Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
GAGAL NAFAS
Disusun oleh :
1. DEFINISI
2. Klasifikasi
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
b. Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam.
3. Etiologi
c) Poliomyelitis bulbar
d) Ensefalitis
2) Kelainan neuromuscular
b) Sindroma guilainbare
d) Miastenia gravis
e) Distrofi otot
3) Kelainan Pleura dan Dinding Dada
b) Pneumotoraks tension
c) Efusi leura
c) Fibrosis kistik
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
b) Sarkoidosis
c) Scleroderma
d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis
c. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada
pengembangan dada pada inspirasi
d. Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
5. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke,
tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan
pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif
dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan
dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
6. Komplikasi
a. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti,
emfisema kutis dan pneumothoraks).
b. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan
infark miokard akut.
c. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi
eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal).
e. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
g. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan
parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1)
Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun)
b. Radiologi:
8. Penatalaksanaan Medis
sampai sekitar 60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi
pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal
b. Dapat digunakan tekanan positif seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki
elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH
dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan
memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang
adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
c. Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret
trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d. Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa
digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi.
Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai reaksi onset cepat. Kortikosteroid
dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk
gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid,
Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik.
Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e. Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang
f. Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi
cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang
efektif.
g. Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
i. Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi
sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
1. Pengkajian
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
2) Sakit kepala
4) Papiledema
d. Pemeriksaan fisik
1) System pernafasaan
2) System Kardiovaskuler
Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah
trauma Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung
paradok
3) System neurologis
1) Aktifitas
4) Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
5) Makanan atau cairan
7) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istrahat Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9) Pernafasan:
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau
tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10) Interkasi sosial
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas
dan ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Terapi Oksigen
Faktor yang berhubungan :
Bersihkan mulut,
- Hiperventilasi hidung dan secret
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk trakea
dinding dada Pertahankan jalan
- Penurunan nafas yang paten
energi/kelelahan Atur peralatan
- Perusakan/pelemahan oksigenasi
muskulo-skeletal Monitor aliran
- Obesitas oksigen
- Posisi tubuh Pertahankan
- Kelelahan otot posisi pasien
pernafasan Onservasi adanya
- Hipoventilasi sindrom tanda tanda
- Nyeri hipoventilasi
- Kecemasan Monitor adanya
- Disfungsi kecemasan pasien
Neuromuskuler terhadap
- Kerusakan oksigenasi
persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan
syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis
Vital sign
Monitoring
Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk, atau
berdiri
Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan
Monitor TD,
nadi, RR,
sebelum,
selama, dan
setelah
aktivitas
Monitor
kualitas dari
nadi
Monitor
frekuensi dan
irama
pernapasan
Monitor suara
paru
Monitor pola
pernapasan
abnormal
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
Monitor
sianosis
perifer
Monitor
adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab dari
perubahan
vital sign
Moorhead, Sue et. al. 2008. Nursing Outcomes Classification Fifth Edition. St.
Louis : Mosby Inc.