Anda di halaman 1dari 3

Cerdas dalam berinfak

Terdapat satu ibadah yang menolong nanti kelak di hapadapan Sang Pencipta, ibadah ini
berupa mengeluarkan sebgian dari harta atau pendapatan/penghasilan kita untuk suatu kepentingan
yang yang diperintahkan ajaran Islam. Ya tidak lain dan tidak bukan adalah infaq, Infaq berasal dari
kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Dalam berinfaq Allag
Ta’ala membebaskan kepada umatnya untuk menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya
diserahkan dalam berinfak, setiap memperoleh rizki sebanyak yang dikehendaki.

Berinfak sendiri merupakan ibadah yang dicintai Allah Ta’ala apalagi jika dibarengi dengan
rasa ikhlas. Karena bukti nyata seorang mukmin bertakwa yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah
Ta’ala yang mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin. Lebih dari itu, dengan berinfak
sebenarnya kebaikan atau pahalanya akan berfaedah untuk dirinya sendiri yang kelak di akhirat akan
ditampakkan oleh Allah Ta’ala.

Dalam muslimah.or.id oleh Nashif dikatakan bahwa, Imam al-Ghazali rahimahullah berkata:

“Sebaiknya orang yang hendak berinfak menyalurkan sedekahnya tepat sasaran, yaitu kepada ahli
agama dan berusaha mengoreksi secara teliti kondisi orang-orang, baik yang hidup berpura-pura
cukup yang menyembunyikan dan merahasiakan kekurangannya, tidak banyak berkeluh kesah dan
tidak mengadukan kemiskinannya. Atau dia termasuk orang yang sangat menjaga harga diri,
sementara telah terkuras habis kekayaannya, namun ia masih berada pada kebiasaan semula,
sehingga ia hidup menggunakan jilbab basa-basi. Maka menyalurkan infak kepada mereka akan
mendapatkan balasan pahala berlipat ganda daripada diberikan kepada mereka yang terang-
terangan meminta-minta. Begitu juga seharusnya seorang hamba menyalurkan sedekahnya kepada
orang-orang yang bisa memanfaatkan secara baik, misalnya para ahli ilmu. Sebab, hal ini bisa menjadi
bantuan baginya dalam menuntut ilmu karena mencari ilmu merupakan ibadah yang paling mulia,
asal niatnya benar.” Ibnu al-Mubarok senantiasa mengkhususkan infaknya kepada para ahli ilmu.
Ketika beliau ditanya, “Mengapa tidak engkau berikan kepada orang secara umum?” Beliau
menjawab, “Sesungguhnya aku tidak mengetahui kedudukan setelah kenabian yang lebih utama
daripada kedudukan para ulama. Jika pikiran para ulama sibuk mencari kebutuhan (hidupnya) maka
ia tidak bisa konsentrasi sepenuhnya kepada ilmu dan tidak fokus dalam belajar. Maka membuat
mereka bisa mempelajari ilmu secara konsen lebih utama.” (Dinukil dari Tafsir al-Qasimi, 3/250)

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa infak akan bermanfaat jika diberikan kepada orang
miskin yang menjaga diri dari meminta-minta dan kepada para penuntuk ilmu.

1. Memberi infak pada penuntut ilmu

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: “Dahulu ada dua
orang saudara pada masa Rasulullah, salah seorang mendatangi Nabi (untuk belajar), sementara
saudaranya bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi, maka Nabi
bersabda: “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.” (HR. At-Tirmidzi dalam
Sunan-nya [2346] dan al-Hakim dalam Mustadrak-nya [320], shahih)
Al-Mubarakfury rahimahullah menjelaskan sabda Nabi, yaitu “Mudah-mudahan engkau
diberi rezeki dengan sebab dia” yang menggunakan shigat majhul (kata kerja pasif) seolah ingin
berkata, “Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau sebenarnya diberi rezeki karena
sebab keberkahan saudaramu. Namun, saudaramu itu diberi rezeki karena sebab usahamu. Maka
hendaknya jangan kamu mengungkit-ungkit pemberianmu.” (lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/8)

Untuk orang yang dapat menginfakkan sebagian hartanya untuk para penuntut ilmu,
maka niscaya pahala yang sangat besar akan menantinya, amalnya akan memperberat timbangan
di sisi Allah Ta’ala. Karena dengan memfasilitasi para penuntut ilmu dapat membuat mereka fokus
belajar dan dapat berkonsentrasi lebih sehingga dapat menerima ilmu dengan lebih baik.

2. Memberi infak kepada orang miskin yang menjaga diri dari meminta-minta

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang maknanya: “Orang miskin itu
bukanlah mereka yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain agar diberikan sesuap atau
dua suap makanan dan satu dua butir kurma.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, (kalau
begitu) siapa yang dimaksud orang miskin itu?” Beliau menjawab, “Mereka ialah orang yang
hidupnya tidak berkecukupan, dan tidak ada yang menyadari (kemiskinannya) sehingga tidak ada
yang memberinya sedekah (zakat), dan mereka tidak mau meminta-minta sesuatupun kepada
orang lain.” (HR. Al-Bukhari [1479], Muslim [1039, 101])

Uang atau harta yang diinfakkan untuk orang mukmin sebagaimana hadis di atas
insyaallah akan sangat membantu mereka untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala . Juga
untuk membiayai hidup keluarganya sehingga mampu menjalani kehidupan dengan tercukupinya
kebutuhan lahir dan batinnya. Allah Ta’ala berfirman:
ِۖ َ ْ َ َ َ َ ّٰ ُ َّ ۤ َ ُ ْ
‫ِللفق َرا ِء ال ِذ ْي َن ا ْح ِص ُر ْوا ِف ْي َس ِب ْي ِل الل ِه َل َي ْست ِط ْي ُع ْون ض ْرًبا ِفى اْل ْرض َي ْح َس ُب ُه ُم‬
ْ‫اس ِا ْل َح ًافا َۗو َما ُت ْنف ُقوا‬ َّ َ ْ ُ َٔ ْ َ َ ِۚ ْ ُ ٰ ْ
َ ‫الن‬ ْ ُ ُ ْ َ ِۚ ُّ َ َّ َ َ ۤ َ ْ َ ُ َ ْ
ِ ‫اهل اغ ِنياء ِمن التعف ِف تعرفهم ِب ِسيمهم َل يسـلون‬ ِ ‫الج‬
َ ّٰ َّ َ َ
‫ِم ْن خ ْي ٍر ف ِان الله ِب ٖه َع ِل ْيم‬
“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di
jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka
bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau
(Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang
lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui. ”(QS. Al-
Baqarah: 372)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:

“Maksudnya, sudah selayaknya kalian mencari fakir miskin untuk kalian berikan sedekah kepadanya.
mereka adalah orang-orang yang terhalang dirinya dari melakukan jihad di jalan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala , dan senantiasa taat kepada-Nya, dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk bekerja,
sedang mereka menahan/menjaga diri meminta-minta, yang bila mereka dilihat oleh orang-orang
bodoh, maka pastilah mereka akan menduga (menyangka) bahwa mereka orang kaya, karena
mereka tidak minta-minta secara umum, dan bila mereka harus meminta, mereka meminta karena
sangat terpaksa, mereka tidak memaksa dalam memintanya. inilah golongan fakir miskin yang lebih
afdal (utama). Kalian memberikan infak untuk memenuhi kebutuhan mereka, membantu mereka
kepada maksud dan tujuan mereka dan kepada jalan kebaikan, dan sebagai rasa terima kasih
kepada mereka atas sifat sabar yang mereka miliki, serta (kuatnya) harapan mereka hanya kepada
Allah Maha Pencipta, bukan kepada makhluk. Walaupun demikian, berinfak dalam segala jalan
kebaikan dan menutupi semua kebutuhan di mana saja, maka semua itu adalah kebaikan, dan
pahala serta ganjarannya ada di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. ”(Taisiiru al-Kariimi ar-Rahman fii
Tafsiiri Kalaami al-Mannaan, hlm.111)

Referensi:

Nashifa IU.Berinfak Dengan Cerdas.[diakses 19 Januari 2022]. https://muslimah.or.id/14063-berinfak-


dengan-cerdas.html

Anda mungkin juga menyukai