Anda di halaman 1dari 7

Penatalaksanaan Upaya Preventif Dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah

Dengue (DBD) Di Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri

Katmini
Siti Hajar Dwi Yuni Astuti
Dwi Sartika
Lely Lolita Priscilia Sari
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Ilmu Kesehatan STRADA Indonesia
Corresponding author: katminitini@gmail.com, chusnulpkm@gmail.com

ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang menyebar paling cepat di
dunia dengan perantara nyamuk yang menyebarkan virus dengue (WHO, 2009). Di Indonesia
DBD masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan masyarakat. Dimana jumlah
penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk (Kemenkes RI, 2016).
Desain penelitian ini adalah Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik
dengan pendekatan cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah warga Kecamatan Ngasem
yang sedang berobat di Puskesmas Ngasem dan Kader kesehatan, dan bersedia menjadi
partisipan studi. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan demam
yang berumur >18 tahun yang berkunjung di Puskesmas Ngasem dan kader kesehatan.
Bentuk kegiatan yang akan dilakukan adalah Pemeriksaan umum, yaitu pemeriksaan tekanan
darah, suhu dan konjungtiva, dan Penyuluhan kesehatan kepada warga kelurahan Ngasem
dan kader kesehatan tentang pencegahan dan penyakit DBD.
Hasil dari penelitian ini adalah Berdasarkan data 20 besar penyakit terbanyak di
Puskesmas Ngasem dari tanggal 1 Januari 2021 – 31 Oktober 2021, penyakit yang
merupakan prioritas masalah dengan skor total tertinggi berdasarkan adalah demam.
Kesimpulan Setelah dilakukan analisis penyebab masalah kemudian ditemukan
prioritas intervensi tertinggi yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus,
dengan kendala dalam pelaksanaannya dikarenakan kurang berperan aktifnya masyarakat
dalam penanggulangan DBD dengan PSN 3M Plus. Hal ini dikarenakan belum adanya
kebijakan dari kelurahan untuk penanggulangan DBD.
Kata Kunci: DBD, Kesehatan Masyarakat, Upaya Preventif

PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang menyebar paling cepat di
dunia dengan perantara nyamuk yang menyebarkan virus dengue (WHO, 2009). Dimana
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae, yang kemudian DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,
terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus (Kemenkes RI, 2016).
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya yang
berdasarkan data dari seluruh dunia (Kemenkes RI, 2018). Demam Berdarah Dengue banyak
ditemukan di wilayah tropis, sub-tropis dan berada di daerah khatulistiwa yang termasuknya
adalah negara Indonesia (WHO, 2009; Kemenkes RI, 2016). Terhitung sejak tahun 1968
sampai dengan tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat bahwasannya
negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kemenkes
RI, 2018).
Di Indonesia DBD masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan masyarakat.
Dimana jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2018
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka
kematian= 0,83%). Jika dibandingkan tahun 2014 dengan kasus sebanyak 100.347 serta IR
39,80 maka terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015. Target Renstra Kementerian
Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar < 49 per 100.000 penduduk,
dengan demikian Indonesia belum mencapai target Renstra 2015 (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan resume capaian program kesehatan di Jawa Timur per 1 Januari 2020
sampai dengan 31 Desember 2020 tercatat untuk kasus DBD dengan angka kesekitan
43,01/100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian yaitu 1,65% dengan Standar Nasional
< 1%, sementara Kabupaten Sukoharjo menjadi urutan ketiga dalam angka kematian yang
lebih besar dari standar nasional yaitu 6,41 % (Dinkes Jatim, 2020).
Kabupaten Kediri memiliki 26 kecamatan yang masing – masing terdapat Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat dimana salah satunya adalah Puskesmas Ngasem.
Puskesmas Ngasem yang membawahtangani sebanyak 12 Desa (Dinkes Kabupaten Kediri,
2018). Berdasarkan data dari Puskesmas Ngasem untuk kasus DBD bulan Januari – Oktober
tahun 2020 tercatat sebanyak 29 kasus morbiditas (Data Primer, 2020). Berbagai upaya telah
dilakukan Puskesemas Ngasem untuk penaggulangan DBD baik dari intervensi yang
dilakukan oleh petugas kesehatan sampai dengan pemberdayaan masyarakat yang berada di
wilayah kerja Puskesmas Ngasem.
Berdasarkan latar belakang tersebut melatarbelakangi pelaksanaan kegiatan pengabdian
masyarakat. Kegiatan pengabdian masyarakat ini berfokus pada peningkatan pengetahuan
dan kewaspadaan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit menular DBD.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional. Subjek penelitian ini adalah warga Kecamatan Ngasem yang sedang berobat di
Puskesmas Ngasem dan Kader kesehatan, dan bersedia menjadi partisipan studi. Kegiatan
pengabdian ini akan dilakukan di Puskesmas Ngasem kurang lebih selama 1 minggu,
sedangkan pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2021. Populasi target dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien dengan demam yang berkunjung di Puskesmas Ngasem
dan kader kesehatan. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dengan cara menyebarkan kuisioner pada pasien yang melakukan pengobatan di
Puskesmas Ngasem. Untuk memperoleh data angka kejadian dan angka kesakitan masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Ngasem menggunakan data sekunder yang diperoleh dari register
Puskesmas Ngasem. Pemeriksaan umum, yaitu pemeriksaan tekanan darah, suhu dan
konjungtiva. Bentuk kegiatan yang akan dilakukan yaitu penyuluhan kesehatan kepada warga
kelurahan Ngasem dan kader kesehatan tentang pencegahan dan penyakit DBD.

HASIL PENELITIAN JURNAL


Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kediri, per November
2021 jumlah penduduk kecamatan Ngasem sebanyak 64.114 jiwa, dengan kepadatan 2.628
jiwa/km². Berdasarkan data demografi di atas, Kecamatan Ngasem memiliki jumlah
penduduk paling padat di Kabupaten Kediri. Berdasarkan data 20 besar penyakit terbanyak di
Puskesmas Ngasem dari tanggal 1 Januari 2021 – 31 Oktober 2021, penyakit yang
merupakan prioritas masalah dengan skor total tertinggi berdasarkan adalah demam. Skor
insidensi kumulatif penyakit demam dinilai dengan skor 3 karena jumlah insidensi kumulatif
penyakit demam dari tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan 31 Oktober 2021 menduduki
peringkat ke-11. Begitu pula dalam kriteria prevalensi penyakit, demam menduduki peringkat
ke-12 sehingga mendapatkan nilai skor 3. Menurut kriteria mortalitas kasus demam
mendapatkan skor 5 karena menyebabkan kematian 3 penderita dalam rentang waktu Januari-
2
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Oktober 2021.Persepsi masyarakat terhadap demam dinilai dengan skor 4 karena masyarakat
cenderung khawatir apabila mengalami atau mempunyai kerabat yang sedang mengalami
demam. Berkaitan dengan cara mengatasi demam, saat ini standar operasional prosedur
dalam tatalaksana demam termasuk demam berdarah telah banyak diaplikasikan pada fasilitas
kesehatan. Namun masih terdapat permasalahan dalam mengatasi demam seperti belum
ditemukan pengobatan spesifik demam berdarah dan masih kurangnya kesadaran masyarakat
penanganan segera. Oleh sebab itu, cara mengatasi permasalahan demam mendapatkan skor
3. Dampak epidemiologis, ekonomi dan politik dinilai memiliki skor 3 karena secara
epidemiologis terdapat 5 dari 12 desa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ngasem yang
merupakan wilayah endemis demam berdarah. Secara makro penyebab masalah prioritas
demam berdarah yaitu belum ada kebijakan pemerintah pada tingkat kelurahan/desa serta
penelitian terkait pencegahan maupun pengobatan demam berdarah yang masih kurang.
Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan, yang menjadi penyebab dari level meso
adalah kurangnya peran aktif masyarakat dalam penanganan DBD. Masyarakat tidak
sepenuhnya melakukan pencegahan DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M
Plus. Dari uraian kasus tersebut kasus kematian DBD di Ngasem terjadi pada usia anak. Data
dari WHO kasus kematian DBD terjadi sebagian besar pada anak-anak karena imunitas yang
masih rendah. Perilaku dan kesadaran masyarakat tentang penatalaksanaan dan sistem
rujukan pasien masih terbatas. Hal ini tampak pada perilaku keterlambatan memeriksakan
saat mengalami demam. Masyarakat perlu mengetahui gejala demam berdarah, prosedur
perujukan kasus, cara menghitung jumlah hari pasien demam di wilayah kerja Puskesmas
Ngasem. Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi DBD dan belum
ada obat khusus untuk mengobatinya. Dengan demikian, pengendalian penyakit DF/DHF
hanya bergantung pada pengendalian nyamuk Aedes aegyptie. Sehingga dibutuhkan teknik
terpadu dalam pengendalian populasi nyamuk dengan melibatkan semua metode yang
dianggap tepat (metode lingkungan, biologi dan kimiawi) yang aman, hemat biaya serta
ramah lingkungan. Saat ini pemahaman dan respon masyarakat terhadap PSN-PJB masih
rendah. Masyarakat masih berorientasi pada penangganan setelah munculnya kasus dan
mengutamakan pencegahan melalui fogging.

PEMBAHASAN
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus
Efektivitas intervensi berupa program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) memperoleh
skor 5. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa PSN DBD dengan pemberdayaan
jumantik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan Angka Bebas Jentik
(ABJ) dan penurunan House Index (HI) (Chadijah et al., 2011). Biaya program PSN
mendapat skor 5 karena PSN merupakan pemberdayaan kesadaran dan perilaku masyarakat
untuk melakukan 3M Plus sehingga tidak membutuhkan dana. Dari segi kerugian, PSN
mendapat nilai 5 karena tidak menimbulkan kerugian dalam berbagai aspek. Hasil yang
diharapkan dari PSN yaitu tidak ditemukannya sarang nyamuk di rumah dan lingkungan
warga. Saat ini belum ada kesadaran masyarakat untuk memberantas sarang nyamuk
sehingga skor untuk onset (waktu timbulnya efek) PSN sebesar 3.Karena belum kuatnya efek
yang timbul dari program PSN maka durasi atau lamanya efek PSN diberi nilai 3. Dukungan
lembaga legislatif dan pemangku kepentingan dalam PSN masih rendah karena kurangnya
kebijakan di daerah yang mendukung pelaksanaan teknis PSN sehingga skor yang diberikan
terkait dukungan politis sebesar 1. Penerimaan masyarakat terhadap PSN dinilai masih
kurang. Masyarakat masih memiliki pola pikir bahwa pencegahan demam berdarah adalah
melalui fogging bukan pemberantasan sarang nyamuk melalui perilaku hidup sehat dan 3 M
Plus. Oleh sebab itu, penerimaan masyarakat terhadap PSN dinilai dengan skor 1.
3
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyuluhan
Alternatif intervensi berupa penyuluhan memiliki efektivitas dengan skor skala Likert
3 karena penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat namun belum dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk
sebagai upaya pencegahan demam berdarah. Dalam hal biaya, penyuluhan mendapat skor 2
karena penyuluhan biasanya diberikan bersamaan dengan kegiatan yang lain sehingga masih
memerlukan biaya untuk operasional meskipun relatif tidak besar. Dalam hal kriteria
kerugian yang diakibatkan, penyuluhan mendapat nilai skor 5 karena tidak menimbulkan
kerugian apapun. Onset (waktu timbulnya efek) penyuluhan dinilai 2 karena hasil
penyuluhan berupa pengetahuan seringkali dicapai setelah penyuluhan namun hasil berupa
perubahan perilaku belum dicapai melalui penyuluhan satu arah (Pramiputra, 2014). Begitu
pula dalam hal durasi efek penyuluhan juga dinilai 2 karena belum ada pencapaian
pengetahuan dan perubahan perilaku masyarakat dalam pemberantasan demam berdarah
secara jangka panjang. Dukungan politis terhadap penyuluhan dinilai 3 karena penyuluhan
dinilai sebagai media yang mudah bagi pemangku kebijakan untuk memberi informasi
promotif dan preventif kepada masyarakat. Demikian pula, masyarakat mudah menerima
informasi melalui penyuluhan meskipun perubahan perilaku dan kesadaran yang menjadi
target penyuluhan sulit untuk dicapai melalui penyuluhan Oleh sebab itu, penerimaan
masyarakat terhadap penyuluhan diberi nilai 3.
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Pemberantasan nyamuk Demam Berdarah dengan pemeriksaan jentik berkala (PJB)
memiliki efektifitas yang sangat signifikan dengan skor 5 karena intervensi ini merupakan
kegiatan rutin yang berupa pemeriksaan ke tempat penampungan air dan pemberian abate
pada penampungan air yang terdapat jentik sehingga langsung memutus rantai penularan dan
perkembangbiakan nyamuk dewasa. Pada intervensi melalui tindakan PJB memperoleh skor
3, hal ini berkaitan dengan biaya operasional kader pemantau jentik. Tindakan PJB tidak
menimbulkan kerugian sehingga diberikan skor 5. Timbulnya efek atau hasil dari PJB
membutuhkan rentang waktu karena membutuhkan kedisiplinan, kegiatan rutin, peran aktif
dari masyarakat dan para pemilik rumah untuk mendukung program PJB tersebut. Oleh sebab
itu timbulnya efek diberi skor 3. Lamanya efek yang dihasilkan dari kegiatan PJB mendapat
sekor 3 karena hal ini menuntut peran serta aktif dari masyarakat sehingga efek akan bertahan
lama jika masyarakat terus proaktif. Dukungan politis terhadap intervensi ini masih cukup
rendah dengan sekor 1 karena belum ada aturan dan kebijakan tentang program PJB di
wilayah desa. Pelaksanaan program pemberantasan sarang nyamuk melalui PJB masih
kurang disikapi oleh warga masyarakat sehingga penerimaan masyarakat terhadap PJB dinilai
dengan skor 1.
Fogging
Intervensi melalui fogging mempunyai efektivitas dengan skor 1 karena intervensi
ini hanya memotong siklus penyebaran nyamuk dengan memberantas nyamuk dewasa tetapi
tidak dapat membunuh jentik nyamuk (Brahim et al., 2011). Kriteria biaya fogging diberi
skor 1 karena membutuhkan biaya mahal dengan hasilnya yang tidak signifikan (Dinkes
Cirebon, 2015). Untuk kerugian yang diakibatkan dari intervensi ini diberi nilai 1 karena
fogging mencemari lingkungan dan akhirnya berdampak pada manusia yaitu: 1) sistem
syaraf, berupa masalah ingatan yang gawat, sulit berkonsentrasi, perubahan kepribadian,
kelumpuhan, kehilangan kesadaran dan koma; 2) sistem gastrointestinal,berupa muntah-
muntah, sakit perut dan diare; 3) sistem kekebalan dan keseimbangan hormon. Dampak
jangka panjang yang mungkin disebabkan oleh racun tersebut akan bersifat karsinogenik,
mutagenik dan teratogenik. Untuk efek atau hasil dari fogging diberi skor 3 karena
membutuhkan waktu singkat untuk membunuh nyamuk dewasa namun tidak membasmi
jentik. Efek yang dihasilkan dari fogging diberi skor 1 karena efek tidak berlangsung lama.

4
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Hal ini disebabkan karena jentik yng tidak dapat dibunuh dengan fogging akan tumbuh
menjadi nyamuk dewasa. Dukungan politis terhadap intervensi ini tinggi sehingga diberi
skor 4. Hal ini disebabkan karena secara politis merupakan cara yang mudah, instan dan
dapat memberikan hasil yang ditunjukkan kepada masyarakat. Masyarakat sangat menerima
karena hanya dengan cara instan sudah memberikan hasil. Sehingga penerimaan masyarakat
diberi skor 4. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap metode pengasapan juga
ditunjukkan oleh jawaban “penyemprotan” atau pengasapan yang mengemuka untuk
pertanyaan tentang metode mencegah kejadian demam berdarah (Krianto, 2009).
Berdasarkan intervensi prioritas dari masalah kesehatan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Ngasem di dapat hasil dengan skor tertinggi pada PSN 3M Plus, kemudian skor
ke-2 pada intervensi PJB dan diikuti dengan penyuluhan dan fogging.
Evaluasi keberhasilan PSN DBD dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ),
apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi. Tinggi rendahnya ABJ DBD diperoleh dari hasil pemeriksaan jentik berkala
(PJB).Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas
kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik).Program ini bertujuan untuk
melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dan memotivasi keluarga atau
masyarakat dalam melakukan PSN DBD.PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur,
jentik dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat perkembangbiakannya.Program PJB
dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik lainnya.Kegiatan
pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN
DBD. Dengan kunjungan yang berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat
tentang penyakit DBD diharapkan masyarakat dapat melaksanakan PSN DBD secara teratur
dan terus-menerus(Kemenkes, 2011).

KESIMPULAN
Prioritas masalah yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian penyakit menular
yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan data dari Puskesmas Ngasem untuk
kasus DBD bulan Januari – Oktober tahun 2021 tercatat sebanyak 29 kasus morbiditas.
Setelah dilakukan analisis penyebab masalah kemudian ditemukan prioritas intervensi
tertinggi yaitu dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus, dengan kendala
dalam pelaksanaannya dikarenakan kurang berperan aktifnya masyarakat dalam
penanggulangan DBD dengan PSN 3M Plus. Hal ini dikarenakan belum adanya kebijakan
dari kelurahan untuk penanggulangan DBD.
Dilakukan pemantauan dan evaluasi untuk kesuksesan penanggulangan DBD dengan
PSN 3M Plus, melalui program Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh kader, PKK, jumantik
atau tenaga pemeriksa jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk
memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

DAFTAR PUSTAKA
Chadijah, S., Rosmini, Halimuddin (2011) Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam
Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) di Dua Kelurahan di
Kota Palu, Sulawesi Tengah. Media Litbang Kesehatan, 21 (4): 183-190

Depkes RI (2014). Juru Pemantau Jentik (Jumantik) Salah SatuPeran Serta Masyarakat
dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD). Buletin Harian Tim
Penanggulangan DBD Jakarta Depkes RI Edisi Selasa 9 Maret 2004

5
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dirjen P2PL Depkes RI (2017). Modul Pelatihan Bagi Pelatih Pemberantasan Sarang
Nyamuk DBD Dengan Pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (Communication
For Behavioral Impact). Jakarta: Depkes RI

Dinkes Jatim (2020). Buku Saku Kesehatan Triwulan 3 Tahun 2020. Surabaya: Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dinas Kesehatan RI (2018). Aplikasi 3M Plus dan PSN. Dinas Kesehatan Republik
Indonesia, 7 maret 2018. www.litbang.depkes.go.id Diakses pada tanggal 30
November 2021

Depkes RI (2014). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004.


Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta

(2016). Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas. Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat

(2001). Standar Minimal Pelayanan Kesehatan Gigi Puskesmas. Direktorat


Jendral Bina pelayanan Medik

(2019). Sistem Kesehatan. Jakarta.

Garjito, T.A. (2017). Vaksin Dengue dan Perkembangan Saat ini dan di Masa Mendatang.
Media Litbang Kesehatan, 18 ( 4): 29-39

Kemenkes RI (2018) Buletin Jendela Epidemiologi Masalah Vektor DBD dan


Pengendalianya di Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2 Agustus
2010. Diunduh dari: www.depkes.id. Diakses pada tanggal 30 November 2021
(2016). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI (2016). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2012). Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta: Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2014) Petunjuk Teknis Jumantik PSN Anak Sekolah. Jakarta: Kemenetrian


Kesehatan Republik Indonesia
(2015) Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2016). Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman


Manajemen Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

(2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia

6
Penatalaksanaan Upaya Preventif dalam Menanggulangi Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)

(2018). Kendalikan DBD Dengan PSN 3M Plus. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia, 7 Februari 2016. www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 30 November
2021
Kusumawati, Y., Darnoto, S. (2018). Pelatihan Peningkatan Kemampuan Kader Posyandu
dalam Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Joyotakan
Kecamatan Serengan Surakarta. Surakarta: Warta, 11 (2) : 159 – 169
Permenkes RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun
2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Pramiputra, A. (2014). Efektifitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Metode Ceramah


dengan Leaflet terhadap Peningkatan Pengetahuan Pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Desa Wonorejo Polokarto. Naskah Publikasi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diunduh dari:eprints.ums.ac.id

Suciwati (2010). Implementasi Kebijakan Pemerintah Mengenai Pengendalian Penyakit


Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Rangka Meningkatkan Derajat Kesehatan
Masyarakat di Kota Semarang. Semarang. Diunduh dari: www.portalgaruda.org

Sulaeman, E.S., Murti, B. Waryana (2015). Peran Kepemimpinan, Modal Sosial, Akses
Informasi serta Petugas dan Fasilitator Kesehatan dalam Pemberdayaan Masyarakat
Bidang Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(4): 1-9

WHO (2019). Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control - New
edition. Geneva: World Health Organization

Anda mungkin juga menyukai