Anda di halaman 1dari 34

TIPOLOGI DAN MORFOLOGI RUANG,

BENTUK, DAN PERGESERAN RUMAH


ADAT MINANGKABAU

Nama: Aryus Ajruna Azifah


NIM: 211501053
Dosen: Dr. Hj. Sunarmi, M.Hum
SUKU MINANGKABAU

Sumber: tribunnews.com

Suku Minangkabau merupakan suku asli provinsi Sumatra Barat. Secara


geografis, Minangkabau meliputi daratan Sumatra Barat, separuh
daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai
barat Sumatra Utara, barat daya Aceh dan Negeri Sembilan di Malaysia.
Sebutan Minangkabau merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa
Minangkabau yaitu minang yang berarti “menang” dan kabau yang berarti
“kerbau”.
BAHASA SUKU MINANGKABAU
Bahasa Minangkabau atau dalam bahasa asal, Baso Minang adalah
sebuah bahasa Austronesia yang digunakan oleh kaum Minangkabau di
Sumatra Barat, di barat Riau, Negeri Sembilan (Malaysia), dan juga oleh
penduduk yang telah merantau ke daerah-daerah lain di Indonesia.
Terdapat beberapa kontroversi mengenai hubungan bahasa
Minangkabau dengan bahasa Melayu. Ada yang menganggap bahasa
yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu,
karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di
dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini
merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada
juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa
Proto-Melayu.
SISTEM RELIGI SUKU MINANGKABAU
Sistem religi yang terdapat di wilayah Minangkabau ini dapat dilihat pada
pembagian yang dilakukan oleh M. Rasyid M.Dt. Radjoe Pnaghoeloe (1982),
yang membagi pola perkembangan sejarah Minangkabau berdasarkan
kepercayaan masyarakat atas 4 fase yang terjadi pada awal abad ke-6 tahun
500 hingga pertengahan abad ke-14, yaitu Budha Hinayana (500-600), Islam
Suni (670-730), Budha Mahayana (680-1000), dan Islam syi’ah (1100-1350).
Kemudian ajaran-ajaran Islam ini berkembang lagi dengan masuknya
aliran-aliran dalam agama Islam pada masa pembaharuan abad ke-17 oleh
Tariqat Wujudiyah, Tariqat Satariyah dan Tarikat Nakhsabandiyah serta
Muhammadiyah pada tahun 1915.
SISTEM KEKERABATAN SUKU MINANGKABAU
Prinsip kekerabatan masyarakat Minangkabau adalah matrilineal descen yang
mengatur hubungan kekerabatan melalui garis ibu. Dengan prinsip ini, seorang anak
akan mengambil suku ibunya. Garis turunan ini juga mempunyai arti pada
penerusan harta warisan, dimana seorang anak akan memperoleh warisan menurut
garis ibu. Warisan yang dimaksud adalah berupa harta peninggalan yang sudah
turun-temurun menurut garis ibu.
Dalam sistem kekerabatan matrilineal, satu rumah gadang dihuni oleh satu
keluarga. Rumah ini berfungsi untuk kegiatan-kegiatan adat dan tempat tinggal.
Keluarga yang mendiami rumah gadang adalah orang-orang yang seketurunan yang
dinamakan saparuik (dari satu perut) atau setali darah menurut garis keturunan ibu.
Ibu, anak laki-laki dan anak perempuan dari ibu, saudara laki-laki ibu, saudara
perempuan ibu serta anak-anaknya, atau cucu-cucu ibu dari anak perempuannya
disebut saparuik, karena semua mengikuti ibunya. Sedangkan ayah (suami ibu) tidak
termasuk keluarga di rumah gadang istrinya, akan tetapi menjadi anggota keluarga
dari paruik rumah gadang tempat ia dilahirkan (ibunya) (Hajizar, 1988:46-47).
MATA PENCAHARIAN SUKU MINANGKABAU
Sebagian besar masyarakat Minangkabau hidup dari bercocok
tanam. Di daerah yang subur dengan cukup air tersedia,
kebanyakan orang mengusahakan sawah, sedangkan pada daerah
subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur untuk
perdagangan. Pada daerah yang kurang subur, penduduknya hidup
dari tanaman-tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya.
Pada daerah pesisir mereka bisa menanam kelapa. Disamping
hidup dari pertanian, penduduk yang tinggal di pinggir laut atau
danau juga dapat hidup dari hasil tangkapan ikan.
RUMAH ADAT SUKU MINANGKABAU
Rumah tradisional suku Minangkabau disebut sebagai
rumah gadang atau rumah besar. Bagi masyarakat
Minangkabau rumah gadang bukanlah semata-mata
sebagai tempat tinggal, tetapi rumah gadang
merupakan lambang eksistensi keberadaan suatu
kaum di bawah satu payung adat yang dipimpin oleh
Sumber: arsitag.com seorang penghulu. Adat istiadat yang mereka amalkan
dalam kehidupan sehari-hari sebagiannya dipaparkan
melalui lambang dari seni rumah gadang, melalui
konstruksi dan bagian-bagian rumah maupun melalui
ukiran-ukiran yang merupakan hiasan rumah gadang.
KONSEP RUMAH GADANG
Rumah gadang termasuk rumah panggung, karena antara tanah
dengan permukaan lantai terdapat jarak sekitar 1m – 2m, bagian
bawah rumah yang dinamakan kandang atau kolong rumah.
Bentuk dasar dari rumah gadang dilihat dari depan berbentuk persegi
panjang. Tiang-tiang rumah gadang yang tersusun berjajar kiri dan
kanan membentuk ruang persegi panjang sehingga bentuk dari rumah
gadang adalah persegi panjang. Arah memanjang dihitung dalam suatu
ruang, jarak antar dua tiang dan dua arah melebar dihitung dalam
satuan lanjar atau didieh yang juga merupakan jarak antara dua tiang.
Pada dasarnya panjang rumah gadang lima sampai tujuh belas ruang,
satu ruang difungsikan sebagai jalan menuju dapur dan ruang lainnya
sebagai kamar tidur. Bagian kandang rumah dibagi atas beberapa
ruang oleh tiang. Jarak dari tiang ke tiang dinamakan ruang, jumlah
ruang menunjukan besarnya rumah gadang, misalnya rumah gadang
lima ruang, tujuh ruang dan sembilan ruang dan biasanya jumlah ruang
adalah ganjil.
KONTRUKSI RUMAH GADANG
a. Tiang Tuo
Tiang tuo adalah tiang utama yang merupakan tiang adat. Tiang ini dicari dalam
rimba dengan suatu upacara adat. Demikian juga ketika mendirikan tiang tuo, juga
dilasanakan dengan sebuah upacara adat dengan mengundang semua penghulu
dan karib kerabat. Upacara mendirikan tiang tuo adalah upacara yang terbesar dari
semua upacara membangun rumah gadang.

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).
b. Tiang Tapi
Tiang tepi adalah tiang yang letaknya pada bagian depan, sejajar
dengan dinding rumah gadang bagian depan dan setiap orang yang
akan masuk ke rumah gadang akan melihat tiang-tiang ini yang
letaknya sejajar dengan dinding, seolah-olah dialah yang terlebih
dahulu menegur tamu yang datang maka dikatakan, tiang tapi panagua
alek (tiang tepi penegur helat atau orang yang datang).

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).
c. Tiang Temban

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).

d. Tiang Dalam e. Tiang Panjang


f. Tiang Dapur
Tiang dapur adalah tiang yang sejajar dinding belakang, yang
merupakan batas dengan halaman belakang atau dapur. Di tengah
jejeran tiang belakang sebuah pintu yang menghubungkan antara
rumah dengan dapur tempat anggota keluarga memasak dan
menyimpan berbagai perbekalan rumah tangga

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).
g. Rasuak
Rasuak adalah bagian dari konstruksi berupa
balok-balok membelintang yang
mempersatukan tiang-tiang. Bahan material
yang dipergunakan untuk rasuak adalah
bahan kayu. Sebelum dipersatukan dengan
tiang, rasuak dan tiang dipahat terlebih
dahulu. Setelah dipersatukan ujung rasuak
dengan tiang, ujung rasuak dipasak dengan
kayu atau ruyung yang telah dibentuk kurang
Sumber: Elfi Murthala,
lebih sebesar telunjuk manusia dewasa dan
Agusti. (2013). dipasakkan ke ujung rasuak yang telah
dilubangi dengan bor.
h. Paran
Paran adalah kayu membelintang yang berfungsi sebagai penyangga
tiang, terletak pada ujung tiang. Paran dengan tiang dihubungkan
dengan pasak kayu atau ruyung sebagai penguat.

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).
i. Pintu dan Jendela
Pintu dan jendela terbuat dari papan yang tebal dan kuat, masyarakat
Minangkabau pada umumnya menyebut jendela juga ‘pintu’,
sedangkan pintu untuk keluar masuk rumah mereka namakan pintu
rumah dan pintu bilik dinamakan pintu bilik. Di atas jendela ada
fentilasi yang disebut pintu angin. Jendela-jendela disangga dengan
kusen-kusen (bingkai) yang besar sehingga terlihat kokoh.

Sumber: Elfi
Murthala, Agusti.
(2013).
j. Tangga
Tangga rumah gadang letaknya disesuaikan dengan letak pintu masuk. Sebelum
masyarakat Minangkabau mengenal semen, tangga dibuat dari bahan kayu atau
buluh dalam bentuk berjenjang-jenjang untuk mengimbangi bentuk kandangnya
yang tinggi. Jumlah anak tangga umumnya dibuat ganjil, yang biasanya berjumlah
lima dan tujuh 48 bilangan. Bila ada yang membuat anak tangga dengan jumlah
yang genap separti enam dan delapan, dipercayai dapat mendatangkan hal-hal
yang diluar perkiraan manusia, misalnya seseorang dapat terjatuh dari tangga
tanpa sebab yang jelas.

Sumber: Elfi
Murthala, Agusti.
(2013).
ATAP RUMAH GADANG
Ciri utama dari rumah gadang adalah bentuk atapnya yang bergonjong,
bentuk atap ini lain dari bentuk atap rumah adat di seluruh Nusantara.
Walaupun pada daerah lain juga ada atap rumah adat yang memiliki
atap bergonjong, atap bergonjong pada rumah gadang berbentuk
runcing-runcing, bentuk yang demikian tidak dimiliki oleh rumah adat
pada daerah lain di kawasan Nusantara.
Ada beberapa pendapat mengenai reka bentuk rumah gadang, salah
satunya mengemukakan bahwa bentuk dasar bangunan tradisional
Minangkabau ini diambil dari bentuk perahu, hal ini dihubung-kaitkan
dengan kedatangan nenek moyang orang Minangkabau dahulunya
yang memakai perahu.
Sumber: Elfi Murthala,
Agusti. (2013).
DINDING RUMAH GADANG
Dinding rumah gadang merupakan bagian yang penting, karena selain untuk
tujuan perlindungan juga merupakan pencerminan dari kualitas rumah itu
sendiri. dinding yang terdapat pada bagian depan dinamakan dinding tapi
(dinding tepi), dinding samping dinamakan dengan dinding ari dan dinding
pada belakang rumah gadang dinamakan taluang baban. Bahan material
untuk dinding tapi pada umumnya dipakai bahan material papan, papan ini
ada yang diukir dan ada yang tidak diukir. Ada juga rumah gadang yang
keseluruhan dindingnya dibuat dari sasak yaitu bilah-bilah buluh yang
dianyam dengan bingkai ruyung. Namun kebanyakan rumah gadang hanya
dinding bagian belakang saja yang memakai bahan material buluh yang
dinamakan sasak bugih. Demikian juga pada dinding samping atau dinding
ari, juga dibuat dari jalinan buluh.
Sumber: Elfi Murthala,
Agusti. (2013).

Lantai Rumah Gadang


Pada rumah gadang, lantai ditinggikan pada anjuang yang terdapat diujung kiri
dan kanan rumah gadang. keseluruhan lantai yang terdapat pada rumah
gadang datar. Bahan material lantai adalah papan, namun juga ada lantai yang
terbuat dari pelupuh (buluh yang diretak-retak) tetapi tidak banyak yang
memakai bahan pelupuh dibanding dengan lantai papan.
UKIRAN RUMAH GADANG

Rumah gadang biasanya diindahkan lagi dindingnya dengan ukiran gaya


Minangkabau. Hampir semua corak berbentuk flora dan geometris atau flora
yang disusun secara geometris. Wujud makhluk bernyawa hampir dapat
dikatakan tidak terdapat dalam corak tersebut, akan tetapi tajuknya banyak
memakai nama mahluk bernyawa. Corak-corak yang bertajuk fauna,
diantaranya; bada mudiak (ikan bilis mudik), tantadu baririk (ulat berbaris),
tantadu maisok bungo (ulat menghisap bunga) dan tupai bagaluik (tupai
bergelut), semua corak ini hanya berbentuk garis, bentuk geometris dan
lengkung-lengkungan dan divariasi dengan corak flora.
Ukiran pada umumnya terdapat pada dinding dan papan panel sebelah luar.
Pada bagian dalam tidak diukir, kalaupun diukir hanya di beberapa tempat
tertentu saja, separti pada pintu dan jendela beserta ventilasinya.
Ukiran pada rumah gadang

Sumber: Elfi Murthala, Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013). Agusti. (2013).
FUNGSI BAGIAN RUMAH GADANG
1. Lanjar Bilik/ Kamar Tidur
Lanjar paling belakang disebut lanjar bilik, karena terdiri dari deretan bilik-bilik untuk tempat tidur.
Bilik ini diperuntukan bagi orang tua, perempuan yang sudah menikah dan bagi anak-anak.
2. Lanjar Dalam
Lanjar yang terdapat di depan bilik dinamakan dengan lanjar dalam atau bandua tangah. Lanjar ini
merupakan ruang khusus, tempat pemilik kamar menerima tamu.
3. Lanjar Tengah
Lanjar yang ketiga adalah lanjar tengah, yang kadang-kadang disebut juga dengan labuah
gajah. Dikatakan lebuh gajah karena lanjar ini merupakan lanjar yang besar dan panjang
tanpa sekat-sekat atau tiang pembatas. Lanjar ini berfungsi sebagai tempat menanti tamu
dari masing-masing kamar, disamping itu sebagai tempat makan dan minum penghuni.
4. Lanjar Tepi
Lanjar tapi atau lanjar tepi disebut juga dengan balai atau bandua tapi, yaitu lanjar yang terletak di
bagian paling depan dari tata ruang rumah gadang yang berbatas dengan dinding, jendela dan pintu
depan. Pada bagian ini ditempatkan tamu yang terhormat. Tempat ini juga dipergunakan sebagai
tempat tamu lelaki dalam upacara-upacara adat dan upacara jamuan makan.
5. Anjuang
Tempat pengulu tartinggi yang disebut penghulu pucuk. Ruang ini juga dipakai sebagai tempat
pelamin ketika berlansung upacara adat kebesaran dan upacara perkawinan adat.
6. Dapur
Dapur terletak di bagian belakang bangunan. Berfungsi sebagai tempat memasak dan penyimpanan
bahan makanan.

Sumber: Elfi Murthala,


Agusti. (2013).
PERUBAHAN MATERIAL PADA PUSAT DOKUMENTASI DAN
INFORMASI KEBUDAYAAN MINANGKABAU (PDIKM)
Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan
Minangkabau (PDIKM) merupakan salah satu
museum di Sumatera Barat yang terletak di
Kelurahan Silaing Bawah, Kecamatan Padang Panjang
Barat, Kota Padang Panjang. Museum ini berisikan
berbagai macam informasi dan koleksi mengenai
Sumber: id.Wikipedia.org
kebudayaan Minangkabau baik berupa dokumentasi
audio maupun visual. Bangunan utama PDIKM
berbentuk rumah gadang, dengan dua lumbung
padi/Rangkiang pada bagian depan. Sebagai
bangunan publik yang sangat banyak dikunjungi, baik
sebagai sarana edukasi maupun rekreasi, PDIKM
selayaknya memiliki bentuk dan ciri yang sesuai
Sumber: padanginfo.com dengan rumah gadang asli.
PERUBAHAN MATERIAL BANGUNAN PDIKM

1. Atap
Pada awalnya rumah gadang terbuat dari material ijuk. Namun karena
bentuk bangunan rumah gadang yang tinggi dan meruncing, seringkali
terkena sambaran petir dan bahan ijuk akan mudah sekali terbakar,
sehingga kini bahan ijuk sangat jarang digunakan, khususnya pada
rumah gadang yang berukuran besar dan tinggi. Pada bangunan
PDIKM, penutup atap terbuat dari bahan Metal roof yang sekarang
sering digunakan untuk pengganti atap seng. Bahan ini memiliki variasi
bentuk, warna dan ukuran beragam, rangkanyapun ringan.
Penggunaan bahan ini memberikan nilai tambah pada fungsi dan
estetika bangunan.
2. Pondasi
Pada bangunan lama pondasi menggunakan batu alam berukuran besar yang
disebut Batu Sandi. Perubahan material batu alam menjadi berbahan beton
dilakukan karena alasan kepraktisan, karena baik dari aspek waktu, biaya dan
proses pelaksanaan dapat lebih ringan. Selain itu juga daya tahan material beton
cukup kuat terhadap cuaca panas dan hujan. Kekurangan pada pondasi beton di
PDIKM adalah pada bentuk yang tidak menyatu dengan bentuk
Rangkiang/Lumbung padi. Sangat terlihat bahwa pondasi bukan terbuat dari batu
alam, selain itu konstruksi sangat kaku, berbeda dengan batu sandi yang dapat
lebih lentur mengikuti gerakan jika terjadi gempa bumi, sehingga lebih aman bagi
bangunan.

Pondasi beton pada Lumbung Padi/Rangkiang


(Rosalinda,2017)
3. Penutup Tangga
Pada rumah gadang lama, ruang di bawah tangga biasa dimanfaatkan sebagai
tempat untuk menyimpan alat-alat pertanian, bagian ini biasa ditutup dengan kayu.
Kayu merupakan bahan dasar bangunan rumah gadang yang banyak terdapat di
sekitar rumah. Pertambahan penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan
akan tempat tinggal dan fasilitas rumah tangga lainnya, menyebabkan lahan
terbuka tempat tumbuhnya pohon kayu semakin berkurang. Harga bahan kayu
semakin lama semakin mahal dan sulit diperoleh. Pada PDIKM, bagian ini diberi
penutup terawang berbahan dasar semen di finishing cat tembok. Penggunaan
bahan ini dilakukan dengan pertimbangan pemasangan lebih mudah, harga relatif
lebih murah, lebih tahan lama. Perubahan material tidak mengurangi aspek fungsi,
ruang di bawah tangga tetap dapat dimanfaatkan dengan baik, terawang dapat
berfungsi sebagai pembatas yang memberikan privasi pengguna serta berfungsi
sebagai pengaman atas kegiatan dan fasilitas yang terdapat di dalam ruang. Namun
dari aspek estetika bahan terawang terlihat kurang menyatu dengan material
lainnya yang terbuat dari kayu.
Posisi penutup tangga Detail penutup tangga
(Rosalinda, 2017) (Rosalinda, 2017)
4. Ukiran
Ukiran pada bangunan lama umumnya masih menggunakan bahan pewarna alami,
yang menghasilkan warna tidak terlalu cerah dan relatif cepat pudar terkena
paparan panas dan hujan. Warna yang dihasilkan tampak lebih gelap dan tidak
berkilap. Warna ukiran pada rumah gadang PDIKM tampak lebih cerah dan
berkilap. Pewarnaan telah menggunakan pewarna buatan. Menggunakan material
cat buatan memiliki spesifikasi yang lebih baik seperti: daya tahan lebih lama,
tahan terhadap cuaca, melindungi dari rayap, dan meningkatkan ketahanan
terhadap api serta proses pengecatan relatif lebih mudah dan cepat.

Ukiran pada rumah gadang PDIKM


(Rosalinda,2017)
KESIMPULAN

• Perubahan material mendukung kebutuhan rumah gadang PDIKM terhadap


kondisi geografi.
• Perubahan material lebih didasari pada pertimbangan efisiensi harga,
proses pemasangan dan waktu pemasangan.
• Dari aspek estetika, perubahan material cukup merubah tampak luar
bangunan sehingga terlihat lebih baru dan modern. Namun sejauh tidak
merubah struktur dan bentuk dasar bangunan, rumah gadang PDIKM tetap
terlihat sebagai simbol dari arsitektur tradisional Minangkabau.
• Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi perubahan material pada
rumah gadang, karena memberi nilai tambah pada bangunan.
• Semakin berkurangnya bahan alam yang biasa digunakan, menyebabkan
masyarakat mencari bahan pengganti.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar Faturahman, Muhammad., Yusvado A H, Muhammad., Rini Putri, Silvia. (2021). RUMAH GADANG
SEBAGAI LAMBANG DEMOKRASI SUKU MINANGKABAU DI SUMATERA UTARA.
https://jurnal.lldikti4.or.id/index.php/jurnalsoshum/article/view/465 , diakses pada Senin, 29 November 2021
pukul 06.46 PM.

Steffi Halim, Katherine., Eveline C S. (2009). PERANAN RUANG PADA RUMAH GADANG DI SUMATERA BARAT.
HTTPS://WWW.TRIJURNAL.LEMLIT.TRISAKTI.AC.ID/DIMENSI/ARTICLE/VIEW/1145 , diakses pada Senin, 29
November 2021 pukul 06.53 PM.

Rahmawati Z, Yulia., Muchlian, Melvi. (2019). Eksplorasi Etnomatematika Rumah Gadang Minangkabau
Sumatera Barat. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/article/view/5942 , diakses pada Senin, 29
November 2021 pukul 06.34 PM.

Okta Fiandi, Chandra. (2017). KEAJAIBAN ARSITEKTUR RUMAH GADANG.


https://core.ac.uk/download/pdf/227150899.pdf , diakses pada Senin, 29 November 2021 pukul 06.45 PM.
Wiemar, Rosalinda. (2018). VARIASI PERUBAHAN MATERIAL PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH GADANG
MINANGKABAU, STUDI KASUS PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI KEBUDAYAAN MINANGKABAU.
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/2720-6688-1-SM.pdf , diakses pada Selasa, 30 November 2021 pukul 08.06 PM.

Shabrina. (2020). Rumah Gadang: Keunikan, Fungsi, Bagian & Maknanya.


https://www.bramblefurniture.com/journal/arsitektur-rumah-gadang-adat-indonesia/ , diakses pada Selasa, 30
November 2021 pukul 09.07 PM.

Amelia, Ratu. (2020). Mengenal Rumah Gadang Khas Minangkabau.


https://www.ruparupa.com/blog/mengenal-rumah-gadang-khas-minangkabau/ , diakses pada Selasa, 30 November
2021 pukul 09.21 PM.

Elfi Marthala, Agusti. (2013). KAJIAN FILOSOFI ARSITEK MINANGKABAU.


http://repository.unp.ac.id/17882/1/buku%20rumah%20gadang.pdf , diakses pada Jumat, 10 Desember pukul 09.28
PM.

Anda mungkin juga menyukai