Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN INTRANATAL PADA NY.

N G1P0A0
PRESECTIO CAESAR DENGAN LETAK LINTANG
DI RUANG KEBIDANAN RSUD PALEMBANG BARI

Oleh :

NAMA : PARISKA RAHMA


DIA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP INTRANATAL
1. DEFINISI
Menurut WHO, persalinan normal adalah persalinan yang dimulai
secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir),
beresiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada
usia kehamilan antara 37- 42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi yang baik.
Persalinan atau Partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan yang cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa
disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
dikatakan belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks (Damayanti, dkk, 2015).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Harianto.2010).

2. MANIFESTASI KLINIS (Depkes, 2011)


a. Tanda-tanda permulaan persalinan yang terjadi beberapa minggu
sebelum persalinan adalah :
- Lightening/settling/dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul. Pada primigravida terjadi 4-6 minggu terakhir kehamilan,
sedangkan pada multigravida terjadi saat partus mulai
- Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun
- Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria), karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin
- Perasaan sakit perut dan pinggang karena kontraksi lemah dari uterus
- Serviks menjadi lebih lembek dan mulai mendatar, sekresi nya pun
akan bertambah, bisa bercampur darah
b. Tanda-tanda pasti persalinan yang terjadi beberapa saat sebelum
persalinan :
- Terjadinya his persalinan yang bersifat : pinggang terasa sakit hingga
menjalar kedepan; sifatnya teratur, interval semakin pendek dan
kekuatannya semakin besar; semakin ibu beraktivitas kekuatan his
akan semakin besar
- Pengeluaran lendir dan darah (bloody show) yang lebih banyak karena
robekan kecil pada serviks
- Pengeluaran cairan yang terjadi pada beberapa kasus ketuban pecah,
dan dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung
dalam waktu 24 jam kemudian
c. Faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan dan kelahiran :
- Usia ibu
- Berat badan ibu
- Jarak kelahiran
- Berat bayi dan usia gestasi
- Posisi fetus
- Kondisi selaput ketuban
- Tempat menempelnya plasenta
- Faktor psikologi

3. ETIOLOGI
a. Teori Penurunan Hormon Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot rahim, sebaliknya estrogen
meninggalkan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen didalam darah,
tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga
menimbulkan his.
b. Teori Oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
c. Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini
akan meimbulkan his.
d. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh deciduas menimbulkan kontraksi
miometrium pada setiap umur kehamilan.
e. Teori Distensi Rahim
Rahim yang besar dan renggang yang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.
f. Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis, bila ganglion ini digeser
dan ditekan misalnya oleh kepala janin maka akan menimbulkan his.

4. BENTUK PERSALINAN (Nugroho, 2011)


a. Persalinan Spontan : Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri
b. Persalinan Buatan : Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari
luar
c. Persalinan Anjuran : Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan
ditimbulkan dari luar dengan rangsangan istilah yang berkaitan dengan
umur kehamilan dan berat janin yang dilahirkan :
- Abortus : Terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum
mampu; hidup diluar kandungan; umur hamil sebelum 28 minggu;
berat janin kurang dari 1000 gram.
- Persalinan prematurias : Persalinan sebelum umur hamil 28-36
minggu. Berat janin kurang dari 2.449 gram
d. Persalinan Aterm : Persalinan antara umur hamil 37-42 minggu; berat
janin diatas 2500 gram
e. Persalinan Serotinus : Persalinan melampaui umur 42 minggu dan pada
janin terdapat tanda postmaturias
f. Persalinan Presipitarus : persalinan berlangsung kurang dari 3 jam

5. PATOFISIOLOGI (Nugroho, 2011)


Proses terjadinya persalinan karena adanya ontraksi uterus yang dapat
menyebabkan nyeri. Hal ini dipengaruhi oleh adanya keregangan otot rahim,
penurunan progesteron, peningkatan oksitosin, peningkatan prostaglandin,
dan tekanan kepala bayi. Dengan adanya kontraksi maka terjadi
pemendekan SAR dan penipisan SBR. Penipisan SBR menyebabkan
pembukaan serviks.
Penurunan kepala bayi yang terdiri dari beberapa tahap antara lain
engagement, descent, fleksi, fleksi maksimal, rotasi internal, ekstensi,
ekspulsi kepala janin, rotasi eksterna. Semakin menurunnya kepala bayi
menimbulkan rasa mengejan sehingga terjadi ekspulsi. Ekspulsi dapat
menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir akibatnya akan terasa nyeri.
Setelah bayi lahir kontraksi rahim akan berhenti 5-10 menit, kemudian akan
berkontraksi lagi.
Kontraksi akan mengurangi area plasenta, rahim bertambah kecil,
dinding menebal yang menyebabkan plasenta terlepas secara bertahap. Dari
berbagai implantasi plasenta antara lain mengeluarkan lochea, lochea dan
robekan jalan lahir sebagai tempat invasi bakteri secara asending yang dapat
menyebabkan terjadi risiko tinggi infeksi. Dengan pelepasan plasenta maka
produksi estrogen dan progesteron akan mengalami penurunan, sehingga
hormon prolaktin aktif dan produksi laktasi dimulai. Proses persalinan
terdiri dari 4 kala yaitu :
- Kala I : Pembukaan serviks 1 cm sampai pembukaan lengkap 10 cm
- Kala II : Dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir
- Kala III : Dari bayi lahir sampai keluarnya plasenta
- Kala IV : Keluarnya plasenta sampai 2 jam post partum
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Nugroho, 2011)
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan urine protein (Albumin)
- Untuk mengetahui adanya risiko pada keadaan preeklampsi maupun
adanya gangguan pada ginjal dilakukan pada trimester II dan III
- Pemeriksaan urin gula
- Pemeriksaan darah
b. Ultrasonografi (USG) : Alat yang menggunakan gelombang ultrasound
untuk mendapatkan gambaran dari janin, plasenta, dan uterus
c. Stetoskop Monokuler : Mendengar denyut jantung janin, daerah yang
paling jelas terdengar DJJ, daerah tersebut disebut fungtum maksimum
d. Memakai alat kardiotokografi (KTG) : Kardiotokografi adalah
gelombang ultrasound untuk mendeteksi frekuensi jantung dan janin dan
tokodynometer untuk mendeteksi kontraksi uterus kemudian keduanya
direkam pada kertas yang sama sehingga telihat gambaran keadaan
jantung janin dan kontraksi uterus pada saat yang sama

7. PENATALAKSANAAN
a. Kala I
- Mengukur TTV dan auskultasi DJJ
- Memperhatikan kontraksi uterus, dilatasi uterus, penurunan presentasi
terendah dan kemajuan persalinan serta perineum
b. Kala II : Mengajari ibu untuk mengejan
c. Kala III
- Pengawasan terhadap perdarahan
- Memperhatikan tanda plasenta lepas
d. Kala IV
- Pemeriksaan fisik, observasi TTV dan KU
- Kontraksi rahim
- Letakkan bayi yang telah dibersihkan disebelah ibu
B. KONSEP SECTIO CAESAR
1. DEFINISI SC
Sectio Caesaria adalah suati persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suati insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Tindakan operasi Sectio
Caesaria dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu yang
dikarenakan bahaya atau komplikasi yang akan terjadi apabila ibu
melahirkan secara pervaginam (Sukowati, 2013).

2. INDIKASI SC
Menurut Oxom (2012), indikasi Sectio Caesaria terbagi menjadi :
a. Panggul sempit dan dystocia mekanis; Panggul sempit atau ukuran janin
terlampau besar, malposisi, dan malpresentasi, disfungsi uterus, dystocia
jaringan lunak, neoplasma dan persalinan tidak maju.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; Sectio Caesaria, histerektomi,
miomektomi ekstensif dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan
jahitan cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten
dikerjakan Sectio Caesaria.
c. Perdarahan; disebabkan plasenta previa atau abruptio plasenta.
d. Toxemia Gravidarum; mencakup preeklampsi dan eklampsi, hipertensi
esensial dan nephritis kronis.
e. Indikasi Fetal; gawat janin, cacat, insufisiensi plasenta, prolapses
funiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
moterm caesarean dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis

3. KLASIFIKASI SC
Menurut wiknjosastro (2017) Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu :
a. Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda
Merupakan jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dengancara
menginsisi disegmen bagian bawah uterus. Beberapa keuntungan
menggunakan jenis pembedahan ini yaitu perdarahan luka insisi yang
tidak banyak, bahaya peritonitis yang tidak besar, parut pada uteru
umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar
karena dalam mas nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio Caesaria Klasik/Corporal
Merupakan tindakan pembedahan dengan pembuatan insisi pada bagian
tengah dari korus uteri sepanjang 10-12cm dengan ujung bawah di atas
batas pliko vasio uterine. Tujuan insisi ini dibuat hanya jika ada halangan
untuk melakukan proses Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda,
misal karena karena uterus melekat dengan kuat pada dinding perut
karena riwayat persalinan SC sebelumnya, insisi di segmen bawah uterus
mengandung bahaya dari perdarahan banyak yang berhubungan dengan
letaknya plasenta pada kondisi plasenta previa. Kerugian dari jenis
pembedahan ini adalah lebih besarnya resiko peritonitis dan 4 kali lebih
bahaya ruptur uteri pada kehamilan selanjutnya.
c. Sectio Caesaria Ekstraperitoneal
Insisi pada dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus dipisahkan
secara tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah sedangkan liputan
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah
uterus. Jenis pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi bahaya dari
infeksi puerpureal, namun dengan adanya kemajuan pengobatan terhadap
infeksi, pembedahan SC ini tidak banyak lagi dilakukan karena sulit
dalam melakukan pembedahannya.

4. KOMPLIKASI SC
Komplikasi sectio caesaria menurut Jitowijoyo (2011) yaitu :
a. Pada Ibu
- Infeksi puerpereal
- Perdarahan
- Luka kandung kemih dan emboli paru (jarang terjadi)
- Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
selanjutnya resiko ruptur uteri
b. Pada Janin
Sepeti halnya dengan ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan sectio caesaria . menurut statistik di negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesaria berkisar 4-7%.
C. KONSEP LETAK LINTANG
1. DEFINISI
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang
lain (Hendriyani, 2015). Pada letak lintang, bahu berada di atas pintu atas
panggul (Kuswindriani, 2015).
Letak lintang adalah keadaan dimana sumbu panjang anak tegak
lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu ( Sastrawinata, 2004).
Jadi pengertian letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang
didalam uterus dengan sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak
lurus pada sumbu panjang ibu.

2. ETIOLOGI
Menurut Wiknjosastro (2007) dan Sukrisno ( 2010) penyebab
terjadinya letak lintang adalah :
a. Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
b. Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD
c. Hidrosefalus
d. Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati 19
e. Kehamilan premature
f. Kehamilan kembar
g. Panggul sempit
h. Tumor di daerah panggul
i. Kelainan bentuk rahim ( uterus arkuatus atau uterus subseptus)
j. Kandung kemih serta rektum yang penuh
k. Plasenta Previa
3. PATOFISIOLOGI
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan
uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang
bayi menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau
melintang. Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan
berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak
lintang (Harry Oxorn William R. Forte. 2010).

4. MANEFESTASI KLINIS
a. Mengalami ketidaknyamanan subkostal
Ciri gerakan janin melintang adalah saat Anda mengalami
ketidaknyamanan subkostal, dimana rasa kurang nyaman pada bagian
panggul hingga tulang rusuk. Sakitnya seperti perut melilit atau nyeri saat
haid pada penderita kista. Ketidaknyamanan ini bisa mengganggu
aktivitas Anda dan selalu ingin menyandarkan punggung dengan
tambahan bantal sebagai penyangga punggung.
b. Tendangan kaki bayi terasa di samping rahim
Pada kehamilan normal, tendangan bayi akan terasa di atas rahim
sebab posisi kaki bayi berada di atas dengan kepala di bawah, dekat jalur
lahir. Namun, ciri gerakan janin melintang akan terasa saat tendangan
bayi berasal dari samping rahim. Jika Anda mulai merasakan hal ini,
segera konsultasi dengan dokter ya.
c. Letak kepala bayi
Ciri gerakan janin melintang lain dapat diketahui dari letak kepala
bayi. Jika posisi bayi sungsang, dokter akan merasa ada massa yang besar
dibagian samping perut. Massa tersebut adalah kepala bayi. Sedangkan
normalnya, massa lebih terasa berat di bagian bawah dekat dengan
vagina.
d. Letak detak jantung bayi
Ciri gerakan janin melintang juga dapat dikenali dari letak detak
jantung bayi. Saat melakukan USG di minggu ke-32 hingga ke-35 detak
jantung harusnya akan terasa berasal dari bagian pusar sang ibu. Namun
jika posisi bayi sungsang, detak jantung justru terasa di samping atau di
atas pusar. Oleh sebab itu, kontrol rutin saat memasuki usia kehamilan
trimester ketiga sangat penting ya Anda untuk mencegah hal-hal yang tak
diinginkan.
e. Melalui pemeriksaan vagina
Ciri gerakan janin melintang yang terakhir dapat diketahui dari
pemeriksaan vagina. Biasanya akan ketahuan saat ibu mengalami bukaan
menjelang persalinan. Jika tak ditemukan massa keras seperti kepala bayi
di vagina ibu, besar kemungkinan bayi dalam keadaan melintang.

5. KOMPLIKASI
a. Pada ibu
1) Rupture uteri
2) Jika ketuban pecah dini dapat terjadi partus lama
3) Infeksi intra partum (Mochtar Rustam, 2012)
b. Pada janin
1) Cedera tali pusat
2) Timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan menumbung melalui
3) Vagina
4) Kematian janin
5) Ruptur janin (Sukmi dan Sudarti, 2014)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Kuswindriani, 2015 pemeriksaan penunjang pada letak lintang
Yaitu :
a. Hemaglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan dari
kadarpraoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengedentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama pendarahan, dan waktu pembekuan darah.
d. Urinarisasi : menentukan kadar albumin dan glukosa
e. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan
pertumbuhan,kedudukan dan presentasi janin.
f. Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin /
aktivitasuterus.

7. Penatalaksanaan
Jika letak janin tetap lintang saat ibu memasuki persalinan, pelahiran
pervagina mustahil di lakukan. Ini merupakan situasi ketika ibu harus benar
– benar diingatkan bahwa tindakan sectio caesarea harus dilakukan, sebab
jika tidak, baik ibu maupun janin beresiko tinggi mengalami morbiditas dan
mortalitas. Satu- satunya pengecualian untuk kasus ini adalah untuk janin
yang berukuran kecil atau prematur, yang memungkinkan janin di lahirkan
pervaginam tanpa memperhatikan letak maupun presentasi janin. (Debbie
Holmes, 2011).
Persalinan aktif pada perempuan dengan janin posisi melintang
biasanya merupakan indikasi untuk pelahiran caesar. Sebelum persalinan
atau pada awal persalinan, dengan membran yang intak, usaha versi
eksternal bermanfaat jika tidak ada komplikasi lain. Jika kepala janin dapat
dimanuver melalui manipulasi abdomen ke dalam pelvis, kepala harus tetap
harus berada di sana selama beberapa kontraksi selanjutnya dalam usaha
untuk memperbaiki kepala dalam panggul. (Gary cuningham, 2013)
Dengan pelahiran caesar, karena baik kaki maupun kepala janin tidak
berada pada segmen bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam janin
tidak berada pada segmen bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam
uterus dapat menyebabkan ekstraksi janin yang sulit. Hal ini sangat benar
pada presentasi dorsoanterior. Dengan demikian, biasanya insisi vertikal di
indikasikan. (Gary Cunningham, 2013).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Data Subyektif
1. Biodata
a. Nama : untuk lebih mengenal pasien
b. Umur : untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan
dengan dengan umur ibu
c. Suku bangsa : untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat

d. Agama : untuk mengetahui agama serta cara pandangnya


terhadap kehamilan
e. Pendidikan : untuk mengetahui tingkat intelektual karena
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku
kesehatan seseorang
f. Pekerjaan : untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan
terhadap permasalahan kesehatan dan untuk menilai
social ekonomi
g. Alamat : untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang
lain bila ada keperluan yang mendesak
2. Keluhan pasien
 Keluhan utama : ditujukan untuk menggali masalah
atau keluhan-keluhan yang mengandung pada trimester ke-3.
 Keluhan fisiologis : yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya

keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.


3. Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit
keturunan yang mungkin menurun pada pasien dimana penyakit
tersebut erupakan rsiko terhadap kehamila seperti hipertensi dan
DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang menderita penyakit
kanker, jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain yang
mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.
4. Riwayat kesehatan pasien
Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang
diderita yang merupakan risiko tinggi terhadap kehamilan seperti
DM, hipertensi, jantung, ginjal, hepatitis, paru-paru. Dikaji juga
apakah pasien sebelumnya pernah menderita panyakit berat, lama,
dan terapinya agar dapat diberikan asuhan keperawatan secara tepat
dan berkesinambungan.
5. Riwayat obstretrik
- Riwayat menstruasi
a. Menorche Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur
10-16 tahun. Oleh sebab tertentu yang dikaitkan dengan
keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi awal.
Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan
wanita. Perubahan tersebut adalah tumbuh rambut kemaluan,
rambut ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
b. Dismenorhoe Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak

di perut bawah sebelum dan selama haid sehingga dikatakan


dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.
c. Siklus haid Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35
hari, dengan rata-rata 29 hari. Tetapi pada wanita yang haidnya

teraturpun dapat terjadi kemelesetan beberapa hari baik maju


maupun mundur. Siklus haid dihitung sejak hari pertama haid
hingga hari terakhir sebelum haid berikutnya
d. HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan
partus menurut naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1.
bila hari pertama haid terakhir tidak diingat lagi maka sebagai
pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan janin, umurnya
pada primigravida, gerakan janin dirasakan ibunya pada
kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada kehamilan
16 minggu.
- Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Pada multi
dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan
misalnya vakum atau SC serta besarnya berat bayi waktu
dilahirkan.
6. Riwayat keluarga berencana
Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat
kontrasepsi berikutnya.
7. Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang
memungkinkan dapat timbulnya faktor resiko seperti hipertensi,
riwayat perkawinan dikaji tentang umur berapa menikah, berapa kali
menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan keadaan
kehamilannya dan faktor resiko.
8. Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan
gizi ibu sudah terpenuhi atau belum, kelebihan atau kekurangan.
Ibu hamil yang makannya terpenuhi akan mendapat kenaikan
berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan selama
hamil adalah 6,5-16 kg.
b. Pola eliminasi
Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya
pasien sering kencing karena penekanan rahim pada kandung
kemih, tetapi sebaliknya pasien sering mengeluh sukar BAB. Hal
ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot traktus digestifus
sehingga motilitas seluruh traktus digestifus juga berkurang.
c. Personal hygiene
Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan
pasien untuk menjaga kebersihan diri.
d. Pola kativitas
Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat
tidak terpenuhi bisa menyebabkan komplikasi obstetric, seperti
hipertensi yang menjadi pre eklamsi atau eklamsi, solution
plasenta, plasenta previa yang kemungkinan bisa terjadi pada
trimester III.
e. Pola istirahat dan tidur
Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau
berlebihan, istirahat yang normal kira-kira 6-8 jam setiap harinya.
f. Pola peran dengan orang lain Untuk mengetahui apakah pasien
dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap tetangganya atau
orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan bila
keadaan mendesak dan membutuhkan bantuan.
g. Pola hubungan sexual Untuk mengetahui apakah ada masalah
dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya dihentikan pada akhir
kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul karena
dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.
h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan Untuk mengetahui
kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan pasien.
i. Pola pengetahuan ibu Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh
ibu mengetahui tentang proses kehamilan.
j. Koping dan toleransi stress Untuk mengetahui seberapa besar
pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah yang
dihadapinya.
k. Data spiritual Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan
pasien.
9. Keadaan psikologis
Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap
kehamilannya, penerimaan suami atau keluarga terhadap
kehamilannya, dukungan suami dan keluarga terhadap upaya-upaya
masalah terhadap keadaan kehamilan.

 Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Pada keadaan umum pasien perlu dikaji
tentang keadan pasien apakah lemah, pucat, atau baik.
b. Pemeriksaan TTV Tekanan darah : tekanan darah pada wanita

hamil tidak boleh mencapai 140/90 mmHg dan tidak boleh


kurang dari 90/50 mmHg. Nadi ; nadi normal adalah 60-100
kali/menit. Suhu ; suhu normal 360°C-370°C. Respiratori ;
respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena
usus-usus tertekan oleh uterus yang membesar kea rah
diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan Berat badan pada ibu hamil secara
normal akan meningkat 0,5 kg setiap minggu setelah kehamilan
trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak boleh lebih
dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan
berat badan seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145
cm, kemungkinan panggul sempit perlu diperhatikan.

2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
 Rambut : dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak.

bila mudah dicabut kemungkinan menunjukan


defisiensi vitamin A dan B.
 Kulit kepala : kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan
atau adanya tumor.
 Mata : diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat,
konjungtiva, bila pucat maka kemungkinan
menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik
atau tidak.
 Hidung : diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
 Mulut : diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan
lidah kotor atau tidak.
 Leher : diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti
vena lebar yang terdistensi dan penonjolan
terutama pada daerah kelenjar.
b. Dada
 Dinding thorak : diperiksa simetris atau tidak dan adanya
penonjolan.
 Payudara : ukuran payudara simetris atau tidak,
perubahan warna kulit, dapat
menunjukan
infeksi atau penyakit dermatologis yang
dievaluasi. Putting susu menonjol, areola
menghitam, adakah kolostrum.
 Aksila : diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran
limfa.

c. Abdomen
 Observasi : untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk

mengetahui adanya striae pada dinding


abdomen.
 Palpasi : untuk mengetahui adanya pembesaran hepar,
limpa, daerah nyeri tekan dan kemungkinan
masa.
 Perkusi : untuk mengetahui udara di dalam saluran
pernafasan.
 Auskultasi : untuk mengetahui gerak peristaltic usus,
gerak janin, dan DJJ.
d. Ekstremitas
Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu
pula kaki ada tidak varises dan oedema.
e. Anus Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.
f. Reflek patella
Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam
tempurung lutut atau patella, yang berpengaruh pada saat
proses persalinan yaitu pada saat uterus berkontraksi. Bila
reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.

3. Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
 Muka : kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah,
adanya oedema.
 Mamae : putting menonjol atau tidak, areola menghitam,
kolostrum.
 Abdomen : membesar ke depan atau ke samping (pada letak
lintang membesar ke samping), striae gravidarum,
atau bekas luka.

b. Palpasi
 Leopod I : Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula
bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus. Sifat
kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak
lintang fundus uteri kosong.
 Leopod II : Menentukan dimana letak punggung janin dan
bagian ekstremitas. Kadang-kadang di samping terdapat
kepala atau bokong pada letak lintang.
 Leopod III : Menentukan bagian yang terdapat di bawah,
apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP atau belum.
 Leopod IV : Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian
bawah dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal
atau tidak. Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat
menggunakan leaneq atau dopler.
d. Reflek patella Untuk mengetahui reflek dari otot yang
berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus
berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan
vitamin B1.
e. Panjang uterus Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran
berat janin. Cara menghitungTBJ menurut Johnson Tausak; · TFU
(dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I) · TFU (dalam
cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri) : Pelvimetri dilakukan
sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan kelainan
bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau
lebih.
b. Pemeriksaan dalam (VT) : Pemeriksaan dalam pada letak lintang
terdapat : Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan
menumbung teraba tangan. Teraba bahu dan ketiak yang bias
menutup ke kanan atau ke kiri. Letak punggung ditentukan
dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula.
Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan
kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya
ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang : Pemeriksaan darah lengkap
(golongan darah, Hb, Ht, LED), Pemeriksaan urine (menentukan
kadar albumin atau glukosa), Kultur (mengidentifikasi adanya
virus herpes simpleks tipe II), Amniosentesis (mengkaji maturitas
paru janin), Ultrasonografi (melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin), Foto rontgen
(tampak janin dalam letak lintang), Tes stress kontraksi atau tes
nonstress (mengkaji respon janin terhadap gerakan atau stress dari
pola kontraksi uterus), Pemantauan elektronik kontinu
(memastikan status janin atau aktivitas uterus).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan
krisis situasi.
2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep
dan proses persalinan yang lama.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
Ansietas Setelah dilakukan Mandiri
1.
berhubungan asuhan keperawatan  Dorong keberadaan /
dengan kurangnya diharapkan klien partisipasi dari
informasi yang mampu mengatasi pasangan.
diterima dan ansietas, yang dibukti  Kaji tingkat ansietas
krisis situasi. kan dengan kriteria dan diskusikan
hasil sebagai berikut: penyebabnya bila
1. Klien mengungkap mungkin.
kan kesadaran akan  Tentukan tingkat
perasaan ansietas. ansietas klien dan
2.Klien mampu sumber dari masalah.
mengidentifikasi cara Berikan informasi
untuk menurunkan atau sehubungan dengan
menghilangkan normalnya perasaan.
ansietas.  Berikan waktu untuk
3. Klien mengungkap mendengarkan pasien
kan ansietas berkurang mengenai masalah
4.Menggunakan dan dorong ekspresi
mekanisme koping perasaan yang bebas,
yang tepat. mis: rasa marah, ragu
5. Menunjukkan TTV takut dan sendiri.
normal.  Akui realita situasi
dan perasaan klien,
terima ekspresi marah
sambil membatasi
tingkah laku agresif
dan berlebihan.
 Kembangkan
hubungan
pasien/perawat.
 Anjurkan penggunaan
tehnik pernafasan dan
relaksasi. Bernafas
dengan klien atau
pasangan bila perlu.
Kolaborasi.
 Berikan kombinasi
narkotik dan
tranquilizer (missal;
meperidin
hidroklorida,
hidroksizin pamoat)
2. Risiko cedera Setelah dilakukan Mandiri
terhadap janin asuhan keperawatan  Kaji DJJ secara
berhubungan diharapkan klien manual atau
dengan letak mampu berpartisipasi elektronik. Perhati
lintang kasep dan dalam intervensi untuk kan variabilitas,
proses persalinan memperbaiki pola perubahan periodic,
yang lama. persalinan dan dan frekuensi dasar.
menurunkan faktor Bila pada pusat
risiko yang kelahiran alternative
teridentifikasi, yang (PKA), periksa
dibuktikan dengan irama jantung janin
kriteria hasil sebagai diantara kontraksi
berikut: dengan mengguna
1.DJJ menunjukan kan doptone. Jumlah
dalam batas normal kan selama 10
144x/menit. menit, istirahat
2.Variabilitas baik. selama 5 menit, dan
3.Tidak ada deselerasi jumlahkan lagi
lambat. selama 10 menit.
Lanjutkan pola ini
sepanjang kontraksi
sampai pertengahan
diantaranya dan
setelah kontraksi.
 Perhatikan tekanan
uterus selama
istirahat dan fase
kontraksi melalui
kateter tekanan
intrauterus bila
tersedia.
 Identifikasi
faktorfaktor
maternal seperti
dehidrasi, asidosis,
ansietas, atau
sindrom vena kava.
 Observasi terhadap
prolaps tali pusat
samara atau dapat
dilihat bila pecah
ketuban. Untuk
deselerasi variable
pada strip
pemantauan,
khususnya bila janin
pada presentasi
bokong.
 Perhatikan bau dan
perubahan warna
cairan amnion pada
pecah ketuban lama.
Dapatkan kultur bila
temuan abnormal.
Kolaborasai
 Perhatikan frekuensi
kontraksi uterus,
beri tahu dokter bila
frekuensi 2 menit
atau kurang.
 Kaji malposisi
menggunakan
maneuver Leopod
dan temuan
pemeriksaan
internal. Tinjau
ulang hasil
ultrasonografi.
 Pantau penurunan
kepala janin pada
jalan lahir secara
teratur dan teliti
dalam hubungannya
dengan kolumna
vertebralis iskial.
 Siapkan untuk
metode melahirkan
secara caesarea bila
malpresentasi janin,
janin gagal turun,
kemajuan persalinan
berhenti, atau
teridentifikasi CPD.
 Berikan antibiotic
pada klien sesuai
indikasi.
3. Kekurangan Setelah dilakukan Mandiri
volume cairan asuhan keprawatan  Pertahankan masukan
berhubungan diharapkan klien dan haluaran akurat,
dengan mampu mempertahan tes urin terhadap
perdarahan. kan stabilisasi atau keton, dan kaji
perbaikan dalam pernafasan terhadap
keseimbangan cairan, bau buah.
yang dibuktikan dengan  Pantau tanda-tanda
kriteria hasil sebagai vital.
berikut:  Pantau suhu kulit.
1.Menunjukkan TTV  Kaji bibir dan
dalam batas normal. membran mukosa oral
2.Pengisian kapiler dan derajad salivasi.
cepat  Perhatikan respon DJJ
3.Turgor kulit baik abnormal.
4.Bibir lembab / tidak Kolaborasi
kering.  Tinjau ulang data
5.Bebas dari komplikasi labolatorium; Hb, Ht,
elektrolit serum, dan
glukosa serum.
 Berikan cairan IV
 Tingkatkan kecepatan
IV jika diperlukan.
4. Reaksi berduka Setelah dilakukan Mandiri
berhubungan asuhan keprawatan  Beri kode pada grafik
dengan kematian diharapkan klien klien, pintu ruangan,
janin. mampu menghadapi dan tempat tidur
proses berduka dengan sesuai indikasi.
baik, yang dibuktikan  Berikan ruangan
dengan kriteria hasil pribadi bila klien
sebagai berikut: menginginkannya,
1.Mengungkapkan dengan kontak yang
tahap proses berduka sering oleh perawat.
yang dialami. Anjurkan kunjungan
2.Mengekspresikan tidak terbatas oleh
perasaan dengan tepat. keluarga dan teman.
3.Mengidentifikasi  Libatkan pasangan
masalah proses dalam perencanaan
berduka. perawatan. Berikan
4.Mencari bantuan kesempatan untuk
dengan tepat. pasangan terlibat
bersama. Anjurkan
diskusi tentang
kekhawatiran.
 Kaji pengetahuan
klien dan pasangan
serta intrepretasi
terhadap kejadian
sekitar kematian janin
atau bayi. Berikan
informasi dan
perbaiki kesalahan
konsep berdasarkan
kesiapan pasangan
dan kemampuan
untuk memdengarkan
secara efektif.
 Tentukan makna
kehilangan terhadap
kedua pasangan.
Perhatikan bagaimana
pasangan
menginginkan
kehamilan dan
kelahiran ini.
 Anjurkan keluarga
untuk mengekspresi
kan perasaan dan
mendengar secara
efektif. Catat bahasa
tubuh. Tingkatkan
situasi rileks.
 Tinjau ulang
perubahan peran dan
rencana untuk
mengatasi kehilangan.
 Perhatikan kehadiran
sibling.
Kolaborasi
 Rujuk atau hubungi
rohaniawan sesuai
keinginan keluarga.
 Bantu membuat
permintaan dan
mendapatkan tanda
tangan untuk
pelaksanaan autopsy
bila dibutuhkan.
Tinjau ulang
keuntungan dan
keterbatasan autopsy.
 Berikan informasi
tentang penguburan
bayi. Hubungi
perusahaan
pemakaman pilihan
keluarga bila bantuan
diperlukan.
 Rujuk pada terapi
konseling atau
psikiatri bila perlu.

Anda mungkin juga menyukai