Tipologi Dan Morfologi Rumah Adat Minangkabau
Tipologi Dan Morfologi Rumah Adat Minangkabau
Sumber: tribunnews.com
Sumber: Elfi
Murthala, Agusti.
(2013).
j. Tangga
Tangga rumah gadang letaknya disesuaikan dengan letak pintu masuk. Sebelum
masyarakat Minangkabau mengenal semen, tangga dibuat dari bahan kayu atau
buluh dalam bentuk berjenjang-jenjang untuk mengimbangi bentuk kandangnya
yang tinggi. Jumlah anak tangga umumnya dibuat ganjil, yang biasanya berjumlah
lima dan tujuh 48 bilangan. Bila ada yang membuat anak tangga dengan jumlah
yang genap separti enam dan delapan, dipercayai dapat mendatangkan hal-hal
yang diluar perkiraan manusia, misalnya seseorang dapat terjatuh dari tangga
tanpa sebab yang jelas.
Sumber: Elfi
Murthala, Agusti.
(2013).
ATAP RUMAH GADANG
Ciri utama dari rumah gadang adalah bentuk atapnya yang bergonjong,
bentuk atap ini lain dari bentuk atap rumah adat di seluruh Nusantara.
Walaupun pada daerah lain juga ada atap rumah adat yang memiliki
atap bergonjong, atap bergonjong pada rumah gadang berbentuk
runcing-runcing, bentuk yang demikian tidak dimiliki oleh rumah adat
pada daerah lain di kawasan Nusantara.
Ada beberapa pendapat mengenai reka bentuk rumah gadang, salah
satunya mengemukakan bahwa bentuk dasar bangunan tradisional
Minangkabau ini diambil dari bentuk perahu, hal ini dihubung-kaitkan
dengan kedatangan nenek moyang orang Minangkabau dahulunya
yang memakai perahu.
Sumber: Elfi Murthala,
Agusti. (2013).
DINDING RUMAH GADANG
Dinding rumah gadang merupakan bagian yang penting, karena selain untuk
tujuan perlindungan juga merupakan pencerminan dari kualitas rumah itu
sendiri. dinding yang terdapat pada bagian depan dinamakan dinding tapi
(dinding tepi), dinding samping dinamakan dengan dinding ari dan dinding
pada belakang rumah gadang dinamakan taluang baban. Bahan material
untuk dinding tapi pada umumnya dipakai bahan material papan, papan ini
ada yang diukir dan ada yang tidak diukir. Ada juga rumah gadang yang
keseluruhan dindingnya dibuat dari sasak yaitu bilah-bilah buluh yang
dianyam dengan bingkai ruyung. Namun kebanyakan rumah gadang hanya
dinding bagian belakang saja yang memakai bahan material buluh yang
dinamakan sasak bugih. Demikian juga pada dinding samping atau dinding
ari, juga dibuat dari jalinan buluh.
Sumber: Elfi Murthala,
Agusti. (2013).
1. Atap
Pada awalnya rumah gadang terbuat dari material ijuk. Namun karena
bentuk bangunan rumah gadang yang tinggi dan meruncing, seringkali
terkena sambaran petir dan bahan ijuk akan mudah sekali terbakar,
sehingga kini bahan ijuk sangat jarang digunakan, khususnya pada
rumah gadang yang berukuran besar dan tinggi. Pada bangunan
PDIKM, penutup atap terbuat dari bahan Metal roof yang sekarang
sering digunakan untuk pengganti atap seng. Bahan ini memiliki variasi
bentuk, warna dan ukuran beragam, rangkanyapun ringan.
Penggunaan bahan ini memberikan nilai tambah pada fungsi dan
estetika bangunan.
2. Pondasi
Pada bangunan lama pondasi menggunakan batu alam berukuran besar yang
disebut Batu Sandi. Perubahan material batu alam menjadi berbahan beton
dilakukan karena alasan kepraktisan, karena baik dari aspek waktu, biaya dan
proses pelaksanaan dapat lebih ringan. Selain itu juga daya tahan material beton
cukup kuat terhadap cuaca panas dan hujan. Kekurangan pada pondasi beton di
PDIKM adalah pada bentuk yang tidak menyatu dengan bentuk
Rangkiang/Lumbung padi. Sangat terlihat bahwa pondasi bukan terbuat dari batu
alam, selain itu konstruksi sangat kaku, berbeda dengan batu sandi yang dapat
lebih lentur mengikuti gerakan jika terjadi gempa bumi, sehingga lebih aman bagi
bangunan.
Steffi Halim, Katherine., Eveline C S. (2009). PERANAN RUANG PADA RUMAH GADANG DI SUMATERA BARAT.
HTTPS://WWW.TRIJURNAL.LEMLIT.TRISAKTI.AC.ID/DIMENSI/ARTICLE/VIEW/1145 , diakses pada Senin, 29
November 2021 pukul 06.53 PM.
Rahmawati Z, Yulia., Muchlian, Melvi. (2019). Eksplorasi Etnomatematika Rumah Gadang Minangkabau
Sumatera Barat. https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/article/view/5942 , diakses pada Senin, 29
November 2021 pukul 06.34 PM.