Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILISASI

Erin Saputra
020021109

Prodi Profesi Ners


Sekola Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Mataram
2020/2021
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan
kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

B. Penyebab
Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi

1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai
yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).

2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma
(misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan
primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit
tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal
ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan
mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (Mubarak, 2008)
C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan
otak 
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).
D. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif 
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif 
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
E. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot
yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas.
Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat
pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal
antara sternum dan iga.
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat
diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang
pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar
seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum
mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis,
serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon
akhiles/kalkaneus.
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak
mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer
utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi
untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi

F. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan, Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain
dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang
digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami
klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap
pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
4. Aspek spiritual, Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang,
seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan
ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi,
2008).
G. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik 
3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
H. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan (NOC) Rencana Tindakan Keperawatan (NIC)
Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama …. x 24 jam :  Tentukan penyebab keletihan: nyeri, aktifitas, perawatan ,
Kelemahan umum  Klien mampu mengidentifikasi pengobatan
aktifitas dan situasi yang  Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan yang  Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk
berkonstribusi pada intoleransi meningkatkan aktifitas.
aktifitas  Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktifitas :
 Klien mampu berpartisipasi dalam takikardi, disritmia, dispnea, diaforesis, pucat.
aktifitas fisik tanpa disertai  Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke
peningkatan TD, N, RR dan adekuatan sumber energi.
perubahan ECG  Monitor respon terhadap pemberian oksigen : nadi, irama
 Klien mengungkapkan secara jantung, frekuensi Respirasi terhadap aktifitas perawatan
verbal, pemahaman tentang diri.
kebutuhan oksigen, pengobatan  Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada tempat
dan atau alat yang dapat yang mudah dijangkau
meningkatkan toleransi terhadap  Kelola energi pada klien dengan pemenuhan kebutuhan
aktifitas. makanan, cairan, kenyamanan / digendong untuk
 Klien mampu berpartisipasi dalam mencegah tangisan yang menurunkan energi.
perawatan diri tanpa bantuan atau  Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor yang
dengan bantuan minimal tanpa menyebabkan kelelahan.
menunjukkan kelelahan Terapi Aktivitas
 Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat ditoleransi.
 Rencanakan jadwal antara aktifitas dan istirahat.
 Bantu dengan aktifitas fisik teratur, misal: ambulasi,
berubah posisi, perawatan personal, sesuai kebutuhan.
 Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan istirahat yang
adekuat
 Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi, sesuai
indikasi
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
fisik berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam klien  Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
dengan : Kerusakan menunjukkan: melakukan program latihan secara rutin
sensori persepsi.  Mampu mandiri total Latihan untuk ambulasi
 Membutuhkan alat bantu  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman
 Membutuhkan bantuan orang lain kepada klien dan keluarga.

 Membutuhkan bantuan orang lain  Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda,
dan alat dan walker
 Tergantung total Dalam hal:  Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam
Penampilan posisi tubuh yang batasan yang aman.
benar dan Pergerakan sendi dan Latihan mobilisasi dengan kursi roda
otot  Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaian
 Melakukan perpindahan/ ambulasi kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat
:miring kanan-kiri, berjalan, kursi tidur atau sebaliknya.
roda  Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara penggunaan
kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat mengatur
posisi secara mandiri dan menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas sehari hari.
 Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga untuk memperhatikan postur
tubuh yg benar untuk menghindari kelelahan, keram &
cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program latihan.
3. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva,
berhubungan dengan keperawatan selama... x24 jm rambut, kulit
:Kerusakan Klien mampu :  Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi, mulut, perineal,
neurovaskuler  Melakukan ADL mandiri : mandi, anus
hygiene mulut ,kuku, penis/vulva,  Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian lotion,
rambut, berpakaian, toileting, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut, perineal dan
makan-minum, ambulasi anus, sesuai kondisi
 Mandi sendiri atau dengan  Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan oral
bantuan tanpa kecemasan hygiene sesudah makan dan bila perlu
 Terbebas dari bau badan dan  Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada lesi,
mempertahankan kulit utuh iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan gangguan integritas
 Mempertahankan kebersihan area kulit.
perineal dan anus  Bantuan perawatan diri: bercukur, membersihkan kuku,
 Berpakaian dan melepaskan berdandan
pakaian sendiri  Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
 Melakukan keramas, bersisir,  Mengosongkan kandung kemih dan bowel
Berpakaian
 Kaji dan dukung kemampuan klien untuk berpakaian
sendiri
 Ganti pakaian klien setelah personal hygiene, dan
pakaikan pada ektremitas yang sakit/ terbatas terlebih
dahulu, Gunakan pakaian yang longgar
 Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum
melakukan aktivitas berpakaian sesuai indikasi
 Bantuan perawatan diri : Makan-minum
 Kaji kemampuan klien untuk makan :
mengunyah dan menelan makanan
 Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
 Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu klien
saat makan
 Bantuan Perawatan Diri: Toileting
 Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik
(inkontinensia), kognitif (menahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
 Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi selama toileting
 Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
 Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

I. Daftar Pustaka
 Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
 Perry & Potter. 2006.  Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
 Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
 Wilkinson, Judith M. 2007.  Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC.Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai