Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA AL-JAMIYATUL WASHLIYAH DI

KABUPATEN CIREBON (1957-2018)

A. Latar Belakang Masalah


Al-Jam’iyatul Washliyah adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang sosial, pendidikan, dan dakwah yang sangat aktif menyiarkan agama Islam
melalui pendidikan, termasuk madrasah dan sekolah untuk meningkatkan
masyarakat.
Al Jam’iyatul Washliyah, yang lebih sering dikenal dengan Al Washliyah,
didirikan pada tanggal 30 November 1930 di Medan, Sumatera Utara. Organisasi
ini dilahirkan oleh pelajar-pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli Medan yang
merupakan perluasan dari perhimpunan pelajar Maktab Islamiyah Tapanuli
(MIT). Maktab di Medan ini didirikan pada tanggal 18 Mei 1918 dan Maktab
Islamiyah inilah satu-satunya Madrasah yang tertua didirikan di Medan untuk
memenuhi kebutuhan para pelajar yang tidak mampu melanjutkan pendidikannya
keluar.1
Organisasi ini lahir di Indonesia di bawah kekuasaan kolonial Belanda
yang ingin mengekalkan kekuasaannya di Indonesia dan tidak ingin melihat
kekuatan bangsa Indonesia dan umat Islam bersatu. Hal yang tidak dapat
dielakkan pada masa itu ialah timbulnya perbedaan pendapat mengenai hukum-
hukum furu‘ syariat di kalangan pemimpin-pemimpin dan guru-guru agama Islam
sendiri, walaupun terkadang dipicu hal-hal kecil. Ini telah terjadi semenjak
berabad-abad lamanya dan seolah menjadi hal yang biasa di luar Indonesia.
Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama
Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah-belah hanya karena perbedaan
pandangan dalam hal ibadah dan cabang dari agama (furu‘iyah). Kondisi ini terus
meruncing, hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut
dengan kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin
hari semakin tajam dan sampai pada tingkat meresahkan karena berpotensi
terputusnya silaturahmi. Belum lagi datangnya beberapa pemimpin-pemimpin
pergerakan dari Jawa ke Medan maupun pemimpin pergerakan nasional yang
berdasar Islam.
1 H.M. Hasballah Thalib, MA. Universitas Al-Washliyah Medan Lembaga
Pengkaderan Ulama Di Sumatera Utara, (Perpustakaan Medan, 1993), hlm 23.

1
Inilah yang melatarbelakangi para pelajar yang menimba ilmu di Maktab
Islamiyah Tapanuli Jalan Hindu Medan untuk menyatukan perbedaan pendapat
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat umat Islam dengan mendirikan
perkumpulan pelajar pada tahun 1928, yang diberi nama Debating Club.
Pemberian nama Debating Club berasal dari inisiatif mereka sendiri tanpa
meminta nasehat dari guru-guru Maktab Islamiyah.
Pada awal bulan Oktober 1930 diadakan pertemuan di rumah Yusuf
Ahmad Lubis, di Glugur, Medan. Pertemuan itu dipimpin oleh Abdur Rahman
Syihab dan dihadiri oleh Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, M. Isa dan beberapa
pelajar lainnya. Dalam pertemuan itu, materi acara yang dibahas adalah
bagaimana cara memperbesar perkumpulan di Debating Club menjadi sebuah
perkumpulan yang lebih luas lagi. Setelah berunding, akhirnya telah disepakati
pelaksanaan pertemuan yang lebih besar yang akan diadakan pada tanggal 26
Oktober 1930, bertempat di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan.2
Pertemuan itu dihadiri para ulama, guru-guru, pelajar dan pemimpin Islam
di kota Medan dan sekitarnya. Pertemuan ini dipimpin oleh Ismail Banda. Akhir
dari acara ini menghasilkan rencana untuk mendirikan organisasi/perhimpunan
yang lebih besar bertujuan memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya
agama Islam.
Atas persetujuan yang hadir, kepada Syaikh H. Muhammad Yunus yang
sebagai salah seorang ustadz dan orang yang dituakan saat itu diminta untuk
memberi nama organisasi tersebut. Cara seperti ini sebagai sopan santun atau
kelaziman seorang murid terhadap gurunya. Melihat situasi seperti ini H.
Muhammad Yunus tidak langsung menjawab, akan tetapi ia shalat dua rakaat
terlebih dahulu. Setelah H. Muhammad Yunus shalat dua rakaat dan berdoa
dengan khusuk kepada Allah SWT., ia mengatakan,“Menurut saya kita namakan
saja Organisasi/perhimpunan ini dengan Al Jam’iyatul Washliyah”. Nama itu
kedengarannya indah dan agak asing, belum pernah terdengar sebelumnya
kalimat yang sama atau mirip-mirip. Karena merasa cocok, semua pelajar yang
berkumpul ketika itu bersikap “sami’na wa atha’na”, semua setuju dan nama itu

2 Drs. H. Ahmad Hammim, Al-Jam’iyayul Washliyah Dalam Kancah Politik


Indonesia, (Yayasan Pena Banda Aceh 2006), hlm 66.

2
dikukuhkan kemudian ditetapkan susunan pengurus yang terdiri dari : Ketua,
Ismail Banda, Sekertaris, H. Arsyad Thalib Lubis, Bendahara, H.M Ya’qub,
Pembantu-pembantu, H. Syamsudin, H.A Malik, Abd. Aziz Efendy dan Mohd.
Nurdin. Kepada para pengurus ini diserahkan untuk menetapkan Anggaran
Dasar.
Setelah semuanya tersusun resmilah organisasi ini berdiri pada tanggal
30 November 1930 dengan nama Al Jam’iyatul Washliyah, yang artinya ialah
“perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan.” Dalam sejarah
Sumatera Utara menjelang kemerdekaan, ulama Al Jam’iyatul Washliyah adalah
orang-orang yang sangat menonjol dalam memperjuangkan Islam, baik dalam
bidang pendidikan, dakwah, maupun sosial.
Perkembangan Al Jam’iyatul Washliyah sangat pesat dalam bidang
pendidikan. Oleh karena itu Al Washliyah merupakan organisasi yang bergerak
dan memulai gerakannya di bidang pendidikan, bahkan ia dibesarkan karena
peranannya di bidang pendidikan sehingga di sanalah akar keberadaannya.
Banyaknya jumlah madrasah dan sekolah yang didirikan oleh Al Washliyah
menandakan organisasi ini mudah diterima oleh masyarakat Indonesia termasuk
masyarakat Kabupaten Cirebon.
Keberadaan Organisasi Islam Al-Washliyah dalam sepanjang sejarahnya
hingga kini kecuali di Sumatera tidak sepopuler organisasi Islam sejenisnya
seperti Nahdhotul Ulama dan Muhammadiyah di Jawa. Secara sederhana hal
tersebut bisa dilihat dari keterbatasan publikasi dan mediasiasi organisasi ini.
Padahal dari segi kwalitas dan kwantitas penyebarannya di masa-masa awal
pendiriannya menunjukkan data militansi yang kuat dan mengagumkan para
aktivis pada masanya. Maka tak heran jika tokoh intelektual Belanda seperti
Karel A. Steenbrink menempatkan Al-Washliyah sebagai organisasi Islam pada
posisi ketiga setelah Nahdhotul Ulama dan Muhammadiyah. 3 Oleh karena itu
penelitian ini dilakukan sebagai upaya kecil publikasi dan mediasi tentang
sejarah berdiri dan berkembangnya Al-Washliyah di Kabupaten Cirebon.

3. Prof. Dr. Saiful Lubis, M.A.R. , Peran Moderasi Al-Washliyah, (Medan : Perdana
Mulya Sarana, 2019), hal. 3.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas, kajian ini akan membahas mengenai
proses pergerakkan salah satu organisasi Islam yang ada di Indonesia yaitu Al-
Jam’iyatul Washliyah yang telah berhasil berkembang dengan pesat sampai
masuk ke Cirebon, dalam hal tersebut tentulah terdapat pasang surut dalam
proses pergerakannya sehingga permasalahan ini menjadi hal yang menarik
untuk dikaji.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari pembahasan yang akan
diteliti dan diuraikan pada kajian ini ialah :
1. Bagaimana Proses berdirinya Al Jam’iyatul Washliyah ?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Al-Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten
Cirebon ?
3. Bagaimana perkembangan Al-Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten Cirebon
dari tahun (1957 - 2018) ?

C. Ruang Lingkup Penelitian


Pembahasan dalam kajian ini yaitu tentang organisasi Al-Jam’iyatul
Washliyah yang berdiri di Medan, kemudian ketika organisasi ini masuk ke
kabupaten Cirebon kajian ini dibatasi pada seputar sejarah berdirinya dan
berkembangnya Al-Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten Cirebon dari tahun
(1957 - 2018).
Peneliti menetapkan tahun tersebut karena tahun 1957 merupakan titik
awal masuknya organisasi Al-Jam’iyatul Washliyah yang ditandai dengan
adanya Madrasah Ibtida’iyah di Desa Perbutulan. Madrasah ini didirikan oleh
beberapa tokoh yang berperan penting terhadap berdirinya Al-Jam’iyatul
Washliyah di Cirebon, diantara tokoh tersebut yaitu : H. Fatoni, H. Ipan Ikhwani,
Drs. H. Ahmad Jabidi, H. Syurief AM, H. Munawir, H. Oman Syahroman, dan
H. Syahrun Abdul Rohman selaku tokoh yang berasal dari Medan Sumatra
Utara. Dalam pergerakannya organisasi ini terus berkembang hingga yang
tadinya berbentuk yayasan menjadi kelembagaan. Adapun penelitian ini dibatasi
sampai pada tahun 2018, karena pada tahun 2018 organisasi ini telah banyak
berperan aktif membantu masyarakat Cirebon baik di bidang pendidikan dan
kebudayaan, bidang ekonomi, bidang dakwah, maupun bidang kaderisasi.

4
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui Bagaimana proses berdirinya Al Jam’iyatul Washliyah.
2. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah berdirinya Al Jam’iyatul Washliyah di
kabupaten Cirebon.`
3. Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan Al-Jam’iyatul Washliyah di
kabupaten Cirebon dari tahun (1957 - 2018).
Sedangkan kegunaan dilakukannya penelitian ini yaitu diharapkan dapat
bermanfaat bagi perguruan tinggi yang ada di Cirebon maupun di luar wilayah
Cirebon dalam memperkaya sumber rujukan tentang Al-Jam’iyatul Washliyah.
Dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai sumber
rujukan untuk para peneliti dalam memperkaya informasi yang dilakukan di
masa yang akan datang baik itu dalam tema yang sama maupun dalam tema yang
berbeda. Selain itu, diharapkan dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk
memperkaya khazanah lokal mengenai Al-Jam’iyatul Washliyah Cirebon, karena
hingga saat ini belum ditemukannya hasil karya ilmiah yang membahas Al-
Washliyah Cirebon baik di Kabupaten maupun di Kota Cirebon sendiri.

E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membutuhkan referensi untuk menambah pengkayaan kajian
tentang gerakan Al-Washliyah yang terdapat dalam sumber-sumber pustaka.
Sumber-sumber kepustakaan yang digunakan dalam kajian ini memberikan
pengetahuan dasar dalam memahami gerakan Al-Washliyah dengan segala
dinamika dan problematika yang menyertainya. Di antara buku-buku yang
berhasil ditemui sebagai berikut:
1. Al-Jam’iyatul Washliyah Dalam Kancah Politik Indonesia. Buku ini dikarang
oleh Ahmad Hamim Azizy diterbitkan di Banda Aceh oleh penerbit Yayasan
PeNa pada tahun 2006, menjelaskan tentang sejarah berdirinya Al-Jam’iyatul
Washliyah dan kerjasamanya dengan ormas Islam lainnya. Buku ini juga
berisi tentang perkembangan pemikiran Al-Jam’iyatul Washliyah dan
menyusun format baru Al-Washliyah abad ke 21.
2. Peran Moderasi Al-Jam’iyatul Washliyah. Buku ini dikarang oleh Prof. Dr.
Syaiful Akhyar Lubis, M.A. diterbitkan di Medan oleh penerbit UNIVA
PRESS Jl. Sisingamangaraja pada tahun 2008 lalu didistribusikan oleh

5
Perdana Mulya Sarana pada tahun 2009. Buku ini menjelaskan tentang Al-
Washliyah dalam misi perjuangan, penjelasan ini berisi sejarah sosio-religius
dan intelektual periode awal, dinamika Al-Washliyah dalam lintasan sejarah,
peran Al-Washliyah dalam perjuangan bangsa, revitalisasi perjuangan Al-
Washliyah, dan menyegarkan pemikiran Al-Washliyah.
3. Pola Dan Sistem Kaderisasi Al-Jam’iyatul Washliyah. Buku yang ditulis oleh
IR. HM. Yusuf Pardamean diterbitkan dan diedit oleh Pimpinan Wilayah Al-
Jam’iyatul Washliyah Jawa Barat 2015 berisikan tentang rambu-rambu dan
pola rekrutmen kaderisasi serta pembinaannya. Buku ini merupakan karya
yang berisikan kesadaran para pengurus akan pentingnya kehadiran kader-
kader yang akan menlanjutkan perjuangan Al-Washliyah.
4. Al-Washliyah: Api Dalam Sekam. Buku sebagai sumber pendukung yang
ditulis oleh Chadijah Hasanuddin diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Bandung
1988 berisikan perjuangan para aktivis Al-Jam’iyyatul Washliyah untuk tetap
eksis sebagai wadah organisasi tempat berkhidmat. Awalnya buku ini
merupakan disertasi yang ditulis oleh Dr Chalijah Hasanuddin ketika
menamatkan studi S3 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Universitas Al-Washliyah Medan Lembaga Pengkaderan Ulama di Sumatera
Utara. Buku sebagai sumber pendukung ini dikarang oleh H.M. Hasballah
Thaib, MA. Diterbitkan di Medan oleh perpustakaan Prof.M. Hasballah Thaib
Ph.D pada tahun 2003 menjelaskan tentang usaha pertumbuhannya Al-
Jam’iyatul Washliyah, serta kegiatan organisasinya, hubungan dengan
pemerintah, dan sambutan dari masyarakatnya.
6. Tradisi Intelektual Al-Washliyah. Buku sebagai sumber pendukung ini
dikarang oleh DR. Ja’far, MA diterbitkan di Medan oleh Perdana Publishing
2015. Berisikan tentang biografi ulama kharismatik, ulama Al-Washliyah dari
generasi pertama sampai generasi ketiga, dan berisi tentang tradisi keulamaan
Al-Washliyah.
7. Al-Jam’iyatul Washliyah Di Kabupaten Cirebon. Merupakan Skripsi dari hasil
penelitian singkat yang ditulis oleh Harun Al Rasyid ini bagian dari kumpulan
tulisan tentang Al-Washliyah di Cirebon. Menelusuri tentang gambaran umum
berdirinya Al-Washliyah dan riwayat hidup beberapa pemimpin teras. Hasil
penelitian ini memaparkan peran dalam pemberdayaan masyarakat, peran

6
lembaga Al-Washliyah, dan respon masyarakat terhadap eksistensi Al-
Jam’iyatul Washliyah.
Perbedaan mendasar buku-buku tersebut dengan hasil penelitian ini kelak
terletak pada pemaparan sejarah penyebaran Al-Washliyah hingga ke Cirebon.
Penelitian ini akan bicara secara rinci pelaku (da’i) penyebarannya dan polanya
hingga menarik muslim pribumi Cirebon untuk ikut membantu pengembangan Al-
Washliyah hingga dengan beragam aktifitas dan fasilitas yang masih terlihat
hingga kini.
Dalam penelitian ini juga digunakan sumber-sumber yang berasal dari
media massa, seperti koran, dan majalah yang memberikan tentang kondisi sosial-
ekonomi masyarakat Kabupaten Cirebon. Selain itu berbagai tulisan yang tersebar
dalam terbitan khusus, seperti jurnal, makalah, laporan penelitian, arsip-arsip di
kantor Pimpinan Daerah Al-Washliyah Cirebon dan lain-lainnya yang digunakan
untuk melengkapi penelitian ini. Penggunaan berbagai sumber dimungkinkan
untuk memperoleh gambaran dan penjelasan yang lebih utuh dan mendalam
mengenai gerakan Al-Washliyah di Kabupaten Cirebon selama kurun waktu 1957-
2018.

F. Landasan Teori
Gerakan pembaharuan, jika dilihat secara realitasnya, gerakan
pembaharuan dalam Islam terhadap keadaan sebelumnya, yakni masa kemunduran
dalam Islam yang telah dimulai sejak zaman pertengahan, kebanyakan dari
negara-negara Islam berada dalam cengkraman kolonialisme Barat. Kondisi ini
berhadapan dengan situasi yang terjadi pada umat Islam masa itu, yang pada
umumnya mengalami berbagai kekalahan dan kemunduran yang terjadi di
berbagai bidang. Oleh karena itu kemudian muncul gagasan-gagasan
pembaharuan dalam islam, yang berusaha merekonstruksi dan merevitalisasi
ajaran Islam yang dinilai sudah jauh dari semangat Islam seperti dahulu. Ide-ide
tersebut terus berkembang baik dalam bidang politik, ekonomi, dakwah, maupun
pendidikan, dan sebagainya.4

4 Amir Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam


Klasik, (Bandung: Angkasa, 2004), hlm 215.

7
Definisi dari pembaharuan sendiri merupakan usaha untuk memperbaiki
atau merekonstruksi kembali ajaran Islam agar tetap bersatu dan respontif
terhadap perkembangan zaman. Adapun maksud dan tujuannya yakni untuk lebih
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan. Istilah dari pembaharuan sendiri
sering diidentikkan dengan gerakan modernisasi dalam Islam. Seperti yang
dikemukakan oleh Harun Nasution, ia memberikan pernyataan bahwa
pembaharuan dalam Islam pada hakekatnya adalah proses atau upaya memaknai
ajaran Islam secara benar agar sesuai dengan perkembangan massa.5
Menurut Steenbrink, ada empat faktor pendorong terpenting bagi
perubahan Islam di Indonesia pada permulaan abad XX. Pertama, munculnya
keinginan kembali kepada Al-quran dan hadis yang dijadikan sebagai titik tolak
untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Kedua, perlawanan
nasional terhadap penguasa Kolonial Belanda. Ketiga, usaha kuat dari orang-orang
Islam untuk memperkuat organisasinya dalam bidang sosial ekonomi, baik demi
kepentingan umum maupun individu. Keempat, adanya pembaharuan dalam
bidang pendidikan Islam. Menurutnya, keempat faktor ini ikut mendorong secara
kuat dalam perubahan umat Islam Indonesia pada masa penjajahan, meskipun
tidak dipungkiri keberadaan faktor lainnya yang turut mendukung perubahan
tersebut.6
Perubahan tersebut didorong oleh kemunculan tidak saja para pembaharu
secara personal, tetapi juga secara kolektif. Menurut Deliar Noer, gerakan
pembaharuan di Indonesia dilancarkan oleh individu maupun kelompok. Secara
individu, muncul tokoh-tokoh pembaharu seperti Thaher Jalaluddin, Muhammad
Djamil Djambek, Haji Rasul, Haji Abdullah Ahmad, Ibrahim Musa, dan
Zainuddin Labai el-Yunusi. Sedangkan secara kelompok, muncul sejumlah
organisasi seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Sarekat
Islam, Jami’at al-Khair, al-Irsyad, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, al-Ittihadiyah,
dan Al-Jam’iyatul Washliyah.7

5 Amir Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam


Klasik, (Bandung: Angkasa, 2004), hlm 216.
6 Lihat uraian Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah : Pendidikan Islam
dalam Kurun Modern (Jakarta: LP3ES, 1986), 26-8.
7 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1980), 38-113.
G. Metode Penelitian

8
Suatu penelitian akan lebih terarah dan sistematis, tentunya diperlukan
suatu metode yang jelas. Metode ini merupakan cara ilmiah untuk dapat
mengumpulkan data dan informasi yang sesuai dengan sumber sejarah yang
diteliti. Maka dalam studi ini metode penulisannya akan mencoba menggunakan
metode yang terdapat dalam ilmu sejarah, yakni memakai metode penelitian
sejarah.
1. Heuristik
Heuristik memiliki peranan sangat penting dalam melakukan tahapan
penelitian, karena heuristik merupakan suatu proses kegiatan dalam usaha
mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang akan diteliti. Ada
beberapa teknik terkait dengan penelitian ini yaitu studi kepustakaan,
wawancara, dan observasi (pengamatan).
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan studi kepustakaan yaitu mencari
data berupa buku maupun karya tulis ilmiah lainnya yang relevan dengan
topik yang akan dikaji. Adapun teknik pengumpulan data yang didapatkan dari
lapangan ialah data dari hasil interview atau wawancara yang dilakukan
dengan orang-orang yang mengetahui dan paham seputar topik yang akan
diteliti guna mendapatkan keterangan-keterangan lisan sebagai sumber primer
maupun sumber sekunder.
Sedangkan data yang dihasilkan dari observasi yaitu peneliti
mengunjungi langsung tempat-tempat yang terkait dengan topik yang akan
dikaji, seperti mengunjungi kantor Pimpinan Daerah Al-Washliyah Kabupaten
Cirebon, maupun mengunjungi sekolah-sekolah Al-Washliyah yang ada di
Kabupaten Cirebon. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam
memperoleh sumber data seputar pergerakkan Al-Washliyah di Kabupaten
Cirebon.
Dalam tahap pengumpulan data yang berupa kajian pustaka, penulis
mendapatkannya dari perpustakaan daerah yang ada di Cirebon, arsip-arsip
yang didapatkan dari Pimpinan Daerah Al-Washliyah Cirebon baik itu berupa
laporan-laporan sejaman, notulen rapat, keputusan-kepetusan, program
kegiatan Pimpinan Daerah Al-Washliyah, AD/ART, rancangan mengenai
program-program Pimpinan Daerah Al-Washliyah maupun berupa Surat
Keterangan, dan otobiografi tokoh-tokoh yang terlibat dalam Al-Washliyah.

9
Sumber lainnya juga didapatkan dari jurnal-jurnal, skripsi, serta
beberapa artikel yang berkaitan dengan Al-Washliyah di Cirebon. Adapun
sumber-sumber lisan yang didapatkan yaitu melakukan wawancara mendalam
dengan pimpinan dan tokoh-tokoh yang masih hidup selaku sumber primer
maupun sumber sekunder yang mengetahui seputar pergerakkan Al-Washliyah
di Cirebon. Walaupun pada dasarnya tokoh-tokoh atau pengurus Al-Jam’iyatul
Washliyah tidak menyaksikan langsung atau sebagai sumber data primer,
tetapi sebagai sumber kedua yang mendapatkan sumbernya dari pelaku utama
yang telah mendirikan Al-Jam’iyatul Washliyah karena pelaku utama
semuanya sudah meninggal.
2. Kritik
Setelah terkumpulnya sumber-sumber sejarah, maka tahapan
selanjutnya pada penelitian ini ialah melakukan kritik terhadap sumber-sumber
yang sudah didapatkan guna mengetahui keabsahan atau keaslian sumber.
Pada tahapan ini, peneliti mencoba memilah dan memilih data-data yang
sudah didapatkan, baik itu dari buku-buku, skripsi, jurnal-jurnal dan beberapa
artikel, dokumen-dokumen yang terkait dengan Al-Washliyah dan laporan
Pimpinan Daerah Al-Washliyah Cirebon ataupun dari lapangan yaitu dari hasil
observasi dan hasil wawancara dengan para pelaku sumber primer.
Kemudian dari data-data yang terkumpul, peneliti melakukan kritik
atau menilai data tersebut untuk mendapatkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya dalam proses penelitian. Peneliti juga
menguji keaslian sumber dengan melakukan pengecekan, penyeleksian tempat
di mana ditemukannya data-data tersebut serta melakukan penyelidikan ulang
terhadap makna atau isi yang terkandung dalam sumber primer maupun
sumber skunder guna mengetahui kredibilitas data yang telah didapatkan
untuk menghindari kepalsuan terhadap data-data yang didapatkan.
Melalui kritik ini, dapat ditemukan data-data yang aktual dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga sangat membantu dalam melakukan
penelitian maupun dalam proses historiografi, karena tahap historiografi
adalah tahap akhir dari proses penelitian dalam melakukan rekonstruksi
sejarah. Untuk itu, kritik sumber sangatlah penting dilakukan guna menyajikan
data yang benar-benar asli dalam melakukan penulisan sejarah.

10
3. Interpretasi
Pada tahap ini, penulis mencoba menafsirkan data-data yang relevan
dengan pembahasan yang sedang dikaji dengan cara memberi tafsiran dan
merangkai makna atau isi dari data yang didapatkan untuk memperoleh fakta-
fakta yang memiliki arti serta mampu menciptakan satu kesatuan terhadap
fakta sejarah.
Menafsirkan data-data di sini yaitu data yang sudah dikritik sehingga
dapat dipercaya dan relevan dengan pembahasan. Data-data tersebut
didapatkan ketika di lapangan yakni dari hasil wawancara dengan tokoh
terpenting dan para pengurus Al-Washliyah Cirebon maupun data-data
kepustakaan yang ternyata setelah dilakukannya kritik sumber hasil
wawancara tersebut memiliki keterkaitan dengan data-data yang didapatkan
dari sumber kepustakaan. Untuk itu, dalam tahap ini peneliti mencoba
menyatukan sumber data yang beragam untuk memperoleh kesatuan fakta
sejarah dari hasil penelitian yang sudah dilakukan. Dalam menyatukan data-
data tersebut, peneliti menggunakan metode sintesis dan analisis. Sintesis
dilakukan dengan cara menyatukan data yang beragam baik itu dari sumber-
sumber tertulis maupun dari sumber lisan sehingga dapat menghasilkan
sebuah fakta. Sedangkan analisis dilakukan dengan cara menguraikan suatu
peristiwa sejarah yang berkaitan dengan kajian yang peneliti lakukan.
4. Historiografi
Pada tahap ini, peneliti mencoba merangkai dan menuliskan data-data
yang sudah didapatkan dari ketiga tahapan di atas yang sudah dilakukan.
Dalam tahapan historiografi ini, peneliti berupaya menyajikan hasil penelitian
dalam bentuk tulisan untuk memperoleh satu kesatuan yang dapat tersusun
secara sistematis dengan harapan mampu menjawab masalah-masalah yang
ada yang berkaitan dengan data-data yang diperoleh. Penyajian yang
dilakukan dalam bentuk tulisan ini, peneliti mencoba menyampaikannya
dengan bahasa yang baik, sistematis dan pembahasannya yang komprehensif
guna memberikan uraian yang jelas serta mudah dipahami terkait dengan
fakta-fakta sejarah yang ada.

11
H. Sistematika Penulisan
Penyajian penelitian yang berbentuk skripsi ini akan dijabarkan dalam
lima bab, masing-masing bab memiliki sub-sub yang berbeda dan saling
berkaitan.
Pada bab I akan dijelaskan tentang latar belakang pengambilan tema
Sejarah Berdirinya dan Berkembangnya Al-Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten
Cirebon (1957-2018). Selain itu, penulis akan menjelaskan bagian-bagian dengan
rinci yang tercantum dalam pendahuluan ialah sebagai berikut : Latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Pada Bab II, penulis akan menjelaskan mengenai sejarah berdirinya Al-
Jam’iyatul Washliyah di Medan dengan sub bahasan : sejarah berdirinya Al-
Jam’iyatul Washliyah, dan perkembangan pemikiran Al-Jam’iyatul Washliyah.
Pada Bab III, penulis akan menjelaskan mengenai awal mula Al-
Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten Cirebon dengan sub bahasan : Sejarah
berdirinya, tentang struktur organisasi, sampai terbentuknya Majelis-majelis.
Pada Bab IV, penulis akan menjelaskan mengenai perkembangan Al-
Jam’iyatul Washliyah di Kabupaten Cirebon dengan sub bahasan : perkembangan
dalam majelis pendidikan dan kebudayaan, perkembangan majelis dakwah,
perkembangan majelis ekonomi, dan perkembangan majelis kaderisasi.
Pada Bab V, Penulis akan menjelaskan bagian-bagian yang terdapat dalam
penutup seperti : Kesimpulan dan saran.

12

Anda mungkin juga menyukai