Anda di halaman 1dari 15

STRATEGI KOMUNIKASI PEMKOT BANDUNG DALAM

MENGURANGI TINGKAT KECANDUAN GAWAI PADA ANAK


SEKOLAH DI KOTA BANDUNG

Strategi Komunikasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, penggunaan gawai seakan


menjadi hal yang hampir mustahil untuk dihindari. Perkembangan
teknologi pada saat ini membawa perubahan yang cukup signifikan.
Masyarakat semakin terdorong untuk menggunakan gawai yang dapat
membantu di berbagai kegiatan. Berbagai produk gawai pun mulai
bermunculan dengan beragam jenisnya yang ada, sehingga istilah
masyarakat modern pada saat ini telah bergeser dan terjadi perluasan
makna menjadi masyarakat digital.

Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 268,2 juta


jiwa, Indonesia merupakan pasar yang besar bagi berbagai produk-produk
digital. Pertumbuhan yang begitu pesat dalam penggunaan gawai di
Indonesia menjadi suatu isu yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan
pemerintah. Belum lagi dengan penggunaan internet yang semakin besar
juga menjadi suatu hal yang harus diperhatikan.

Perkembangan penggunaan gawai di Indonesia selalu meningkat


dari tahun ke tahun. Survey yang dilakukan oleh situs wearesocial.com
menunjukan bahwa pada bulan Januari 2019, pengguna smartphone di
Indonesia mencapai 355,5 juta, atau sekitar 133% dari jumlah total
populasi di Indonesia. Hal ini menunjukan bahwa peredaran smartphone di
Indonesia lebih banyak dari jumlah penduduk di seluruh Indonesia, yang
mana satu orang kemungkinan memiliki 2 atau lebih smartphone.
Peningkatan masyarakat pengguna digital juga terlihat begitu jelas
di tahun 2019. Pertumbuhan pengguna internet di awal tahun 2019
meningkat sebanyak 13% dari awal tahun 2018. Peningkatan pengguna
media sosial juga mengalami peningkatan di awal tahun 2019, yaitu
bertambah 15% dari awal tahun 2018. Pertumbuhan internet dan media
sosial jauh lebih pesat dibanding pertumbuhan penduduk di Indonesia,
yang mana hanya meningkat sebesar 1% saja. Data ini pada akhirnya
menunjukan bahwa jumlah keseluruhan pengguna aktif internet di
Indonesia adalah 150 juta jiwa atau sekitar 56% dari total jumlah populasi
di Indonesia.

Dari seluruh pengguna internet aktif di Indonesia, generasi milenial


adalah generasi yang menjadi penggunaan internet aktif terbesar di
Indonesia pada saat ini. Data ini didukung oleh survei Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII pada tahun 2018 tentang
penetrasi pengguna internet di Indonesia. Walaupun begitu, tidak dapat
dipungkiri bahwa kemungkinan besar, generasi milenial akan disusul oleh
generasi seterusnya dalam hal pengguna internet terbesar.

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan


Anak, generasi milenial adalah mereka yang dilahirkan antara tahun 1980
sampai dengan 2000. Penentuan tentang siapa generasi milenial ini
didasarkan oleh pendapat para ahli dari berbagai negara dan profesi.
Generasi ini juga biasa disebut sebagai generasi Y, yang mana generasi ini
didahului oleh generasi X yang lahir pada rentang tahun 1960 sampai
dengan 1980, serta berada sebelum generasi Z yang lahir pada rentang
tahun 2001 sampai dengan 2010.

Pada saat ini, gawai tidak lagi eksklusif digunakan oleh orang
dewasa saja. Tetapi, anak-anak dan remaja pun sudah bisa menggunakan
berbagai jenis gawai yang ada. Sudah sangat banyak anak-anak yang
mahir dalam menggunakan smartphone untuk berbagai macam kegiatan.
Dampak perkembangan teknologi yang begiu pesat menyebabkan generasi
sekarang sudah terpapar oleh teknologi yang canggih sejak usia yang
masih sangat dini.

Gawai yang terhubung dengan sistem daring melalui internet


dengan berbagai fiturnya ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi, terdapat
manfaat yang sangat besar apabila gawai digunakan dengan baik dan bijak.
Tetapi di sisi lain, menggunakan gawai dapat membahayakan seseorang
apabila digunakan secara tidak bijak dan dilakukan terus-menerus.
Menggunakan gawai secara terus-menerus tanpa mengenal waktu dapat
menyebabkan seseorang mengalami kecanduan gawai. Dalam hal ini,
anak-anak merupakan korban paling besar dari kecanduan gawai.

Selain menjadi alat komunikasi dan sumber informasi, gawai


yang dilengkapi berbagai fitur juga menjadi pintu masuk bagi anak-anak
untuk mengakses media sosial, gim, dan fitur lainnya secara daring yang
belum sesuai untuk usianya. Bahkan, penggunaan gawai yang terus-
menerus tanpa mengenal waktu berpotensi mengganggu tumbuh kembang
anak serta membuat anak kecanduan atau adiksi gawai.

Fenomena anak yang kecanduan gawai mulai sering terlihat pada


saat ini. Meskipun pada saat ini belum ada persentase yang pasti dalam
menunjukan jumlah anak yang mengalami kecanduan gawai, tetapi sudah
ada cukup banyak kasus yang terungkap di masyarakat, hasil kajian,
survei, dan penelitian yang menunjukan bahwa fenomena kecanduan
gawai pada anak saat ini berada pada situasi yang mengkhawatirkan.

Walaupun begitu, tidak semua anak yang menggunakan gawai


dapat langsung disebut mengalami kecanduan. Kepala Departemen
Medik Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (FKUI-
RSCM) Kristiana Siste Kurnia Santi mengatakan bahwa seorang anak
dapat dikatakan kecanduan gawai apabila gejala yang dialami sudah
mengganggu fungsi diri dan berlangsung selama 12 bulan. Adapun
fungsi diri itu seperti fungsi relasi, pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan
rutin lainnya.
Dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2018, Komisi Nasional
Perlindungan Anak telah menangani 42 kasus anak yang kecanduan gawai.
Kasus kecanduan gawai ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal
ini terkait dengan tingginya penetrasi internet di kalangan anak-anak
Indonesia.

Data dari APJII pada tahun 2018 menunjukan bahwa remaja yang
berada di rentang usia 15 sampai 19 tahun, tercatatkan sebanyak 91 persen
telah menggunakan internet. Bahkan, remaja yang berada di usia 10
hingga 14 tahun sudah mulai banyak yang menggunakan internet, yakni
sebanyak 66,2 persen. Lebih dari itu, anak berusia 5 hingga 9 tahun
memiliki persentase penetrasi internet sebesar 25,2%. Dalam hal ini,
smartphone adalah perangkat yang paling banyak dipakai untuk
mengakses internet (44,16 persen).

Selain itu, data yang dirilis oleh APJII juga menunjukan bahwa
mereka yang masih ada di bangku sekolah lebih banyak menggunakan
internet di bandingkan masyarakat yang lulus dengan periode tingkat
pendidkan tertentu. Sebut saja, mereka yang tamatan SMP tercatat
sebanyak 63,5 persen pengguna internet, sedangkan yang masih duduk di
bangku SMP menggunakan internet sebanyak 80,4 persen. Begitu juga
dengan mereka yang tamatan SMA tercatatkan sebanyak 80,6 persen yang
menggunakan internet sedangkan yang masih duduk di kursi SMA
sebanyak 90,2 persen. Data ini memperlihatkan bahwa bangku sekolah
menyumbang kontribusi yang cukup besar dalam penetrasi penggunaan
internet di Indonesia.

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam


acara Internet Aman untuk Anak di Jakarta, 6 Februari 2018,
mengungkapkan bahwa sebanyak 93,52 persen penggunaan media sosial
oleh individu Indonesia berada di usia 9-19 tahun dan penggunaan
internet oleh individu sebanyak 65,34 persen berusia 9-19 tahun.
Umumnya anak-anak menggunakan internet untuk mengakses media
sosial, termasuk Youtube dan gim daring.
Oleh karena kecanduan gawai pada anak-anak merupakan hal yang
cukup serius, maka sangat dibutuhkan peran orang tua untuk mengarahkan
anak mereka dalam menggunakan internet yang lebih baik dan bijak.
Tetapi, saat ini cukup sering kita temui orang tua yang terlalu berlebihan
dalam memanfaatkan gawai dalam mengasuh anak mereka. Dengan
berbagai fitur dan aplikasi yang menarik, gawai menjadi salah satu jalan
pintas orang tua untuk menyibukkan anak mereka agar orang tua dapat
menjalankan aktivitas dengan tenang, tanpa khawatir anaknya pergi
keluar, bermain kotor, maupun memberantakan rumah, yang pada
akhirnya membuat rewel dan mengganggu aktivitas orang tua. Orang tua
belakangan ini banyak yang beranggapan gadget mampu menjadi teman
bermain yang aman dan mudah dalam pengawasan, sehingga peran orang
tua sebagai teman bermain anak di usia dini, lambat laun mulai tergantikan
oleh gawai.

Fenomena kecanduan gawai tentunya menyebar di berbagai


provinsi di Indonesia. Terlebih lagi di provinsi Jawa Barat, yang menurut
survei APJII pada tahun 2018 menduduki peringkat pertama sebagai
provinsi dengan pengguna internet terbanyak di Indonesia. Provinsi Jawa
Barat menyumbang sekitar 16,7% dari total pengguna internet aktif di
seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2018. Banyaknya pengguna aktif
internet ini juga terlihat dari banyaknya pula kasus kecanduan gawai yang
terjadi pada anak-anak. Dilansir dari voaindonesia.com, RSJ Jawa Barat
mencatat, dalam kurun waktu 2016 sampai dengan 2019, sudah ada 209
anak yang dirawat terkait adiksi internet dan gim daring.

Dalam menyikapi bermunculannya fenomena kecanduan gawai,


pemerintah pun melakukan berbagai program yang diharapkan dapat
menurunkan tingkat kecanduan gawai di kalangan anak-anak. Salah
satunya adalah pemerintah Kota Bandung, yang memiliki caranya
tersendiri dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di kalangan anak-
anak.
Seperti yang kita ketahui, Bandung merupakan salah satu kota
terbesar di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang melebihi 2,5 juta
jiwa, tentunya kota bandung merupakan salah satu penyumbang terbesar
pengguna internet aktif di Jawa barat. Kedudukannya sebagai ibu kota
provinsi juga mendukung peningkatan pemanfaatan internet oleh warga
kota yang beraktivitas sehari-hari akibat tingginya terpaan teknologi
modern dan gawai canggih. Dari total penduduk sebanyak 2,5 juta jiwa
tersebut, 562 ribu jiwa diantaranya merupakan penduduk yang masih
tergolong dalam usia anak-anak, yang mana seperti yang sudah diketahui,
merupakan salah satu rentang usia dengan tingkat pemanfaatan gawai yang
cukup tinggi.

Pada saat ini, Kota Bandung dipimpin oleh seorang Wali Kota
bernama Oded M. Danial. Lelaki yang akrab disapa Mang Oded ini
menjabat sebagai Wali Kota Bandung periode 2018 – 2023, didampingi
Yana Mulyana sebagai wakilnya.

Pemkot Bandung sadar akan begitu banyaknya kasus kecanduan


gawai yang dialami oleh anak-anak. Oleh karena itu, Pemkot Bandung
berusaha mengurangi tingkat kecanduan gawai pada anak-anak dengan
cara meluncurkan sebuah program yang dinamakan “chickenisasi”.
Program yang digagaskan langsung oleh Mang Oded ini merupakan
program dimana Pemkot Bandung membagikan anak ayam kepada ratusan
siswa SD dan SMP yang ada di Kota Bandung.

Program chickenisasi ini resmi dimulai pada tanggal 23 November


2019. Program ini masih pada tahap percobaan. Mang Oded secara resmi
membagikan 2.000 ekor anak ayam kepada para pelajar laki-laki dari 10
SD dan 2 SMP di Kecamatan Cibiru dan Gedebage. Usia pelajar itu adalah
kelas 5 SD dan kelas 7 SMP. Ribuan ekor anak ayam itu didapatkan lewat
program CSR dan komunitas yang ada di Kota Bandung dan sekitarnya.

Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin


Ginanjar menyebut setiap siswa menerima masing-masing satu ekor anak
ayam. Para siswa akan dibentuk satu kelompok yang terdiri dari lima
orang. Kemudian, setiap satu kelompok akan diminta untuk memelihara 5
ekor anak ayam dalam satu kandang. Kandang ini akan disimpan di satu
rumah siswa sesuai kesepakatan kelompok. Maka, dalam satu kelompok
itu rumah mereka harus yang saling berdekatan, sehingga memudahkan
siswa dalam pemeliharaan bersama. Penilaian akan dilakukan setelah 6
bulan berjalan, dan nilai tersebut digunakan sebagai bagian dari nilai
beberapa mata pelajaran.

Menurut Mang Oded, program “chickenisasi” adalah bagian dari


realisasi program pemerintah pusat untuk revolusi mental dengan
menghadirkan pendidikan aktif, kolaboratif, integratif. Menurut Beliau,
dengan memelihara anak ayam, maka mengajarkan pendidikan karakter
kepada anak. Logikanya, dengan memelihara anak ayam, para pelajar
punya kesibukan sehingga melupakan mainan gadget.

Dalam pelaksanaannya pula, program chickenisasi ini


menimbulkan pro dan kontra. Dilansir dari tirto.id, Komisioner Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti meragukan program
‘Chickenisasi’ yang digagas oleh Walikota Bandung. Menurut Retno,
kecanduan gadget atau gawai tak terlepas dari pola pengasuhan orang tua.
Maka dari itu, Retno menyarankan bahwa orangtua harus atur waktu untuk
diri sendiri menggunakan gadget secara bijak.

Pendapat berbeda datang dari Andrea Ratna Nurwulan, 47 tahun,


seorang ibu di Bandung yang memiliki putri 9 tahun di kelas 3 SD. Beliau
menyambut program “chickenisasi” Mang Oded sebagai sesuatu yang
positif, karena menurutnya Program Chickenisasi ini merupakan bagian
dari integrated learning, sehingga dengan memelihara anak ayam anak
anak akan belajar banyak hal baru yang sebelumnya belum pernah mereka
lakukan.

Banyak sekolah-sekolah menyambut baik program kontroversial


ini. Tetapi, begitu banyak pula pihak-pihak yang merasa program ini
sebaiknya tidak diteruskan. Pada akhirnya, Mang Oded tetap menjalankan
program ini dan dilansir dari news.detik.com, tepatnya pada tanggal 23
Desember 2019, beliau menyatakan bahwa program “chickenisasi” tahap
percobaan ini berhasil dan berdampak positif terhadap perubahan perilaku
siswa. Hanya dalam kurun waktu 1 Bulan lebih 1 hari, Mang Oded
menyatakan bahwa program ini memiliki dampak positif terhadap
peningkatan sifat disiplin siswa, sehingga beliau memastikan untuk
melanjutkan program ini tahun depan dengan menambah jumlah anak
ayam yang akan dibagikan.

Dalam menjalankan program ini, tentunya terdapat proses


komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot Bandung terhadap pihak-pihak
yang bersangkutan agar program ini diterima secara positif oleh pihak-
pihak tersebut. Tentunya dibutuhkan suatu strategi komunikasi yang
sangat efektif agar tercapainya tujuan utama dari program “chickenisasi”
yang dinilai oleh beberapa pihak sebagai program yang kontroversi ini,
yaitu mengurangi kecanduan gawai pada anak-anak.

Strategi komunikasi memainkan peran yang sangat penting demi


terbentuknya efektivitas dari program yang dijalankan oleh Pemkot
Bandung ini. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui
lebih dalam mengenai strategi komunikasi yang digunakan oleh Pemkot
Bandung dengan membuat sebuah penelitian yang berjudul “Strategi
Komunikasi Pemkot Bandung dalam Mengurangi Tingkat
Kecanduan Gawai di Kota Bandung”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Untuk lebih terfokus dalam ruang lingkup dari penelitian, maka


penelitian ini dibatasi hanya pada strategi komunikasi yang dilakukan
oleh Pemkot Bandung dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai di
Kota Bandung melalui program chickenisasi.

2. Rumusan Masalah

Berikut adalah rumusan masalah dari penelitian ini:


a. Bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot
Bandung dalam menyukseskan program chickenisasi?

b. Seberapa efektif strategi komunikasi yang dilakukan oleh Pemkot


Bandung dalam menyukseskan program chickenisasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan oleh


Pemkot Bandung dalam menyukseskan program chickenisasi.

b. Untuk mengetahui Seberapa efektif strategi komunikasi yang


dilakukan oleh Pemkot Bandung dalam menyukseskan program
chickenisasi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat teoritis, yaitu untuk memberikan kontribusi dalam


perkembangan ilmu pendidikan dan penelitian yang menggunakan
pendekatan ilmu komunikasi, khususnya pada aspek strategi
komunikasi.

b. Manfaat praktis, yaitu sebagai salah satu cara untuk membantu


Pemerintah Kota Bandung, maupun pemerintah daerah lainnya
agar lebih mengembangakan strategi komunikasi mereka dalam
mengurangi angka kecanduan gawai di berbagai daerah di
Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gadget

Menurut Kurniawan (Rohman 2017: 27) yang dimaksud


dengan gadget (smartphone) yaitu: Gadget adalah sebuah perangkat atau
perkakas mekanis yang mini atau sebuah alat yang menarik karena relatif
baru sehingga akan banyak memberikan kesenangan baru bagi
penggunanya walaupun mungkin tidak praktis dalam penggunaannya

Menurut Derry ( 2014: 7) “gadget merupakan sebuah perangkat


atau instrument elektronik yang memiliki tujuan dan fungsi praktis untuk
membantu pekerjaan manusia”. Menurut  Manumpil, dkk (2015: 1)
“Gadget merupakan suatu alat teknologi yang saat ini berkembang pesat
yang memiliki fungsi khusus diantaranya smartphone, Iphone and
Blackberry”

Gadget merupakan sebuah terobosan dari sebuah ilmu pengetahuan dan


teknologi dalam memudahkan sesuatu hal yang berkaitan dengan pekerjaan
manusia,namun perkembangan gadget pun menawarkan sifat kemudahaan bagi
setiap orang yang menggunakannya,pengguna gadget sangat dimanjakan dengan
adanya berbagai fitur yang membedakannya dengan perangkat elektronik lainnya.

B. STRATEGI KOMUNIKASI
Untuk menunjang suatu kegiatan komunikasi diperlukan adanya
strategi, sebab berhasil tidaknya sebuah kegiatan komunikasi secara
efektif sebagian besar banyak ditentukan dengan strategi komunikasi ,
terdapat dua konsep stragegi komunikasi:
1.Komunikasi Langsung:

Pada komunikasi langsung baik antara individu dengan individu, atau


individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, kelompok dengan
masyarakat maka pengaruh hubungan individu termasuk di dalam pemahaman
komunikasi ini.Komunikasi langsung tak terlepas dari pengaruh kelompok, namun
konsep komunikasi ini hanya melihat apa konten dari komunikasi yang dibangun
oleh individu masing-masing. Hal ini berbeda dengan konsep komunikasi
kelompok, dimana kontennya dipengaruhi oleh motivasi bersama dalam
kelompok, tujuan-tujuan yang ingin dicapai, persepsi bersama, kesan-kesan yang
tumbuh dalam kelompok, model kepemimpinan yang dibangun, serta pengaruh-
pengaruh eksternal yang dialami kelompok akan saling mempengaruhi masing-
masing anggota kelompok, termasuk juga terhadap kelompok itu secara
keseluruhan dan sampai pada tingkat tertentu seluruh individu dalam kelompok
itu akan saling mengontrol atau mengendalikan satu dan lainnya

Dengan demikian kegiatan komunikasi ini, merupakan proses yang


sistematik serta membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen
sistemnya. Seperti konteks komunikator, konteks pesan, dan konstruksi ide,
konteks pola interaksi, konteks situasional, konteks sikap-sikap individu terhadap
kelompok dan sebaliknya, serta konteks toleransi. Oleh karena itu, dalam kegiatan
komunikasi maka yang diperlukan adalah pemahaman tentang budaya, nilai-nilai,
sikap dan keyakinan komunikator.

2.Komunikasi Bermedia

Komunikasi bermedia merupakan proses komunikasi yang dilakukan dengan


menggunakan media sebagai saluran dalam penyampaiannya, terdapat enam
komponen penting yang ada dalam komunikasi bermedia, sebagai berikut:

a. Komunikator
b. Media
c. Informasi (Pesan)
d. Gatekeeper (Penyeleksi Pesan)
e. Khalayak (Publik)
f. Umpan Balik

Yang dimaksud sebagai komunikator ialah pihak yang mengandalkan


media dan teknologi modern dalam menyebarkan suatu informasi, sehingga
informasi ini bisa dengan cepat ditangkap oleh publik. Komunikator juga berperan
sebagai sumber pemberitaan yang mewakili institusi formal yang sifatnya mencari
keuntungan dari peyebaran informasi itu. Media adalah alat komunikasi yang
digunakan dalam penyebaran informasi, yang dapat diakses oleh masyarakat.

Informasi adalah pesan/ide/gagasan yang diperuntukkan kepada


masyarakat secara massal. Gatekeeper ialah penyeleksi informasi, sebagaimana
yang diketahui bahwa dalam suatu organisasi/lembaga tentunya memiliki divisi
khusus yang menangani informasi yang disampaikan melalui media. Mereka
inilah yang meyeleksi informasi yang akan disiarkan atau tidak disiarkan. Bahkan
mereka memiliki kewenangan untuk memperluas, membatasi informasi yang akan
disiarkan tersebut. Khalayak adalah segenap manusia yang menerima informasi
yang disebarkan oleh media, mereka ini terdiri dari publik pendengar atau
masyarakat pembaca. Umpan balik dalam komunikasi bermedia umumnya
bersifat tertunda, sedangkan umpan balik pada komunikasi tatap muka bersifat
langsung

Komunikasi bermedia memiliki proses yang berbeda dengan komunikasi


langsung. Karena sifat komunikasi yang melibatkan media, maka proses
komunikasinya sangat kompleks. Menurut McQuail (1992), aktivitas komunikasi
bermedia terlihat berproses dalam bentuk:

1) Proses komunikasi bermedia dilakukan melalui satu arah, yaitu


dari komunikator ke komunikan. Jika terjadi interaktif di antara
mereka, maka proses komunikasi (balik) yang disampaikan
oleh komunikan ke komunikator sifatnya sangat terbatas,
sehingga tetap saja didominasi oleh komunikator.
2) Proses komunikasi berlangsung pada hubungan-hubungan
kebutuhan di masyarakat. Seperti di televisi dan radio yang
melakukan penyiaran mereka karena adanya kebutuhan
masyarakat tentang pemberitaan-pemberitaan yang ditunggu-
tunggu.

Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai bahanya kecanduan gawai


bagi anak anak. Membuat permasalahan sosial di Kota Bandung semakin
kompleks. Untuk itu aparatur Pemerintahan Kota Bandung dituntut untuk beekrja
ekstra dalam menyebarkan informasi informasi mengenai bahaya kecanduan
gawai bagi anak-anak, tidak cukup hanya dengan melalui media saja namun harus
terjun kelapangan. Oleh karena itu Pemerintah Kota Bandung Melalui Dinas
Pertanian Dan Ketahanan Pangan membuat program “chickenisasi” yaitu
membagikan anak ayam kepada anak anak sekolah khususnya tingkat Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama, Agar anak pada usia tersebut tidak
terlalu kecanduan oleh gawai

3. Tujuan Strategi Komunikasi

Wayne Pace, Brant D Peterson, M Dallas, mengemukakan bahwa terdapat 3


tujuan utama dalam pelaksanaan strategi komunikasi, yakni sebagai berikut:

a. To Secure Understanding: untuk memberikan pengaruh kepada


komunikan melalui pesan-pesan yang disampaikan untuk
mencapai tujuan tertentu.
b. To Establish Acceptance: setelah komunikan menerima dan
mengerti pesan yang disampaikan, pesan tersebut perlu
dikukuhkan di benak komunikan agar menghasilkan feedback
yang mendukung pencapaian tujuan komunikasi.
c. To Motve Action: komunikasi selalu member pengertian yang
diharapakan dapat mempengaruhi komunikan sesuai dengan
keinginan komunikator

Jadi, dapat dikatakan bahwa strategi komunikasi bertujuan menciptakan


pengertian dalam berkomunikasi, membina dan memotivasi agar dapat tercapai
tujuan sebenarnya yang diinginkan oleh komunikator.

C. Pengertian Anak

Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian anak


secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia

yang belum dewasa.

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda

dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan

sekitarnya”. Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh

sungguh. Akan tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah,

ironisnya anak-anak justru sering kalidi tempatkan dalam posisi yang paling di

rugikan, tidakmemiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi

korban tindak kekerasa dan pelanggaran terhadap hak-haknya.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut

peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun di

antara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak

tersebut, karna di latar belakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang

undang maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan perundang

undangan dapat dilihat sebagai berikut :

a). Anak Menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak:

Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

b.) Menurut Undang-undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2)

Anda mungkin juga menyukai