Anda di halaman 1dari 71

NAMA: SITI CHOLIPAH

NIM : 22221099
BAB I
PENDAHULUA
N

A. Konsep Asam Urat

1. Definisi
Arthritis gout atau arthritis pirai adalah suatu peradangan sendi
sebagai manifestasi dari akumulasi endapan kristal monosodium urat, yang
terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam urat di
dalam darah (hiperurisemia) (Noor, 2016). Penyakit asam urat atau gout
adalah kondisi yang dapat menyebabkan gejala nyeri yang tidak
tertahankan, pembengkakan dan rasa panas pada persendian. Meskipun
semua sendi di tubuh dapat terkena asam urat, namun yang paling sering
terserang adalah sendi jari tangan, lutut, pergelangan kaki, dan jari kaki.
Laki-laki lebih berpotensi terkena penyakit asam urat dibandingkan
dengan perempuan terutama pada saat usia mereka di atas 30 tahun. Pada
perempuan, penyakit ini biasanya justru berisiko timbul setelah
menopouse (Anies, 2018).
Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan penumpukkan
asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki
bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah (Merkie, 2005 dalam
Aspiani, 2014). Gout merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh
penumpukkan asam urat yang menyebabkan nyeri pada sendi (Mereau,
2005 dalam Aspiani, 2014).
Gout adalah penyakit yang di akibatkan gangguan metabolisme purin
ditandai dengan hiperurikemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang
(Chairuddin, dalam Nurarif dan Kusuma, 2015). Penyakit ini paling
sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan wanita
pasca menopouse (Fauci, Braunwald dalam Nurarif dan Kusuma, 2015).
Gout adalah sekelompok kondisi inflamasi kronis yang berhubungan
dengan defek metabolisme purin secara genetik dan menyebabkan
hiperurisemia (Brunner & Suddart, ed 12). Jadi penulis menyimpulkan
bahwa gout adalah salah satu penyakit persendian dimana sendi
mengalami peradangan.
.
2. Anatomi Fisiologi
a. Sistem Perkemihan

Gambar 1 Sistem Urinaria


(Wibowo & Widjaya, 2009)

Menurut Devi (2017) sistem perkemihan adalah suatu tempat


terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). Sistem
perkemihan mempunyai pengaruh terhadap penurunan kadar asam
urat. Setiap sel mempunyai inti sel dan inti sel tersusun dari berbagai
zat, antara lain purin. Jadi, semua bahan makanan (nabati maupun
hewani) mengandung purin dan dipecah menjadi purin menjadi asam
urat agar dapat dikeluarkan dari dalam tubuh melaui ginjal dan urine.
Gangguan ginjal dapat menyebabkan pengeluaran (eksresi) natrium
urat oleh ginjal menurun sehingga kadar natrium urat dalam darah
meningkat (APKI, 2018)
Adapun bagian-bagian organ pada sistem perkemihan menurut
Devi (2017) adalah:
1) Ginjal
Ginjal adalah suatu kelenjar yang terletak di bagian belakang
kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang
abdomen. Bentuk ginjal seperti biji kacang, jumlah ada dua buah
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita.
(a) Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut
kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrus berwarna ungu
tua. Lapisan luar terdiri dari lapisan korteks dan lapisan
sebelah dalam bagian medulla yang berbentuk kerucut yang
disebut renal piramid. Adapun menurut Devi (2017) fungsi
ginjal sebagai berikut:
(1) Mengatur volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air
dalam tubuh akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine
(kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urine yang dieksresikan
berkurang dan konsetrasinya lebih pekat.
(2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma
(keseimbangan elektrolit).
(3) Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh
bergantung pada apa yang dimakan, campuran makan
menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang
dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein
dalam urine.
(4) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat,
kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
(5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi
hormone renin yang mempunyai peranan penting mengatur
tekanan darah.
(b) Pembentukan Urine
Menurut Devi (2017) glomerulus berfungsi sebagai
ultrafiltrasi pada kapsul bowman, berfungsi untuk menampung
hasil filtasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi
penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada
glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus
berlanjut ke ureter.
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk
ke dalam ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu
sek darah dan plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan urine
menurut Devi (2017) sebagai berikut:
(1) Proses Filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena
permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen
maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh kapsul
bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium,
klorida, sulfat, bikarbonat dan lain-lain, yang
diteruskan ke tubulus ginjal.
(2) Proses Reabsorpsi
Proses inni terjadi penyerapan kembali sebagian
besar glukosa, natrium, klorida, fosfat dan ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi
kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila
diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus
bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif
dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya
dialirkan pada papilla renalis.
(3) Proses Sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi
pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya
diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
(c) Peredaran Darah Ginjal
Menurut Devi (2017) ginjal mendapat darah dari aorta
abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis.
Arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang
menjadi arteri interlobaris kemudian menjadi arteri arkuata.
Arteri interloburalis yang berada di tepi hinjal bercabang
menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disbeut
glomerulus. Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut
kapsul bowman. Disini terjadi penyaringan pertama dan
kapiler darah yang meninggalkan kapsul bowman kemudia
menjadi vena renalis masuk ke kava inferior.
2) Ureter
Menurut Devi (2017) ureter terdiri dari 2 saluran pipa, masing-
masing bersambung dari ginjal je kandung kemih (vesika
urinaria), panjangnya ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Adapun lapisan dinsing abdmen menurut Devi (2017)
adalah:
(a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
(b) Lapisan tengah lapisan otot polos
(c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dindinh ureter menimbulkan gerakan peristaltic tiap


5 menit sekali yang akan mendorng air kemih masuk ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltic mendorong
urine melalui ureter yang dieksresikan oleh ginjal dan
disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis
masuk ke dalam kandung kemih (Devi, 2017).

3) Vesika Urinaria
Vesika urinaria (kandung kemih) dapat mengembang dan
mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang simfisis pubis
di dalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis medius (Devi, 2017).
4) Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
(a) Uretra Pria
Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui tengah-
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang fubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm.
(b) Uretra Wanita
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis berjalan
miring sedikit kea rah atas,panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan
uretra wanita terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar),
lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada
Penyebab asam urat di dalam sendi adalah penyebab penyakit
asam urat. Asam urat sebenarnya merupakan limbah yang terbentuk
dari penguraian zat purin yang ada di dalam sel-sel tubuh. Sebagain
besar asam urat dibuang melalui ginjal dalam bentuk urine dan
sebagian kecil lainnya dibuang melalui saluran pencernaan dalam
bentuk tinja (Anies, 2018).
Menurut Aspiani (2014) penyebab utama terjadinya gout adalah
karena adanya deposit/penimbunan kristal asam urat dalam sendi.
Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit metabolisme
asam urat abnormal dan kelainan metabolik dalam pembentukan
purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Faktor
pencetus terjadinya endapan kristal urat menurut Aspiani (2014)
adalah:
a. Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya gout pada orang
yang mempunyai kelainan bawaan dalam metabolisme purin
sehingga terjadi peningkatan produksi asam urat.
b. Penurunan filtrasi glomerulus merupakan penyebab
penurunan ekskresi asam urat yang paling sering dan
mungkin disebabkan oleh banyak hal.
c. Pemberian obat diuretik seperti tiazid dan furosemide, sasilat
dosis rendah dan etanol juga merupakan penyebab penurunan
ekskresi asam urat yang sering dijumpai.
d. Produksi yang berlebihan dapat menyebabkan oleh adanya
defek primer pada jalur penghematan puirn (mis, defisiensi
hipoxantin fosforibosil transferase), yang menyebabkan
peningkatan pergantian sel (mis, sindrom lisis tumor)
menyebabkan hiperurisemia sekunder.
e. Minum alkohol dapat menimbulkan serangan gout karena
alkohol meningkatakan produksi urat. Kadar laktat darah
meningkat akibat produksi sampingan dari metabolisme
normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat
oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam
serum.
f. Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat
oleh ginjal sehingga dapat menyebabkan serangan gout. Yang
termasuk diantaranya adalah aspirin, asam nikotinat,
asetazolamid, dan atambutol.
1. Patofisiologi
Peningkatan kadar asam urat serum dapat disebabkan oleh
peningkatan berlebihan atau penurunan ekskresi asam urat, ataupun
keduanya. Asam urat yang terbentuk dari hasil metabolisme purin
akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus dan diresorbsi di tubulus
proksimal ginjal. sebagian kecil asam urat yang diresorbsi kemudian
diekskresikan di nefron distal dan dikeluarkan melalui urin (Aspiani,
2014). Pada penyakit Gout, terdapat gangguan keseimbangan
metabolisme (pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut
menurut Aspiani (2014) meliputi:
a. Penurunan ekskresi asam urat secara idiopatik.
b. Penurunan ekskresi asam urat sekunder, misalnya karena
gagal ginjal.
c. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh
tumor (yang meningkatkan cellular) atau peningkatan sintesa
purin (karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan
balik inhibibsi yang berperan)
d. Meningkatkan asupan makanan yang mengandung purin.
e. Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan
meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini
merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah
sehingga cenderung membentuk kristal. Penimbunan asam
urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal
monosodium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih
belum diketahui.

Adanya kristal monosodium urat ini akan menyebabkan


inflamasi menurut Aspiani (2014) melalui beberapa cara:

a. Kristal bersifat mengaktifkan sistem komplemen terutama


C3a dan C5a. Komplemen ini bersifat kemitaktik dan akan
merekrut neutrophil ke jaringan (sendi dan membran
isinovium). Fagositosis terhadap kristal memicu pengeluaran
radikal bebas toksik dan leukotrien, terutama leukitrien B.
Kematian neutrophil menyebabkan keluarnya enzim lisosom
yang destruktif.
b. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat
dalam sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga
mengaluarkan berbagai mediator proinflamasi. Mediator-
mediator ini akan memperkuat respon peradangan, di
samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan
untuk menghasilkan protease. Protease ini akan
menyebabkan cedera jaringan.
c. Penimbunan kristal urat dan serangan yang berulangan akan
menyebabakan terbentuknya endapan seperti kapur putih
yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang rawan dan kapsul
sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi
peradangan
granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf
(kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblast, dan sel
raksasa benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat
menyebabkan fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat
diikuti oleh fusi sendi diikuti oleh fusi sendi (ankilosis). Tofus
dapat terbentuk di tempat lain (misalnya tendon, bursa,
jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam tubulus
ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.
2. Pathway (Nurarif dan Hardhi, 2015)

Bagan 1
Pathway Gout
Arhtritis konsum
suhu Diet tinggi
peningkata asam si
meningkat purin
n pemecah urat dalam
m

cairan elektrolit tidak cukup peningkatan asam laktat sbg


katabolisme asam urat dalam Tidak
purin sel keluar diekskre

menopause
asam urat dalam serum meningkat (hiperurisemia)
urin pekat penyakit

Hormon estroge
Hiperurisemia Hiperurisemia dalam
plasma dan garam urat
terbentuk kristal monosodium urat (MSU)

Merangsang
Penumpukan dan pengendapan MSU neutrophil (leukosit
PMN)
Penumpukan dan pengendapan MSU

Pembentukan batu ginjal asam urat Terjadi fagositosis kristal oleh leukosit
Pembentukan thopus

Respon inflamasi
Proteinuria, hipertensi Terbentuk fagolisosom
ringan, urin asam dan pekat
Hipertermi Pembesaran dan
Resiko ketidakseimbangan
cairan Merusak selaput
protein kristal
Gangguan pola tidur
Deformitas sendi
Nyeri

kekakuan sendi Terjadi ikatan hydrogen antara permukaan kristal d


Kontraksi sendi

Hambatan mobilitas fisik


Fibrosa/ankilosis tulang
Terjadi ikatan hydrogen antarapermukaa

Kerusakan integritas jaringan

Peningkatan kerusakan jaringan


3. Manifestasi Klinik
Menurut Aspiani (2014) keadaan normal kadar urat serum pada
laki-laki meningkat setelah pubertas. Pada perempuan kadar asam
urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause,
kadar asam urat meningkat seperti pada pria. Gout arang ditemukan
pada perempuan. Ada pravelensi familial dalam penyakit yang
mengesankan satu dasar gerontik dan penyakit ini. Namun ada
beberapa faktor yang agaknya memengaruhi timbulnya penyakit ini,
termasuk diet, berat badan, dan gaya hidup. Terdapat empat stadium
perjalanan klinis dari penyakit gout menurut Aspiani (2014) yaitu:
a. Stadium I
Stadium I adalah hiperurisemia asimtomatik. Nilai
normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl,
dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilali ini
meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout.
Dalam tahap ini klien tidak menunjukkan gejala-gejala selain
dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari klien
hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan
gout akut.
b. Stadium II
Stadium II adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini
terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar
biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi
metatarsafalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan
menunujukkan tanda-tanda peradangan lokal. Mungkin dapat
demam dan peningkatan jumlah leukosit. Serangan dapat
dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau
stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong klien untuk
mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang,
termasuk sendi jari-jari tangan, dan siku. Serangan gout akut
biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi dapat memakan
waktu 10 sampai 14 hari.
Perkembangan dari serangan akut gout umumnya
mengikuti serangkakian peristiwa sebagai berikut. Mula-mula
terjadi hiperurisemia dari urat plasma dan cairan tubuh.
Selanjutnya di ikuti oleh penimbunan di dalam dan sekeliling
sendi-sendi. Mekanisme terjadinya kristalisasi urat setelah
keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan
gout seringkali terjadi sesudah trauma lokal atau rupture tofi
(timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan
cepat konsentrasi asam urat lokal. Tubuh mungkin tidak dapat
mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga terjadi
pengendapan asam urat akan memicu serangan gout. Kristal-
kristal asam urat memicu respon fagolitik oleh leukosit,
sehingga leukosit memakan kristal-kristal urat dan memicu
mekanisme respon peradangan lainnya. Respon peradangan
ini dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan
ristal asam urat. Reaksi peradangan dapat meluas dan
bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan kristal
serum.
c. Stadium III
Stadium III adalah serangan gout akut (gout interitis)
adalah tahap interkritis. Tidak terdapat gejala-gejala pada
masa ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang
dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.
d. Stadium IV
Stadium IV adalah gout kronik dengan timbunan asam
urat yang terus bertambah dalam beberapa tahun jika
pengobatan tidak dimulai, Peradangan kronik akibatnya
kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku,
juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak.
Serangan akut arthritis gout apat terjadi dalam tahap ini. Tofi
terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas relative
asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional
mungkin berkakitan dengan kadar asam urat serum.

Menurut Aspiani (2014) gout dapat merusak ginjal sehingga


ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat
dapat terbentuk dalam intertititum medulla, papilla, dan pyramid),
sehingga timbul proreinuria dan hipertensi ringan batu ginjal asam urat
juga dapat terbentuk sebagai sekunder dari gout. Batu biasanya
berukuran kecil, bulat, dan tidak terlihat pada pemerikasaan radiografi.

Menurut Aspiani (2014) gejala klinis yang dapat timbul adalah:

a. Nyeri tulang sendi


b. Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi
c. Tofi pada ibu jari, mata kaki, dan pinna telinga
d. Peningkatan suhu tubuh.

Sedangkan menurut Aspiani (2014) gangguan akut dari


penyakit gout adalah:

a. Nyeri hebat
b. Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang
c. Sakit kepala
d. Demam.

Adapun menurut Aspiani (2014) gangguan kronis dari


penyakit gout adalah:

a. Serangan akut
b. Hiperurisemia yang tidak diobati.
c. Terdapat nyeri dan pegal.
d. Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi
(penumpukkan monosodium urat dalam jaringan).
4. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita gout arhtirits menurut Aspiani (2014) adalah:
a. Serum asam urat
Umumnya meningkat di atas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini
mengindikasikan hiperurisemia akibat peningkatan produksi
asam urat atau gangguan ekskresi.
b. Leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai
20.000/mm3 selama serangan akut. Selama periode
asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu
5000-10.000/mm3.
c. Eusinofil Sedimen Rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan
sedimen rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai
akibat deposit asam urat di persendian.
d. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi
dan ekskresi asam urat. Jumlah normal seorang
mengekskresikan 250-750 mg/24 jam asam urat di dalam
urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam
urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam
mengindikasikan gangguan ekskresi pada klien dengan
peningkatan serum asam urat. Instruksikan klien untuk
menampung semua urin dengan proses atau tisu toilet selama
waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal
direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet
bebas purin pada waktu itu di indikasikan.
e. Analisis cairan aspirasi sendi
Analisi cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi
akut atau material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum
kristal urat yang tajam, memberikan diagnosa definitif gout.
f. Pemeriksaan radiografi
Pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan menunjukkan
tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah
penyakit berkembang progesif maka akan terlihat jelas/ares
terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
5. Penatalaksanaan
Menurut Aspiani (2014) tujuan penatalaksanaan dilakukan untuk
mengakhiri serangan akut secepat mungkin mencegah serangan
berulang, dan pencegahan komplikasi. Pengobatan gout tergantung
pada tahap penyakitnya:
a. Pada stadium 1 (Hiperurisemia asimtomatik)
1) Biasanya tidak membutuhkan pengobatan
2) Turunnya kadar asam urat dengan obat-obatan urikosurik
dan penghambat xanthin oksidase.
b. Stadium 2 (Arhritis Gout Akut)
Serangan akut arthritis gout dapat diobati dengan obat-obatan
antinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obatan ini
diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk
mengurangi peradangan akut sendi. Kemudian dosis ini
diturunkan secara bertahap dalam beberapa hari.
1) Kalkisin di berikan 1 mg (2 tablet) kemudian 0,5 mg (1
tablet) setiap 2 jam sampai serangat akut menghilang.
2) Indometasin 4 x 50 mg sehari.
3) Fenil butazon 3 x 100-200 mg selama serangan, kemudian
turunkan.
4) Penderita di anjurkan untuk diet rendah purin, hindari
alcohol dan obat-obata yang menghambat ekskresi asam
urat.
c. Stadium 3 (Tahap inter kritis)
Pengobatan gout kronik adalah berdasarkan usaha untuk
menurunkan produksi asam urat atau meningkatkan ekskresi
asam urat oleh ginjal. Obat alpurinol menghambat
pembentukan asam urat dari prekursornya (xantin dan
hipoxantin) dengan menghambat enzim xantin oksidase. Obat
ini dapat diberikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali
sehari.
1) Hindari faktor pencetus timbulnya serangan seperti banyak
makan lemak, alcohol dan protein, trauma dan infeksi.
2) Berikan obat profilaktik (Kalkisin 0,5-1 mg indometasin tiap
hari).
d. Stadium 4 (Gout kronik)
1) Alopurinol menghambat enzim xantin sehingga mengurangi
pembentukan asam urat.
2) Obat-obat urikosurik yaitu prebenesid dan sulfinpirazon.
3) Tofi yang besar atau tidak hilang dengan pengobatan
konservatif perlu dieksisi.

Menurut Aspiani (2014) terapi pencegahan dengan meningkatkan


ekskresi asam urat menggunakan probenezid 0,5 g/hari atau
sulfinpyrazone (Anturane) pada klien yang tidak tahan terhadap
benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Alopurinol
100 mg 2 kali/hari.

Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan


bagi klien dengan gout menurut Brunner & Suddart (2013), adalah
dengan mendorong klien untuk membatasi konsumsi makanan tinggi
purin, terutama daging organ (jeroan), dan membatasi asupan alkohol.
Dorong klien untuk mempertahankan berat tubuh normal. Upaya ini
dapat membantu mencegah episode gout yang nyeri. Pada periode
arthritis gout, penatalaksanan nyeri sangat penting. Tinjau medikasi
bersama klien, tekankan pentingnya melanjutkan medikasi untuk
mempertahankan efektivitas.

Menurut Aspiani (2014) sasaran terapi gout arthritis yaitu


mempertahankan kadar asam urat dalam serum di bawah 6 mg/dL dan
nyeri yang diakibatkan oleh penumpukan asam urat. Tujuan terapi
yang ingin dicapai yaitu mengurangi peradangan dan nyeri sendi yang
ditimbulkan oleh penumpukan kristal monosodium urat monohidrat.
Kristal itu ditemukan pada jaringan kartilago, subkutan dan jaringan
partikular, tendon, tulang, ginjal, serta beberapa tempat lainnya.
Selain itu, terapi gout juga bertujuan untuk mencegah tingkat
keparahan penyakit lebih lanjut karena penumpukan kristal dalam
medula ginjal akan menyebakan Chronic Urate Nephropathy serta
meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal. Terapi obat dilakukan
dengan mengobati nyeri yang timbul terlebih dahulu, kemudian
dilanjutkan dengan pengontrolan dan penurunan kadar asam urat
dalam serum darah. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
menurut Aspiani (2014) penyebab kelebihan asam urat/hiperurisemia
adalah diet tinggi purin, obesitas, konsumsi alkohol, dan penggunaan
beberapa obat seperti tiazid dan diuretik kuat akan menghambat
ekskresi asam urat di ginjal, aspirin dosis rendah <3 g memperburuk
hiperurisemia.
6. Pencegahan
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita gout
arthtritis menurut Aspiani (2014) adalah:
a. Pembatasan purin
Apabila telah terjadi pembengkakan sendi maka penderita
gangguan asam urat harus melakukan diet bebas purin. Namun
karena hampir semua bahan makanan sumber protein
mengandung nucleoprotein maka hal ini hamper mungkin
dilakukan. Maka yang harus dilakukan adalah membatasi
asupan purin menjasi 100-150 mg purin per hari (diet normal
biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari). Makan-
makanan yang mengandung purin antara lain: Jeroan (jantung,
hati, lidah ginjal usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-
kacangan, Bayam, Udang, dan Daun Melinjo.
b. Kalori sesuai kebutuhan
Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan
kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan.
Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan,
berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan
jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga
bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya bahan keton
yang kan mengurangi pengeluaran asam urat melaluui urin.
c. Tinggi karbohidrat
Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong roti dan ubi
sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat
karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urin.
Konsumsi karbohidrat kompleks ini sebaiknya tidak kurang
dari 100 gram per hari. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa
seperti gula, permen, arum manis, gulali, dan sirup sebaiknya
dihindari karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat
dalam darah.
d. Rendah protein
Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan
kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang
mengandunng protein hewani dalam jumlah yang tinggi,
misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan protein
yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah
sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari.
Sumber protein yang disarankan adalah protein nabati yang
berasal dari susu, keju dan telur.
e. Rendah lemak
Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin,
Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarin dan
mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya 25
persen dari total kalori.
f. Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi dapat membantu membuang asam
urat melalui urin. Karena itu, disarankan untuk menghabiskan
minum-minuman sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari. Air
minum ini bisa berupa air putih masak, teh, atau kopi. Selain
dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-buahan segar
yang mengandung banyak air. buah-buahan yang dissarankan
adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan
jambu air. Selain buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi
karena buah-buahan sedikit mengandung purin. Buah-buahan
yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena
keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi
g. Tanpa alkohol
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat yang
mengkonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan yang tidak
mengkonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena meningkatkan
asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat
pengeluaran asam urat dari tubuh.
7. Komplikasi
Penyakit asam urat jarang menimbulkan komplikasi, namun
tetap patut untuk diwaspadai. Beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang
mengalami radang
b. Kerusakan sendi permanen akibat radang yang terus
berlangsung serta tofi di dalam sendi yang merusak tulang
rawan dan tulang sendi itu sendiri. Kerusakan permanen ini
biasanya terjadi pada kasus penyakit asam urat yang
diabaikan selama bertahun-tahun
c. Batu ginjal dapat terjadi disebabkan oleh pengendapan asam
urat yang bercampur dengan kalsium di dalam ginjal.

B. Konsep Lanjut Lansia

1. Definisi Lansia
Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999 dalam Sunaryo, 2016). Pada
lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Sunaryo,
2016).
Lansia menurut BKKBN (1995) dalam Abdul dan Sandu (2016),
adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya
memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis,
psikologis, sosial, ekonomi.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/
menganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994 dalam Aspiani, 2014).
Pandangan Islam terhadap lanjut usia menurut Padila (2013)
menjelaskan bahwa agama Islam memandang masyarakat lansia
dengan pandangan terhormat sebagaimana perhatiannya terhadap
generasi muda. Agama Islam memperlakukan dengan baik para
lansia dan mengarjarkan metode supaya keberadaan mereka tidak
dianggap sia-sia dan tidak bernilai oleh masyarakat. Dalam Islam
penuan sebagai tanda dan simbol pengamalan dan ilmu. Para lansia
memiliki kedudukan tinggi di masyarakat khususnya, dari sisi bahwa
mereka adalah harta dari ilmu dan pengalaman, serta informasi dan
pemikiran. Oleh sebab itu, mereka harus dihormati, dicintai dan
diperhatikan serta pengalaman-pengalamannya harus dimanfaatkan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, hormatilah orang-orang yang lebih
tua dari kalian dan cintai serta kasihilah orang-orang yang lebih muda
dari kalian.
2. Karakteristik Lansia
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk
mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia menurut Nadjib
(2015) adalah:
a. Jenis kelamin: proporsi kelompok lansia lebih banyak pada
wanita; terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan
antara lansia laki-laki dan perempuan. Misalnya lansia laki
kebanyakan menderita dengan hipertropi prostat, wanita
mungkin menghadapi osteoporosis.
b. Status perkawinan: status masih pasangan lengkap atau sudah
hidup ajnda/duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan
lansia baik fisik maupun psikologis.
c. Keadaan keluarga (living arrangement): misalnya keadaan
pasangan, tinggal sendiri atau masih bersama istri, anak atau
keluarga lainnya.
d. Tanggung jawab keluarga: masih menanggung anak atau
anggota keluarga, atau justru sudah ditanggung oleh anak atau
keluarga lainnya.
e. Tempat tinggal: rumah sendiri, tinggal dengan anak/keluarga
atau di rumah jompo. Dewasa ini kebanyakan lansia
Indonesia masih hidup sebagian keluarganya, baik lansia
sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Di
masa depan terjadi kecenderungan lansia kan ditinggalkan
oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.
f. Kondisi kesehatan
1) Kondisi umum; kemampuan umum untuk tidak tergantung
kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari, seperti dapat
tidaknya mandi, buang air kecil atau besar sendiri.
2) Frekuensi sakit: sering sakit menyebabkan makin tidak
produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain.
Bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah
memerlukan perawatan khusus.
g. Keadaan ekonomi
1) Sumber pendapat resmi: pensiunan ditambah sumber
pendapatan lain kalau masih bisa aktif. Penduduk lansia di
daerah pertanian menunjukkan proporsi yang lebih besar
dibandingkan dengan di daerah non pertanian. Lapangan
kerja sector pertanian cukup banyak menyerap tenaga kerja
lansia, di samping sector perdagangan dan sektor jasa.
2) Sumber pendapatan keluarga: ada tidaknya bantuan
keuangan dari anak/keluarga lainnya, atau bahkan masih
ada anggota keluarga yang tergantung padanya.
3) Kemampuan pendapatan: lansia memerlukan biaya yang
lebih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun.
Masalahnya adalah sampai seberapa besar pendapatan
lansia dapat memenuhi kebutuhannya.

3. Batasan Umur Lansia


Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) dalam
Sunaryo (2016), batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur
lansia sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab
1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organitation, usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age)
ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun,
lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very
old) ialah di atas 90 tahun.
4. Teori Proses Menua
Menurut Aspiani (2014) teori yang membahas mengenai proses
menua adalah:
1. Teori Biologis
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi
bahwa proses menua merupakan perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup (Zairt,
1980 dalam Aspiani, 2014). Teori ini lebih menekankan pada
perubahan kondisi tingkat structural sel/organ tubuh,
termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis
(Aspiani, 2014).
2. Teori Sosial
Teori sosiologis tentang penuaan yang selama ini dianut
adalah:
a. Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai dimasyarakat. Mauss (1954), Homans (1961), dan
Blau (1964) dalam Abdul dan Sandu (2016)
mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas
hokum pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar lain
Simmons (1945) dalam Abdul dan Sandu (2016)
mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk
mempertahankan status sosialnya untuk melakukan tukar-
menukar.
b. Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory)
Cumming dan Henry (1961) mengemukakan bahwa
kemiskina yang diderita lansia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-
lahan menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal
tersebut, dari pihak masyarakat juga mempersiapkan
kondisi agar para lansia menarik diri.
3. Teori Psikologi
a. Teori Kebutuhan Manusia menurut Hierarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki herarki dari
dalam diri, yaitu kebutuhan yang memotivasi seluruh
perilaku manusia (Maslow, 1954 dalam Abdul dan Sandu,
2016). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang
berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sudah
terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat
selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari
kebutuhan tersebut tercapai. Semua kebutuhan ini sering
digambarkan seperti sebuah segitiga di mana kebutuhan
dasar terletak yang paling bawah/dasar.
b. Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) dalam Abdul dan Sandu (2016)
menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari
seluruh fase kehidupan, yaitu mulai dari masa kanak-
kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan, sampai lansia. Kepribadian individu terdiri
dari ego, ketidaksadaran seseorang, dan ketidaksadaran
bersama.
c. Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) dalam Abdul dan Sandu (2016)
menyusun sebuah teori yang menggambarkan
perkembangan manusia yang didasarkan pada penelitian
ekstensif dengan menggunakan biografi dan melalui
wawancara. Fokus dari teori in adalah mengidentifikasi
dan mencapai tujuan hidup manusia yang melewati kelima
fase proses perkembangan.
5. Perubahan-Perubahan Pada Lansia
Menurut Padila (2013) menjadi tua atau menua membawa
pengaruh serta perubahan menyeluruh baik fisik, sosial,mental dna
moral spritual yang keseluruhannya saling kait mengait antara satu
bagian dengan bagian yang lainnya. Dan perlu kita ingat bahwa tiap-
tiap perubahan memerlukan penyesuaian diri, padahal dalam
kenyataan semakin menua usia kita kebanyakan semakin kurang
fleksible untuk menyesuaikan terhadap berbagai gejolak yang harus
dihadapi oleh setiap kita yang mulai menjadi manula. Gejolak-
gejolak itu antara lain perubahan fisik dan perubahan sosial.
Secara umum menurut Padila (2013) menjadi menua ditandai
oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik, antara lain:
a. Kulit mulai mengundur dan wajah mulai keriput serta garis-
garis yang menetap
b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
c. Gigi mulai lepas (ompong)
d. Penglihatan dan pendengaran berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh dan mudah terserang penyakit
f. Nafsu makan menurun
g. Penciuman mulai berkurang
h. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
i. Pola tidur berubah
Sedangkan menurut Siti, 2009 dalam Muhith dan Sandu (2016)
masalah pada proses penuaan meliputi perubahan dari tingkat sel
sampai ke semua organ tubuh, di antarnya sistem pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
musculoskeletal, gastrointestinal, genitalia urinaria, endokrin, dan
integument yang dijelaskan sebagi berikut (Siti, 2009 dalam Muhith
dan Sandu (2016):
a. Sistem pernapasan pada lansia:
1) Otot pernapasan kaku dan kehilangan kekuatan.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi
batuk sehingga potensial terjadi penumpukkan secret.
3) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan
mengempisnya) sehingga jumlah udara pernapasan yang
masuk ke paru mengalami penurunan.
4) Kemampuan batuk berkurang sehingga pengeluaran
secret dan corpus alium dari saluran napas berkurang
sehiingga potensial terjadinya obstruksi.
b. Sistem Persarafan
1) Cepat menurunkan hubungan persarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berpikir.
3) Mengecilnya saraf pancaindera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif
terhadap perubahan sehu dengan rendahnya ketahanan
tubuh terhadap dingin.
c. Sistem Penglihatan
1) Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
2) Pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
3) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa)
4) Meningkatnya pengamatan sinar: daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya
gelap.
d. Sistem Pendengaran
1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
2) Hilangnya kemampuan (daya) pendengaranya pada telinga
dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia di atas 65 tahun.
3) Membran timpani menjadi atropi menyebabakan
otosklerosis.
4) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatakan kreatin.
e. Pengecap dan Penghidung
1) Menurunnya kemampuan mengecap.
2) Menurunny kemampuan penghidung sehingga
mengakibatkan selera makan berkurang.
f. Peraba
1) Kemunduran dalam merasakan sakit.
2) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas, dan dingin.
g. Sistem Kardiovaskuler
1) Kempuan jantung memompa darah menurun 1% per tahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
2) Kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi
65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak)
3) Tekanan darah meningkat akibat meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer (normal kurang lebih 170/95
mmHg).
h. Sistem Genitalia Urianaria
1) Ginjal: mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50%, penyaringan di glomerulus
menurun 50%, fungsi tubulus berkurang akibat
berkurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat
jenis urin menurun proteinuria (biasanya +1).
2) Vesika urinaria/kandung kemih: otot-otot menjadi lemah,
kapasitanya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan
frekuensi BAK meningkat, vesika urinaria susah
dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya
retensi urin.
3) Pembesaran prostat lebih kurang 75% dimulai oleh pria
usia di atas 65 tahun.
4) Vagina: selaput menjadi kering, elastisitas jaringan
menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi
berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan
warna.
5) Daya seksual: frekuensi seksual intercourse cenderung
menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati
berjalan terus.
i. Sistem Endokrin/Metabolik
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Pituitary: pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah
dan hanya ada di pembuluh darah.
3) Menurunnya aktivitas tiroid.
4) Menurunnya produksi aldosterone.
5) Menurunnya sekresi hormone: progesterone, estrogen,
testosterone.
6) Defesiensi hormonal dapat menyebabkan hiptirodism,
depresi dari sumsum tulang, serta kurang mampu dalam
mengatasi tekanan jiwa (stres).
j. Sistem Pencernaan
1) Kehilangan gigi, penyebab utama adanya periodontal
diease yang biasanya terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
2) Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari
selaput lendir, atrofi indra pengecap (kurang lebih 80%),
hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah
terutama rasa manis, asin, asam, dan pahit.
3) Esofagus melebar.
k. Sistem Muskuloskeletal
1) Nyeri : Kekakuan pada persendian biasanya terjadi
pada pagi hari atau malam hari sebelum tidur
2) Pembengkakan/panas pada persendian
3) Keterbatasan gerak dan penurunan rentang gerak
4) Kelemahan otot
5) Tulang rapuh.
6) Resiko terjadi fraktur.
7) Kyphosis
8) Persendian besar dan menjadi kaku.
9) Pada wanita lansia > risiko fraktur.
10) Pinggang, lutut, dan jari pergelangan tangan terbatas.
11) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi
pendek (tinggi badan berkurang)
12) Deformitas sendi
13) Sendi inflamasi dan kontraktur sendi
14) Fibrosisi ankilosis tulang yang terserang pada sendi jari
kaki dan jari tangan, lutut, tumit, pergelangan tangan dan
siku
15) Pembesaran dan penonjolan sendi

Sedangkan menurut Padila (2013) perubahan


dan konsekuensi biologis usia lanjut sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh
penurunan masssa otot (atropi otot)
2) Ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot
lebih banyak terjadi pada ekstremitas bawah
3) Sel otot yang mati digantikan oleh jaringan ikat dan lemak
4) Kekuatan atau jumlah daya yang dihasilkan oleh
otot menurun dengan bertambahnya usia
5) Kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar
40% antara usia 30 sampai 80 tahun
l. Perubahan Sistem Kulit Dan Jaringan Ikat
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Kulit kering dan kurang elastis karena menurunnya cairan
dan hilangnya jaringan adipose.
3) Kelenjar keringat mulai tidak bekerja dengan dengan baik
sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan
temperatur yang tinggi.
m. Perubahan Sistem Reproduksi Dan Kegiatan Seksual
1) Perubahan sistem reproduksi.
2) Selaput lender vagina menurun/hilang.
3) Menciutnya ovarium dan uterus.
4) Atropi payudara.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
Menurut Oda (2017) pengkajian adalah langkah pertama dalam
proses keperawatan. Proses ini meliputi langkah-langkah seperti
pengumpulan data, verifikasi data, organisasi data, interpretasi data,
dan pendokumentasi data. Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan
data dasar tentang kesehatan klien baik fisik, psikologis, maupun
emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkkan status
kesehatan klien, menemukan masalah aktual maupun potensial, serta
sebagai acuan dalam memberi edukasi kepada klien. Beberapa hal
yang perlu dikaji menurut Aspiani (2014) adalah:
j. Identitas klien
Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem
muskuloskeletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit
muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.
k. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (saat masuk RS)
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
penyakit muskuloskeletal seperti: Rhemathoid Arthritis, Gout
Arthritis, Osteoarthritis Dan Osteoporosis adalah klien
mengeluh nyeri pada persendian yang terkena, adanya
keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas.
2) Keluhan utama (saat pengkajian)
Klien biasanya mengeluh nyeri di persendian sekitar ektremitas
atas dan bawah dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat
keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau
timbul nyeri dalam waktu yang lama.
l. Riwayat kesehatan saat ini
Riwayat kesehatan saat ini berupa serangkakian wawancara yang
dilakukan perawat untuk menggali permasalahan lansia dari
timbulnya keluhan utama pada sistem muskuloskeletal
sampai pada pengkajian.
1) Alasan datang ke Panti Sosial
Alasan mengapa lansia datang ke panti dengan kemauan
lansia sendiri atau karena diantar keluarga.
2) Riwayat penyakit yang lalu
Riwayat penyakit yang pernah di derita lansia pada masa lalu.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dimana anggota keluarga tidak ada yang menderita
seperti yang di alami lansia saat ini.
4) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kronologis dari penyakit yang di derita lansia gout
arthritis meliputi nyeri:
(a) P (Provaiking) : Apa penyebab timbulnya
rasa nyeri
(b) Q (Quality) : Seberapa berat keluhan nyeri
yang dirasakan
(c) R (Region) : Lokasi dimana keluhan nyeri
yang dirasakan
(d) S (Skala) : Untuk mengetahui skala nyeri
yaitu 0-10
(e) T (Time) : Untuk mengetahui kapan
saja nyeri itu muncul
5) Pola Aktivitas/Latihan
(a)Aktivitas atau latihan yang dilakukan pada lansia sebelum di
panti atau sesudah di panti secara mandiri atau dengan
bantuan keluarga atau perawat misalnya saat melakukan
aktivitas sebagai berikut:
(b) Makan/minum
Pada saat lansia makan atau minum dilakukan secara
mandiri atau dibantu orang lain
(c) Mandi
Pada saat lansia mandi dilakukan secara mandiri
atau dibantu orang lain
(d) Berpakakin
Pada saat lansia berpakakin dilakukan secara mandiri
atau dibantu orang lain
(e) Toileting
Pada saat lansia BAK/BAB dilakukan secara mandiri
atau dibantu orang lain
(f) Mobilisasi
Pada saat lansia mobilisasi dilakukan secara mandiri
atau dibantu orang lain
6) Pola Nutrisi
(a) Diet tertentu : Pada lansia gout diutamakan diet
purin misalnyajeroan dan
kepiting dan makanan lainnya.
(b) Nafsu makan : Makan yang tidak teratur dan porsi
makan sepiring yang tidak penuh
(c) Perubahan BB selama 6 bulan terakhir
7) Pola Eliminasi
(a) Kebiasaan BAB : Warna, frekuensi dan konsistensi
(b) Kebiasaan BAK : Warna, frekuensi dan konsistensi
8) Pola Istirahat/Tidur
(a) Tidur Malam
Pada saat lansia idur adakah gangguan insomnia atau tidak
(b) Tidur Siang
Pada saat lansia tidur siang terdapat gangguan atau tidak
(c) Kebiasaan Tidur
Berapa lama lansia tidur dan hal apa saja yang
biasa dilakukan sebelum tidur
9) Pola Persepsi-Kognitif
(a) Apakah lansia orang yang penuhkasihsayang atau tidak
(b) Apakah kulit lansia masih sensitif terhadap rabaan
10) Pola Hubungan dengan Keluarga
(a) Apa pendapat lansia tentang keluarga
(b) Apa pendapat lansia tentang teman-teman di panti sosial
(c) Apakah lansia dan berorientasi dengan baikdengan
orang sekitar
11) Pola Spritual
(a) Agama apa yang dianut oleh lansia
(b) Kegiatan ibadah yang biasanya dilakukan lansia
12) Pemeriksaan Fisik
(a) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami
gangguan muskuloskeletal biasanya lemah.
(b) Kesadaran
Kesaadaran klien biasanya Composmentis dan Apatis.
(c) Tanda-Tanda Vital
(1) Suhu meningkat (>37o C)
(2) Nadi meningkat (N: 70-82X/menit)
(3) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal
(4) Pernapasan biasanya mengalami normal
atau meningkat
13) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
(a) Sistem Pernapasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
(b) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi
apikal, sirkulasi perifer, warna dan kehangatan.
(c) Sistem Persarafan (B3: Brain)
Kaji adanya kehilangan kemampuan gerakan/sensasi,
spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas).
(d) Sistem Perkemihan (B4: Bledder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin,
dysuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihannya.
(e) Sistem Pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri
tekan abdomen.
(f) Sistem Muskuloskeletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi
pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kekuatan otot, kontraktur, atrofi, laserasi kulit dan
perubahan warna. Deformitas sendi, sendi inflamasi dan
kontraktur sendi, fibrosisi ankilosis tulang yang terserang
pada sendi jari kaki dan jari tangan, lutut, tumit,
pergelangan tangan dan siku, pembesaran dan penonjolan
sendi serta kekuatan tonus otot berupa:
(1) Skala 0 : Artinya otot tak mampu
bergerak/lumpuh total misalnya jika tangan dan kaki
mempunyai skala 0 maka tidak dapat di gerakkan
walaupun sudah diperintah
(2) Skala 1 : Terdapat sedikir kontraksi tetapi tidak
ada gerakkan pada tangan dan kaki
(3) Skala 2 : Terdapat sedikit gerakkan pada
tangan dan kaki dengan cara ke atas dan ke bawah
(4) Skala 4 : Dapat bergerak dan dapat
melawan hambatan yang ringan
(5) Skala 5 : Dapat bergerakdengan melawan
hambatan ringan
(6) Skala 6 : Dapat bergerak dengan melawan
hambatan berat (normal)
Skala nyeri (0-10) dengan menggunakan Comperative
Pain Scale:
(1) 1-3 : Nyeri ringan
(2) 4-6 : Nyeri sedang
(3) 7-10 : Nyeri berat
14) Pemeriksaan penunjang
Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan pada penderita asam
urat:
(a) Laboratorium:
(1) Pemeriksaan cairan synovia didapatkan adanya kristal
monosodium urat intraseluler
(2) Pemeriksaan serum asam urat meningkat >7 mg/dL.
(3) Urinalisis 24 jam didapatkan ekskresi >800 mg asam
urat.
(4) Urinalisis untuk mendeteksi resiko batu asam urat.
(5) Pemeriksaan kimia darah untuk mendeteksi fungsi
ginjal, hati, hipertrigliseridemia, tingginya LDL, dan
adanya diabetes milletus.
(6) Leukosit didapatkan pada fase akut.
(b) Radiodiagnostik:
(1) Radiografi untuk mendeteksi adanya kalsifikasi sendi.
(2) Radiografi didapatkan adanya erosi pada permukaan
sendi dan kapsul sendi.
6. Diagnosa (Nurarif dan Hardhi, 2015)
1. Hipertermi berhubungan dengan respon trauma ditandai dengan suhu
tubuh diatas normal
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (inflamasi) ditandai
dengan gelisah dan sulit tidur
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai
dengan pola tidur berubah, mengeluh susah tidur.
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis
(penekanan pada penonjolan tulang, gesekan) ditandai dengan kerusakan
jaringan
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal ditandai dengan sendi kaku, nyeri saat bergerak
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Nyeri Akut NOC: Tingkat Nyeri NIC: Manajemen Nyeri NIC: Manajemen Nyeri
KH A T 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui
Mengerang 2 5 secara komprehensif yang pengalaman nyeri
Ekspresi wajah nyeri 2 5 meliputi lokasi, yang dirasakan klien
Tidak bisa beristirahat 2 5 karakteristik, onset / meliputi lokasi,
Fokus menyempit 2 5 durasi, frekuensi, kualitas, karakteristik, onset /
Nyeri yang dilaporkan 2 5 intensitas atau durasi, frekuensi,
kerusakan sedemikian rupa Skala Indikator: bertambabhnya nyeri dan kualitas, intensitas atau
(International Association for 1. Deviassi berat dari keadaan faktor pencetus bertambabhnya nyeri
The Study of Pain) awitan normal dan faktor pencetus
yang tiba-tiba atau lambat dari 2. Deviasi cukup berat dari keadaan 2. Observasi adanya petunjuk 2. Mengetahui tingkat
intensitas ringan hingga berat normal non verbal mengenai nyeri pada klien yang
dengan akhir yang dapat 3. Deviasi sedang dari keadaan ketidaknyamanan terutama kesulitan
antisipasi atau diprediksi dan normal pada yang tidak dapat berkomunikasi dengan
berlangsung <6 bulan. 4. Deviasi ringan dari keadaan berkomunikasi secara petunjuk verbal
Batasan karakteristik: normal efektif
1. Bukti nyeri dengan 5. Tidak ada deviasi dari 3. Gunakan komunikasi 3. Memudahkan
menggunakan standar keadaan normal terpeutik untuk mengetahui seseorang perawat
daftar periksa nyeri untuk pengalaman nyeri mengetahui nyeri klien
klien yang tidak dapat 4. Gali bersama klien faktor- 4. Mengetahui penyebab
mengungkapkan faktor yang dapat nyeri yang dialami
2. Diaforesis menurunkan / agar perawat dapat
3. Dilatasi pupil memperberat nyeri melakukan tindakan
4. Fokus pada diri sendiri sesuaidengan keluhan
5. Fokus menyempit klien
6. Keluhan tentang intensitas
menggunakan standar 5. Berikan informasi 5. Memudahkan perawat
skala nyeri mengenai nyeri, seperti dalam memilih
7. Perilaku distraksi penyebab nyeri, berapa tindakan yang
8. Perubahan selera makan lama nyeri yang dirassakan sesuaidengan keluhan
9. Putus asa dan antisipasi dari klien
10. Sikap melindungi area ketidaknyamanan
nyeri 6. Ajarkan teknik non 6. Menghilangkan
11. Tampak meringis farmakologi (seperti ketidaknyamanan,
12. Ekspresi wajah nyeri relaksasi, terapi music, meningkatkan efek
13. Bersikap pritektif aplikasi panas/dingin, dan terapeutik non
(waspada, posisi pijatan) analgesic
menghindari nyeri)
14. Gelisah NIC: Aplikasi Panas/Dingin NIC: Aplikasi
15. Sulit tidur Panas/Dingin
16. Sikap tubuh melindungi 1. Jelaskan penggunaan 1. Memberikan
aplikasi panas/dingin, penjelasan tentang
alsan perawatan dan penggunaan kompres
bagaimana hal tersebut panas/ dingin terhadap
akan mempengaruhi gejala pengaruh nyeri yang
Faktor yang Berhubungan: klien dirasakan klien
1. Agen cedera biologis 2. Pertimbangkan kondisi 2. Memberikan efek
(mis., infeksi, iskemia, kulit dan identifikasi setiap nyaman kepada klien
neoplasma) perubahan uang terhadap tindakan
2. Agen cedera fisik (mis., memerlukan prosedur keperawatan yang
abses, amputasi, luka perubahan/kontrainsikasi dilakukan sesuai
bakar, terpotong, terhadap stimulus masalah pada klien
mengangkat berat, 3. Bungkus perangkat 3. Manghindari
prosedur bedah, trauma, panas/dingin dengan alat terjadinya iritasi
olahraga berlebihan) yang terlindungidengan terhadap kulit pada
3. Agen cedera kimia (mis., kakin yang sesuai lokasi yang diberi
luka bakar, kapsaisin, kompres
metilen klorida, agens 4. Tentukan durasi aplikasi 4. Agar tidak
mustard) berdasarkan respon verbal, bersentuhan langsung
perilaku, dan biologis dengan kulit sertam
individu emberikan keamnan
terhadap aplikasi
kompres terutama
kompres hangat dan
menghindari terjadinya
kerusakan pada kulit
yang dikompres
2 Hipertermi NOC: Termoregulasi NIC: Perawatan Demam
Definisi: KH A T 1. Panatau suhu dan ttv 1. Suhu 38,9-410C
Peningkatan suhu tubh di atas Berkeringat saat panas 2 5 lainnya menunjukkan proses
kisaran normal Menggigil saat dingin 2 5 penyakit infeksius.
Batasan karakteristik: Peningkatan suhu kulit 2 5 Pola demam dapat
1. Suhu tubuh di atas normal Perubahan warna kulit 2 5 membantu dalam
2. Apnea Skala Indikator: mendiagnosis suatu
3. Kulit merah 1. Deviassi berat dari keadaan penyakit
4. Takikardi normal
5. Kulit terasa hangat 2. Deviasi cukup berat dari 2. Monitor warna kulit dan 2. Mencegah terjadi

6. Gelisah keadaan normal suhu hiperpireksia

7. Hipotensi 3. Deviasi sedang dari keadaan


8. Kejang normal
3. Mempunyai kakitan
9. Koma 4. Deviasi ringan dari keadaan 3. Monitor asupan dan
dengan kanaikan suhu
10. Kulit kemerahan normal keluaran dan sadari
tubuh
11. Letargi perubahan kehilangan
12. Postur abnormal 5. Tidak ada deviasi dari cairan yang tiak dirasakan
13. Stupor keadaan normal 4. Dorong konsumsi cairan 4. Menjaga
14. Takipnea keseimbangan cairan
15. Vasodilatasi tubuh
Faktor yang Berhubungan: 5. Tingkatkan sirkulasi udara 5. Suhu ruangan harus
1. Agen farmaseutikal diubah untuk
2. Aktivitas berlebihan mempertahankan
3. Dehidrasi suhu mendekati
4. Iskemia normal
5. Pakaian yang tidak sesuai 6. Pastikan tanda lain dari 6. Suhu 38,9-410C
6. Peningkatan laju infeksi yang terpanatau menunjukkan proses
metabolisme pada orangtua karena penyakit infeksius
7. Penurunana perspirasi hanya menunjukkan
8. Penyakit demam ringan atau tidak
9. Sepsis demam sama sekali selama
10. Suhu lingkungan tinggi proses infeksi
11. Trauma 7. Pastikan keamanan yang 7. Mencegah terjadinya
mengalami gelisah klien cedera/ resiko
jatuh dari tempat
tidur
3 Gangguan Pola Tidur NOC: Tidur NIC: Peningkatan Tidur
Definisi: KH A T
Interupsi jumlah waktu dan Jam tidur 3 5 1. Tentukan pola atau aktivitas 1. Agar klien mendapat
kualitas tidur akibat faktor Pola tidur 3 5 tidur klien aktivitas tidur yang
eksternal Kualitas tidur 3 5 teratur
Batasan Karakteristik: Tempat tidur yang nyaman 4 5 2. Perkirakan tidur atau siklus 2. Untuk menemukan
1. Kesulitan jatuh tidur Suhu ruangan yang nyaman 4 5 bangun klien di dalam julah tidur dan
2. Ketidakpuasaan tidur Skala Indikator: perawatan perencanaan bangunbklien yang
3. Menyatakan tidak 1. Deviassi berat dari keadaan sesuai
merasa cukup istirahat normal 3. Jelaskan pentingnya tidur 3. Agar klien
4. Penurunan kemampuan 2. Deviasi cukup berat dari yang cukup mengetahuimanfaat
berfungsi keadaan normal dan pentingnya tidur
5. Perubahan pola tidur 3. Deviasi sedang dari keadaan yang cukup
normal normal 4. Monitor atau catat pola 4. Mengetahui jumlah
6. Sering terjaga tanpa 4. Deviasi ringan dari keadaan tidur klien dan jumlah tidur dan keefektifan pola
jelas penyebabnya normal tidur klien
Faktor yang Berhubungan: 5. Tidak ada deviasi dari
1. Gangguan karena keadaan normal
pasangan
2. Halangan lingkungan
Kurang privasi
3. Imobilisasi
4. Pola tidur tidak
menyehatkan (misal
karena tangguang jawab)

4 Hambatan Mobilitas Fisik NOC: Pergerakan Sendi: Lutut NIC: Terapi Latihan: Mobilitas
Definisi: KH A T (Pergerakan) Sendi
Keterbatasan dalam gerak Ekstensi 0 derajat (R) 2 5
1. Monitor lokasi dan
satu atau lebih ektremitas Fleksi 130 derajat (R) 2 5 1. Mengetahui lokasi dan
kecenderungan adanya
secara mandiri dan terarah Hiperekstensi 15 derajat 2 5 kecenderungan nyeri
nyeri dan ketidaknyamanan
Batasan Karakteristik: (R) pada klien
selama
1. Mengeluh sulit Ekstensi 0 derajat (L) 2 5
pergerakan/beraktivitas
menggerakkan ektremitas Fleksi 130 derajat (L) 2 5
2. Bantu klien mendapatkan
2. Kekuatan otot menurun Hiperekstensi 15 derajat 2 5 2. Mengoptimalka
posisi tubuh yang optimal
3. Sendi kaku (R) pergergerakan sendi
untuk pergerakan sendi
4. Gerakan terbatas yang mengalami
pasif maupun aktif
5. Nyeri saat bergerak peradangan
6. Dispnea saat beraktivitas 3. Lakukan latihan ROM
7. Gangguan sikap berjalan NOC: Pergerakan Sendi: Pergelangan pasif atau ROM dengan 3. Melakukan ROM pada
8. Gerakan lambat Kaki bantuan, sesuai indikasi klien untuk
9. Gerakan tidak KH A T meningkatkan
terkoordinasi Dorsal fleksi 20 derajat (R) 2 5 pergerakan
10. Instibilitas postur Plantar fleksi 45 derajat (R) 2 5 4. Bantu untuk melakukan 4. Memaksimalkan
11. Kesulitan membolak- Inversi 30 derajat (R) 2 5 pergerakan sendi yang rentang sendi dengan
balikan posisi Eversi 20 derajat (R) 2 5 ritmis dan teratur sesuai melakukan pergerakan
12. Keterbatasan rentang Rotasi (R) 2 5 kadar nyeri yang bisa
gerak Dorsal fleksi 20 derajat (L) ditoleransi, ketahanan dan
13. Ketidaknyamanan Plantar fleksi 45 derajat (R) pergerakan sendi
14. Penurunan kemampuan Inversi 30 derajat (L) 5. Bantu klien untuk 5. Memudahkan klien
melakukan keterampilan Eversi 20 derajat (L) membuat jadwal latihan melakukan jadwal
motorik halus Rotasi (L) ROM aktif latihan rutin
15. Penurunan kemampuan
Skala Indikator:
melakukan keterampilan
1. Deviassi berat dari keadaan
motorik kasar normal
16. Penurunan waktu reaksi 2. Deviasi cukup berat dari keadaan
17. Tremor akibat bergerak
Faktor yang berhubungan: normal
1. Agen farmaseutikal 3. Deviasi sedang dari keadaan
2. Ansietas normal
3. Depresi 4. Deviasi ringan dari keadaan
4. Fisik tidak bugar normal
5. Gangguan kognitif 5. Tidak ada deviasi dari
6. Gangguan metabolisme keadaan normal
7. Gangguan
musculoskeletal
8. Gangguan
neuromuscular
9. Gangguan
sensoriperseptual
10. Gaya hidup kurang gerak
11. Indeks masa tubuh di
atas persentil ke-75
sesuai usia
12. Intoleran aktivitas
13. Keengganan memulai
pergerakan
14. Kepercayaan budaya
tentang aktivitas yang
tepat
15. Krusakan integritas
struktur tulang
16. Keterlambatan
perkembangan
17. Kontraktur
18. Kurang dukungan
lingkungan(mis, fisik
dan sosial)
19. Kurang pengetahuan
tentang nilai aktivitas
fisik
20. Malnutrisi
21. Nyeri
22. Penurunan kekuatan otot
23. Penurunan kendali otot
24. Penurunan ketahanan
tubuh
25. Penurunan massa otot
26. Program pembatasan
gerak
5 Kerusakan Integritas Jaringan NOC: Pergerakan NIC: Perlindungan Infeksi NIC: Perlindungan Infeksi
Definisi: KH A T
Cedera pada membran Keseimbangan 3 5 1. Monitor adanya tanda dan 1. Untuk mengetahui
mukosa, sistem integument, Koordinasi 3 5 gejala infeksi iskemik dan adanya infeksi yang
fascia muskular, otot, tendon, Cara berjalan 3 5 local terjadi pada klien
tulang, kartilago, kapsul, Gerakan sendi 3 5 2. Tingkatkan asupan nutrisi 2. Memberikan nutrisi
sendi dan ligament Gerakan mudah 3 5 yang cukup yang cukup terhadap
kebutuhan untuk
Batasan karakteristik: Skala Indikator: proses penyembuhan
1. Cedera jaringan 1. Deviassi berat dari keadaan
2. Jaringan rusak normal 3. Anjurkan asupan cairan 3. Menyeimbangkan
2. Deviasi cukup berat dari dengan tepat asupan cairan
Faktor yang berhubungan: keadaan normal 4. Anjurkan istirahat 4. Untuk mengembalikan
1. Agens cedera kimiawi eenrgi klien
(mis, luka bakar, 3. Deviasi sedang dari keadaan 5. Panatau adanya parubahan 5. Mengetahui tingkat
kapsaisin, metilien, normal tingkat energy energy klien
klorida, agen mustard) 4. Deviasi ringan dari keadaan
2. Agen farmaseutikal normal NIC: Manajemen Nutrisi NIC: Manajemen Nutrisi
3. Faktor mekanik 5. Tidak ada deviasi dari keadaan 1. Tentukan status gizi klien 1. Memberikan asupan
4. Gangguan metabolisme dan kemampuan klien gizi yang seimbangan
5. Gangguan sensasi untuk memenuhi
6. Gangguan sirkulasi kebutuhan gizi
7. Hambatan mobilitas fisik 2. Tentukan jumlah nutrisi 2. Memenuhi gizi
8. Kelebihan volume cairan yang dibutuhkan klien dengan
9. Ketidakseimbangan status seimbang
nutrisi (mis, obesitas dan
malnutrisi)
10. Kurang pengetahuan
tentang perlindungan
integritas jaringan
11. Kurang pengetahuan
tentang pemeliharaan
integritas jaringan
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN NY.N DENGAN ASAM URAT

Oleh :

NAMA : SITI CHOLIPAH NIM: 22221099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMM


2021
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Nama Panti : Panti Sosial Lanjut Usia Harapan


Kita Tanggal Masuk Panti : 07 Januari 2022

Tanggal Pengkajian : 10 Januari 2022

A. Identitas Demografi
1. Identitas Klien
Nama : Ny. N
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : 1 Ilir
2. Identitas Keluarga/ Orang Terdekat Dengan
Klien Nama : Tn. Y
Alamat : 1 Ilir
No.Telepon :-
Hubungan Dengan Klien :
Anak
3. Riwayat Kesehatan
Dikirim Dari : Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
Alasan Utama Datang Ke panti : Tn. Y mengatakan bahwa dia dan Ibu nya
Ny Y tidak tahu kenapa diantar ke panti dari Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
B. Pola Pemeliharaan Kesehatan
1. Persepsi Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Status Kesehatan Umum : Tn.Y mengatakan Ny.N tidak mengetahui
komposisi makanan yang tepat dan cara menyiasati gejala asam urat nya
yang sering kambuh

Riwayat Kesehatan Dahulu : Tn.Y mengatakan Ny.N tidak ada penyakit


bawaan seperti asam urat, diabetes, hipertensi, dll

Riwayat Kesehatan Keluarga (disertai genogram ) : Tn.Y mengatakan


dikeluarga nya tidak ada penyakit keturunan
Genogram :

Keterangan:

: Tinggal 1 rumah

: Menikah

: Perempuan

: Laki-laki

Aktivitas Pencegahan Penyakit : Tn.Y mengatakan Ny.N tidak melakukan


diet rendah purin, dia memakan makanan yang diberi, dan bersyukur bisa
makan 3x sehari
Obat/ vitamin yang dikonsumsi : tidak ada obat yang dikonsumsi
Alergi makanan/ obat/ lainnya : tidak ada alergi
Persepsi tentang penyakit yang diderita :
Riwayat Penggunaan alcohol/ tembakau/ obat : -
Pengobatan saat ini : Tidak ada, saat ini Ny.N hanya terbaring dikasur saja,
tidak bisa beraktifitas
Keluhan lain :-
Masalah Keperawatan : gangguan mobilitas fisik

2. Pola Nutrisi
- Tipe Intake ( makan dan minum ) sehari-hari :
Makan nasi 3x sehari, Minum ± 1 L perhari
- Tipe Outake ( makan dan minum ) terakhir :

- Tipe dan Kualitas ( makan dan minum ) :


Sering menghabiskan
- Jumlah Cairan IV ( Jika ada
) Tidak ada
- Suplamen, vitamin, tube, feeding,
dll Tidak ada
- Frekuensi makan
3x1 ( pagi,siang,sore )
- Gigi ( √ ) utuh, ( ) tidak utuh (diskripsikan)
- Perubahan yang berhubungan dengan status nutrisi :
□ Kesulitan menelan
□ Anoreksia, Mual,
□ Penurunan Sensasi Rasa ( pengecapan)
□ Muntah
( ) Stomatitis
- Perubahan BB selama 6 bulan terakhir : 42 Kg, TB : 155 Kg
- Hasil Lab : -
Keluhan lain :-
Masalah Keperawatan : -
3. Pola Eliminasi/ Pertukaran
- BAK
Frekuensi dan waktu : 6 x sehari pada
Waktu pagi,siang dan
sore Kebiasaan BAK pada malam hari : Tidak pernah
Penggunaan diuretic : Tidak ada
Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Tidak ada
- BAB
Frekuensi dan waktu : 1x sehari dan pada waktu pagi
Konsitensi : ampas
Penggunaan laksative : tidak ada
Faktor yang mempegaruhi konstipasi : tidak ada
( diet, penurunan intake, makanan, stress, kecemasan,
penurunan aktivitas, anestesi )
Keluhan yang berhubungan dengan BAB : tidak ada
- Riwayat penyakit Vesica urinaria : tidak ada
- Riwayat pendarahan, konstipasi, hemorrhoid : tidak ada
- Pengkajian kulit : perubahan distribusi
lemak (integritas, hidrasi, turgor, warna, perubahan distribusi lemak )
- Penampilan Kulit : bengkak
( warna, lesi, area tekan, kelembapan, area terbuka,
ekimosis, diaphoresis, rash, dll ) : Lesi
- Komplikasi kulit, ulkus, luka : tidak ada
- Hasil Lab : tidak ada
Keluhan lain :-
Masalah Keperawatan : Nyeri akut

4. Pola Aktivitas/ Isirahat


- Tipe dan keteraturan latihan : -
- Aktivitas yang dilakukan : aktivitas rekreasional, waktu luang ) : -
- Perasaan/ persepsi terhadap aktivitas : ( pusing, lemah, dll ) : Lemah
- Riwayat masalah sendi/ tulang belakang/ kelemahan : nyeri bagian
lutut
- Lama tidur malam : 10 Jam ( 20: 00 s/d 06: 00 )

No KRITERIA DENGAN MANDIRI KETERANGAN NILAI


BANTUAN
1 Makan 5 10 Frekuensi : 5
Jumlah : 3x sehari
Jenis : Nasi
2 Minum 5 10 Frekuensi : 5
Jumlah :1L
Jenis : air putih
3 Perpindah dari 15 5
kursi roda ketempat 5-
tidur atau 10
sebaliknya

4 Personal ( cuci 0 5 Frekuensi : 3xsehari 0


muka, menyisir
rambut, gosok gigi)

5 Mandi 5 15 Frekuensi : 1x sehari 5


6 Jalan dipermukaan 15 5
datar

7 Naik turun tangga 5 5 5


8 Mengenakan 5 10 5
pakaian
9 Kontrol bowl 5 10 Frekuensi : 1x shari 5
(BAB) Jenis : ampas
10 Konrol bladder 5 10 Frekuensi : 6x 5
(BAK ) sehari Jenis :
kuning
11 Olaraga/ latihan 5 10 5
12 Rekreasi/ 5 10 Frekuensi : 6x sehari 5
pemanfaatan waktu Jenis : duduk,bercerita
luang
13 Keluar masuk 5 10 5
toilet ( mencuci
pakaian, menyeka
tubuh, menyiram)
JUMLAH 60
- Lama tidur siang : 3 jam
- Kesulitan tidur :-
- Penggunaan obat tidur : -
- Hasil Lab : -

KATZ Indeks : ( termasuk katagori yang manakah klien ?

A Mandiri dalam makan, konstinensia (BAK,BAB), berpindah


menggunakan pakaian, pergi ketoilet, mandi.
B Mandiri semuanya,kecuali salah satu saja dari fungsi diatas
C Mandiri kecuali mandi dan salah satu lagi fungsi yang lain
D Mandiri kecuali mandi, berpakaian ke toilet, dan salah satu lagi
fungsi yang lain
E Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah, dan salah
satu lagi dan fungsi yang lain
F Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan salah satu
lagi dan fungsi yang lain
G Ketergantugan untuk semua fungsi diatas
H Lain-lain

Keterangan : Ketergantungan untuk semua fungsi

Penjelasan : Aktifitas Ny. N seluruhnya dibantu oleh sang anak yaitu

Tn.Y Masalah Keperawatan : -


Modifikasi Dari Barthel Index

Implementasi Hasil :

- 130 : mandiri

- 62 -125 : ketergantungn sebagian

- 60 : ketergantungan total

Penjelasan : -

Masalah Keperawatan : -

5. Pola Persepsi Kognitif

- Status Pendengaran : Kurang jelas mendengar

- Status Penglihatan : Normal

-Status Perabaan : Normal

-Status Pengecapan : Normal

- Status Penciuman : Normal

- Kaji orientasi terhadap waktu, orang, tempat dan daya ingat : Baik

- Komunikasi : menggunakan bahasa utama

( Bahasa utama, bahasa lain, kemampuan baca tulis)

- Riwayat Pingsan, nyeri, kejang atau sakit kepala : -


Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan SPMSQ
(Short Portable Mental Status Quesioner)
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini ? √
2 Hari apa sekarang ini ? √
3 Apa nama tempat ini ? √
4 Dimana alamat ibu ? √
5 Berapa umur ibu ? √
6 Kapan ibu lahir? (minimal √
tahun berapa )
7 Siapa presiden Indonesia √
sekarang ?
8 Siapa presiden Indonesia √
sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu ? √
10 Kurang dari 20 dan tetap √
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun
JUMLAH 1 9

Interprestasi Hasil :
 Salah 0-3 : Fungsi Intelektual tubuh
 Salah 4-5 :Kerusakan Intektual ringan
 Salah 6-8 : Kerusakan Intektual Sedang
 Salah 9-10 : Kerusakan Intektual berat
Identifikasi aspek kongnitif dari fungsi mental dengan menggunakan
MMSE (Mini Mental Status Exam ) Kerusakan intelektual dengan
menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Quesioner )
NO ASPEK NILAI NILAI KRITERIA
KOGNITIF MAKSIMAL KLIEN

Orientasi 4 Menyebutkan dengan


5 benar
 Tahun
 Muslim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
bearda ?
 Negara Indonesia
 Provinsi sumatera
selatan
 Kabupaten
 Panti
 wisma
2 Registrasi 3 2 Sebutkan 3 nama
objek ( sebut oleh
pemeriksa), 1 detik
untuk mengatakan
masing-masing
objek, kemudian
tanyakan kepada
klien ketiga objek
tadi ( untuk
disebutkan oleh klien
)
 objek
 objek
 objek

3 Perhatian dan 5 5 Mintak klien untuk


kulkalasi mulai dari angka 100
kemudian dikurangi
7 sampai 5 kali/
tingkat
 93
 86
 79
 72
 65
4 Mengingat 3 2 Mintak klien untuk
mengulangi ketiga
objek pada no. 2 (
registrasi) tadi, bila
benar 1 point untuk
masing-masing objek
5 Bahasa 9 8 Tunjukan kepada
klien suatu benda dan
tanyakan namanya
pada klien:
 (missal: jam tangan)
 (missal: cangir)

Mintak klien untuk


mengulangi kata
berikut :
“taka da jika, dan,
atau, tetapi” bila
benar, nilai satu
point.
 Pertanyaan benar 2
buah: taka da tetapi.

Mintak klien untuk


mengikuti perintah
beerikut yang terdiri
dari 3 langkah :
“ambil kertas
ditangan anda,lipat
dua, taruh dilantai”
 Ambil kertas ditangan
anda
 Lipat dua
 Taruh dilantai

Perintahkan pada
klien untuk hal
berikut (bila aktivitas
sesuai perintah nilai
satu point)
 Tutup mata anda

Perintahkan pada
kien untuk menulis
satu kalimat dan
menyalin gambar
 Menulis satu kalimat
 Menyalin gambar

Jumlah nilai klien dan masukan kedalam katagori berikut ini :


Interprestasi hasil :
 24-30 : tidak ada ganggguan kongnitif
 13-23 : ganggguan kongnitif sedang
 0-17 : gangguan kongnitif berat
Keluhan lain : -

Masalah Keperawatan : -

6. Pola Persepsi Diri


- Kecemasan/ krtakutan yang dirasa : tidak
ada ( alasan depresi, cemas, takut )
- Berduka ( potensial/ actual ) : tidak ada
- Ide melakukan perilaku kekerasan: tidak
ada ( pada diri sendiri maupun orang lain )
- Perasaan diri yang sering dirasa sepanjang hari : tidak ada
- Dapatkah lansia menceritakan tentang dirinya : tidak ada
Keluhan lain : -

Masalah keperawatan : -

7. Pola Peran Dan Hubungan


- Bentuk struktur keluarga : kepala keluarga
- Cara hidup : ( sendirian, keluarga, teman sekamar, dll)
- Peran dalam keluarga : ( ayah, ibu,penghasil keuangan )
- Persepsi diri tentang peran : ( berhubungan dengan
masalah kesehatan saat ini )
- Masalah/ kesulitan dalam menjaga peran : baik
- Keadaan ekonomi ( penghasilan cukup atau tidak ) : penghasilan cukup
- Dukungan keluarga dalam memenuhi kebutuhan : baik
Keluhan lain : -

Masalah keperawatan : -
8. Pola seksualitas
- Kecemasan terhadap seksual : tidak ada
- Orientasi seksual : tidak ada
- Hubungan seksual : ( bila ada, derajat kepuasan )
- Fase reproduksi wanita : ( waktu punya anak, menstruasi, monouposen)
- Pemeriksaan payudara/ testis sendiri: tidak ada
- Pemeriksaan PAP smear : tidak ada
- Riwayat reproduksi : ( gravidae, partus, abortus )
- Riwayat proses persalinan : ( normal, SC, vacuum, kesulitan dalam
melahirkan , kembar, kelainan kongenital )
- KB
- Riwayat PMS : ( ada/tidak, pencegahan PMS )

Keluhan lain : -

Masalah keperawatan : -

9. Pola Koping/ Toleransi Stres


- Masalah saat ini : tidak ada
( yang menyebabkan stress )
- Krisis kesehatan saat ini : nyeri dibagian lutut
( missal sakit, hospitalisasi )
- Psikosial : berkomunikasi klian baik, Tn.Y mengatakan Ny.N berharap
penyakit asam urat segera membaik dan ad acara pengobatan yang
bias Tn.Y mengatakan Ny.N membaik
( kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisai,
kepuasaan klien dalam sosialisasi )
- Identifikasi masalah
emosional Pertanyaan tahap I :
- Apakah klien mengalami susah tidur ? tidak
- Apakah klien sering merasa gelisa ? tidak
- Apakah klien sering merasa murung atau menagis sendiri ?
tidak Apakah klien sering was- was atau khawatir ? tidak

Lanjutkan kepertanyaan tahap II


jika

Pertanyaan tahap II :
- Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali dalam 1 bulan ? 1
kali dalam 1 bulan
- Ada masalah atau banyak pikiran ? tidak
- Ada gangguan atau masalah dengan keluarga lain ? tidak
- Menggunakan obat tidur/ penenang atau anjuran dokter ? tidak
- Cenderung mengurung diri ? tidak

jika jawaban “ya” atau ≥ 1

MASALAH EMOSIONAL POSITIF

10. Prinsip Hidup


- Spiritual : tidak ada
- Kegiatan keagamaan : sholat, mengaji dan berzikir
- Konsep/ keyakinan klien tentang kematian : setiap manusia
akan merasakan kematian
- Harapan – harapan klien : supaya hidup sehat dan
sembuh mengalami sakit asam urat
- Derajat dari tujuan pencapaian hidup : tidak ada
- Kemampuan memecahkan masalah : tidak
ada Keluhan lain : -

Masalah keperawatan : -

11. Keamanan/ proteksi


- Infeksi : tidak ada
- Suhu tubuh : 36,6 ºC
- Gangguan termogulasi : tidak ada
- Penyakit autoimmune : tidak ada
( cedera otak, komplikasi usia, kekerasaan, hazards)
- Riwayat jatuh : tidak ada
- Resiko terhadap : tidak ada
( komplikasi immobilisasi, jatuh, aspirasi,hipertensi, pendarahan,
hipolikemia, dll )
Keluhan lain : -

Masalah keperawatan : -

12. Kenyamanan

- Nausea : tidak ada

- Nyeri : 3

- Kecemasan, menangis, gangguan pola tidur, ketakutan : tidak ada

- Perubahan tekanan darah, diaporesis : tidak ada

Keluhan lain : -
Masalah keperawatan : -

C. Pengkajian Fisik

1. Data Klinik

- Berat Badan : 65 Kg

- Tinggi Badan : 170 Kg

- Tingkat Kesadaran : 99 % (GCS)

- Suhu : 36,6 ºC

- Nadi : 118x/m ( Lemah, Teratur, Tidak teratur

- Tekanan darah : 120x/m mmHg

- Pernapasan : 22 x/m ( normal, cepat, dangkal)

Masalah keperawatan : -

2. Kepala : rambut lurus, agak jarang, warna hitam, kulit kepala bersih
mata simetris, konjungtiva agak pucat, sklera tidak ikterik, tidak ada neri
tekan, tekanan bola mata tidak tinggi. Hidung simetris, tidak ada sekret,
tidak ada pembesaran polip, tidak ada nyeri tekan, gigi jarang, terlihat
ada gigi yang ompomg, telinga simetris, bersih, tidak ada nyeri tekan.

Keluhan : -

Masalah keperawatan : -

3. Leher : tidak ada nodul, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjer tiroid

Keluhan : -
Masalah keperawatan : -

4. Thorax dan Abdomen

- Paru-paru (IPPA) : tidak ada nyeri tekan, perkusi terdengar


resonan pada paru.

- Jantung (IPPA) : tidak ada nyeri tekan, perkusi terdengar


redup pada jantung. Aukultasi terdengar vesikuler

- Abdomen (IPPA) : tidak ada ascites, peristaltic terdengar 10


x/menit, perkusi terdengar redup, tidak kembung, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembesaran hati dan limpa.

Keluhan : tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada

5. Inguinal (Sistem reproduksi) :

Keluhan : tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada

6. Ekstremitas

Sistem Muskuloskeletal

- Range of mation : penuh, tidak penuh (jelaskan)

- Keseimbangan jalan : normal tidak

- Kemampuan menggegam : normal, kuat, lemah

- Otot Ekstremitas : normal, kuat, lemah

Keluhan : tidak ada


Masalah keperawatan : tidak ada

D. Pemeriksaan Penunjang ( hasil lab jika ada)

Data : tidak ada

Masalah keperawatan : tidak ada

E. Terapi

Tidak ada

Anda mungkin juga menyukai