Anda di halaman 1dari 7

1.

Latar Belakang
Kejuaraan balap mobil tidak dapat dipungkiri sebagai bagian penting dalam perkembangan
kultur mobil. Sebagai salah satu kejuaraan dengan peminat yang cukup banyak, tentunya
gengsi dan prestise dalam memenangkan sebuah kejuaraan balap mobil mampu
mendongkrak reputasi produsen otomotif. Akibatnya, terobosan teknologi baru muncul dari
panasnya persaingan kejuaraan balap mobil. Entah itu dalam sektor mesin, suspensi,
aerodinamis, ban, dan lainnya. Berbagai terobosan ini juga menciptakan kategori-kategori
baru dalam kejuaraan balap mobil. Formula E adalah salah satunya.
FIA Formula E Championship, atau biasa disebut Formula E adalah balap mobil kursi
tunggal yang menggunakan energi listrik, serhingga tidak mengeluarkan emisi sama sekali.
Tentunya, hal ini berbeda dengan Formula 1, sebagai “kakak” dari formula E yang sudah
lebih dulu muncul dan menggunakan mobil berbahan bakar bensin. Formula E digagas pada
tahun 2012, dan musim perdananya dimulai di Beijing pada bulan September 2014.
Kejuaraan ini disetujui oleh Federasi Otomotif Internasional (FIA). Alejandro Agag adalah
pendiri dan CEO Formula E Holdings.1
Selain berbeda dalam penggunaan bahan bakar, formula E memiliki beberapa perbedaan lain.
Dinilai dari performa, mobil-mobil di ajang formula E tentunya berada dibawah formula 1.
Hal ini disebabkan karena pada saat ini ada keterbatasan baterai dan motor yang digunakan
dalam mobil balap bertenaga listrik tersebut, sehingga masih tertinggal dalam perkembangan
performa dan teknologinya. Walaupun begitu, di masalah kebisingan, formula E tidak
sebising formula 1 yang tingkat kebisingannya mencapai 134 dB. mobil Formula E hanya
memiliki tingkat kebisingan 80 dB, yang mana berada jauh dibawah. Oleh karena minim
emisi dan minim bising, penyelenggaraan ajang formula E cocok untuk diselenggarakan di
kota-kota, dan pada saat ini Jakarta terpilih sebagai salah satu kota yang diberi kehormatan
untuk menyelenggarakan formula E.
Formula E Jakarta merupakan seri ke 6 dari musim 2019/2020. Ajang balap ini rencananya
akan digelar pada tanggal 6 Juni 2020. FIA menuturkan bahwa Jakarta dipilih sebagai tuan
rumah Formula E seri ke 6 karena Jakarta dinilai memiliki visi yang sama dengan FIA soal
perbaikan iklim.2 Hal ini pun diterima baik oleh Anies Baswedan, selaku Gubernur Jakarta

1
"Championship Overview". fiaformula.com. Diakses tanggal 2018-06-01.
2
https://news.detik.com/berita/d-4715256/fia-ungkap-alasan-pilih-jakarta-tuan-rumah-formula-e (diakses pada
21-2-2020)
pada saat ini yang menerima dengan sangat terbuka ajang balap tersebut. Bahkan, Anies
mengatakan bahwa kontrak yang dilakukan dengan FIA berdurasi sampai 5 tahun. Anies
melihat pergelaran Formula E di Jakarta merupakan suaru investasi yang cukup
menguntungkan bila dilakukan lebih dari satu tahun, sebab, uang yang sempat diproyeksikan
DKI bisa mencapai Rp1,2 triliun. Dengan diselenggarakan lima tahun berturut-turut maka
investasi yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tidak habis percuma karena akan bisa
digunakan berkali-kali.3
Walaupun begitu, penyelenggaraan ajang balap Formula E di Jakarta menjadi polemik di
masyarakat. Pasalnya adalah karena Pemprov DKI Jakarta berencana untuk
menyelenggarakan ajang balap ini di area Monumen Nasional (Monas). Berdasarkan akun
resmi Instagram Formula E Jakarta, jakarta_eprix, Pemprov DKI Jakarta berencananya, akan
membangun sebuah sirkuit di sekitaran Monas dengan panjang lintasan mencapai 2,4
kilometer dan 13 tikungan. Pergelaran ajang balap Formula E di Monas ini tentunya
ditentang oleh beragam pihak karena berbagai alasan.
Salah satunya datang dari Kementrian Sekretariat Negara (Mensesneg). Sekretaris
Mensesneg Setya Utama menegaskan bahwa komisi pengarah tidak akan menyetujui apabila
kawasan Monas dipergunakan untuk sirkuit Formula E yang akan digelar pada Juni 2020
mendatang. Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Monas pun memiliki alasan tersendiri
tidak menyetujui rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta. Setya menjelaskan keputusan itu
diambil setelah mempertimbangkan cagar budaya di kawasan Monas. Selain itu ada kegiatan
pengaspalan yang membuat gelaran Formula E tak memungkinkan digelar di kawasan
tersebut.4 Walaupun begitu, komisi pengarah akan mengizinkan penyelenggaraan ajang balap
Formula E apabila yang digunakan adalah area di luar kawasan Monas.
Atas penolakan ini, Anies Baswedan pun melakukan beberapa usaha untuk memperoleh izin
penyelenggaraan ajang balap ini di Monas. Salah satunya adalah Anies Baswedan mengirim
surat ke Mensesneg Pratikno untuk menindaklanjuti persetujuan Formula E. Surat itu dengan
nomor 61/-1.857.23 ditandatangani oleh Anies pada 11 Februari 2020 kemarin. Dalam surat
itu, Anies mengatakan bahwa dalam rangka menjaga fungsi, kelestarian lingkungan dan

3
https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20190920184218-163-432395/alasan-anies-ingin-gelar-formula-e-lima-
tahun (diakses pada 21-2-2020)
4
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200205211726-4-135658/duh-komisi-ini-tolak-sirkuit-formula-e-
gubernur-anies (Diakses pada 21-2-2020)
cagar budaya di Kawasan Monas, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memperoleh
rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi DKI Jakarta. Rekomendasi tersebut
dituangkan dalam surat Kepala Dinas Kebudayaan tanggal 20 Januari 2020 nomor 93/-
1.853.15 tentang penyelenggaraan Formula E 2020. 5
Namun, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI Jakarta membantah bahwa ajang balap
Formula E sudah mendapat rekomendasi dari mereka. Ketua TACB DKI Jakarta Mundardjito
menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi mengenai
penyelenggaraan Formula E 2020 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, seperti yang diklaim
Gubernur DKI Jakarta karena mereka tidak tahu dan tidak pernah diberi tahu apa-apa
mengenai surat rekomendasi yang dimaksud oleh Anies. TACB DKI Jakarta pun tidak
pernah melakukan kajian soal penyelenggaraan Formula E di area Monas yang merupakan
kawasan cagar budaya, sehingga mereka tidak bisa menilai rencana penyelenggaraan ajang
balap mobil listrik tersebut di kawasan Monas.6
Atas kejadian ini, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menduga Anies Baswedan
memanipulasi surat yang dikirim olehnya kepada Mensesneg mengenai tindaklanjut
persetujuan kawasan Monas untuk digunakan sebagai kawasan Formula E. Prasetio pun
setuju dengan Mensesneg bahwa pelaksanaan ajang balap ini sebaiknya tidak dilakukan di
area Monas dikarenakan alasan yang sama pula, yaitu karena Monas termasuk cagar budaya.
Sekda DKI Jakarta Saefullah pun mengklarifikasi dugaan pemalsuan rekomendasi Tim Ahli
Cagar Budaya (TACB) dalam surat balasan Gubernur Anies Baswedan kepada Mensesneg
tersebut. Saefullah membantah ada pemalsuan rekomendasi TACB untuk penyelenggaraan
Formula E di Monas. Saefullah mengatakan bahwa munculnya dugaan pemalsuan tersebut
adalah karena adanya kekeliruan informasi, sehingga terdapat salah ketik dalam pembuatan
naskah surat. Saefullah mengungkapkan, kekeliruan tersebut menyebabkan adanya
mispersepsi dalam melihat surat tersebut yang pada akhirnya, banyak pertanyaan kepada
Anies. Kekeliruan ini pun pada akhirnya diperbaiki oleh pihak Pemprov DKI Jakarta.
Hingga saat ini, penyelenggaraan Formula E pun masih menjadi polemik. Dalam mengatasi
polemik ini, tentunya ada beberapa penyelesaian yang telah dilakukan oleh pihak Pemprov

5
https://tirto.id/formula-e-diizinkan-di-monas-anies-kirim-desain-ke-mensesneg-eyt6 (diakses pada tanggal 21-02-
2020)
6
https://news.detik.com/berita/d-4896991/ketua-tim-ahli-cagar-budaya-bantah-anies-soal-rekomendasi-formula-
e-monas (Diakses pada 21-02-2020)
DKI Jakarta, karena secara tidak langsung polemik ini merupakan suatu krisis yang memiliki
dampak terhadap citra Pemprov DKI Jakarta di mata masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat DKI Jakarta.
Fearn-Banks (1996:1) mendefinisikan krisis sebagai sebuah kejadian penting dengan potensi
memiliki hasil negatif yang mempengaruhi organisasi, perusahaan atau industri, serta publik,
produk, Layanan atau nama baik. Ini mengganggu transaksi bisnis normal dan terkadang
dapat mengancam keberadaan organisasi. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa komunikasi
krisis adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi yang diperlukan
untuk mengatasi situasi krisis.
Dalam mengatasi suatu krisis, terdapat tiga buah teori yang dapat diaplikasikan. Sebuah teori
digunakan untuk menjelaskan apa yang akan bekerja, keputusan apa yang harus dibuat dan
bagaimana, tindakan apa yang cenderung berhasil, dan hal-hal lain yang berhubungan. Teori
yang pertama adalah teori Corporate Apologia Theory atau CAT. Teori ini Menanggapi
kritik dengan berusaha untuk menyajikan penjelasan yang lebih dapat diterima publik
daripada tuduhan yang ada. (Hearit, 2001). Teori kedua adalah Image Retoration Theory
(IRT), yaitu teori yang menekankan pada perbaikan citra dengan menekankan pada perbaikan
dari aksi penyebab krisis. Yang ketiga adalah Organization Renewal Theory (ORT), yang
mana suatu organisasi menekankan pada kesempatan untuk belajar dan berkembang dari
krisis yang ada.
Dari ketiga teori tersebut, tentunya terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Terlebih lagi pada teori CAT dan IRT, yang mana teori tersebut menekankan untuk
menyanggah krisis yang terjadi. Dalam kasus polemik ajang balap Formula E, hal-hal yang
dapat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi krirsis dapat dianalisis
menggunakan kedua teori tersebut. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk
menganalisis kasus ini menggunakan teori CAT dan IRT.
2. Batasan dan Rumusan Masalah
2.1. Batasan Masalah
Masalah dalam makalah ini dibatasi hanya pada analisis penerapan teori CAT dan IRT
oleh Pemprov DKI Jakarta dalam kasus polemik pergelaran ajang balap Formula E di
Monas.
2.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana penerapan teori CAT dan IRT
oleh Pemprov DKI Jakarta dalam kasus polemik pergelaran ajang balap Formula E di
Monas.
3. Tujuan dan Manfaat Makalah
3.1. Tujuan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu untuk mengetahui
bagaimana penerapan teori CAT dan IRT oleh Pemprov DKI Jakarta dalam kasus
polemik pergelaran ajang balap Formula E di Monas.
3.2. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
3.2.1. Manfaat teoritis, yaitu untuk memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu
pendidikan dan penelitian yang menggunakan pendekatan ilmu komunikasi,
khususnya pada aspek komunikasi krisis.
3.2.2. Manfaat praktis, yaitu sebagai salah satu cara untuk membantu Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, maupun pemerintah daerah lainnya agar lebih efektif dalam
mengatasi suatu krisis.

Image Restoration Theory

Teori Image Restoration  berbicara mengenai langkah-langkah yang dilakukan Public


Relations memperbaiki citra dan reputasi perusahaan yang sudah terancam dimata publik karena
persepsi publik yang buruk terhadap perusahaan. Kriyantono (2014, h. 227) mengatakan bahwa
Teori Image Restoration  dalam Public Relations didefinisikan sebagai usaha menjaga nama baik
perusahaan dengan memperbaiki citra dan reputasi perusahaan yang terancam dimata publik.
Teori Image Restoration  dikembangkan dari teori yang sudah ada sebelumnya. Menurut Combs
& Benoit (2010 & 2005) dalam Kriyantono (2014) teori apologia menjadi dasar teori yang
dikembangkan menjadi Teori Image Restoration  dengan menggunakan pendekatan retorika.
Teori apologia juga dikembangkan oleh Ware & Linfugel (1973) dalam Kriyantono (2014).

Strategi komunikasi dibutuhkan Public Relations dalam menghadapi krisis perusahaan.


Teori Image Restoration  didasarkan pada asumsi komunikasi yang menjadi titik awal
Teori Image Restoration  berjalan. Menurut Blaney, Benoit, & Brazel (2002) dalam Kriyantono
(2014) ada dua asumsi komunikasi yang menjadi dasar Teori Image Restoration yaitu
komunikasi dilakukan dengan memiliki tujuan tertenu dan komunikasi menjadi strategi utama
untuk menjaga citra dan reputasi perusahaan agar tetap baik dimata publik. Asumsi komunikasi
yang sudah dijelaskan berfungsi sebagai awal untuk memperbaiki citra dan reputasi perusahaan
saat krisis perusahaan melanda. Krisis perusahaan yang terjadi membuat Public Relations harus
memikirkan strategi komunikasi yang baik. Menurut (Benoit, 2005; Blaney, dkk., 2002) dalam
Kriyantono (2014) ada lima strategi komunikasi yang disebutkan berdasarkan tipologi
komunikasi.

Asumsi Dasar Teori

            Teori image restoration merupakan salah satu dari berbagai teori yang termasuk dalam
manajemen citra, isu, dan krisis. Kriyantono (2014) menyebutkan dalam bukunya bahwa
William Benoit dianggap menggagas teori ini pada tahun 1995. Ia juga telah melakukan berbagai
studi mengenai pengaplikasian teori tersebut dalam berbagai konteks seperti perusahaan,
pemerintahan, tokoh politik dan lain sebagainya. Teori image restoration dapat diterapkan atau
diaplikasikan dalam berbagai konteks, baik individu maupun kelompok atau organisasi yaitu
dalam membahas respon individu atau organisasi ketika citra dan reputasi positifnya terancam
atau mengalami krisis. Teori ini disebut juga dengan teori image repair karena di dalamnya
membahas tentang bagaimana cara memperbaiki, memulihkan, atau merestorasi citra dan
reputasi buruk dari suatu organisasi atau perusahaan.
            Teori image restoration berangkat dari dua asumsi dasar. Asumsi pertama adalah
komunikasi, yaitu aktivitas yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Kedua adalah tujuan
utama komunikasi, yaitu memelihara citra dan reputasi positif. kedua asumsi inilah yang
mendasari strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi krisis, termasuk ketika suatu
organisasi atau perusahaan memperbaiki atau memulihkan kembali citra positifnya.
            Pembahasan dalam teori image restoration bukanlah mengenai penjelasan tahapan
perkembangan krisis, akan tetapi fokus pada bagian strategi dalam mengatasi krisis tersebut.
Teori ini menyuguhkan strategi merestorasi citra atau strategi mengatasi krisis agar mencapai
keberhasilan menjaga atau memperbaiki citra dan reputasi. Hal itu agar organisasi atau
perusahaan tidak mendapatkan citra negatif serta reputasi yang hancur. (Kriyantono, 2014)

Keterkaitan antara Teori Image Restoration dengan Studi Kasus

            Teori image restoration berkaitan dengan studi kasus Polemik Pemprov DKI Jakarta


Yang mengadakan Balap Formula E Di Monas, Karena Dianggap Mengancam Monumen
Nasional Sebagai Cagar Budaya. Teori ini merupakan teori yang digunakan dalam manajemen
krisis. Pemprov DKI Jakarta mengalami krisis karena akibat dari polemik ini karena pemprov
DKI dianggap akan merusak cagar budaya yang aturan nya sudah jelas tertuang dalam undang-
undnag
            Pemulihan atau restorasi citra dilakukan dengan tahapan strategi dalam public relations.
Dengan cara mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi atau menanggulangi krisis, serta
mengevaluasi krisis. Teori image restoration sebagai tahapan dalam menanggulangi krisis.
Sesuai dengan teori ini, pihak Pemprov DKI menyatakan bahwa Dengan Diadakannya Formula
E di Kawasan monas ini tidak akan merusak cagar budaya monas, justru akan membangun
monas menjadi lebih indah, dan Pemprov DKI pun merilis ke public jalur atau track yang akan
dijadikan lintasan untuk ajang balap Formula E tersebut

Anda mungkin juga menyukai