N G1P0A0
PRESECTIO CAESAR DENGAN LETAK LINTANG
DI RUANG KEBIDANAN RSUD PALEMBANG BARI
Oleh :
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP INTRANATAL
1. DEFINISI
Menurut WHO, persalinan normal adalah persalinan yang dimulai
secara spontan (dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir),
beresiko rendah pada awal persalinan dan presentasi belakang kepala pada
usia kehamilan antara 37- 42 minggu setelah persalinan ibu maupun bayi
berada dalam kondisi yang baik.
Persalinan atau Partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya
terjadi pada usia kehamilan yang cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa
disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
dikatakan belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks (Damayanti, dkk, 2015).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Harianto.2010).
3. ETIOLOGI
a. Teori Penurunan Hormon Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot rahim, sebaliknya estrogen
meninggalkan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen didalam darah,
tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga
menimbulkan his.
b. Teori Oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu timbul
kontraksi otot-otot rahim.
c. Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan
progesteron sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini
akan meimbulkan his.
d. Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh deciduas menimbulkan kontraksi
miometrium pada setiap umur kehamilan.
e. Teori Distensi Rahim
Rahim yang besar dan renggang yang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenta.
f. Teori Iritasi Mekanik
Dibelakang serviks terletak ganglion servikalis, bila ganglion ini digeser
dan ditekan misalnya oleh kepala janin maka akan menimbulkan his.
7. PENATALAKSANAAN
a. Kala I
- Mengukur TTV dan auskultasi DJJ
- Memperhatikan kontraksi uterus, dilatasi uterus, penurunan presentasi
terendah dan kemajuan persalinan serta perineum
b. Kala II : Mengajari ibu untuk mengejan
c. Kala III
- Pengawasan terhadap perdarahan
- Memperhatikan tanda plasenta lepas
d. Kala IV
- Pemeriksaan fisik, observasi TTV dan KU
- Kontraksi rahim
- Letakkan bayi yang telah dibersihkan disebelah ibu
B. KONSEP SECTIO CAESAR
1. DEFINISI SC
Sectio Caesaria adalah suati persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suati insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Tindakan operasi Sectio
Caesaria dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu yang
dikarenakan bahaya atau komplikasi yang akan terjadi apabila ibu
melahirkan secara pervaginam (Sukowati, 2013).
2. INDIKASI SC
Menurut Oxom (2012), indikasi Sectio Caesaria terbagi menjadi :
a. Panggul sempit dan dystocia mekanis; Panggul sempit atau ukuran janin
terlampau besar, malposisi, dan malpresentasi, disfungsi uterus, dystocia
jaringan lunak, neoplasma dan persalinan tidak maju.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus; Sectio Caesaria, histerektomi,
miomektomi ekstensif dan jahitan luka pada sebagian kasus dengan
jahitan cervical atau perbaikan ostium cervicis yang inkompeten
dikerjakan Sectio Caesaria.
c. Perdarahan; disebabkan plasenta previa atau abruptio plasenta.
d. Toxemia Gravidarum; mencakup preeklampsi dan eklampsi, hipertensi
esensial dan nephritis kronis.
e. Indikasi Fetal; gawat janin, cacat, insufisiensi plasenta, prolapses
funiculus umbilicalis, diabetes maternal, inkompatibilitas rhesus, post
moterm caesarean dan infeksi virus herpes pada traktus genitalis
3. KLASIFIKASI SC
Menurut wiknjosastro (2017) Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis yaitu :
a. Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda
Merupakan jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dengancara
menginsisi disegmen bagian bawah uterus. Beberapa keuntungan
menggunakan jenis pembedahan ini yaitu perdarahan luka insisi yang
tidak banyak, bahaya peritonitis yang tidak besar, parut pada uteru
umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar
karena dalam mas nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
b. Sectio Caesaria Klasik/Corporal
Merupakan tindakan pembedahan dengan pembuatan insisi pada bagian
tengah dari korus uteri sepanjang 10-12cm dengan ujung bawah di atas
batas pliko vasio uterine. Tujuan insisi ini dibuat hanya jika ada halangan
untuk melakukan proses Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda,
misal karena karena uterus melekat dengan kuat pada dinding perut
karena riwayat persalinan SC sebelumnya, insisi di segmen bawah uterus
mengandung bahaya dari perdarahan banyak yang berhubungan dengan
letaknya plasenta pada kondisi plasenta previa. Kerugian dari jenis
pembedahan ini adalah lebih besarnya resiko peritonitis dan 4 kali lebih
bahaya ruptur uteri pada kehamilan selanjutnya.
c. Sectio Caesaria Ekstraperitoneal
Insisi pada dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus dipisahkan
secara tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah sedangkan liputan
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah
uterus. Jenis pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi bahaya dari
infeksi puerpureal, namun dengan adanya kemajuan pengobatan terhadap
infeksi, pembedahan SC ini tidak banyak lagi dilakukan karena sulit
dalam melakukan pembedahannya.
4. KOMPLIKASI SC
Komplikasi sectio caesaria menurut Jitowijoyo (2011) yaitu :
a. Pada Ibu
- Infeksi puerpereal
- Perdarahan
- Luka kandung kemih dan emboli paru (jarang terjadi)
- Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
selanjutnya resiko ruptur uteri
b. Pada Janin
Sepeti halnya dengan ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesaria banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan sectio caesaria . menurut statistik di negara dengan
pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesaria berkisar 4-7%.
C. KONSEP LETAK LINTANG
1. DEFINISI
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang
lain (Hendriyani, 2015). Pada letak lintang, bahu berada di atas pintu atas
panggul (Kuswindriani, 2015).
Letak lintang adalah keadaan dimana sumbu panjang anak tegak
lurus atau hampir tegak lurus pada sumbu panjang ibu ( Sastrawinata, 2004).
Jadi pengertian letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang
didalam uterus dengan sumbu panjang anak tegak lurus atau hampir tegak
lurus pada sumbu panjang ibu.
2. ETIOLOGI
Menurut Wiknjosastro (2007) dan Sukrisno ( 2010) penyebab
terjadinya letak lintang adalah :
a. Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
b. Fiksasi kepala tidak ada indikasi CPD
c. Hidrosefalus
d. Pertumbuhan janiun terhambat atau janin mati 19
e. Kehamilan premature
f. Kehamilan kembar
g. Panggul sempit
h. Tumor di daerah panggul
i. Kelainan bentuk rahim ( uterus arkuatus atau uterus subseptus)
j. Kandung kemih serta rektum yang penuh
k. Plasenta Previa
3. PATOFISIOLOGI
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan
uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang
bayi menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau
melintang. Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan
berpindahnya kepala atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak
lintang (Harry Oxorn William R. Forte. 2010).
4. MANEFESTASI KLINIS
a. Mengalami ketidaknyamanan subkostal
Ciri gerakan janin melintang adalah saat Anda mengalami
ketidaknyamanan subkostal, dimana rasa kurang nyaman pada bagian
panggul hingga tulang rusuk. Sakitnya seperti perut melilit atau nyeri saat
haid pada penderita kista. Ketidaknyamanan ini bisa mengganggu
aktivitas Anda dan selalu ingin menyandarkan punggung dengan
tambahan bantal sebagai penyangga punggung.
b. Tendangan kaki bayi terasa di samping rahim
Pada kehamilan normal, tendangan bayi akan terasa di atas rahim
sebab posisi kaki bayi berada di atas dengan kepala di bawah, dekat jalur
lahir. Namun, ciri gerakan janin melintang akan terasa saat tendangan
bayi berasal dari samping rahim. Jika Anda mulai merasakan hal ini,
segera konsultasi dengan dokter ya.
c. Letak kepala bayi
Ciri gerakan janin melintang lain dapat diketahui dari letak kepala
bayi. Jika posisi bayi sungsang, dokter akan merasa ada massa yang besar
dibagian samping perut. Massa tersebut adalah kepala bayi. Sedangkan
normalnya, massa lebih terasa berat di bagian bawah dekat dengan
vagina.
d. Letak detak jantung bayi
Ciri gerakan janin melintang juga dapat dikenali dari letak detak
jantung bayi. Saat melakukan USG di minggu ke-32 hingga ke-35 detak
jantung harusnya akan terasa berasal dari bagian pusar sang ibu. Namun
jika posisi bayi sungsang, detak jantung justru terasa di samping atau di
atas pusar. Oleh sebab itu, kontrol rutin saat memasuki usia kehamilan
trimester ketiga sangat penting ya Anda untuk mencegah hal-hal yang tak
diinginkan.
e. Melalui pemeriksaan vagina
Ciri gerakan janin melintang yang terakhir dapat diketahui dari
pemeriksaan vagina. Biasanya akan ketahuan saat ibu mengalami bukaan
menjelang persalinan. Jika tak ditemukan massa keras seperti kepala bayi
di vagina ibu, besar kemungkinan bayi dalam keadaan melintang.
5. KOMPLIKASI
a. Pada ibu
1) Rupture uteri
2) Jika ketuban pecah dini dapat terjadi partus lama
3) Infeksi intra partum (Mochtar Rustam, 2012)
b. Pada janin
1) Cedera tali pusat
2) Timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan menumbung melalui
3) Vagina
4) Kematian janin
5) Ruptur janin (Sukmi dan Sudarti, 2014)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Kuswindriani, 2015 pemeriksaan penunjang pada letak lintang
Yaitu :
a. Hemaglobin atau hematokrit untuk mengkaji perubahan dari
kadarpraoperasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengedentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama pendarahan, dan waktu pembekuan darah.
d. Urinarisasi : menentukan kadar albumin dan glukosa
e. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan
pertumbuhan,kedudukan dan presentasi janin.
f. Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin /
aktivitasuterus.
7. Penatalaksanaan
Jika letak janin tetap lintang saat ibu memasuki persalinan, pelahiran
pervagina mustahil di lakukan. Ini merupakan situasi ketika ibu harus benar
– benar diingatkan bahwa tindakan sectio caesarea harus dilakukan, sebab
jika tidak, baik ibu maupun janin beresiko tinggi mengalami morbiditas dan
mortalitas. Satu- satunya pengecualian untuk kasus ini adalah untuk janin
yang berukuran kecil atau prematur, yang memungkinkan janin di lahirkan
pervaginam tanpa memperhatikan letak maupun presentasi janin. (Debbie
Holmes, 2011).
Persalinan aktif pada perempuan dengan janin posisi melintang
biasanya merupakan indikasi untuk pelahiran caesar. Sebelum persalinan
atau pada awal persalinan, dengan membran yang intak, usaha versi
eksternal bermanfaat jika tidak ada komplikasi lain. Jika kepala janin dapat
dimanuver melalui manipulasi abdomen ke dalam pelvis, kepala harus tetap
harus berada di sana selama beberapa kontraksi selanjutnya dalam usaha
untuk memperbaiki kepala dalam panggul. (Gary cuningham, 2013)
Dengan pelahiran caesar, karena baik kaki maupun kepala janin tidak
berada pada segmen bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam janin
tidak berada pada segmen bawah uterus, insisi melintang rendah ke dalam
uterus dapat menyebabkan ekstraksi janin yang sulit. Hal ini sangat benar
pada presentasi dorsoanterior. Dengan demikian, biasanya insisi vertikal di
indikasikan. (Gary Cunningham, 2013).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data Subyektif
1. Biodata
a. Nama : untuk lebih mengenal pasien
b. Umur : untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan
dengan dengan umur ibu
c. Suku bangsa : untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Pada keadaan umum pasien perlu dikaji
tentang keadan pasien apakah lemah, pucat, atau baik.
b. Pemeriksaan TTV Tekanan darah : tekanan darah pada wanita
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Rambut : dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak.
c. Abdomen
Observasi : untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk
3. Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
Muka : kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah,
adanya oedema.
Mamae : putting menonjol atau tidak, areola menghitam,
kolostrum.
Abdomen : membesar ke depan atau ke samping (pada letak
lintang membesar ke samping), striae gravidarum,
atau bekas luka.
b. Palpasi
Leopod I : Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula
bagian apa dari janin yang terdapat dalam fundus. Sifat
kepala ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak
lintang fundus uteri kosong.
Leopod II : Menentukan dimana letak punggung janin dan
bagian ekstremitas. Kadang-kadang di samping terdapat
kepala atau bokong pada letak lintang.
Leopod III : Menentukan bagian yang terdapat di bawah,
apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP atau belum.
Leopod IV : Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian
bawah dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal
atau tidak. Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat
menggunakan leaneq atau dopler.
d. Reflek patella Untuk mengetahui reflek dari otot yang
berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat uterus
berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan
vitamin B1.
e. Panjang uterus Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran
berat janin. Cara menghitungTBJ menurut Johnson Tausak; · TFU
(dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I) · TFU (dalam
cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri) : Pelvimetri dilakukan
sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan kelainan
bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau
lebih.
b. Pemeriksaan dalam (VT) : Pemeriksaan dalam pada letak lintang
terdapat : Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan
menumbung teraba tangan. Teraba bahu dan ketiak yang bias
menutup ke kanan atau ke kiri. Letak punggung ditentukan
dengan adanya scapula, letak dada dengan klavikula.
Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan
kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya
ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang : Pemeriksaan darah lengkap
(golongan darah, Hb, Ht, LED), Pemeriksaan urine (menentukan
kadar albumin atau glukosa), Kultur (mengidentifikasi adanya
virus herpes simpleks tipe II), Amniosentesis (mengkaji maturitas
paru janin), Ultrasonografi (melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin), Foto rontgen
(tampak janin dalam letak lintang), Tes stress kontraksi atau tes
nonstress (mengkaji respon janin terhadap gerakan atau stress dari
pola kontraksi uterus), Pemantauan elektronik kontinu
(memastikan status janin atau aktivitas uterus).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan
krisis situasi.
2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep
dan proses persalinan yang lama.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.
C. Intervensi Keperawatan