Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN JALAN PADA RUAS JALAN

DOSAY- MARIBU DISTRIK SENTANI BARAT KABUPATEN JAYAPURA DENGAN


MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Di susun oleh :

JERID RUNABARI

16 111 030

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS SAINS DAN TEKNOLOGI JAYAPURA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana dalam mendukung perekonomian serta berperan


sangat besar dalam kemajuan dan perkembangan suatu daerah. Indonesia sebagai
salah satu Negara yang berkembang sangat membuhtukan transportasi khususnya di
bidang jalan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam melakukan
berbagai jenis kegiatan.

Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur
rencana jalan yang telah di lewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak
dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, akibat galian pipa air masyarat
yang melintas pada jalan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan “kajian
mengenai tingkat dan jenis kerusakan yang ada di wilayah Kabupaten Jayapura” Hal
ini di maksud agar masyarakat pedesaan terhindar dari keterisolasian terhadap
masyarakat lainnya untuk memperluas ruang gerak laju perputaran roda
perekonomian.

Dengan melihat kondisi kerusakan jalan sehingga penulis melalukan analisis


kerusakan jalan sesuai standar Bina Marga khususnya Distrik Dosay - Maribu yang
mempunyai sarana infrastruktur berupa jalan yang merupakan transportasi utama
untuk masyarakatnya yang sebenarnya sudah tidak layak lagi untuk dipergunakan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagi
berikut:

1) Mengetahui jenis dan tingkatan kerusakan yang terjadi di ruas jalan Dosay
– Maribu dengan panjang ± 5 Km
2) Mengetahui penyebab dan faktor-faktor terjadinya kerusakan jalan di
Dosay – Maribu dengan panjang ± 5 Km
3) Memberikan solusi / alternatif perbaikan masalah kerusakan di ruas jalan
Dosay – Maribu dengan panjang ± 5 Km
1.3. Batasan Masalah
Dari beberapa rumusan masalah yang telah diuaraiakan di atas,adapun ruang
lingkup pembahasan tugas akhir ini akan dibatasi pada :

1) Penelitian ini dilakukan pada ruas jalan Dosay – Maribu dengan Panjang
± 5 Km
2) Tidak melakukan uji sampel pada ruas jalan Dosay – Maribu dengan
panjang ± 5 Km
3) Metode yang digunakan Metode Bina Marga

1.4. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini yaitu :

1) Untuk mengetahui jenis dan faktor – faktor penyebab kerusakan pada ruas
jalan Dosay – Maribu dengan panjang ± 5 Km
2) Menghitung tingkat kerusakan ruas jalan Dosay – Maribu dengan panjang
± 5 Km
3) Memberikan alternatif atau solusi perbaikan kerusakan ruas jalan Dosay –
Waibu dengan panjang ± 5 Km
4) Menghitung perkiraan rencana anggaran biaya untuk tebal lapis tambah
perkerasan pada ruas jalan dosay Dosay-Waibu.

1.5. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan proposal ini yaitu :

1) Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik ( S1 )


2) Untuk dapat menambah wawasan kepada penulis dan pembaca
3) Sebagai sumber informasi atau masukan kepada pemerintah daerah
setempat tentang analisa yang dilakukan oleh penulis
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan terdiri dari 5 (lima) bab yaitu :

BAB I Pendahuluan
Menjelaskan mengenai latar belakang,perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan manfaat penulisan serta sistematika penulisan

BAB II Landasan Teori


Didalam bab ini diuraikan tentang Pengertian Jalan, Klasifikasi Jalan Raya,
Perkerasan Jalan, Kerusakan Jalan dan metode Survey.

BAB III Metodologi


Bab ini menjelaskan tentang metode perhitungan yang digunakan dan juga
teknik pengumpulan serta teknik analisa data.

BAB IV Pembahasan
Dalam bab ini menjelaskan tentang gambaran umum Kabupaten Jayapura
lebih khususnya pada ruas jalan Dosay – Maribu dengan panjang ± 5 Km,
hasil pengamatan lokasi kerusakan jalan dengan menggunakan metode Bina
Marga terhadap kerusakan jalan di lokasi penelitian dan tindakan perbaikanya.

BAB V Penutup
Kesimpulan dan Saran.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Jalan

Jalan merupakan akses yang sangat penting bagi masyarakat jalan juga memiliki alat
transportasi kendaraan yang meliputi berbagai segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap yang di peruntuhkan bagi lalu lintas, jalan berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan air,terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan
kabel. ( UU No. 38 tahun 2004 tentang jalan ). Jalan umum adalah jalan yang
diperuntuhkan bagi lalu lintas umum, jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh
instasi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.

Bagian-bagian jalan meliputi manfaat jalan, ruang milik jalan, da ruang pengawasan
jalan:

a. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
b. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu diluar
ruang manfaat jalan.
c. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu diluar ruang milik jalan yang
ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan.

Jalan raya adalah jalur-jalur tanah diatas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia
dengan bentuk ukuran-ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk
menyalurkan lalu lintas kendaraan maupun pejalan kaki, hewan dan kendaraan yang
mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat untuk
perencanaan jalan raya yang baik.( clakrkson H. Oglesby, 1999 )

Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentu geometriknya harus di tetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada lalu lintas sesuai dengan fungsinya, sebab tujuan akhir dari perencanaan
geometrik ini adalah menghasilkan infrastuktur yang aman dan nyaman kepada pengguna
jalan.
2.2. Klafikasi Jalan Raya

Mengklafikasikan ruas jalan ke dalam peranannya dalam satu sistem jaringan jalan
adalah untuk mempertegas pelayanan terhadap suatu gerak perjalanan . Di dalam
mendukung suatu perjalanan yang harmonis, perencanaan jalan harus mengetahui jalur-
jalur perjalanan yang diperlukan oleh pengguna jalan dalam melakukan gerak
perjalanannya.

Secara umum pengguna jalan di dalam melakukan gerak perjalanan jarak


jauhnya, akan melalui empat tahap gerak perjalanan , yaitu pertama gerak perjalanan
pada jalur utama, kedua pada jalur transisi, ketiga masuk kejalur distribusi atau jalur
pengumpul, keempat menggunakan jalan masuk ( akses ) dan sampai pada terminal
atau titik tujuan akhir dari gerak perjalanan tersebut.

Rincian gerak perjalanan jarak jauh, secara hirarki dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Dalam melakukan gerak perjalanan jarak jauh, dan untuk mencapai tujuan akhir
perjalanan, mula-mula pengguna jalan, menggunakan suatu ruas jalan utama,
misal julur bebas hambatan . Jalur jalan ini mempunyai fungsi atau peran
sebagai jalan arteri baik jalan arteri primer maupun jalan arteri sekunder, yang
mempunyai kecepatan rencana tinggi.
b) Karena pengguna jalan menggunakan jalur jalan bebas hambatan sebagai lintas
utama atau lintas awalnya, tentunya ia harus keluar dari lintasan jalur jalan bebas
hambatan tersebut, untuk masuk ke lintasan yang mempunyai peran pelayanan
lebih rendah. Sebelum sampai ke peran jalan yang lebih rendah, pengguna jalan
harus keluar melalui suatu ram ( off ramp ) yang merupakan suatu lintasan transisi.
c) Perjalanan tersebut kemudian akan teru berlanjut keluar dari jalur transisi
memasuki jalur distribusi atau jalur pengumpul yang mempunyai peran sebagai
jalan kolektor baik sebagai jalan kolektor primer ataupun jalan kolektor sekunder.
d) Dari jalur distribusi / pengumpul, gerak perjalanan tersebut masih terus berlanjut
memasuki suatu akses yang berupa jalan lokal, baik lokal primer ataupun lokal
sekunder, menuju terminal atau tujuan akhir perjalanan.
Dengan memasuki tahapan-tahapan jalur tersebut secara hirarkhi, kecepatan
perjalanan tidak selamanya konstan. Kecepatan akan berubah menurun sesuai
dengan hirarkhi dari jalur geraknya masing-masing, yaitu dari kecepatan yang
tinggi di jalur bebas hambatan sampai ke kecepatan yang sangat rendah di jalur
akses. Perbedaan kecepatan itu pada dasarnya diakibatkan oleh peran dari setiap
jalur gerak yang berbeda.Jalan bebas hambatan sebagai jalur arteri, mempunyai
fungsi melayani perjalan jarak jauh dengan mobilitas tinggi.Jalan ini, didesain
dengan kecepatan rencana yang tinggi, dan jalan masuknya dikendalikan secara
penuh.Sedangkan jalan lokal mempunyai fungsi utama untuk melayani perjalanan
jarak pendek yang harus dapat mengakses ke lokasi-lokasi kegiatan di sepanjang
jalan.

2.2.1 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsional


Secara umum, klasifikasi fungsional atau peran jalan dibagi ke dalam tiga kelas peran
jalan yaitu, jalan arteri, jalan kongsi kolektor, dan jalan lokal. Ketiga kelas fungsional
tersebut, berturut- turut tersusun hirarkhi baik untuk sistem jaringan jalan primer, maupun
untuk sistem jaringan jalan sekunder.Dasar pertimbangan yang dipergunakan bahwa jalan
perlu di klsifikasikan berdasarkan fungsinya adalah karena adanya pelayanan jarak jauhnya
dan jarak pendek dan besarnya volume lalu lintas yang harus dilayani serta kecepatan gerak
yang di butuhkan.Untuk itu, fungsi setiap ruas jalan mempunyai kriteria yang berbeda antara
satu dengan yang lainya terutama yang berkaitan dengan mobilitas, dan jumlah jalan masuk
yang dibutuhkan.
1) Jalan Arteri
Dalam suatu sistem jaringan jalan, jalan arteri mempunyai fungsi melayani lalu
lintas utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan tinggi dan secara
fisik jumlah akses atau jalan masuknya di batasi. Untuk sistem jaringan jalan
sekunder di daerah perkotaan, jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan
primer seperti daerah pelabuhan, dengan kawasan sekunder – I ( pusat-pusat bisnis
seperti pemerintahan, perdangan dan industri ), menghubungkan kawasan
sekunder – I dengan kawasan sekunder –I , atau menghubungkan kawasan
sekunder – II ( kawasan-kawasan perbelanjaan, atau bisnis lainya ) dengan
kawasan sekunder – II.
2) Jalan Kolektor
Peran jalan kolektor pada suatu sistem jaringan jalan, menduduki urutan yang
kedua setelah jalan arteri. Sesuai dengan namanya, jalan kolektor berfungsi
sebagai pengumpul dan sebagai pendistribusi arus lalu lintas dari dan ke jalan
arteri atau dari dan ke jalan lokal.Jalan kolektor mempunyai ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah akses di batasi secara efisien.
Dalam suatu sistem jaringan jalan sekunder didaerah perkotaan, jalan kolektor
sekunder, menghubungkan kawasan sekunder – II dengan kawasan sekunder – III
( kawasan perbelanjaan atau kawasan bisnis lainya yang lebih kecil ).
Pada sistem jaringan jalan primer, jalan kolektor primer mempunyai fungsi
menghubungkan antara kota jenjang – II dengan kota jenjang – III, yang
merupakan pusat kegiatan lokal, seperti daerah kecamatan.
3) Jalan Lokal
Jalan lokal di dalam suatu sistem jaringan jalan, mempunyai urutan klasifikasi
fungsional yang ketiga.Jalan lokal mempunyai peran melayani arus lalu lintas
lokal, dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan akses ke jalan
lokal tersebut tidak dibatasi.Di dalam sistem jaringan jalan sekunder di daerah
perkotaan, jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan-kawasan sekunder – I,
sekunder – II, sekunder – III serta perumahan. Sedangkan dalam sistem jaringan
jalan primer, jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang – I, II, III,dan kota
dibawah jenjang – III dengan persil.

2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Spesifikasi


Dalam merencanakan suatu geometri jalan, para prencana harus benar-benar dapat
mengetahui dan memahami secara jelas, spesifikasi untuk perencanaan jalan yang seperti apa
yang akan digunakan. Melakukan klasifikasi jalan kedalam tipe perencana, merupakan suatu
hal sangat penting karena tipe jalan mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi ruas jalan
yang bersangkutan. Tipe jalan juga akan berhubungan dengan bebrapa hal lainya seperti,
jangkauan atau jarak tempuh perjalanan, mobilitas, kapasitas yang dibutuhkan, tingkat
pelayanan yanag akan datang. Semua ini, tentunya harus dikaitkan dengan masalah
keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pemakai jalan, serta kelancaran arus lalu lintasnya.

Direktorat Jendral Bina Marga dalam menciptakan klasifikasi jalan atas dasar tipe
perencanan geometriknya, dibagi kedalam dua bagian yaitu:

a) Jalan tipe I, yaitu suatu ruas jalan yang aksesnya di kendalikan secara penuh.
b) Jalan tipe II, yaitu suatu ruas jalan yang aksesnya sebagian dengan pengendalian
atau tanpa pengendalian sama sekali.
Jalan yang direncanakan atas dasar jalan tipe I atau jalan dengan pengendalian
akses secara penuh, umunya diperlakukan untuk jalan lintas cepat dan jalan bebas
hambatan.
Yang dimaksud dengan pengendalian akses secara penuh untuk jalan tipe I ini
adalah pengendalian yang dilakukan pada setiap jalan masuk dan jalan
keluarnya.Upaya pengendalian pada akses ini di maksud agar kelancaran arus lalu
lintas dari jalan yang lain, sehingga keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan
serta kelancaran arus lalu lintas jalan tipe I tersebut dapat dipertahankan dengan
baik.

Tabel 2.1 Jalan tipe I (jalan bebas hambatan)


KELAS KECEPATAN
SISTEM FUNGSI
PERENCANAAN RENCANA
Arteri 1 80-100 km/jam
Primer
Kolektor ⅔ 60-80* km/jam
Sekunder Arteri ⅔ 60-80* km/jam
Sukirman, S,1992 Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung

Tabel 2.2 Jalan tipe II (jalan non bebas hambatan)


SISTEM DTV KELAS KECEPATAN
JARINGAN FUNGSI (smp) PERENCANAAN RENCANA
JALAN (KM/JAM)
Arteri - 1 60
Primer Kolektor >10.000 1 60
<10.000 2 40-60
Arteri >20.000 1 60
<20.000 2 40-60
Sekunder Kolektor >6.000 2 40-60
<6.000 3 20-40
Lokal >500 3 20-40
<500 4 20
Sukirman, S,1992 Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung
Tabel 2.3 Lebar lajur lalu lintas
TIPE KELAS LEBAR LAJUR
PERENCANAAN PERENCANAAN LALULINTAS
Tipe I 1 3–6
⅔ 3–5
Tipe II 1 3–5
⅔ 3,25
3 3,25 - 3
Sukirman, S,1992 Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung

2.2.3 Klasifikasi Jalan Menurut Muatan Sumbu

Jenis klasifikasi jalan juga di kelompokan berdasarkan muatan sumbu antara lain
jalan kelas I, jalan kelas II, jalan kelas IIIA, jalan kelas IIIB, dan jalan kelas IIIC. Berikut
penjelasan dari klasifikasi jalan

1) Jalan kelas I adalah jalan Arteri yang dapat melalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 18000 mm dan muatan sumbu terberat yang di izinkan
lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum di gunakan di Indinesia
namun sudah mulai di kembangkan di berbagai negara maju seperti Prancis
yang telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton.
2) Jalan kelas II adalah jalan Arteri yang dapat di lalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi dari 2500 mm. Ukuran
panjang tidak melebihi 18000 mm dan muatan sumbu terberat yang di izinkan
10 ton. Jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan petik
emas.
3) Jalan kelas IIIA adalah jalan Arteri atau Kolektor yang dapat di lalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18000 mm dan muatan sumbu
terberat yang di izinkan 8 ton.
4) Jalan kelas IIIB adalah jalan Kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 12000 mm. Dan muatan sumbu terberat yang di
izinkan 8 ton.
5) Jalan kelas IIIC adalah jalan Lokal dan Lingkungan yang dapat di lalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9000 mm dan muatan sumbu
terberat yang di izinkan 8 ton.

2.3 Perkerasan Jalan

Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberap jenis lapisan perkerasan yang
tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut:

 Lapisan tanah dasar (sub grade)


 Lapisan pondasi bawah (subbase course)
 Lapisan pondasi atas (base course)
 Lapisan permukaan / penutup (surface course)

Terdapat beberapa jenis / tipe perkerasan :

 Flexible pavement (perkerasan lentur)


 Rigid pavement (perkerasan kaku)
 Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement)

2.3.1 Perkerasan Lentur

A. Susunan perkerasan lentur.

Jenis Dan Fungsi lapisan Perkerasan berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan
menyebarkan ke lapisan di bawahnya terus ke tanah dasar.

1) Lapisan Tanah Dasar (subgrade)

Lapisan tanah dasar (subgrade) adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai
tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan
jalan di atasnya. Menurut spesifikasi, tanah dasar adalah lapisan paling atas
dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang mempunyai persyaratan
tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan dan daya
dukungnya ( CBR ). Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang di
dapatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang di datangkan dari
tempat lain atau tanah yang di stabilisasi dan lain.

Di tinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :
 Lapisan tanah dasar, tanah galian.
 Lapisan tanah dasar, tanah urugan.
 Lapisan tanah dasar, tanah asli.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari


sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah
dasar adalah sebagai berikut :

 Perubahan bentuk tetap ( deformasi permanen ) akibat beban lalu


lintas.
 Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
 Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-
sifat tanah pada lokasiyang berdekatan atau akibat kesalahan
pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik.
2) Lapisan Pondasi Bawah (subbase course)
Lapis pondasi bawah (subbase course) adalah lapisan perkerasan yang terletak
di atas lapisan tanah dasar dan di lapisan pondasi bawah ini berfungsi sebagai :
 Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke
tanah dasar.
 Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
 Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik
ke lapis pondasi atas.
 Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat
( akibat lemahnya daya dukung tanah dasar ) pada awal-awal
pelaksanaan pekerjaan.
 Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama
hujan.
3) Lapisan Pondasi Atas (base course)
Lapisan Pondasi Atas (base course) adalah lapisan perkerasan yang terletak di
antara lapis pondasi bawah dan lapis permukaan.
Lapis pondasi atas berfungsi sebagai :
 Bagian perkeraasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
 Bantalan terhadap lapisan permukaan beban-beban roda.
Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan
beberapa hal antara lain, kecukupan bahan setempat, harga, volume pekerjaan
dan jarak angkut bahan ke lapangan.

4) Lapisan Permukaan (surface course)


Lapisan Permukaan (surface course) adalah lapisan langsung yang
bersentuhan dengan roda kendaraan.
Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :
 Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.
 Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan Lapis
aus.
 Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap
ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
 Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul olehlapisan di bawahnya.
Apabila di perlukan, dapat juga di pasang sesuatu di atas lapis
permukaan tersebut.
Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis
permukaan untuk mencegah masuknya air dan untuk memberikan kekesatan
(skid resistance) permukaan jalan.Lapis aus tidak diperhitungkan ikut memikul
beban lalulintas.
B. Kriteria Perkerasan Lentur
Guna dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada si pemakai jalan, maka
konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1) Syarat – Syarat Berlalu Lintas
Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu
lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban
yang bekerja diatasnya.
c. Permukaan cukup kesat memberikan gesekan yang baik antara ban kendaraan
dan permukaan jalan sehingga kendaraan tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap dan tidak silau jika terkena sinar matahari.
2) Syarat – Syarat Kekuatan/Struktural
Konstruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban / muatan lalu lintas
ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya
dapat cepat dialirkan.
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan

C. Sifat Perkerasan Lentur


Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai,
(Manurung., 2010):
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat
dan antara aspal itu sendiri.
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang
ada dari agregat itu sendiri.
Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh)
terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat
elastis yang baik.
a. Daya Tahan (Durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan
sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran
dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi Dan Kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap ditempatnya
setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan Terhadap Temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika
temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan
temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil produksi aspal
berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai
jenis yang sama.
d. Kekerasan Aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas
(viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung
setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal
mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh
ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal,
semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.3.2 Perkerasan Kaku
Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas
pelat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada)
diatas plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya
lapisan aspal beton diatasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan.
Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan
mendistribusikan beban kebidang tanah dasar yang cukup luas sehimgga bagian terbesar dari
perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis
pondasi dan lapis permukaan.
Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung
beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton
semen adalah kekuatan beton itu sendiri.Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau
pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya.
Lapis pondasi bawah jika digunakan dibawah plat beton karena beberapa
pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap
sitem drainase, kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk
menyediakn lantai kerja (working plat form) untuk pekerjaan konstruksi.
Secara lebih spesifik, fungsi dari pondasi lapis bawah adalah :
 Menyediakan lapisan yang seragam stabil dan menaikan harga modulus reaksi
tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi modulus reaksi
gabungan (modulus of composite reaction).
 Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton
 Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.

Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butiran-butiran halus tanah bersama


air pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau
pergerakan atau vertikal plat beton karena beban lalulintas, setelah adanya air bebas
terakumulasi dibawah plat.Pemilihan penggunaan jenis perkerasan kaku dibandingkan
dengan perkerasan lentur yang sudah lama dikenal lebih sering digunakan, dilakukan
berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing jenis perkerasan.

a) Perkembangan Perkerasan Kaku yang pada awalnya tanah dasar tanpa


memperhatikansama sekali jenis tanah dasar dan kondisi drainasenya. Pada umumnya
di bangun plat beton setebal 6-7 inch. Dengan bertambahnya beban lalu-lintas,
khususnya setelah perang dunia ke II, mulai di sadari bahwa jenis tanah dasar berperan
penting terhadap unjuk kerja perkerasan, terutama sangat pengaruh terhadap terjadinya
pumping pada perkerasan. Oleh karena itu, untuk selanjutnya usaha-usaha untuk
mengatasi pumping sangat penting untuk di perhitungkan dalam perencanaan.

Pada periode sebelumnya, tidak biasa membuat pelat beton dengan penebalan
di bagian ujung / pinggir untuk mengatasi kondisi tegangan struktural yang sangat
tinggi akibat beban truk yang sering lewat di bagian pinggir perkerasan.Kemudian
setelah efek pumping sering terjadipada kebanyakan jalan raya dan jalan bebas
hambatan, banyak di bangun konstruksi perkerasan kaku yang lebih tebal yaitu antara
9-10 inch. Pada tahun 1949 di Maryland USA telah di bangun Test Roads atau Jalan
Uji dengan arahan dari Highway Research Board, yaitu untuk mempelajari dan
mencari hubungan antara beragam beban sumbu kendaraan terhadap unjuk kerja
perkerasan kaku.

Perkerasan beton pada jalan uji di bangun setebal potongan melintang 9-7-9
inch, jarak antara siar susut 40 kaki, sedangkan jarak antara siar muai 120 kaki. Untuk
sambungan memanjang di gunakan dowel berdiameter 3/ 4 inch dan berjarak 15 inch
di bagian tengah. Perkerasan beton uji ini di perkuat dengan wire mesh.

Tujuan dari program jalan uji ini adalah untuk mengetahui efek pembebanan relatif
dan konfigurasi tegangan pada perkerasan kaku. Beban yang di gunakan adalah 18.000
lbs dan 22.400 pounds untuk sumbu tunggal dan 32.000 serta 44.000 pound pada
sumbu ganda. Hasil yang paling penting dari program uji ini adalah bahwa
perkembangan retak pada pelat beton uji akibat adanya beban pumping.

Selain itu di kenal juga AASHO ini adalah mengenai indeks


pelayanan.Penemuan yang paling siknifikan adalah adanya hubungan antara perubahan
repetisi beban terhadap perubahan tingkat pelayanan jalan. Pada jalan uji AASHO,
tingkat pelayanan akhir di asumsikan dengan angka 1,5 (tergantung juga kinerja
perkerasan yang di harapkan), sedangkan tingkat pelayanan awalselalu kurang dan 5,0.

b) Jenis-jenis Perkerasan Jalan Beton Semen berdasarkan adanya sambungan dan tulangan
plat beton perkerasan kaku, perkerasan beton semen dapat di klsifikasikan menjadi 3
jenis sebagai berikut :
 Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali
retak.
 Perkerasan beton semen biasa dengan tulangan plat untuk kendali retak. Untuk
kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen
terhadap adanya tulangan dowel.
 Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari
baja tulangan dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas
penampang beton)

2.3.3 Perkerasan Komposit

Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid


pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, di mana kedua
jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu
ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar bisa menstabilitaskan perkerasan
komposit tersebut.

2.4. Metode Bina Marga


Pada metode Bina Marga ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan
survei visual adalah lubang, amblas, retak, alur, tambalan dan kekasaran permukaan.
A. Tipe Kerusakan Bina Marga
Jenis kerusakan untuk analisa kondisi perkerasan jalan dengan metode Bina Marga
terdiri dari :
1) Lubang
Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus
dari material lapis pondasi (base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya
berdiameter kurang dari 0.9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat
berhubungan atau tidak berhubungan dengan kerusakan permukaan lainnya.
Lubang bisa terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan
yang telah ada. Lubang, umumnya mempunyai tepi yang tajam dan mendekati
vertikal. Lubang ini terjadi ketika beban lalu-lintas menggerus bagian-bagian
kecil dari permukaan perkerasan, sehingga air bisa masuk. Air yang masuk ke
dalam lubang dan lapis pondasi ini mempercepat kerusakan jalan. Jika lubang
pada perkerasan diciptakan oleh akibat retak kulit buaya yang sangat parah,
maka kerusakan ini harus diidentifikasikan sebagai kerusakan lubang
(pothole) dan bukan kerusakan tipe pelapukan (weathering) (Shahin,1994).
Faktor penyebab kerusakan :

 Campuran material lapis permukaan yang kurang baik


 Air masuk ke dalam lapis pondasi lewat retakan di permukaan
perkerasan yang tidak segera ditutup.
 Beban lalu-lintas yang mengakibatkan disintegrasi lapis pondasi.
 Tercabutnya aspal pada lapisan aus akibat melekat pada ban
kendaraan.
2) Amblas
Amblas adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang
mungkin dapat diikuti dengan retakan penurunan. Ditandai dengan adanya
genangan air pada pemiukaan perkerasan yang membahayakan lalu-lintas
yang lewat diukur dengan straightedge.Faktor penyebab kerusakan :

 Beban lalu-lintas berlebihan.


 Penurunan sebagian dari perkerasan akibat lapisan di bawah
perkerasan mengalami penurunan.
3) Retak Memanjang
Retak berbentuk memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam bentuk
tunggal atau berderet yang sejajar dan kadang-kadang sedikit bercabang.
Retak memanjang dapat terjadi oleh labilnya lapisan pendukung dari struktur
perkerasan. Retak memanjang dapat timbul oleh akibat beban maupun bukan.
Retak yang bukan akibat beban, misalnya oleh akibat adanya sambungan
pelaksanaan ke arah memanjang.
Faktor penyebab kerusakan :
 Gerakan arah memanjang oleh akibat kurangnya gesek internal dalam
lapis pondasi (base) atau tanah-dasar, sehingga lapisan tersebut kurang
stabil.
 Adanya perubahan volume tanah di dalam tanah-dasar oleh gerakan
vertikal.
 Penurunan tanah urug atau bergeraknya lereng timbunan. Lebar celah
bisa mencapai 6 mm, sehingga memungkinkan adanya infiltrasi air
dari permukaan.
 Adanya penyusutan semen pengikat pada lapis pondasi  (base) atau
tanah-dasar.
 Kelelahan (fatigue) pada lintasan roda.
 Pengaruh tegangan termal (akibat perubahan suhu) atau kurangnya
pemadatan.
4) Retak Melintang
Retak melintang merupakan retakan tunggal (tidak bersambungan satu sama
lain) yang melintang perkerasan. Perkerasan, retak ketika temperatur atau lalu-
lintas menimbulkan tegangan dan regangan yang melampaui kuat tarik atau
kelelahan dari campuran aspal padat. Retak macam ini biasanya berjarak yang
mendekati sama. Retak melintang akan terjadi biasanya berjarak lebar, yaitu
sekitar 15 - 20 m. Dengan berjalannya waktu, retak melintang berkembang
pada interval jarak yang Iebih pendek. Retak awalnya nampak sebagai retak
rambut, danakan semakin lebar dengan berjalannya waktu.
Faktor penyebab kerusakan :
 Penyusutan bahan pengikat pada lapis pondasi dan tanah-dasar.
 Sambungan pelaksanaan atau retak susut (akibat temperature rendah
atau pengerasan) aspal dalam permukaan.
 Kegagalan struktur lapis pondasi.
 Pengaruh tegangan termal (akibat perubahan suhu) atau kurangnya
pemadatan.
5) Retak Kulit Buaya
Retak kulit buaya adalah serangkaian retak memanjang paralel yang
membentuk banyak sisi menyerupai kulit buaya dengan lebar celah lebih besar
atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban
lalu-lintas berulang-ulang. Retak dimulai dari bagian bawah permukaan aspal
(atau pondasi yang distabilisasi), di mana tegangan dan regangan tarik sangat
besar di bawah beban roda. Retak merambat ke permukaan, awalnya berupa
suatu rangkaian retak-retak memanjang. Sesudah dibebani berulang-ulang,
retak saling berhubungan satu sama lain. Pecahan-pecahan, umumnya
berukuran kurang dari 0.6 in pada sisi terpanjangnya. Retak kulit buaya terjadi
hanya pada daerah yang dipengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang,
seperti pada lintasan roda. Karena itu, retak ini tidak menyebar ke seluruh area
perkerasan, kecuali jika pola lalu-lintasnya juga menyebar. Pada lokasi retak,
mungkin diikuti atau tidak diikuti oleh penurunan, dan dapat terjadi di mana
saja dalam area permukaan perkerasan. Kesulitan terbesar dalam mengukur
retak kulit buaya adalah karena dua atau tiga tipe tingkat kerusakan sering
muncul di dalam satu area rusak. Bila beda tingkat kerusakan tidak bisa
dipisahkan, seluruh area harus diasumsikan mempunyai tingkat kerusakan
tertinggi yang ada di lokasinya.
Faktor penyebab kerusakan :
 Defleksi berlebihan dari permukaan perkerasan.
 Gerakan satu atau lebih lapisan yang berada di bawah.
 Modulus dari material lapis pondasi rendah.
 Lapis pondasi atau lapis aus terlalu getas.
 Kelelahan (fatigue) dari permukaan.
 Pelapukan permukaan, tanah-dasar atau bagian perkerasan di bawah
lapis permukaan kurang stabil.
 Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air, karena air tanah naik.
6) Alur
Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya
perkerasan ke arah memanjang pada lintasan roda kendaraan akibat beban lalu
lintas yang berulang pada lintasan road sejajar dengan as jalan, biasanya baru
tampak jelas saat hujan. Gerakan ke atas perkerasan dapat timbul di sepanjang
pinggir alur. Alur biasanya banyak nampak jelas ketika hujan dan terjadi
genangan air di dalamnya. Menurut Asphalt Institute MS-17, sebab-sebab
terjadiya alur adalah disebabkan oleh pemadatan (deformasi tanah dasar) atau
perpindahan campuran aspal yang tidak stabil. Faktor Penyebab kerusakan
yaitu :
 Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga
akibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
 Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral
dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat
 Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis
perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada
lintasan  roda  yang  disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi
atau tanah-dasar
 Tanah-dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal,
periadatan        atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air tanah agregat
pondasi (base) kurang tebal, dan infiltrasi air tanah. 
7) Tambalan
Tambalan (patch) adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami
perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya
kenyamanan kendaraan (kegagalan fungsional) atau rusaknya struktur
perkerasan. Rusaknya tambalan menimbulkan distorsi, disintegrasi, retak atau
terkelupas antara tambalan dan permukaan perkerasan asli. Kerusakan
tambalan dapat terjadi karena permukaan yang menojol atau ambles terhadap
permukaan permukaan perkerasan. Jika kerusakan terjadi pada tambalan maka
kerusakan tersebut belum tentu disebabkan oleh lapisan yang utuh.Faktor
penyebab kerusakan:
 Amblesnya tambalan umumnya disebabkan oleh kurangnya pemadatan
material urugan lapis pondasi (base) atau tambalan material aspal.
 Cara pemasangan material bawah buruk.
 Kegagalan dari perkerasan di bawah tambalan dan sekitarnya.
1) Pelapukan dan butiran lepas (raveling)
Adalah disinegrasi permukaan perkerasan aspal melalui pelepasan partikel
agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan perkerasan mentijil ke
bawah atau dari pinggir ke dalam. Butiran agregat berangsur-angsur lepas dari
permukaan perkerasan, akibat lemahnya pengikat antara partikel agregat.
Biasanya, partikel  halus  dari  agregat lepas lebih dulu, kemudian baru disusul
partikel yang lebih nesar. Kerusakan ini biasanya terjadi pada lintasan roda.
Lepasnya butiran, biasanya terjadi akibat beban lalu-lintas di musim hujan,
yaitu ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi (Whiteoak, 1991). Selain
itu, lepasnya butiran juga dapat disebabkan oleh aksi abrasif dari ban
kendaraan, khususnya di perempatan jalan dan tempat parkir (Lavin,
2003).Faktor penyebab kerusakan :
 Campuran material aspal lapis permukaan kurang baik.
 Melemahnya bahan pengikat dan/atau batuan.
 Pemadatan kurang baik, karena dilakukan pada musim hujan.
 Agregat hydrophilic (agregat mudah menyerap air).
B. Sistem Peniliaian Metode Bina Marga

Penentuan nilai kondisi jalan dilakukan dengan menjumlahkan setiap angka dan nilai
untuk masing-masing keadaan kerusakan.Perhitungan urutan prioritas (UP) kondisi jalan
merupakan fungsi dari kelas LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) dan nilai kondisi jalannya,
yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan ) …………………………...…(2.5)

Program pemeliharaan jalan yang tercantum pada Tata Cara Penyusunan Program
Pemeliharaan Jalan Kota No.018/T/BNKT/1990 sesuai nilai UP sebagai berikut :

a) Urutan Prioritas 0 – 3 : Program Peningkatan


b) Urutan Prioritas 4 – 6 : Program Pemeliharaan Berkala
c) Urutan Prioritas 7 : Program Pemeliharaan Rutin

Dalam menentukan kondisi kerusakan dan prioritas pada perkerasan digunakan


tahapan anilsa sebagai berikut :

1) Tetapkan jenis jalan dan kelas jalan


2) Hitung LHR untuk jalan yang disurvei dan tetapkan nilai kelas jalan.
Tabel 2.25. Tabel LHR dan Nilai Kelas Jalan

LHR (smp/hari) Nilai Kelas Jalan


< 20 0
20 – 50 1
50 – 200 2
200 – 500 3
500 – 2000 4
2000 – 5000 5
5000 – 20000 6
20000 – 50000 7
> 50000 8
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota No.018/T/BNKT/1990
3) Mentabelkan hasil survey dan mengelompokkan data sesuai dengan jenis
kerusakan
4) Menghitung parameter untuk setiap jenis kerusakan dan melakukan
penilaian terhadap setiap jenis kerusakan berdasarkan tabel berikut
Tabel 2.26. Penentuan Angka Kondisi berdasarkan Jenis Kerusakan

Retak - Retak (Cracking)


Tipe Angka
Buaya 5
Acak 4
Melintang 3
Memanjang 1
Tidak Ada 1
Lebar Angka
> 2 mm 3
1 - 2 mm 2
< 1mm 1
Tidak Ada 0
Luas Kerusakan Angka
> 30% 3
10 %> 30% 2
< 10 % 1
Tidak Ada 0
Alur
Kedalaman Angka
> 20 mm 7
11 - 20 mm 5
6 - 10 mm 3
0 - 5 mm 1
Tidak Ada 0
TambalandanLubang
Luas Angka
> 30% 3
20 %> 30% 2
10 %> 20% 1
<10% 0
KekasaranPermukaan
Jenis Angka
Disintegration 4
PelepasanButir 3
Rough 2
Fatty 1
Close Texture 0
Amblas
Kedalaman Angka
> 5/ 100 m 4
2 - 5/ 100 m 2
0 - 2/ 100 m 1
Tidak Ada 0
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota
5) Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan ,dan menetapkan
nilai kondisi jalan berdasarkan tabel berikut :

Tabel 2.27. Penetapan Nilai Kondisi Jalan berdasarkan Total Angka Kerusakan

Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan


26 - 29 9
22 – 25 8
19 – 21 7
16 – 18 6
13 – 15 5
10 – 12 4
7–9 3
4- 6 2
0–3 1
Sumber : Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan Kota

6) Menghitung nilai prioritas kondisi jalan menggunakan persamaan :


UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)

C. Metode Penanganan
Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode perbaikan
standar Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap
kerusakan adalah :
1) Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan.
b. Langkah penanganannya:
 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
 Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
 Membersihkan daerah dengan air compressor.
 Menebarkan pasir kasar atau agregat halus
(tebal > 10mm) di atas permukaan yang
terpengaruh kerusakan.
 Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1
- 2) ton sampai diperoleh permukaan yang rata
dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan
95%).
2) Metode Perbaikan P2 (Pelaburan Aspal Setempat)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
 Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
 Retak buaya < 2mm
 Retak garis lebar < 2mm
 Terkelupas
b. Langkah Penangananya :
 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke
lapangan.
 Membersihkan bagian yang akan ditangani
dengan air compressor,permukaan jalan harus
bersih dan kering.
 Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5
2 2
kg/m dan untuk cut back 1 liter/ m .

 Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm


hingga rata.
 Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai
diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai
kepadatan optimal (kepadatan 95%).
3) Metode Perbaikan P3 (Pelapisan Retakan)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2mm
b. Langkah penanganannya :

27
 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke
lapangan.
 Membersihkan bagian yang akan ditangani
dengan air compressor,sehingga permukaan jalan
bersih dan kering.
2
 Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/ m di daerah
yang akan di perbaiki).
 Menebar dan meratakan campuran aspal beton
pada seluruh daerah yang telah diberi tanda.
 Melakukan pemadatan ringan (1 – 2) ton sampai
diperoleh permukaan yang rata dan kepadatan
optimum (kepadatan 95%).
4) Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retak)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm.
b. Langkah penanganannya :
 Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke
lapangan.
 Membersihkan bagian yang akan ditangani
dengan air compressor,sehingga permukaan jalan
bersih dan kering.
 Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 liter/
2
m menggunakan aspal sprayer atau dengan tenaga
manusia.
 Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah
diisi aspal (tebal 10 mm)
 Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby
roller.
5) Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :

28
 Lubang kedalaman > 50 mm
 Keriting kedalaman > 30 mm
 Alur kedalaman > 30 mm
 Ambles kedalaman > 50 mm
 Jembul kedalaman > 50 mm
 Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan
 Retak buaya lebar > 2mm
b. Langkah penanganannya :
 Menggali material sampai mencapai lapisan
dibawahnya.
 Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan
tenaga manusia.
 Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat
2
dengan takaran 0.5l iter/m .
 Menebarkan dan memadatkan campuran aspal
beton sampai diperoleh permukaan yang rata.
 Memadatkan dengan baby roller (minimum 5
lintasan).

6) Metode Perbaikan P6 (Perataan)


a. Jenis kerusakan yang
ditangani :
 Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mm
 Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm
 Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm
 Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman <
50 mm
 Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm
b. Langkah penanganannya :

29
 Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan
tenaga manusia.
2
 Melaburkan tack coat 0,5 5l iter/m .
 Menaburkan campuran aspal beton kemudian
memadatkannya sampai diperoleh permukaan
yang rata.
 Memadatkan dengan baby roller (minimum 5
lintasan).
7) Perbaikan Jalan dengan Overlay
Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis
tambahan untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan,
tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat kekedapan
terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.

30
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan laporan tugas


akhir ini adalah metode observasi dilakukan dengan cara survey ke lapangan,hal
ini mutlak dilakukan untuk mengetahui kondisi sebenarnya. Secara umum untuk
merencanakan suatu pekerjaan maka diperlukan acuan yang berupa data. Data
tersebut digunakan sebagai dasar sehingga hasil yang dicapai setelah
pelaksanaannya diharapkan sesuai dengan maksud dan tujuan diadakan pekerjaan
tersebut.

3.1.1. Data Primer


Data primer adalah data yang didapatkan dengan cara melakukan
survey lapangan. Metode pengumpulan data tersebut dapat dilakukan
dengan metode observasi lapangan.Hal ini mutlak dilakukan untuk
mengetahui kondisi sebenarnya dari lokasi proyek sehingga tidak terjadi
desain yang kurang sesuai dengan kondisi lapangan.
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jenis Kerusakan jalan
2. Dimensi Kerusakan
3. Dokumentasi kerusakan jalan
4. Tingkat kerusakan jalan

3.1.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang didapatkan dari beberapa instansi
terkait.Untuk metode pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara
metode literature yaitu dengan mengumpulkan, mengidentifikasi,
serta mengolah data tertulis dari instansi terkait dan metode kerja yang

31
dapat digunakan.Data sekunder pada penelitian adalah berupa studi
pustaka yang mendukung pelaksanaan penelitian

3.2 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian berada pada ruas jalan Dosay-Depapre dengan


data sebagai berikut :

Titik awal : Polsek Sentani Barat Dosay

Koordinat : 140º24'08"E

Titik akhir : Gereja GKI Bethesda Maribu

Koordinat : 140º22'38"E

Panjang Jalur : ± 5 Km

LOKASI PENELITIAN

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kab.Jayapura

32
Gambar 3.2 Lokasi Penelitian

3.3. Jadwal Penelitian

BULAN / 2021 BULAN / 2022


N
uraean kegiatan NOVEMBE DESEMBE JANUAR FEBRUAR
O SEPTEMBER OKTOBER
R R I I
1 PersiapaN
2 Surfey Lapangan
3 Penulisan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Revisi
6 Pembayaran Proposal
7 Survey Lapangan
8 Penulisan (bab IV-V)
Pembayaran Uang Ujian
9 TA
10 Sidang Tugas Akhir
11 Revisi Tugas Akhir
12 Semilux
13 Kumpul Buku Tugas Akhir

33
3.4. Alur Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data

Data Primer
Data Sekunder
Jenis Kerusakan jalan Studi Pustaka
Dimensi Kerusakan
Dokumentasi kerusakan jalan
Tingkat kerusakan jalan

Analisa dan Perhitungan


Bina Marga

Rekomendasi bentuk perbaikan

Selesai

34
Gambar 3.3. Bagan Alur Penelitian

3.5. Metode Penelitian

Proses perencanaan dalam melakukan penelitian perlu dilakukan


analisis yang teliti, semakin rumit permasalahan yang di hadapi semakin
komplek pula analisis yang akan di lakukan. Analisis yang baik
memerlukan data atau informasi yang lengkap dan akurat di sertai dengan
teori atau konsep dasar yang relevan.

3.5.1. Metode Bina Marga

Penentuan nilaikondisi jalan dilakukan dengan mengambil rata-


rata dari setiap angka dan nilai untuk masing-masing keadaan kerusakan.
Dalam menentukan dan memperhitungkan urutan prioritas (UP) kondisi
jalan sesuai metode Bina Marga ada beberapa tahapan analisa sebagai
berikut:
1) Menentukan nilai kelas jalan berdasarkan survey LHR
2) Menentukan nilai kondisi dan tingkat kerusakan pada setiap
kerusakan pada perkerasan jalan berdasarkan hasil survey.
3) Menghitung total setiap jenis angka kerusakan dan menetapkan
nilai kondisi jalan.
4) Menghitung nilai prioritas kondisi jalan menggunakan
persamaan
UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan ).

35
3.5.2. Bagan alur analisa Metode Bina Marga

Mulai

Menentukan Nilai Kelas Jalan

Mentukan Nilai Kondisi

Menghitung Angka

Menghitung Nilai Urutan Prioritas

UP = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi)

Menentukan Program
pemeliharaan pada perkerasan
jalan
Selesai

Gambar 3.5. Bagan Alur Analisa Metode Bina Marga

36
SUMBER

https://e-journal.unizar.ac.id/index.php./handasah/article/view/359

http://ejurnal.untag-smd.ac.id/index.php/TEK/articel/download/3893/3749

Sukirman, S., 1992,Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), (1997) : Direktorat Jenderal Bina


Marga. Undang – Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan

37

Anda mungkin juga menyukai