I. PENDAHULUAN
Setiap fase usia memilki karakteristik khusus yang membedakan dari fase-fase
pertumbuhan yang lain. Demikian pula halnya dengan fase remaja, memiliki karakteristik
dan ciri-ciri yang berbeda dari karakteristik dan ciri-ciri fase kanak-kanak, dewasa, dan
tua.
Kehidupan di masa remaja merupakan sepotong kehidupan manusia yang amat unik.
Kehidupan pada masa ini merupakan periode kehidupan transisi manusia dari masa anak
ke masa dewasa. Pada masa remaja terdapat sekat dan celah kehidupan yang spesifik.
Mengingat pada masa remaja merupakan masa yang penuh dengan tantangan yang
banyak bercorak negative, maka pendidikan agama menjadi aspek yang sangat penting
dalam membentuk karakteristik remaja yang baik. Karena dengan kembali kepada ajaran
agamalah, seseorang bisa mengendalikan diri, terutama bagi para remaja yang penuh
dengan tantangan dan suka untuk mencoba hal yang baru.
1. Pengertian Remaja
3. Kebutuhan Remaja
III. PEMBAHASAN
Pengertian Remaja
Masa remaja adalah periode kehidupan transisi manusia dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa.[1] Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja,
antara lain adalah pubrteit, adolescentia, dan youth. Di Indonesia baik istilah pubertas
maupun adolescensia dipakai dalam arti umum dengan istilah yang sama yaitu remaja.
Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk memahami
remaja menurut berbagai sudut pandang. Dalam ilmu kedoteran dan ilmu-imu lain yang
terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, di mana alat-alat
reproduksi mencapai tahap kematangannya.[2] Adapun remaja menurut perkembangan
psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Puncak
perkembangan psikologis ini ditandai dengan adanya proses perubahan dari
kondisi entropy ke kondisi negen-tropy.
Entropy adalah keadaan dimana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi.
Walaupun isinya sudah banyak (perasaan, dan sebagainya) namun isi-isi tersebut belum
saling terkait dengan baik, sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal. Isi kesadaran
masih saling bertentangan, saling tidak berhubungan sehingga mengurangi cara kerjanya
dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan oleh orang yang
bersangkutan.
1. Kegelisahan yaitu keadaan yang tidak tenang menguasai diri remaja. Mereka mempunyai
banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat di penuhi. Di satu pihak mereka ingin
mencari pengalaman.
2. Pertentangan yaitu pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga
menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka maupun orang lain dengan timbulnya
perselisihan dan pertentangan antara remaja dan orang tua.
3. Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya
4. Keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, misalnya; melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan pramuka, himpunan pencinta alam dan sebagainya.
5. Mengkhayal dan berfantasi yaitu khayalan dan fantasi remaja banyak berkisar mengenai
prestasi dan tangga karier. Khayalan dan fantasi tersebut tidak selalu bersifat negatif.
6. Aktifitas berkelompok yaitu kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitan-
kesulitannya dengan berkelompok melakukan kegiatan bersama.[4]
C. Kebutuhan Remaja
Kebutuhan-kebutuhan dasar psikis dan sosial anak remaja, antara lain sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan kebutuhan ingin dihormati dan diterima
eksistensinya.
2. Kebutuhan ingin mendapatkan tempat dan kedudukan.
3. Kebutuhan seksual.
4. Kebutuhan menurut perkembangan akal pikiran dan kreativitas.
5. Kebutuhan ingin memantapkan eksistensi diri.
Pada hakikatnya perkelahian antar pelajar sudah terjadi sejak zaman dulu. Namun saat ini
kita perlu menaruh perhatian terhadap perkelahian antar pelajar yang sering membawa
korban jiwa dan dilakukan secara berkelompok.
Manusia memilki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, yaitu kebutuhan untuk hidup dan
kebutuhan akan rasa aman. Karena itulah orang-orang tertentu sering memanfaatkan
kekuatan fisiknya untuk menyelesaikan persoalan yang terkait dengan kebutuhan untuk
hidup dan rasa aman.
Untuk mencegah agar remaja tidak terlibat perkelahian maka pihak yang terkait seperti
keluarga, sekolah, aparat keamanan, perlu menciptakan kondisi yang sedemikian rupa agar
para remaja dapat berpeluang untuk berprestasi dan bersahabat antar sesama mereka dalam
kehidupan sehari-hari serta fasilitas yang cukup untuk mereka berkreasi, berkomunikasi dan
bereksperimen dengan berbagai pengalaman hidup di bawah pengawasan yang bersifat
membimbing. Mereka berkelahi karena merasa tidak memiliki prestasi yang di banggakan
dan sistem persahabatan yang dapat digunakan untuk membagi kesulitan hidup. Serta
lembaga konsultasi yang menjadi media bagi mereka untuk mendapatkan solusi yang baik
untuk masalah mereka.
Sekolah harus peduli dengan bahaya yang mengancam masa depan siswa secara
keseluruhan ini, jika tidak sekolah akan kehilangan legitimasinya sebagai institusi formal
yang bertanggung jawab terhadap pencerdasan dan pembentukan pribadi seutuhnya bagi
anak-anak bangsa ini.
Salah satu yang menyebabkan ekstasi dan pil koplo cepat tersebar dikalangan remaja
karena adanya pengelompokan diantara para siswa. Dan obat-obatan tersebut dapat
menyebabkan penggunanya tersingkir secara alami dalam berbagi bentuk persaingan di
kalangan masyarakat sebagai akibat kurangnya keunggulan dan pengetahuan yang
dimilikinya, karena pengetahuan hanya dapat diperoleh secara sadar.
Dan model perlindungan yang pantas di berikan adalah penjajakan terhadap pembetukan
kelompok di antara para siswa, dengan menggunakan model sosiometri di masing-masing
kelas. Secara pedagogis sekolah dapat memasukkan kajian tentang bahayanya pil koplo pada
berbagai mata pelajaran yang relevan seperti agama, kimia, biologi, PKN dan sebagainya.
Dan orang tua juga harus waspada terhadap bahaya tersebut, hal yang harus dilakukan oleh
orang tua adalah waspada terhadap pergaulan anaknya, dan jika di curigai pergaulan anak
tersebut tergolong pergaulan yang kurang baik, maka perlu adanya campur tangan dengan
kelompok itu secara persuasif. Juga dikalangan masyarakat perlu melakukan pembinaan
remaja tanpa henti.
Perilaku sosial dan moralitas yang menyimpang jelas adalah hasil dari sosialisasi anak
tersebut, selain itu filter moral masyarakat yang sedikit demi sedikit berubah akibat dari
transisi kultural (yang tersirat maupun tersurat dari TV dan media massa) mancanegara yang
ukuran baik-buruknya berbeda dengan budaya kita.
Oleh karena itu orang tua harus waspada terhadap sosialisasi anak, baik sadar maupun
tidak sadar anak terus mengadaptasi norma social yang yang sedang tumbuh sesuai dengan
daya nalar dan kriteria yang dimilikinya.
Pendidikan agama islam dapat digunakan sebagai terapi terhadap kenakalan remaja,
karena sifat ajaran Islam unifersal adalah shiroth al mustaqim, hudan wa rohmah, syifaun
lima fi al-sudur dan bimbingan agama seperti ajaran moral yang diajarkan kepada mereka
akan sangat berpengaruh untuk mencegah mereka dari perbuatan yang buruk.[5]
Selain itu nilai-nilai akhlak yang ditanamkan sejak kecil akan mencegah mereka baik
sadar maupun tidak sadar untuk cenderung menjauhi hal-hal yang di larang agama, karena
pada dasarnya manusia diciptakan dengan fitrah yang cenderung mencintai kebaikan dan
kebenaran. Oleh karena itu dengan pengetahuan agama kita bisa mempertajam fitrah kita
dan mengarahkan kita kepada sesuatu yang bersifat hakiki.
Masa remaja adalah periode kehidupan transisi manusia dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Pada dasarnaya pertumbuhan dan perkembangan remaja itu dapat dilihat
dari karakteristik remaja itu sendiri, seperti yang telah diterangkan di atas.
Dalam islam terdapat beberapa pendidikan, antara lain pendidikan moral dan akhlaq yang
dapat ditanamkan kepada para remaja sebagai terapi terhadap kenakalan para remaja. Oleh
karena itu lingkungan yang agamis juga pendidikan yang di tanamkan sejak kecil dirasa perlu.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami sadar dalam makalah ini masih
banyak terdapat kakurangan, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan guna memotivasi
kami untuk membuat makalah yang lebih baik. Semoga bermanfaat bagi kita semua
DAFATAR PUSTAKA
[3] Ibid., hlm. 54-55
[5] Drs. HM. Chabib Thoha, MA, Pendidikan Islam (Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 1996),
hlm. 117