BAB II
LANDASAN TEORI
14
15
c. Jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan harus dilengkapi rambu
dan marka atau lampu yang menyatakan peringatan atau petunjuk bagi
pengguna jalan.
d. Koridor Jalur Pejalan Kaki (selain terowongan) mempunyai jarak pandang
yang bebas ke semua arah.
e. Dalam merencanakan lebar lajur dan spesifikasi teknik harus memperhatikan
peruntukan bagi penyandang cacat.
Dalam ketentuan di atas dapat dilihat bahwa fasilitas pejalan kaki harus
menunjang keamanan, kenyaman dan keselamatan pejalan kaki. Fasilitas-fasilitas
yang menunjang berbagai kegiatan pejalan kaki yang paling utama adalah adanya
jalur pejalan kaki atau pedestrian.
Hal ini pula yang menentukan penyedian sarana maupun prasarana bagi pejalan
kaki agar tidak bersinggungan dengan arus kendaraan sehingga pejalan kaki tetap
merasa aman, nyaman hingga tempat yang akan dituju.
Dimana :
Q15 = Arus pejalan kaki pada interval 15 menitan terbesar,(orang/m/menit)
Nm = jumlah pejalan kaki terbanyak pada interval 15 menitan, (orang)
WE = lebar efektif trotoar, (m)
WE = WT – B
Dimana:
WE = lebar efektif trotoar, (m)
WT = lebar total trotoar, (m)
B = lebar total halangan yang tidak bisa digunakan untuk berjalan kaki, (m)
17
c. Bila pada trotoar akan dipasang fasilitas pendukung, maka dimensi trotoar
yang disediakan dilihat pada tabel berikut:
18
Tabel 2.2 Lebar Trotoar Yang Disarankan Bila Akan Dipasang Fasilitas Pendukung
Zona
Lokasi Bagian Total
Jalur Lebar
Kereb Depan
Fasilitas Efektif
Gedung
Daerah dengan
Jumlah Pejalan Kaki
yang tinggi
Jalan Arteri Pusat Kota 0,15 m 1,2 m 2,4 m+ 0,75 m 4,5 m
Sepanjang Taman,
Sekolah, Serta Pusat
pembangkit pejalan
kaki utama lainnya
Daerah dengan
Jumlah Pejalan Kaki
Jalan yang tinggi
0,15 m 0,9 m 1,8 m 0,45 m 3,6 m
Kolektor Daerah komersial
atau industri diluar
pusat kota (CBD)
Jalan Lokal 0,15 m 0,9 m 1,8 m 0,15 m 3,0 m
Jalan Lokal dan Lingkungan 2,7
0,15 m 0,9 m 1,5 m 0,15 m
(wilayah perumahan) m
Sumber: Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki, Direktorat Bina Marga. Tahun 1995.
Catatan: Bila kondisi lahan eksisting memiliki keterbatasan ruang dengan arus
pejalan kaki maksimum pada jam puncak <50 pejalan kaki/menit, lebar dapat
disesuaikan dengan justifikasi yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan
lebar lajur minimum pejalan kaki. Contoh sketsa pembagian zona dapat dilihat
pada Gambar 2.2
Keterangan:
2 = Dibutuhkan pada kedua sisi jalan
1 = Dibutuhkan hanya pada satu sisi jalan
0 = Diharapkan namun tidak terlalu diperlukan
Tidak hanya dalam ketentuan lebar minimum jalur pedestrian tetapi pedestrian
memiliki ketentuan penyedian pelayanan ruang pejalan kaki. Tingkat pelayanan
jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat teknis dan umum, serta dapat
disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.
20
Tabel 2.4 Lebar Jaringan Pejalan Kaki Sesuai dengan Penggunaan Lahan
Lebar
No Penggunaan Lahan Minimum Lebar yang Dianjurkan (m)
(m)
1 Perumahan 1,6 2,75
2 Perkantoran 2 3
3 Industri 2 3
4 Sekolah 2 3
5 Terminasl/stop bis/TPKPU 2 3
6 Pertokoan/perbelanjaan/hiburan 2 4
7 Jembatan, terowongan 1 1
Sumber: Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan
Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan. Tahun 2014.
LOS A
Jalur pejalan kaki seluas >5,6 m2/pedestrian, besar arus
pejalan kaki <16 pedestrian/menit/meter. Pada ruang
pejalan kaki dengan LOS A orang dapat berjalan
dengan bebas, para pejalan kaki dapat menentukan
arah berjalan dengan bebas, dengan kecepatan yang
relatif cepat tanpa menimbulkan gangguan antar sesama pejalan kaki.
LOS B
Standar penyediaan ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan
tipologi ruang pejalan kaki dengan memperhatikan aktivitas dan kultur
lingkungan sekitar (Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana
Ruang Pejalan Kaki Di Perkotaan, Direktorat Penataan Ruang Nasional).
21
LOS C
Jalur pejalan kaki seluas >2,2–3,7m2/pedestrian,
besar arus pejalan kaki >23-33 pedestrian/
menit/meter. Pada LOS C, ruang pejalan kaki masih
memiliki kapasitas normal, para pejalan kaki dapat
bergerak dengan arus yang searah secara normal
walaupun pada arah yang berlawanan akan terjadi
persinggungan kecil. Arus pejalan kaki berjalan
dengan normal tetapi relatif lambat karena
keterbatasan ruang antar pejalan kaki.
LOS D
Jalur pejalan kaki seluas >1,1–2,2m2/pedestrian,
besar arus pejalan kaki >33-49
pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, ruang
pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan
dengan arus normal harus sering berganti posisi
dan merubah kecepatan. Arus berlawanan pejalan
kaki memiliki potensi untuk dapat menimbulkan
konflik. LOS D masih menghasilkan arus
ambang nyaman untuk pejalan kaki tetapi
berpotensi timbulnya persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki.
22
LOS E
LOS F
Jalur pejalan kaki seluas <0,75 m2/pedestrian,besar
arus pejalan kaki beragam pedestrian/menit/meter.
Pada LOS F, kecepatan arus pejalan kaki sangat
lambat dan terbatas. Akan sering terjadi konflik
dengan para pejalan kaki yang searah ataupun
berlawanan. Untuk berbalik arah atau berhenti
tidak mungkin dilakukan. Karakter ruang pejalan
kaki ini lebih kearah berjalan sangat pelan dan
mengantri. LOS F ini merupakan tingkat
pelayanan yang sudah tidak nyaman dan sudah
tidak sesuai dengan kapasitas ruang pejalan kaki.
Keterangan:
P = Arus lalu lintas penyeberangan pejalan kaki sepanjang 100 meter, dinyatakan
dengan orang/jam
V = Arus lalu lintas kendaraan dua arah per jam, dinyatakan kendaraan/jam
24
b. Penyeberangan Pelican
Penyeberangan pelican adalah Zebra Croos yang dilengkapi dengan lampu
pengaturan bagi penyeberang jalan dan kendaraan. Fase berjalan bagi
penyeberang jalan dihasilkan dengan menekan tombol pengatur dengan lama
periode berjalan yang telah di tentukan. Fasilitas ini bermanfaat bila ditempatkan
di jalan dengan arus penyeberang jalan yang tinggi. Pelican di pasang pada ruas
jalan, minimal 300 m dari persimpangan dan atau pada jalan dengan kecepatan
rata-rata lalu lintas kendaraan >40 km/jam
.
25
Sumber: Perencanaan Teknis Fasilitas Pejalan Kaki, Direktorat Bina Marga. Tahun 1995.
Gambar 2.3 Perspektif Jembatan Penyeberangan Orang
28
Selain itu untuk menunjang kenyaman dan keamanan bagi para pejalan saat
berada pada jembatan penyeberangan orang yaitu :
Lampu
Lampu di peruntukan untuk penerangan JPO terutama saat malam hari dengan
adanya lampu penerangan yang berada di JPO mempermudah pengguna untuk
melintas dan memberikan rasa nyaman saat melintas tidak gelap gulita.
Kamera CCTV
Pemasangan kamera pada JPO untuk memberikan rasa kenyamanan pada
pengguna selain itu dengan adanya kamera cctv pun dapat memantau kegiatan
para pengguna diharapkan terhindar dari tindak kriminalitas baik siang hari
maupun malam hari.
Tanaman
Tanaman berfungsi untuk menambah estetika jembatan agar terasa asri dan
nyaman saat digunakan oleh pengguna JPO.
Halte
Sarana penunjang untuk para pejalan kaki dalam berganti moda transportasi
umum. Halte disebut juga sebagai simpul pejalan kaki, tempat naik dan turunnya
ataupun berganti moda dari angkutan kota seperti bis dan transportasi umum
lainnya. Dominan pejalan kaki yang mengunakan JPO adalah pejalan kaki yang
mengunakan transportasi umum.
b. Terowongan
Jenis penyeberangan ini sama halnya dengan jembatan penyeberangan orang,
untuk menyeberang jalan tanpa adanya singungan dengan kendaraan dan
meningkatkan keamanan dan kenyamanan bagi para pejalan kaki. Terowongan
digunakan apabila jenis jalur penyeberangan dengan mengunakan jembatan
penyeberangan tidak memungkinkan untuk diadakan dan jika lokasi lahan
memungkinkan untuk dibangun underground/terowongan, karena dalam
pembuatannya dibutuhkan daya yang cukup besar.
2.3 Jalan
Perkembangan suatu kota tidak lepas dari peran jalan yang berpengaruh kepada
aksesibilitas kota tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006
29
tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Untuk itu jaringan jalan
merupakan salah satu prasarana yang digunakan untuk transportasi manusia dan
barang untuk memenuhi kebutuhan aktivitas masyarakat sebagai pengguna jalan.
Pejalan kaki dan pengendara kendaraan adalah salah satu pengguna jalan yang
harus diperhatikan kebutuhan dan keselamatan terutama dalam proses
perancangan jaringan jalan.
Dalam jaringan jalan terdapat sistem jaringan jalan. Sistem jaringan jalan
merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan/atau dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan. Sistem jaringan jalan terbagi 2 yaitu:
memiliki karakter yang berbeda antara jaringan jalan primer dan sekunder.
Karakteristik yang dilihat dari rencana kecepatan dan lebar jalan untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Karakteritik Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sistem Jaringan Jalan
Sekunder.
Lebar
Sistem
Kecepatan Badan
Jaringan Jenis
Definisi Rencana Jalan
Jalan Jalan
(Km/Jam) Minimal
(Meter)
Menghubungkan antar pusat
kegiatan nasional atau antara
Arteri 60 11
pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan wilayah
Menghubungkan pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan
Kolektor 40 9
lokal, antarpusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lokal
Menghubungkan pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan
Primer lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan
lingkungan, antar pusat kegiatan
Lokal 20 7,5
lokal, atau pusat kegiatan lokal
dengan pusat kegiatan
lingkungan, dan antara pusat
kegiatan lingkungan.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.9 mengenai nilai tingkat
pelayanan jalan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun
2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan.
Kecepatan
Tingkat
No. D=V/C Ideal Kondisi/Keadaan Lalu Lintas
Pelayanan
(km/jam)
namun fluktuasi volume lalu
lintas dan hambatan temporer
dapat menyebabkan
penurunan kecepatan yang
besar
3. Pengemudi memiliki
kebebasan yang sangat terbatas
dalam menjalankan kendaraan,
kenyamanan rendah, tetapi
kondisi ini masih dapat
ditolerir untuk waktu yang
singkat.
5. 1. Arus lebih rendah daripada
tingkat pelayanan D dengan
volume lalu lintas mendekati
kapasitas jalan dan kecepatan
0.81- sangat rendah;
E 30-35
1.00 2. Kepadatan lalu lintas tinggi
karena hambatan internal lalu
lintas tinggi;
3. Pengemudi mulai merasakan
kemacetan-kemacetan durasi
pendek.
6. 1. Arus tertahan dan terjadi
antrian kendaraan yang
F > 1.00 < 30 panjang
2. Kepadatan lalu lintas sangat
tinggi dan volume rendah serta
terjadi kemacetan untuk durasi
yang cukup lama.
Sumber:Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun 2006 Tentang Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas di Jalan.
Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang
dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur,
dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi
untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas
ditentukan per lajur.
Nilai kapasitas dihasilkan dari pengumpulan data arus lalu lintas dan data
geometrik jalan yang dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Untuk
34
jalan dua lajur, dua arah, penentuan kapasitas berdasarkan arus lalu lintas total,
sedangkan untuk jalan dengan banyak lajur perhitungan dipisahkan secara per
lajur (Tamrin, 2000). Persamaan untuk menentukan kapasitas adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.12 Variabel Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas
(FCw)
Tipe Jalan Lebar Efektif Jalan FCw
Tata Guna Lahan memiliki peran penting serta bermanfaat untuk pengembangan
sekaligus pengendalian investasi pembangunan. Selain itu, tata guna lahan perlu
mempertimbangkan dua hal yaitu pertimbangan umum dan pertimbangan pejalan
kaki yang akan menciptakan ruang yang manusiawi. Pada skala makro, tata guna
lahan lebih bersifat multifungsi atau mixed use.
37
Dalam Tata Guna Lahan terdapat aturan mengenai zoning yang memperhatikan
aspek fisik bangunan seperti mengatur ketinggian, pemunduran (setback) dan
lantai dasar yang diperlukan untuk menunjang public space. Dalam elemen-
elemen pembentuk kota, penggunaan lahan termasuk dalam tipe Penggunaan
dalam suatu area, spesifikasi fungsi dan keterkaitan antar fungsi dalam pusat kota,
ketinggian bangunan dan skala fungsi dari peruntukan lahan tersebut. Selain itu,
terdapat pula kebijaksanaan dalam tata guna lahan adalah sebagai berikut:
Tipe penggunaan lahan yang diizinkan untuk dikembangkan pada wilayah
tersebut.
Keterkaitan atau hubungan antar fungsi yang harus ada dalam sebuah
kawasan atau pusat kegiatan.
Daya tampung maksimum lahan (floor area) sesuai dengan masing-masing
fungsi kawasan.
Skala pembangunan baru
Tipe intensif pembangunan yang sesuai untuk dikembangkan pada area
dengan karakteristik tertentu.
Keterangan :
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Ketiga Pola atau bentuk hubungan tersebut jika digambarkan ke dalam Scatter
Diagram (Diagram tebar) adalah sebagai berikut :
R Kriteria Hubungan
1 Korelasi Sempurna
Sumber :Suparto.2014.
41
Berdasarkan Tabel 2.14 semakin tinggi nilai korelasinya semakin erat hubungan
korelasi yang ada antara 2 variabel berpengaruh satu dengan yang lainnya dari
hasil nilai koefisien korelasi ini dapat diambil rumus Y yang menjadi rumus dasar
dalam perhitungan untuk menguji hasil dari tingkatan tersebut bisa menjadikan
acuan dalam memproyeksi nilai korelasi kedepannya.
3) Kawasan Perkantoran
Kawasan perkantoran merupakan kawasan yang difungsikan untuk kegiatan
kepemerintahan dan perkantoran swasta. Kawasan Peruntukan Perkantoran
pemerintahan meliputi Kecamatan Ciputat, Kecamatan Setu, Kecamatan
Serpong, kantor kecamatan tersebar di setiap kecamatan dan kantor kelurahan
tersebar di setiap kelurahan, sedangkan kawasan perkantoran untuk
perkantoran swasta berada di Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Serpong,
Kecamatan SerpongUtara dan Kecamatan Ciputat.
5) Kawasan Pariwisata
Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata, meliputi pengembangan wisata
alam dan rekreasi diarahkan di Sungai Cisadane, Situ Gintung, Situ Ciledug,
Situ Pondok Jagung, taman kota dan hutan kota, pengembangan wisata belanja
diarahkan di Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan
Ciputat Timur serta pengembangan wisata kuliner di Kecamatan Serpong,
Kecamatan Serpong Utara dan Kecamatan Pondok Aren.
8) Kawasan Peruntukan
Sektor Informal Sebaran ruang bagi kegiatan sektor informal, diantaranya yaitu
sektor 9 Bintaro Jaya Kelurahan Pondok Jaya Kecamatan Pondok Aren, Pasar
Modern Bumi Serpong Damai Kelurahan Kecamatan Lengkong Gudang
Timur, pusat perdagangan Kecamatan Pamulang, Kecamatan Setu, Kecamatan
44
a) Kota Surabaya
Salah satu kota yang ada di Indonesia adalah Surabaya. Surabaya adalah kota
yang sedang berkembang dan sedang gencar-gencarnya dalam pembangunan
pelayanan kota untuk masyarakatnya. Surabaya membangun fasilitas pejalan kaki,
fasilitas pedestrian dan jembatan penyeberangan terintergrasi dengan baik.
Pedestrian yg dimiliki Kota Surabaya memiliki lebar yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya dalam beraktivitas dan juga sangat lengkap selain
adanya penanda jalur untuk penyandang cacat, terdapat kelengkapan street
furniture sebagai salah satu pelengkap fasilitas pejalan kaki selain untuk
pelayanan pejalalan kaki street furniture juga menambah estetika ruang. Hal ini
adalah bentuk pelayanan pemerintah daerah Kota Surabaya dalam melayani
kebutuhan masyarakat yang bisa di contoh kota-kota lain di Indonesia.
b) Korea Selatan
Negara korea Selatan adalah salah satu Negara di Asia yang memiliki keindahan
kota, salah satunya sebagai contoh penyedian fasilitas terutama pejalan kaki yang
sangat baik. Jalur pejalan kaki di Korea Selatan sangatlah nyaman dan hak-hak
pejalan kaki sangat di hormati, hampir seluruh tepi badan jalan memiliki jalur
pejalan kaki atau pedestrian yang luas bagi pejalan kaki.
46
47
Sumber : http://i1171.photobucket.com/albums/r560/dettapriyandika
Gambar 2.6. Fasilitas Pejalan Kaki di Kota Surabaya
Sumber : http://Chokysihombing.com/
47