Disusun oleh:
RIVALDO TATEBALE
MARECELINO SUPIT
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa oleh karena rahmat-Nya sehingga makalah
Sistem mikroba dengan materi “Biodiversitas Mikroba” telah kami selesaikan dengan baik.
Namun kami sadar bahwa penyusunan makalah ini memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu kami dengan senang hati menerima saran, kritikan, dan masukkan dari pada pembaca
untuk melengkapi makalah yang kami buat ini.
Penyusun,
Kelompok 1.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumusan Masalah
Tujuan
A. Pengertian Biodiversitas
Biodiversitas (biodiversity) mengacu pada seluruh jasad hidup yang ada dalam biosfer
dan wujudnya dapat diamati berupa mikrobia, tumbuhan maupun hewan
Jadi,biodiversitas hayati dapat didefinisikan sebagai totalitas variasi gena, spesies, dan
ekosistem yang dijumpai di suatu daerah. Dengan demikian, pengertian biodiversitas
termasuk didalamnya biodiversitas mikrobia berada pada tiga variasi yaitu biodiversitas
genetik, biodiversitas spesies dan biodiversitas ekosistem (Sembiring, 1998).
Keanekaragaman disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan ataugenetik dan
faktor lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh adanya gen yang akan membawa
sifat dasar atau sifat bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan turun temurun dari induk
kepada keturunannya. Namun, sifat bawaan terkadang tidak muncul (tidak tampak)
karena faktor lingkungan. Jika faktor bawaan sama tetapi lingkungannya berbeda,
mengakibatkan sifat yang tampak menjadi berbeda. Jadi, terdapat interaksi antara faktor
genetik dengan faktor lingkungan. Karena adanya dua faktor tersebut, maka muncullah
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga
tingkat, yaitu keanekaragaman gen, keanekaragaman ekosistem.
Bahan baku keanekaragaman sebenarnya terletak pada gen. Gen adalah faktor pembawa
sifat yang menentukan sifat makhluk hidup. Gen terletak di dalam benang kromosom,
yakni benang-benang pembawa sifat yang terdapat di dalam inti sel makhluk hidup. Pada
manusia, sifat rambut lurus, hidung mancung, mata lebar, warna kulit, ditentukan oleh
gen. Gen adalah materi yang mengendalikan sifat atau karakter. Jika gen berubah, maka
sifat-sifat pun akan berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen disebut genotipe. Ini
dikenal sebagai pembawaan. Meskipun termasuk spesies yang sama, tidak ada satu
individu yang persis sama dengan yang lain, karena adanya keanekaragaman gen.
Sekilas, memang ada kemiripan bentuk luar. Namun jika diamati, akan terdapat variasi
sifat sehingga tampaklah adanya keanekaragaman. Gen pada setiap individu, walaupun
perangkat dasar penyusunnya sama, tetapi susunannya berbeda-beda bergantung pada
masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah yang menentukan ciri atau sifat
suatu individu dalam satu spesies. Perkawinan antara dua individu makhluk hidup sejenis
merupakan salah satu penyebabnya. Keturunan dari hasil perkawinan memiliki susunan
perangkat gen yang berasal dari kedua induk/orang tuanya. Kombinasi susunan perangkat
gen dari dua induk tersebut akan menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu
spesies berupa varietas-varietas (varitas) yang terjadi secara alami atau secara buatan.
Keanekaragaman yang terjadi secara alami adalah akibat adaptasi atau penyesuaian diri
setiap individu dengan lingkungan. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi sifat
yang tampak (fenotip) suatu individu di samping ditentukan oleh faktor genetiknya
(genotip). Sedangkan keanekaragaman buatan dapat terjadi antara lain melalui
perkawinan silang (hibridisasi).
B. Pengertian Sistematika
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroba, jasad renik. Mikrobiologi adalah
salah satu cabang ilmu dari biologi, dan memerlukan ilmu pendukung kimia, fisika dan biokimia.
Mirobiologi sering disebut ilmu praktek dari biokimia. Dalam mikrobiologi diberikan pengertian
dasar tentang sejarah penemuan mikroba, macam-macam mikroba di alam, struktur sel mikroba
dan fungsinya, metabolisme mikroba secara umum, pertumbuhan mikroba dan faktor
lingkungan, mikrobiologi terapan di bidang lingkungan dan pertanian Awal perkembangan ilmu
mikrobiologi dimulai sejak ditemukan mikroskop. Dunia jasad renik baru ditemukan 300 tahun
yang lalu. Penemu mikroskop pertama adalah Antony Van Leeuwenhoek (1632-1732), dia
adalah seorang mahasiswa ilmu pengetahuan alam berkebangsaan Belanda yang memiliki hobi
mengasah lensa. Mikroskop Leewenhoek mempunyai pembesaran hingga 300 kali. Dia
menyebutkan adanya “animalculus” sebuah makhluk asing dari air yang dilihat dengan
mikroskop buatannya. Kemudian penemuan Leeuwenhoek disampaikan kepada “ royal society”
di Inggris antara tahun (1674-1683) ia melaporkan hal-hal yang diamatinya kepada lembaga
tersebut. Robert Hooke (1635-1703) sebgai salah seorang anggota “ Royal Society”, menyatakan
bahwa penemuan Leeuwehoek dalam mikroskop buatannya adalah protozoa, spora, jamur, dan
sel tumbuhan.2 Beberapa pendapat tentang asal usul mikroba, Aristoteles berpendapat, bahwa
makhluk-makhluk kecil itu terjadi begitu saja dari benda yang mati. Hal ini sependapat dengan
Needham (1745-1750) mengadakan eksperimen dengan rebusan padi-padian, daging, dll. Hasil
eksperimen bahwa meskipun air rebusan disimpan rapat-rapat dalam botol tertutup namun tetap
timbul mikroorganisme. Berdasarkan ekeperimen tersebut muncullah teori “abiogenesis” (a:
tidak, bios: hidup, genesis: kejadian); artinya kehidupan baru timbul dari benda mati atau
mikroba tersebut timbul dengan sendirinya dari benda-benda mati. Teori “abiogenesis” disebut
juga dengan teori generatio spontania (makhluk-makhluk baru terjadi begitu saja). Beberapa ahli
yang menolak teori abiogenesis diantaranya Spallanzani (1729-1799), melakukan eksperimen
dengan merebus air daging tersebut ditutupnya rapat-rapat dalam botol, hasilnya tidak diperoleh
mikroorganisme baru. Eksperimen Spallanzani dilanjutkan oleh Schulze pada tahun 1836
melalui eksperimen dengan mengalirkan udara lewat pipa yang dipanasi, kemudian hasilnya
tidak diperoleh mikroorganisme. Muncul imuwan baru dari Francis Louis Pasteur (1822-1895),
seorang ahli kimia yang menaruh perhatian 1 Pelczar, Michael J., dan Chan, E. C. S., 1986, 190-
191, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, UI-Press, Jakarta. 2 Pratiwi, T. Silvia .
2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta. Erlangga. 2 pada mikroorganisme. Pasteur melakukan
serangkaian eksperimen dengan menggunakan bejana leher angsa. Bejana ini diisi dengan kaldu
kemudian dipanaskan. Udara dapat dengan bebas melewati pipa leher angsa tersebut tetapi tidak
ditemukan adanya mikroorganisme di kaldu. Dalam hal ini mikroba beserta debu/asap akan
mengendap pada bagian tabung yang berbentuk U sehingga tidak dapat mencapai kaldu Pasteur
menemukan bahwa mikroorganisme terbawa debu oleh udara dan ia menyimpulkan bahwa
semakin bersih/murni udara yang masuk ke dalam bejana, semakin sedikit kontaminasi yang
terjadi. Pasteur dapat meyakinkan bahwa kehidupan baru tidak timbul dqari benda mati, maka
disimpulkan dengan Omne vivum ex ovo, omne ex vivo; yang berarti “semua kehidupan berasal
dari telur dan semua telur berasal dari sesuatu yang hidup”. Pendapat demikian juga dikenal
dengan teori biogenesis artinya makhluk hidup berasal dari makhluk hidup.3 Berdasarkan
penemuannya maka Louis Pasteur dikenal sebagai seorang pelopor mikrobiologi. Penemuan
Louis Pasteuradalah: 1) udara mengandung mikroba yang pembagiannya tidak merata, 2) cara
pembebasan cairan dan bahnbahan dari mikroba dikenal sebagai sterilisasi. Pendukung teori
abiogenesis diantara Fransisco Redi (1665), memperoleh hasil dari percobaannya bahwa ulat
yang berkembang biak di dalam daging busuk, tidak akan terjadi apabila daging tersebut
disimpan di dalam suatu tempat tertutup yang tidak dapat disentuh oleh lalat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ulat tidak secara spontan berkembang dari daging. Percobaan lain yang
dilakukan oleh Lazzaro Spalanzani memberi bukti kuat bahwa mikroba tidak muncul dengan
sendirinya, pada percobaan menggunakan kaldu ternyata pemanasan dapat menyebabkan
animalculus tidak tumbuh.Percobaan ini juga dapat menunjukkan bahwa perkembangan mikroba
di dalam suatu bahan, dalam arti terbatas menyebabkan terjadinya perubahan kimiawi pada
bahan tersebut. Pada pertengahan abad 19 sampai abad 20 perkembangan mikrobiologi dengan
dimulai penelitian oleh Pasteur, Robert koch, dan Serge Winogradsky. Pasteur (1822-1895),
yang mengawali pemisahan kristal asam bertarat kedalam isomer bayangan lensa. Isomer
bayangan lensa adalah senyawa yang menyerupai rumus kimia yang pasti, tetapi tidak memiliki
konfigurasi. Kemudian Pasteur tertarik pada industri minuman anggur dan perubahan yang
terjadi selama fermentasi. Salah satu prosesnya melalui pasteurisasi, dimana pasteurisasi
merupakan suatu proses pemanasan bertahap cairan dengan yang digunakan dalam mikrobiologi
untuk membantu dalam proses pembuatan anggur. Pasteurisasi adalah cara untuk mematikan
beberapa jenis mikroba tertentu dengan menggunakan uap air panas, suhunya kurang lebih 620
C. Fermentasi merupakan proses yang menghasilkan alkohol atau asam organik, misalnya terjadi
pada bahan yang mengandung karbohidrat. Secara fisiologis adanya fermentasi dapat digunakan
untuk mngetahui beberapa hal. Di dalam proses fermentasi, kapasitas mikroba untuk
mengoksidasi tergantung dari jumlah acceptor elektron terakhir yang dapat dipakai. Sel-sel
melakukan fermentasi menggunakan enzim-enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi
oksidasi, dalam hal ini asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif, sehingga dapat
menangkap elektron terakhir dan menghasilkan energy
Indonesia adalah salah satu negara yang dikaruniai kekayaan megabiodiversitas yang meliputi
ribuan spesies flora, fauna maupun mikroba di dunia. Sebagai negara kedua penyumbang
keanekaragaman hayati terbesar setelah Brazil, tentunya banyak para ilmuwan asing di seluruh
dunia yang ingin ikut menggali dan memanfaatkan kekayaan biodiversitas Indonesia. Terhadap
hal tersebut kita harus bersikap hati-hati agar nantinya kekayaan hayati milik kita tidak diklaim
menjadi hak paten oleh para ilmuwan asing. Oleh karenanya pelaksanaan perjanjian kerja sama
penelitian antara pemerintah Indonesia dengan pihak peneliti maupupun lembaga asing harus
dilakukan dengan poin-poin yang jelas dengan menjunjung tinggi win-win solution (sama-sama
menguntungkan kedua belah pihak). Kerja sama penelitian dengan pihak asing mutlak
diperlukan karena di satu sisi meskipun negeri kita memiliki kekayaan biodiversitas yang tinggi,
akan tetapi kita memiliki keterbatasan dalam mengungkap potensi keanekaragaman hayati
tersebut akibat keterbatasan dana, sarana dan prasarana, serta teknologi pendukung. Dalam hal
ini pemerintah Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin agar kekayaan biodiversitas tidak
dicuri secara illegal untuk dipatenkan pihak asing, melainkan diatur dalam sebuah MoU yang
mengatur kepemilikan dan pemanfaatan paten secara bersama-sama sehingga tidak merugikan
negara kita. Khususnya untuk biodiversitas mikroba, upaya penyelundupan dan pencurian oleh
pihak asing masih sulit untuk diidentifikasi dan dilacak. Kenyataan ini disebabkan karena
spesimen mikroba berukuran mikroskopis dan dapat dengan sederhana disimpan dan diawetkan
(dipreservasi) dalam bentuk ampul freeze drying yang sangat mudah untuk dikemas. Di samping
itu upaya pencurian terhadap biodiversitas mikroba dapat pula dilakukan secara tidak terduga
dengan mengambil sampel tanah, air laut, sumber air panas, mapun serasah daun yang
merupakan habitat murni mikroba di alam. Hal ini tentunya berbeda dengan upaya
penyelundupan spesimen flora dan fauna endemik (asli Indonesia) yang sebagian besar berhasil
diungkap oleh pihak Imigrasi maupun Bea Cukai karena memang dari segi morfologinya yang
lebih mudah dikenali. Oleh karenanya dengan pembangunan Microbiology Culture Collection
kasus-kasus semacam tersebut diharapkan dapat diminimalisir melalui pemberian barcode DNA
mikroba indigenous asli Indonesia yang akan segera diaplikasikan. Dengan pemberian barcode
DNA maka akan mempermudah proses identifikasi habitat (asal) dan jenis spesies dari suatu
mikroba. Pemberian barcode DNA mikroba ini akan dilakukan terhadap spesimen isolat bakteri,
fungi (jamur), yeast (khamir), Actinomycetes, dan jenis mikroba ekstrim Arkaebacteria.
Indonesia adalah salah satu negara yang dikaruniai kekayaan megabiodiversitas. Sebagai negara
kedua penyumbang keanekaragaman hayati terbesar setelah Brasil, tentunya banyak ilmuwan
asing di seluruh dunia yang ingin menggali dan memanfaatkan kekayaan biodiversitas Indonesia.
Terhadap hal tersebut, kita harus bersikap hati-hati agar nantinya kekayaan hayati milik kita
tidak diklaim menjadi hak paten oleh para ilmuwan asing. Karena itu, pelaksanaan perjanjian
kerja sama penelitian antara Pemerintah Indonesia dan pihak peneliti maupun lembaga asing
harus dilakukan dengan poin-poin yang jelas dengan menjunjung tinggi win-win solution.
Khusus untuk biodiversitas mikroba, upaya penyelundupan dan pencurian oleh pihak asing
masih sulit untuk diidentifikasi dan dilacak. Kenyataan ini disebabkan oleh spesimen mikroba
berukuran mikroskopis dan dapat dengan sederhana disimpan serta diawetkan (di-preservasi)
dalam bentuk ampul freeze drying yang sangat mudah dikemas. Di samping itu, upaya pencurian
terhadap biodiversitas mikroba dapat pula dilakukan secara tidak terduga dengan mengambil
sampel tanah, air laut, sumber air panas, maupun serasah daun yang merupakan habitat mumi
mikroba di alam. Hal ini tentunya berbeda dengan upaya penyelundupan spesimen flora dan
fauna endemik (asli Indonesia) yang sebagian besar berhasil diungkap oleh pihak Imigrasi
maupun Bea Cukai. Oleh karena itu, dengan pembangunan Microbiology Culture Collection,
kasus-kasus semacam tersebut diharapkan dapat diminimalisasi melalui pemberian barcode DNA
mikroba indigenous asli Indonesia yang akan segera diaplikasikan. Dengan pemberian barcode
DNA, akan mempermudah proses identifikasi habitat dan jenis spesies dari suatu mikroba.
Pemberian barcode DNA mikroba ini akan dilakukan terhadap spesimen isolat bakteri, fungi
(jamur), yeast (khamir), Actinomycetes, dan jenis mikroba ekstrem Arkaebacteria.
Pembangunan Microbiology Culture Collection di kompleks Cibinong Science Center yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI bekerja sama dengan pihak JST dan JICA dari
Pemerintah Jepang tahun 2013 ini, merupakan suatu bentuk langkah maju dalam upaya
pengungkapan potensi dan pemanfaatan kekayaan biodiversitas mikroba di Indonesia. Pusat
Penelitian Biologi LIPI merupakan pemilik otoritas ilmiah (scientific authority) bidang ilmu
pengetahuan hayati di Indonesia. Poin kerja sama ini telah dituangkan dalam bentuk MoU dan
kesepakatan kerja yang akan mengatur hak pemanfaatan paten secara bersama-sama oleh kedua
belah pihak. Setelah selama ini fokus kerja Pusat Penelitian Biologi LIPI di bidang ilmu
pengetahuan hayati lebih ditekankan kepada pengungkapan spesies baru, pengelolaan koleksi
spesimen dan pelestarian flora dan fauna dengan pembangunan Herbarium Bogoriense dan
Museum Zoologi Bogoriense, akhirnya aspek pelestarian biodiversitas mikroba menjadi target
berikutnya. Selama ini, Indonesia belum punya wadah atau tempat khusus yang ditujukan untuk
mengumpulkan informasi basis data biodiversitas mikroba dan koleksi mikroba unggulan. Selain
itu, upaya diseminasi iptek dan program alih teknologi bidang mikrobiologi kepada masyarakat
umum belum dapat dilaksanakan setfara optimal. Sebagian besar hasil penelitian di bidang
mikrobiologi juga masih banyak yang tersimpan dalam tulisan ilmiah yang masih sulit untuk
diakses dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. Penerjemahan informasi ilmiah untuk
aplikasi teknologi tepat guna bagi masyarakat serta pelayanan jasa identifikasi mikroba
indigenous (lokal) menjadi sasaran utama ke depannya. Keberadaan Microbiology Culture
Collection dimaksudkan sebagai muara terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
seluruh peneliti Indonesia. Selain itu, pembangunan Microbiology Culture Collection juga
dimaksudkan sebagai sumber basis data penting bagi seluruh ilmuwan dan akademisi di
Indonesia dalam mengakses sumber informasi mengenai aspek biodiversitas mikroba berikut
potensinya. Nantinya diharapkan bahwa Microbiology Culture Collection ini dapat berkontribusi
langsung dalam memberikan solusi dan menyelesaikan berbagai permasalahan di Indonesia yang
terkait dengan pemanfaatan mikroba, baik dari aspek pangan, energi, pertanian, lingkungan,
maupun industri. Sebagai contoh aplikasi mikroba, antara lain, proses reklamasi lahan yang
rusak akibat aktivitas pertambangan dan proses instalasi pengolahan limbah pabrik. Mikroba
juga dapat digunakan untuk membuat pupuk organik. Di samping itu, proses fermentasi mikroba
dengan bantuan enzim dapat juga dimanfaatkan untuk konversi bioetanol sebagai bahan bakar
alternatif maupun proses pembuatan bahan pangan fungsional, seperti tepung mocaf, tempe, dan
tapai. Aplikasi yang sudah dilakukan dalam skala besar tentunya adalah industri yoghurt, keju,
cuka, kecap, dan sari kelapa yang telah memanfaatkan peranan mikroba sebagai aktor utama
dalam proses produksi komoditas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Schlegel, Hans G, dan Karin Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum edisi keenam.