Anda di halaman 1dari 4

What is a man?

What is?
What?
What is a man? Maksudnya adalah filsafat mempersoalkan siapakah manusia. Tahap
ini dapat dihubungkan denga segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani Kuno
sampai sekarang yang rupa-rupanya tak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang
satu ini. Kadang kurang disadari bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial, mempunyai
asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian keilmuannya. What
is? Maksudnya adalah filsafat mempertanyakan tentang hidup dan eksistensi manusia.
Apakah hidup ini sebenarnya? apakah hidup itu sekadar peluang dengan nasib yang
melempar dadu acak?. What? Tahap yang ketiga skenario bermula pada suatu pertemuan
ilmiah, di mana seorang ilmuwan berbicara mengenai suatu penemuan dalam risetnya.
Setelah berjam-jam dia berbicara dan bertanya kepada hadirin: apakah ada kiranya yang
belum jelas? Salah seorang bangkit dan sepertinya pekak, memasang kedua belah tangan di
samping kupingnya, apa? (rupanya sejak tadi dia tak mendengarkan apa-apa).

Menurut Jujun S.Suriasumantri. Berpikir merupakan kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan
yang benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi.

Dalam bukunya, Jujun S.Sumantri mencantumkan semboyan ilmiah yang pada

hakikatnya harus dijunjung tinggi oleh peneliti.

“ Yakinkan secara logis dengan kerangka teoretis ilmiah dan buktikan secara empiris
dengan pengumpulan fakta yang relevan”
Kutipan tersebut mengandung maksud tentang hakikat peneliti yang

seharusnya dilakukan. Seorang ilmuwan boleh tidak menerima hasil penelitian jika

kerangka teoretis dalam pengajuan hipotesisnya belum meyakinkan.

Adapun kerangka teoretis yang dapat menguatkan argumentasi maka perlu

memenuhi beberapa syarat yakni, teori-teori yang digunakan haruslah merupakan

teori pilihan dari sejumlah teori yang telah dikuasai secara lengkap dengan

mencakup perkembangan-perkembangan yang mengikuti teori tersebut. Perlu

disadari bahwa ilmu terus berkembang dan teori yang dianggap efektif bisa jadi
sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Hal ini tentu saja menjadi faktor penting bagi

peneliti sebelum meneliti lebih lanjut. Pada suatu disiplin kelimuan, hal demikan

biasa disebut “the state of the art”.

Memiliki pengetahuan teori secara filsafati sangatlah penting karena pikiran-

pikaran dasar yang melandasi teori tersebut seperti postulat dan asumsi sering

kurang mendapat perhatian dalam proses belajar mengajar. bagi peneliti yang akan

menulis tesis atau disertasi seharusnya mengetahui secara benar pikiran-pikiran

dasar dari teori yang akan dipakai. Hal inilah yang membedakan pendidikan di

pascasarjana dengan pendidikan strata satu.

Adapun kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi


ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-
batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya;
(2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi
yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling
mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara
rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan;
(3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan
yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dan kerangka berpikir yang
dikembangkan;
(4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak;
(5) Penarikan simpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu
ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang
mendukung hipotesis, maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses
pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis, maka hipotesis itu ditolak.
Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab
telah memenuhi persyaratan keilmuan, yakni mempunyai kerangka penjelasan konsisten
dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian
kebenaran
di sini harus ditafsirkan pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang
menyatakan sebaliknya.
Hubungan langkah satu dengan langkah lainnya tidak terikat secara statis, tetapi
bersifat dinamis. Selain itu, langkah-langkah metode ilmiah ini harus dijadikan dasar dan
sesuatu yang penting bagi ilmuwan dalam melancarkan kritik terhadap suatu penyelidikan
dan
dalam mendidik calon ilmuwan.
10
Perbedaan metode ilmiah dengan metode pengetahuan lainnya menurut Jacob
Bronowski bahwa metode ilmiah bersifat sistemik dan eksplisit.
14. Struktur Pengetahuan Ilmiah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengetahuan ilmiah adalah istilah lain dari
struktur ilmu. Sedangkan struktur pengetahuan ilmiah adalah struktur/bangunan yang
dibentuk dari proses yang berdasarkan metode ilmiah.
Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui sebagai pernyataan
pengetahuan ilmiah yang baru yang memperkaya khasanah ilmu yang telah ada.
Pada dasarnya ilmu dibangun secara bertahap dan sedikit demi sedikit para ilmuwan
memberikan sumbangannya menurut kemampuannya masing-masing.
Pengetahuan ilmiah pada hakekatnya memiliki tiga fungsi, yakni menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol. Secara garis besar, terdapat empat jenis pola penjelasan,
yakni penjelasan deduktif, probabilistik (yang ditarik secara induktif), fungsional atau
teleologis (meletakkan unsur dalam kaitannya dengan sistem secara keseluruhan), dan
genetik
(mengaitkan faktor yang timbul sebelumnya dalam menjelaskan gejala yang muncul
kemudian).
Pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai faktor tertentu dari sebuah
disiplin keilmuan disebut teori. Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Hukum itu
sendiri pada hakekatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih alam suatu kaitan sebab- akibat. Secara mudah dapat dikatakan bahwa
teori
adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan mengapa suatu gejala terjadi.
Sedangkan hukum untuk meramalkan tentang apa yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah
dalam bentuk teori dan hukum ini merupakan alat yang dipergunakan untuk mengontrol
gejala
alam. Keduanya harus memiliki tingkat keumuman yang tinggi atau secara idealnya bersifat
universal.
Kegunaan praktis dari sebuah konsep yang bersifat teoretis baru dapat dikembangkan
jika konsep yang bersifat mendasar tersebut diterapkan pada masalah-masalah yang bersifat
praktis. Dari pengetahuan inilah dikenal konsep dasar dan konsep terapan yang juga
diwujudkan dalam bentuk ilmu dasar dan ilmu terapan serta penelitian dasar dan penelitian
terapan.
Di samping hukum, dalam teori keilmuan juga dikenal kategori pernyataan yang
disebut prinsip. Prinsip adalah pernyataan yang berlaku umum bagi sekelompok gejala-gejala
tertentu, yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi, seperti hukum sebab-akibat sebuah
gejala.
Dalam menyusun teorinya, beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan
postulat. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya diterima tanpa dituntut
pembuktiannya. Sebuah postulat dapat diterima jika ramalan yang bertumpu kepada postulat
itu kebenarannya dapat dibuktikan.
Berbeda dengan asumsi. Asumsi kebenarannya harus ditetapkan dalam sebuah
argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris
dapat diuji.
V Sarana Berpikir Ilmiah
15. Sarana Berpikir Ilmiah
11

Anda mungkin juga menyukai