atau penggunaan media yang
“tidak digunakan” memiliki efek negatif. Anda harus selalu melakukan persiapan yang tepat
sebelum menggunakan media. Kurangnya persiapan tidak hanya membuat proses
pembelajaran menjadi tidak efisien dan efisien, tetapi juga menghambat kelancaran proses
pembelajaran. Perhatian khusus harus diberikan saat menggunakan media elektronik
(Sudjana, 2015)

KESIMPULAN

Pendidikan kewarganegaraan dalam hakikatnya merupakan galat satu bentuk pendidikan


buat generasi penerus yg bertujuan supaya mereka sebagai masyarakat negara yg baik &
sadar tentang hak & kewajibannya pada hayati bermasyarakat & bernegara.

Hal ini sinkron menggunakan hakikat tujuan pembelajaran Pendidikan Pancasila &
Kewarganegaraan (PPKn) yaitu upaya sadar dan terjadwal yg bertujuan buat berbagi murid
sebagai masyarakat negara yg baik yg mempunyai rasa pujian terhadap Negara Indonesia,
cinta tanah air, jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, & percaya diri pada
berinteraksi pada lingkungan rumah, sekolah, & sekitarnya dan berbangsa & bernegara
(Supriyanto, 2018: 116).

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) membawa misi pendidikan moral bangsa, menciptakan


masyarakat negara yg cerdas, demokratis, & berakhlak mulia, yg secara konsisten
melestarikan & berbagi asa demokrasi & menciptakan karakter bangsa. Sedangkan visi
pendidikan Kewarganegaraan merupakan mewujudkan proses pendidikan yg terarah dalam
pengembangan kemaampuan individu, sebagai akibatnya sebagai masyarakat Negara yg
cerdas, partisipatif, & bertanggung jawab. Sesuai visi & misi tadi dibutuhkan akan
menciptakan konduite masyarakat negara Indonesia yg sinkron menggunakan nilai-nilai
Pancasila & karakter positif warga Indonesia mengenai bagaimana insan menjadi makhluk
individu, makhluk social, makhluk religi, dsb.

Di masa kini ini Pendidikan Kewarganegaraan adalah kebutuhan yg mendasar bagi


bangsa Indonesia buat menghadapi arus globalisasi yg melanda global. Globalisasi
merupakan kenyataan saling terhubungnya negara pada global, galat satunya lantaran
perkembangan teknologi yg sangat cepat.

Dampak globalisasi menciptakan semua global bisa terhubung. Globalisasi merupakan proses
integrasi ke ruang lingkup global. Kemajuan teknologi & transportasi, menciptakan interaksi
yg bersifat dunia yg mencakup seluruh interaksi yg terjadi menggunakan melampaui batas-
batas ketatanegaraan. Globalisasi menyentuh semua aspek krusial kehidupan. Globalisasi
membangun banyak sekali tantangan & perseteruan baru yg wajib dijawab, dipecahkan pada
upaya memanfaatkan globalisasi buat kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri adalah
sebuah kata yg ada kurang lebih 2 puluh tahun yg lalu, & mulai begitu terkenal menjadi
ideologi baru kurang lebih 5 atau sepuluh tahun terakhir.
Secara ringkas pendidikan kewarganegaraan, atau PKN, diarahkan buat menanamkan rasa
nasionalisme & nilai-nilai moral bangsa bagi pelajar semenjak dini. Pendidikan ini sebagai
patokan pada menjalankan kewajiban & memperoleh hak menjadi rakyat negara, demi
kejayaan & kemuliaan bangsa.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan

Tujuan pendidikan kewarganegaraan merupakan membentuk rakyat negara yg mempunyai


wawasan kenegaraan, menanamkan rasa cinta tanah air, & pujian menjadi rakyat negara
Indonesia pada diri para generasi belia penerus bangsa. Pendidikan ini tentunya wajib
dipadukan menggunakan dominasi ilmu & teknologi, sebagai akibatnya terciptalah generasi
masa depan yg kelak sanggup menaruh sumbangsih pada pembangunan bangsa.

Pentingnya pendidikan kewarganegaraan

Dengan pendidikan kewarganegaraan ini para generasi belia dibutuhkan mempunyai


pencerahan penuh akan demokrasi & HAM. Dengan bekal keadaran ini, mereka akan
menaruh donasi yg berarti pada mengatasi aneka macam kasus yg dihadapi bangsa,
misalnya permasalahan & kekerasan yg terjadi pada warga Indonesia, menggunakan cara-
cara yg hening & cerdas.

Mencetak generasi belia yg bertanggungjawab atas keselamatan & kejayaan tanah air
merupakan tujan berikutnya. Rasa tanggung jawab ini akan tercermin pada partisipasi aktif
generasi belia pada pembangunan. Generasi belia yg bertanggung jawab akan menyaring
imbas-imbas menurut luar, merogoh sisi positifnya & menolak hal-hal yg nir sinkron
menggunakan nilai luhur & moral bangsa.
Akhirnya, Pendidikan kewarganegaraan dibutuhkan sanggup menumbuhkan perilaku setia
pada tanah air & bersedia menggunakan ikhlas iklhas buat menyumbangkan setiap
potensinya demi kemajuan tanah air walaupun menerima iming-iming popularitas atau harta
menurut pihak-pihak lain.

DAFTAR PUSAKA

Winarno. 2013. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Bumi Aksara


Ahira, Anne. 2011. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kehidupan Remaja.
www.anneahirn.com/pengaruh-globalisasi.html diakses tanggal 27 Oktober 2021 Aziz, Gr.
2010. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

http://azisgr.blogspot.com/2010/05/pendidikan-kewarganegaraan pkn.html diakses tanggal 27


Oktober 2021

Nizbah, Faizal. 2013. Pengertian, Komponen dan Prinsip Penyusunan RPP


http://faizalnizbah.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-komponen-dan prinsip.html/m1 diakses
tanggal 27 Oktober 2021

Anda mungkin juga menyukai