Anda di halaman 1dari 26

TUGAS DASAR EPIDEMIOLOGI

“Review jurnal nasional dan internasional mengenai penyakit endemi”

Nama : Sajida Zulfadila Syam

Kelas : C

NIM : 210304500018

Prodi : Administrasi Kesehatan

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
JURNAL NASIONAL

1. Penyakit Malaria

1 Judul Malaria dalam kehamilan : kualitatif model kepercayaan


kesehatan di muara wahau provinsi kalimantan timur.

2 Jurnal Jurnal nasional Kesehatan masyarakat


3 Halaman 9
4 Tahun publikasi 30 Oktober 2017
5 Penulis Ike Anggraeni, Annisa Nurrachmawati, Siswanto, Risva
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perspektif
budaya Kutai, perilaku, perceived susceptibility, perceived
severity, perceived benefitsand barriers, perceived threat dan
cues to action pada maternal terkait malaria saat kehamilan
9 Subjek penelitian Ibu hamil
10 Metode penelitian Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
etnografi untuk mengungkap persepsi, ancaman dan perilaku,
dalam konteks pencegahan, pengobatan malaria pada ibu
hamil.
11 Hasil penelitian Hasil penelitian diuraikan berdasarkan dimensi HBM yang
menjadi fokus utama dalam penelitian ini dengan terlebih
dahulu memaparkan gambaran perspektif budaya Kutai terkait
malaria. Dalam perspektif budaya Kutai malaria dikenal
dengan sebutan kura dan kakap. Malaria dengan gejala seperti
demam dan menggigil dinamakan kura, sedangkan kakap
selain demam disertai dengan pembesaran liver meskipun
demikian penamaan malaria dengan kura dan kakap ini tidak
banyak lagi diketahui oleh generasi muda, hanya dukun
kampung/ beranak dan mereka yang sudah lanjut usia yang
masih mengingatnya.

Penyakit malaria dapat kambuh kembali jika orang yang


pernah menderita malaria mengkonsumsi makanan yang pedas
dan asam. Pengobatan malaria secara umum pada budaya
Kutai terdiri dari berbagai metode pengobatan tradisional yang
biasa mereka namakan dengan obat kampung.

Para informan mengetahui penularan malaria melalui nyamuk


sedangkan gejala malaria yang banyak diketahui adalah
menggigil disertai demam dan muntah. Informan tidak dapat
menyebutkan gejala malaria lainnya, hal ini dapat dimengerti
mengingat rendahnya informasi mengenai malaria yang
sampai kepada mereka. Sumber informasi mengenai malaria
pada umumnya para informan menyebutkan pernah mendapat
informasi mengenai malaria pada saat mengikuti kelas ibu
hamil atau saat menghadiri posyandu tetapi mereka tidak lagi
mengingat dengan jelas isi dari informasi tersebut. Beberapa
Informan mengetahui bahwa malaria berbeda dengan penyakit
demam berdarah, meskipun hanya mengingat satu perbedaan
gejala.

Diketahui masyarakat Kutai memiliki kebiasaan menggunakan


kelambu saat malam hari. Berdasar tradisi kebiasaan tersebut
bertujuan untuk melindungi mereka dari gangguan mistik saat
tidur. Hal ini mendorong masyarakat mudah menerima
pemakaian kelambu berinteksida yang dibagikan secara gratis
oleh Puskesmas untuk ibu hamil. Mereka mempersepsikan
penggunaan kelambu (perceived benefit) sebagai perlindungan
ganda, yang pertama perlindungan dari gangguan mistik dan
yang kedua mencegah gigitan nyamuk.
12 Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun semua
informan mengetahui bahwa malaria adalah penyakit yang
berbahaya terutama pada masa kehamilan, tidak terdapat
informan ibu hamil, ibu nifas dan juga dukun beranak yang
mengetahui bahwa malaria dalam kehamilan dapat
menyebabkan anemia pada ibu hamil, pada janin menyebabkan
berat lahir rendah, keguguran dan kelahiran mati. Hasil ini
memiliki persamaan dengan studi di pedesaan Uganda yang
menyatakan meskipun semua responden menyetujui malaria
adalah penyakit yang berbahaya tetapi persentase wanita usia
subur yang mengetahui secara detil akibat negatif malaria pada
janin tergolong rendah. Pencegahan malaria pada ibu hamil
sangat penting karena dapat mengurangi potensi mortalitas dari
ibu dan bayi, sesuai dengan hasil studi di Thailand dan Afrika
yang mengemukakan bahwa ibu yang malaria lebih berisiko
terkena anemia dan melahirkan bayi prematur.

Faktor keberhasilan pengobatan untuk malaria bisa bersumber


pada pengetahuan penderita mengenai bahaya penyakit malaria
yang gampang menular, motivasi keluarga baik saran dan
perilaku keluarga kepada penderita untuk menyelesaikan
pengobatannya dan penjelasan petugas kesehatan kalau
pengobatan gagal akan diobati dari awal lagi.

Masyarakat dengan pengetahuan yang baik mengenai cara


memberantas sarang nyamuk berpeluang dua kali lebih besar
untuk memilki perilaku yang baik dalam pemberantasan sarang
nyamuk dibanding mereka yang pengetahuannya kurang baik.
13 Kekuatan jurnal Pada penelitian ini alur atau proses pengambilan data hingga
ke tahap hasil yang diperoleh dilakukan secara teratur.
Pembahasan dan hasil juga disusun secara baik dan benar yang
memudahkan pembaca dapat dengan mudah memahami isi
dari jurnal.
14 Kelemahan jurnal Menggunakan Teknik wawancara tatap muka langsung kepada
informan agar bisa memperoleh jawaban yang lebih mendalam
, namun masukan dari informan tersebut tidak bisa dilakukan
pada penelitian kuantitatif.
15 Kesimpulan Pengetahuan terkait, penyebab malaria serta dampaknya secara
spesik bagi maternal dan bayi masih rendah karena terbatasnya
atau kurangnya informasi yang didapatkan oleh ibu hamil.
Pada tingkat individu hampir seluruh informan telah
melakukan tindakan pencegahan (Preventive Health Behavior)
dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk saat tidur malam,
dan dengan membakar daun-daun kering untuk mengasapi
nyamuk di sore hari. Meskipun demikian masih ditemukan ada
yang enggan memakai kelambu serta perawatan kelambu
berinsektisida yang tidak tepat. Pada tingkat komunitas
kegiatan pencegahan dengan gotong royong menjaga
kebersihan lingkungan untuk mengurangi tempat perindukan
nyamuk sudah jarang dilakukan. Berdasarkan hasil tersebut
disarankan kepada pengambil kebijakan untuk meningkatkan
upaya promosi kesehatan di level individu dengan menekankan
pada efek malaria pada ibu hamil dan janinnya. Disertai upaya
pencegahan malaria di level masyarakat melalui kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk.
2. Penyakit DBD

1 Judul Analisis Spasial Efektivitas Fogging Di Wilayah Kerja


Puskesmas Makroman, Kota Samarinda

2 Jurnal Jurnal nasional ilmu Kesehatan masyarakat


3 Halaman 7
4 Tahun publikasi 2018
5 Penulis Syamsir, Andi Daramusseng
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Memberitahukan kepada seluruh masyarakat bagaimana cara
mencegah penularan penyakit DBD (Demam Berdarah
Dengue)
9 Subjek penelitian Masyarakat Kota Samarinda.
10 Metode penelitian Data yang dikumpulkan berupa program fogging dan titik
koordinat alamat rumah penderita DBD (Demam Berdarah
Dengue)
11 Hasil penelitian Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada petugas
Puskesmas Makroman, program pengendalian DBD yang
dilakukan pada tahun 2015-2017 yaitu penyuluhan, pemberian
abate, dan program fogging. Program penyuluhan kepada
masyarakat terkait cara mencegah penularan DBD hanya
dilakukan saat kegiatan posyandu di Pinang Sari, Makroman,
dan Sindan Sari.

12 Pembahasan Dalam memaksimalkan program pengendalian penyakit DBD


seperti fogging, maka strategi yang harus dilakukan yaitu
menentukan wilayah rentan DBD. Untuk mengetahui
kerentanan suatu wilayah terhadap DBD maka yang harus
dilakukan yaitu mengidentifikasi keberadaan larva dan
nyamuk Aedes aegypti. Pengetahuan tentang suksesi habitat
larva dapat memudahkan untuk memotong siklus hidup
nyamuk di sekitar rumah

13 Kekuatan jurnal Pada penelitian ini ide dan gagasannya penulis menggunakan
dasar teori yang jelas dan relevan sesuai dengan permasalahan
yang diteliti dalam penelitian ini.
14 Kelemahan jurnal Kelemahannya yaitu penulis tidak menjelaskan secara
langsung apa tujuan dari penelitian ini.
15 Kesimpulan Pelaksanaan program fogging yang tidak berdasarkan pada
wilayah rentan DBD mengakibatkan tidak efektifnya
pencegahan DBD. Oleh karena itu, dibutuhkan pemetaan
penyakit DBD berbasis spasial untuk mengetahui wilayah yang
rentan DBD sehingga dapat menjadi acuan dalam penentuan
lokasi fogging

3. Penyakit Filariasis

1 Judul Perilaku Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Filariasis


Di Aceh Besar
2 Jurnal Jurnal nasional ilmu Kesehatan masyarakat
3 Halaman 6
4 Tahun publikasi 2016
5 Penulis Julia Novita Astri, Rini Minar Melati
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Blang
Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar
tentang upaya pencegahan penyakit filariasis 2016
9 Subjek penelitian Masyarakat di Aceh Besar.
10 Metode penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan desain
cross sectional study. Pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara terpimpin dengan menggunakan kuesioner pada 94
responden di Desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar
11 Hasil penelitian Hasil penelitian adalah tingkat pengetahuan mengenai upaya
pencegahan penyakit filariasis adalah cukup (39,4%), sikap
responden mengenai upaya pencegahan penyakit filariasis
adalah cukup (58,5%) dan perilaku responden secara
keseluruhan adalah kurang (95,7%)

12 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan masyarakat


terhadap upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang
Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar yang
berada pada kategori cukup dengan frekuensi 37 responden
(39,4%)
Dari hasil penelitian, sikap masyarakat terhadap upaya
pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada
kategori cukup sebanyak 55 responden (58,5%).
Berdasarkan hasil penelitian, perilaku masyarakat terhadap
upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Blang Krueng
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar berada pada
kategori kurang sebanyak 90 responden (95,7%).
13 Kekuatan jurnal Penulis menggunakan metode yang sangat baik untuk
dipahami oleh pembaca. Kelengkapan dan kejelasan dari
tujuan, hasil, pembahasan serta kesimpulan dapat
mempermudah pengulas dalam melalukan Analisis terkait
jurnal ini.
14 Kelemahan jurnal Kurangnya reverensi yang terdapat dalam jurnal.
15 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, secara umum
dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan masyarakat
desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh
Besar adalah cukup dengan persentase (39,4%). Sikap
masyarakat desa Blang Krueng Kecamatan Baitussalam
Kabupaten Aceh Besar adalah cukup dengan persentase
(58,5%) dan perilaku masyarakat desa Blang Krueng
Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar adalah kurang
dengan persentase (95,7%).
Bagi masyarakat Desa Blang Krueng diharapkan dapat bekerja
sama dengan baik untuk mencegah penyakit filariasis dengan
meminum obat pencegah kaki gajah yang diberikan,
melaporkan segera ke puskesmas atau ke petugas kesehatan
jika ada masyarakat yang mengalami tanda dan gejala
filariasis, serta tetap menjaga lingkungan sekitar dengan cara
bergotong royong. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar
dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang upaya
pencegahan penyakit filariasis dengan metode penelitian yang
berbeda, seperti mencari perbandingan, hubungan, dan
observasi.

4. Penyakit Tuberkulosis

1 Judul Hubungan status gizi dan pendapatan terhadap kejadian


tuberkulosis paru
2 Jurnal Jurnal nasional
3 Halaman 8
4 Tahun publikasi 2017
5 Penulis Isma Yuniar , Sarwono, Susi Dwi Lestari
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara
pendapatan, status nutrisi terhadap kejadian tuberkolusis paru.
9 Metode penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan
metode survei analitik dengan pendekatan case control
10 Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna antara
status gizi dengan kejadian Tuberkulosis paru dengan nilai OR=
3,484 (CI= 1,246 – 9, 747) yang berarti status gizi kurang beresiko
menderita Tuberkulosis paru sebesar 3,4 kali dibandingkan dengan
status gizi cukup. Terdapat hubungan yang bermakna antara
pendapatan dengan kejadian Tuberkulosis paru dengan nilai OR=
4,421 (CI= 1,638 – 11, 930) yang berarti responden dengan
pendapatan rendah beresiko menderita Tuberkulosis paru sebesar
4,4 kali dibandingkan dengan responden yang pendapatannya
tinggi.

11 Pembahasan Tingkat Status Nutrisi


Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Sempor
1 Kabupaten Kebumen di dapatkan hasil bahwa mayoritas
responden mempunyai status gizi kurang yaitu sebesar 56 (70%)
dari 80 responden yang terdiri dari 33 responden kasus (penderita
Tuberkulosis paru) dan 23 responden kontrol (bukan penderita
Tuberkulosis paru). Status gizi yang kurang akan membuat
lemahnya daya imun (sistem kekebalan tubuh) dalam
mempertahankan diri dari suatu penyakit. Kondisi kurangnya
status gizi mayoritas responden terutama pada responden kasus
(penderita Tuberkulosis paru) pada dasarnya disebabkan oleh
banyak faktor. Dua faktordiantaranya adalah kurangnya
pengetahuan tentang kebutuhan asupan makanan yang baik dan
bergizi dan pendapatan (ekonomi) yang baik untuk memenuhi
kebutuhan makanan bergizi.

Hubungan pendapatan dengan kejadian Tuberkulosis paru di


wilayah kerja Puskesmas Sempor 1, Kabupaten Kebumen
Hasil penelitian yang dilakukan pada 80 responden diketahui
bahwa terdapat51 (63,75%) responden dengan pendapatan rendah
dan 29 (36,25%) responden dengan pendapatan tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendapatan rendah.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,005 yang berarti p < alpha
(0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan
kejadian Tuberkulosis paru.

Hubungan status gizi dengan kejadian Tuberkulosis paru di


wilayah kerja Puskesmas Sempor 1, Kabupaten Kebumen
Hasil penelitian yang dilakukan pada 80 responden diketahui
bahwa terdapat 56 (70%) responden dengan status gizi kurang dan
24 (30%) responden dengan status gizi cukup. Hal ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai status gizi
kurang. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,028 yang berarti p
< alpha (0,05), sehingga dengan alpha 5% dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan
kejadian Tuberkulosis paru.

12 Kekuatan jurnal Kelebihannya yaitu tujuan dari jurnal sesuai dengan hasil yang
didapatkan dari penelitian ini.
13 Kelemahan jurnal Kekurangannya yaitu banyaknya angka – angka yang
mengakibatkan pengulas keliru dengan hasil penelitian yang
terdapat pada jurnal.
14 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara pendapatan dengan kejadian
Tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Sempor 1,
Kabupaten Kebumen (p= 0,005). Dan juga didapatkan nilai OR=
4,421 (CI= 1,638 – 11, 930) yang berarti pendapatan rendah
berisiko menderita Tuberkulosis paru sebesar 4,4 kali
dibandingkan dengan pendapatan tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara status gizi dengan kejadian Tuberkulosis paru di wilayah
kerja Puskesmas Sempor 1, Kabupaten Kebumen (p= 0,028) dan
juga didapatkan nilai OR= 3,484 (CI= 1,246 – 9, 747) yang berarti
status gizi kurang berisiko menderita Tuberkulosis paru sebesar
3,4 kali dibandingkan dengan status gizi cukup.
5. Penyakit Hepatitis

1 Judul FAKTOR RISIKO HEPATITIS B PADA PASIEN DI RSUD. Dr.


PIRNGADI MEDAN
2 Jurnal Jurnal Kesehatan nasional
3 Halaman 8
4 Tahun publikasi 2018
5 Penulis Rumini, Umar Zein , Razia Begum Suroyo
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Tujuan penelitian adalah agar pasien di rumah sakit RSUD Dr
Pirngadi medan mengetahui apa saja factor risiko penyakit hepatitis
B
9 Subjek penelitian Pasien di rsud. Dr. Pirngadi medan
10 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik
dengan menggunakan pendekatan case control
11 Hasil penelitian Hasil penelitian Musdalifah (2012) di RSUP DR. Wahidin
Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa riwayat mendapat
vaksinasi memiliki risiko terhadap kejadian hepatitis B dengan nilai
(OR=3,782;95%CI=1,987-16,022 (15). Hepatitis B terjadi karena
perubahan perilaku yang menyimpang, perubahan perilaku biasanya
sering terjadi pada usia remaja, karena pada masa ini mereka lebih
cenderung melakukan apa yang mereka sukai, penyimpangan
perilaku tersebut sakan menimbulkan dampak negatif pada masa
yang akan datang tepatnya di usia reproduktif. Usia reproduktif
merupakan masa dimana seorang mampu melahirkan (masa subur)
yaitu sejak mendapat haid pertama sampai dengan saat berhenti haid.
Pada usia reproduktif seseorang juga aktif melakukan hubungan
seksual sehingga risiko penularan virus HBV akan lebih tinggi (16).
Angka kejadian Hepatitis B di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada
tahun 2014 sebanyak 87 penderita dengan pasien rawat jalan
sebanyak 57 penderita dan rawat inap sebanyak 30 penderita dengan
angka kematian sebanyak 7 orang, sedangkan pada tahun 2015
meningkat menjadi 152 penderita dengan pasien rawat jalan 121
penderita dan pasien rawat inap 31 penderita dengan angka kematian
12 orang. Pada tahun 2016 prevalensi penderita hepatitis B
mengalami peningkatan dibandingkan dua tahun terakhir menjadi
198 penderita dengan pasien rawat jalan sebanyak 150 penderita dan
rawat inap sebanyak 48 penderita dengan angka kematian 7 orang.
Berdasarkan latar belakang diatas serta terbatasnya penelitian
tentang faktor resiko terjadinya hepatitis B di RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan , maka perlu dilakukan penelitian untuk mengungkap
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dengan kejadian hepatitis B
pada kelompok usia reproduktif di RSUD. Dr. Pirngadi Kota Medan.
12 Kekuatan jurnal Kelengkapan dan kejelasan dari hasil, pembahasan serta
kesimpulan dapat mempermudah pengulas dalam melalukan
Analisis terkait jurnal ini.
13 Kelemahan jurnal Kelemahannya yaitu penulis tidak menjelaskan secara langsung apa
tujuan dari penelitian ini.
14 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji Binary Logistic menunjukkan bahwa riwayat
vaksinasi memiliki nilai (p value 0,011) memiliki pengaruh terhadap
kejadian hepatitis B pada kelompok usia reproduktif di RSUD Dr.
Pirngadi Kota Medan tahun 2017. Disarankan kepada Pihak Rumah
Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan Untuk melakukan penyuluhan
tentang pencegahan hepatitis B dan cara penanganannya.
JURNAL INTERNASIONAL

1. Penyakit Malaria

1 Judul Risk Factors Of Malaria Incidence With Spasials Approaching


2 Jurnal Jurnal internasional Kesehatan masyarakat
3 Halaman 8
4 Tahun publikasi 2015
5 Penulis Masrizal Dt.Mangguang
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor risiko
kejadian serta distribusi malaria di Kota Padang
9 Metode penelitian Penelitian dilakukan pada tahun 2012 dengan desain penelitian
case control study pada 58 orang sampel, terdiri dari 29 kasus
dan 29 kontrol.
10 Hasil penelitian Responden yang tidak menggunakan nyamuk jaring saat tidur
malam memiliki potensi kontak dengan nyamuk yang lebih
sering menggigit, dan tidak menghalangi nyamuk untuk
mendekat saat tidur. Pada prinsipnya kelambu berfungsi
sebagai pemisah ruang antara nyamuk dengan tempat tidurnya
orang, apalagi aktivitas nyamuk mencari makan malam hari.
Kelambu yang digunakan juga harus digunakan, tidak ada
lubang yang bisa menjadi tempat keluarnya nyamuk agar kita
terhindar dari gigitan nyamuk

11 Pembahasan Analisis bivariat menunjukkan faktor risiko malaria adalah


pemakaian kelambu p=0,025 (OR = 4,480, CI = 1,339-14,991),
penggunaan anti nyamuk p= 0,018(OR = 4,222, CI = 1,409-
12,657), kebiasaan keluar rumah pada malam hari p=0,029
(OR = 4,107, CI = 1,292-13,057), dan keberadaan kebun
p=0,004(OR = 5,971, CI = 1,901-18,754).
12 Kekuatan jurnal Pada penelitian ini alur atau proses pengambilan data hingga
ke tahap hasil yang diperoleh dilakukan secara teratur.
Pembahasan dan hasil juga disusun secara baik dan benar yang
memudahkan pembaca dapat dengan mudah memahami isi
dari jurnal.
13 Kelemahan jurnal Kurang nya pembahasan dalam jurnal.
14 Kesimpulan Simpulan penelitian yaitu ada hubungan yang bermakna pada
kebiasaan pemakaian kelambu, penggunaan anti nyamuk,
keluar rumah pada malam hari, dan keberadaan kebun campur
terhadap kejadian malaria. Faktor risiko dominan yaitu
pemakaian kelambu, penggunaan obat anti nyamuk, dan
keberadaan kebun campur.

2. Penyakit DBD

1 Judul Dengue Hemorrhagic Fever and Its Correlation with The


Weather Factor In Bandar Lampung City: Study from 2009 -
2018
2 Jurnal Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan
3 Halaman 10
4 Tahun publikasi 2021
5 Penulis Prayudhy Yushananta
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian penelitian bertujuan mengetahui hubungan faktor cuaca
dengan kasus DBD menggunakan periode tahun 2009-2018.
9 Metode penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder
10 Hasil penelitian Kami menemukan, kasus DBD tertinggi pada bulan Januari,
Februari, dan Maret. Curah hujan berkorelasi positif jumlah
kasus DBD pada tahun 2011 (p-value=0,012), dan 2015 (p
value=0,020). Setiap tahunnya, periode hujan mendahului
dimulainya waktu peningkatan kasus DBD. Temperatur
berkorelasi negatif pada tahun 2014 (p-value=0,036).
Kelembaban berkorelasi positif pada tahun 2014 (p
value=0,024), dan 2015 (p-value=0,018).

11 Pembahasan Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Dinas


Kesehatan di Kota Bandar Lampung yang pencatatannya
dilakukan setiap bulan. Sehingga analisis dilakukan pada
tingkat bulan. Data yang dikumpulkan setiap hari menjadi
ideal yang diharapkan. Sehingga analisis penyebaran kasus
dapat dilakukan di hari, dan model yang lebih komprehensif
diperoleh. Ini penelitian hanya fokus pada faktor cuaca, jadi
tidak membahas faktor penting lain yang berhubungan dengan
penyebaran DBD, seperti resistensi pestisida, resistensi vektor,
pengendalian program, transovarium, dan sosial budaya
masyarakat. Di dalam kedepannya perlu penelitian yang lebih
komprehensif.
12 Kekuatan jurnal Pada penelitian ini alur atau proses pengambilan data hingga
ke tahap hasil yang diperoleh dilakukan secara teratur.
Pembahasan dan hasil juga disusun secara baik dan benar yang
memudahkan pembaca dapat dengan mudah memahami isi
dari jurnal.
13 Kelemahan jurnal Banyak menggunakan Bahasa yang kurang dimengerti.
14 Kesimpulan Kami menemukan bahwa jumlah terbesar kasus demam
berdarah di Bandar Lampung terjadi pada bulan Januari,
Februari dan Maret. Curah hujan berkorelasi positif dengan
jumlah kasus, dan peningkatan curah hujan mendahului
peningkatan jumlah kasus DBD. Suhu udara tampaknya
berkorelasi negatif dengan kasus, terutama pada tahun 2014.
Rendah suhu bertepatan dengan curah hujan yang tinggi.
Kelembaban rendah bertepatan dengan curah hujan rendah,
dan memiliki korelasi positif dengan jumlah kasus. Faktor
cuaca sangat penting faktor yang menentukan kejadian demam
berdarah di Bandar Lampung, wilayah dengan infeksi DBD
tertinggi di Provinsi Lampung. Selain lebih komprehensif
penelitian, pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat dan
pengembangan sistem pengawasan berbasis cuaca adalah
upaya mendesak yang harus dilakukan dalam pengendalian
DBD. Temuan ini diharapkan dapat membantu otoritas
kesehatan dalam meningkatkan upaya pencegahan dan
pemberantasan DBD di masa depan.

3. Penyakit Filariasis

1 Judul the Factors Affecting with Filariasis Incidence at Dekai Public


Health Regional Yahukimo District
2 Jurnal international Journal of Science and Healthcare Research
3 Halaman 11
4 Tahun publikasi 2018
5 Penulis Mia Ketsy Puhili, A.L. Rantetampang, Bernard Sandjaya,
Anwar Mallongi
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor - Faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Wilayah Kerja
Puskesmas Dekai Kabupaten Yahukimo.
9 Metode penelitian Analitik dengan studi perangkat lintas bagian. Populasi adalah
masyarakat mengikuti tes mikrofilaria di kesehatan masyarakat
Dekai sebanyak 95 orang sebagai sampel secara total populasi.
Pendekatan data menggunakan kuesioner dan dianalisis
menggunakan uji Chi-Square dan logistik biner regres
10 Hasil dan pembahasan a. Hubungan umur dengan kejadian filariasis
penelitian
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 27 orang diremaja ada 4
orang (14,8%) mengalami filariasis dan sebanyak 23 orang
(85,2%) tidak mengalami filariasis.
Sedangkan dari 68 orang dewasa berusia 14 tahun (20,6%)
orang mengalami filariasis dan sebanyak 54 orang (79,7%)
tidak mengalami filariasis. Hasil dari chi uji statistik kuadrat
pada signifikansi nilai 95% ( = 0,05) diperoleh p-value
0,721 atau p > (0,05), hal ini berarti terdapat tidak ada
hubungan antara usia dan kejadian filariasis di Dekai
Puskesmas Kabupaten Yahukimo. Itu rasio prevalensi (RP) =
0,720; CI95% (0.260 – 1.991) diartikan bahwa umur bukanlah
Signifikan dengan kejadian filiariasis.
b. Hubungan seksual dengan filariasis
Pada Tabel 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian
Filariasis di Dekai Puskesmas Kabupaten Yahukimo, 2018.
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 53 pria berjenis kelamin laki-
laki jenis kelamin ada 11 orang (20,8%) mengalami filariasis
dan sebanyak 42 orang (79,2%) tidak mengalami filariasis.
Sedangkan dari 42 orang perempuan terdapat 7 orang (16,7%)
menderita filariasis dan sebanyak sebanyak 35 orang (83,3%)
tidak mengalami filariasis. Hasil dari chi kuadrat uji statistik
pada nilai signifikansi 95% ( = 0,05) diperoleh p-value 0,809
atau p> (0,05), ini berarti tidak ada jenis kelamin hubungan
dengan kejadian filariasis di Puskesmas Kabupaten Dekai
Yahukimo. Hasil Uji Rasio Prevalensi (RP) = 1.245; CI95%
(0,529 - 2,993) dengan a nilai yang lebih rendah yang tidak
termasuk 1 yaitu ditafsirkan bahwa jenis kelamin tidak
signifikan dengan kejadian filariasis.
c. Hubungan Pendidikan dengan filariasis
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 64 orang yang melakukannya
tidak bersekolah ada 15 orang (23,4%) yang mengalami
filariasis dan ada sebanyak 49 orang (76,6%) tidak mengalami
filariasis. Sedangkan dari 31 orang yang bersekolah ada 3
orang (9,7%) mengalami filariasis dan sebanyak sebanyak 28
orang (90,3%) tidak mengalami filariasis. Hasil dari chi
kuadrat uji statistik pada nilai signifikansi 95% ( = 0,05)
diperoleh p-value 0,185 atau p> (0,05), ini berarti tidak ada
hubungan antara pendidikan dan kejadian filariasis di
Kabupaten Dekai Puskesmas Yahukimo. Prevalensi hasil uji
rasio (RP) = 2,422; CI95% (0,757 - 7,749) mengartikan bahwa
pendidikan tidak signifikan dengan kejadian filiariasis.
d. Hubungan kerja dengan filariasis
mengalami filariasis dan sebanyak 48 orang (77,4%) tidak
mengalami filariasis. Sedangkan dari 33 orang yang bekerja
tidak di risiko ada 4 orang (12,1%) mengalami filariasis dan
sebanyak 29 orang (87,9%) tidak mengalami filariasis.
Hasil uji statistik chi squarepada nilai signifikansi 95% ( =
0,05) diperoleh p-value 0,335 atau p> (0,05), ini berarti tidak
ada hubungan kerja dengan kejadian filariasis di Dekai
Puskesmas Kabupaten Yahukimo. Hasil uji rasio prevalensi
(RP) = 1.863; CI95% (0,667 - 5,207) menginterpretasikan
bahwa kerja tidak signifikan dengan kejadian filiariasis.
e. Hubungan pendapatan dengan filariasis
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 65 orang yang
berpenghasilan kurang 14 orang (21,5%) mengalami filariasis
dan sebanyak 51 orang (86,7%) tidak mengalami filariasis.
Sedangkan dari 30 orang dengan cukup pendapatan ada 4 orang
(13,3%) mengalami filariasis dan sebanyak 26 orang (86,7%)
tidak mengalami filariasis. Hasil uji statistik chi square
pada nilai signifikansi 95% ( = 0,05) diperoleh p-value 0,505
atau p> (0,05), ini berarti tidak ada hubungan antara
pendapatan dan kejadian filariasis di Puskesmas Dekai
Kabupaten Yahukimo. Rasio prevalensi (RP) = 1,615; CI95%
(0,580 - 4,496) diartikan bahwa pendapatan adalah tidak
signifikan dengan kejadian filariasis.
f. Hubungan pengetahuan dengan filariasis
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 42 orang yang
berpengetahuan ada 17 orang (40,5%) mengalami filariasis dan
sebanyak sebanyak 25 orang (59,5%) tidak mengalami
filariasis. Sedangkan dari 53 orang yang berpengetahuan baik
ada 1 orang (1,9%) mengalami filariasis dan sebanyak 52 orang
(98,1%) tidak mengalami filariasis. Hasil uji statistik chi
square pada nilai signifikansi 95% ( = 0,05) diperoleh p-
value 0,000 atau p < (0,05), ini berarti ada hubungan
pengetahuan dengan kejadian filariasis di Distrik Dekai
Kesehatan Yahukimo Tengah. Rasio prevalensi (RP) =
21,452; CI95% (2.975 - 154.711) menginterpretasikan bahwa
pengetahuan lebih mungkin untuk terpapar filariasis 21.422
kali dibandingkan responden yang terinformasi dengan baik.
g. Hubungan sikap dengan filariasis
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 40 orang yang berperilaku
negatif ada 12 orang (30%) mengalami filariasis dan sebanyak
28 orang (70%) tidak mengalami filariasis. Sedangkan dari 55
orang yang positif ada 6 orang (10,9%) mengalami filariasis
dan sebanyak 49 orang (89,1%) tidak mengalami filariasis.
Hasil dari uji statistik chi square pada nilai signifikansi 95% (
= 0,05) diperoleh p-value 0,038 atau p < (0,05), ini berarti ada
hubungan antara sikap dan kejadian filariasis di puskesmas
Dekai Kabupaten Yahukimo. Rasio prevalensi (RP) = 2.750;
CI95%
h. Hubungan Keberadaan nyamuk tempat
berkembang biak dengan Acara Filariasis
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 45 orang yang punya tempat
perkembangbiakan nyamuk ada 12 orang (26,7%) mengalami
filariasis dan sebanyak 33 orang (73,3%) tidak mengalami
filariasis. Sedangkan dari 50 orang yang tidak memiliki
perkembangbiakan nyamuk situs ada 6 orang (12%)
mengalami filariasis dan sebanyak 44 orang (88%) tidak
mengalami filariasis. Hasil uji statistik chi square pada 95%
nilai signifikansi ( = 0,05) diperoleh p value 0,119 atau p >
(0,05), hal ini berarti tidak ada korelasi antara keberadaan
tempat perkembangbiakan nyamuk dan kejadiannya penyakit
filariasis di Puskesmas Kabupaten Dekai Yahukimo. Rasio
Prevalensi (RP) = 2,222; CI95% (0,909 - 5,430) yaitu diartikan
bahwa keberadaan nyamuk tempat perkembangbiakan tidak
signifikan dengan kejadian filariasis.
11 Kekuatan jurnal Kelengkapan dan kejelasan dari tujuan, hasil, pembahasan
serta kesimpulan dapat mempermudah pengulas dalam
melalukan Analisis terkait jurnal ini.
12 Kelemahan jurnal Banyaknya angka yang lebih susah untuk dipahami,
13 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan penelitian dapat disimpulkan sebagai
berikut:
A. Tidak ada hubungan yang signifikan dari usia dengan
kejadian filariasis pada Puskesmas Yahukimo Kabupaten
Dekai nilai p 0,721; Rp = 0,720; CI95% (0,260 - 1,991).
B. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dan kejadian filariasis di Distrik Dekai, Puskesmas Yahukimo
(nilai-p 0,809; Rp = 1.245; CI95% (0,529 -2.993).
C. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dan
kejadian filariasis di Kabupaten Dekai Yahukim Puskesmas
(nilai p 0,185; RP = 2.422; CI95% (0,757 - 7,749).
D. Tidak ada hubungan yang signifikan dari bekerja dengan
kejadian filariasis di Distrik Dekai Kesehatan Yahukimo Pusat
(nilai p 0,335 RP = 1,863; CI95% (0,667 - 5,207).
E. Tidak ada hubungan yang signifikan dari pendapatan
dengan kejadian filariasis di Puskesmas Dekai Yahukim (nilai
p 0,505 RP. = 1,615; CI95 (0,580 - 4,496).
F. Ada hubungan yang berarti dari pengetahuan dengan
kejadian filariasis di Distrik Dekai,
Puskesmas Yahukimo (nilai-p 0,000; Rp. 21.452; CI95%
(2.975 - 154.711).
G. Ada hubungan yang signifikan antara sikap dan kejadian
filariasis di Kabupaten Dekai Yahukimo Puskesmas (nilai p
0,038; RP = 2.750; CI95% (1.128 - 6.706).
H. Tidak ada korelasi yang signifikan antara keberadaan
nyamuk tempat perkembangbiakan dan kejadian filariasis di
Kabupaten Dekai Yahukimo Puskesmas (nilai p 0,119; RP =
2.222; CI95% (0,909 - 5,430).

4. Penyakit Tuberkulosis

1 Judul Determinants of latent tuberculosis infection among nurses at


public health centers in Indonesia
2 Jurnal Jurnal internasional keperawatan
3 Halaman 7
4 Tahun publikasi 2021
5 Penulis Meira Erawati and Megah Andriany
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Studi ini berfokus pada mengidentifikasi potensi determinan
infeksi TB laten pada perawat di ruang public Puskesmas di
Indonesia
9 Metode penelitian Studi cross-sectional non-eksperimental ini melibatkan 98
perawat. Data di determinan infeksi TB laten dikumpulkan
menggunakan kuesioner yang divalidasi, dan status infeksi
dikonfirmasi oleh Interferon Gamma Release Assay atau tes
IGRA. Regresi logistik digunakan untuk analisis statistik, dengan
tingkat signifikansi p <0,05
10 Hasil penelitian Fasilitas kesehatan untuk pencegahan penularan tuberkulosis
tersedia di semua masyarakat puskesmas (100%). Protokol untuk
mencegah penularan tuberkulosis termasuk: pelatihan kesehatan
dan keselamatan kerja (OR = 13,24, 95% CI [2,29–58,55]; p =
0,001), cuci tangan setelah kontak dengan pasien atau spesimen
(OR = 20,55, 95% CI [4,23-99,93]; p = 0,000), dan penggunaan
masker medis (OR = 9,56, 95% CI [1,99-45,69]; p = 0,005)
ditemukan menjadi penentu yang signifikan dari infeksi TB laten
di antara perawat

11 Pembahasan Studi ini berfokus pada mengidentifikasi potensi determinan


infeksi TB laten pada perawat di ruang public Puskesmas di
Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa 34 publik Puskesmas di
Semarang memberikan pelayanan kesehatan untuk penderita TB,
dan 29% memiliki fasilitas rawat inap. ini 34 Puskesmas telah
menyediakan berbagai fasilitas untuk pencegahan penularan TB
dan penyakit menular lainnya. Fasilitas tersebut antara lain
masker, tempat cuci tangan, hand pembersih tangan, sarung tangan
medis, dan sampah medis dan nonmedis tempat sampah. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Honda
& Iwata, 2016), yang melaporkan bahwa ketersediaan fasilitas
kesehatan diperlukan untuk mencegah penularan
infeksi dari pasien ke petugas kesehatan, atau sebaliknya
sebaliknya melalui jalur udara atau droplet. Penyediaan APD dan
fasilitas bagi tenaga kesehatan di Indonesia telah dikelola secara
struktural menurut Peraturan Menteri Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 31 Tahun 2018 tentang penerapan sarana,
prasarana, dan perangkat medis.
Dengan penerapannya di semua lini, ketersediaan APD untuk
petugas kesehatan yang memberikan perawatan untuk pasien
dengan TB dapat terpenuhi secara memadai (Kementerian
Kesehatan RI, 2018a). Masker medis merupakan salah satu APD
yang harus dimiliki tersedia di semua fasilitas kesehatan TB.
Pasien TB disarankan untuk menggunakan masker medis
(Dharmadhikari et al., 2012) untuk memastikan pencegahan
penularan penyakit ke orang lain orang, terutama ketika batuk
(Organisasi Kesehatan Dunia,2019). Selain itu, respirator N95
adalah jenis masker direkomendasikan untuk petugas kesehatan,
termasuk perawat yang merawat pasien dengan dikonfirmasi atau
bahkan diduga TB (Smith dkk., 2016). Pengunjung juga
disarankan untuk menggunakan respirator N95 ketika berada di
ruangan tertutup dengan kasus infeksi. Salah satu prinsip utama
perawatan pasien TB adalah ketersediaan tempat cuci tangan dan
tempat sampah tertutup di pusat kesehatan masyarakat. WHO
merekomendasikan perawatan pasien prosedur harus dilakukan di
tempat yang bersih atau higienis lingkungan yang memfasilitasi
praktik pencegahan dan pengendalian infeksi terkait perawatan
kesehatan, antimikroba, resistensi, pencegahan dan pengendalian
infeksi, dan air, sanitasi, dan kebersihan. Untuk memenuhi
rekomendasi ini, Kesehatan pusat harus membuat bahan dan
peralatan untuk kebersihan tangan tersedia selama perawatan.

12 Kekuatan jurnal Kelebihannya yaitu tujuan dari jurnal sesuai dengan hasil yang
didapatkan dari penelitian ini.
13 Kelemahan jurnal Kekurangannya yaitu banyaknya angka – angka yang
mengakibatkan pengulas keliru dengan hasil penelitian yang
terdapat pada jurnal.
14 Kesimpulan Secara umum, semua Puskesmas telah menyediakan APD untuk
perawat yang merawat pasien TB. Namun, prevalensi infeksi TB
laten di antara perawat tetap tinggi (25%). Pelatihan kesehatan dan
keselamatan kerja, cuci tangan setelah kontak pasien atau
spesimen pasien, dan memakai masker selama pasien atau pasien
kontak spesimen adalah determinan infeksi TB laten pada perawat
di ruang public Puskesmas di Semarang, Indonesia
5. Penyakit hepatitis

1 Judul Diagnosis of Hepatitis Virus Using Artificial Neural Network


2 Jurnal International Journal of Academic Pedagogical Research
3 Halaman 7
4 Tahun publikasi 2018
5 Penulis Najla Fathi Metwally, Eman Khaled AbuSharekh, Samy S. Abu-
Naser
6 Pengulas Sajida Zulfadila syam
7 Tanggal 7 Maret 2022
8 Tujuan penelitian Mengetahui cara mendiagnosis virus hepatitis
9 Metode penelitian Makalah ini menyajikan pendekatan berbasis jaringan saraf tiruan
untuk diagnosis virus hepatitis.
10 Hasil dan pembahasan Salah satu fitur terpenting dalam kedokteran adalah diagnosis
penyakit. Diagnosis didefinisikan sebagai analisis penyebab
fisiologis atau biokimia dari penyakit [1].

Ini adalah tugas yang kompleks dan melibatkan level tertentu


keahlian dari pihak dokter. Sistem yang canggih diperlukan untuk
membantu dokter mendiagnosis penyakit secara akurat dan efisien.
Penggunaan teknologi, terutama buatan kecerdasan (Al), dapat
mengurangi biaya, waktu, pengalaman manusia dan salah
diagnosis [2].

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah jenis buatan kecerdasan yang


telah banyak diterapkan untuk memecahkan masalah medis
masalah. Ini telah digunakan di banyak aplikasi seperti: diagnosis,
prediksi, analisis citra, dll [2]. ANN adalah sistem yang terdiri dari
neuron yang bekerja dengan cara yang mirip dengan otak.
Hepatitis merupakan salah satu penyakit yang mematikan. Dini
deteksi meningkatkan kemungkinan penyembuhan ganda.
Hepatitis menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati
(liver)
Hepatitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, obat-obatan
dan lain-lain. Penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai akut atau
kronis. Hepatitis akut adalah onset yang cepat, parah dan
menyakitkan dari penyakit. Gejala akut lebih menyakitkan bagi
pasien, tetapi durasinya terbatas dan jarang bertahan lebih dari a
bulan atau dua. Biasanya, hanya ada sedikit kerusakan pada sel
hati dan sedikit bukti aktivitas sistem kekebalan. Hepatitis kronis
adalah hepatitis yang berlangsung lebih dari enam bulan. [3]

Biasanya, sel-sel hepatoseluler ditemukan di dalam sel yang terdiri


dari limfosit, sel plasma dan kadang-kadang folikel limfatik. Ada
lima jenis yang berbeda virus Hepatitis A, B, C, D dan E.

12 Kekuatan jurnal Bahasa yang digunakan mudah dipahami


13 Kelemahan jurnal Kekurangannya yaitu penulis tidak menjelaskan tujuan dari
penelitian serta kurangnya pembahasan dan juga hasil dari
penelitian tersebut.
14 Kesimpulan Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk mendiagnosis pasien dengan
hepatitis disajikan. Model yang digunakan feedforward algoritma
backpropagation untuk pelatihan. Faktor untuk model diperoleh
dari catatan pasien. Modelnya adalah diuji dan hasil keseluruhan
adalah 98,44%. Studi ini menunjukkan potensi jaringan saraf
tiruan untuk diagnosis fpasien dengan hepatitis dengan
mengetahui kemungkinan bertahan hidup atau kematian pasien ini.

Anda mungkin juga menyukai