25-Article Text-80-1-10-20200210
25-Article Text-80-1-10-20200210
Tri Yatno
triyatno920@yahoo.com
ABSTRAK
ABSTRACT
Buddhist women in Jepara interact with the environment based on religious values
and social norms. This research aims to: 1) To describe the forms of spiritual and social
behavior of Buddhist women in Jepara Regency, and 2) To describe the implementation of
spiritual and social behavior of Jepara Buddhist women with the noble values of Godhead.
The method used in this research is qualitative research with ethnographic approach, Data
collection techniques are observation, interviews, and documentation.The validity of the
data uses triangulation.The research results are: (1) Forms of spiritual and social behavior
include uppidana, pujabakti, meditation, retreats, pabbaja children, attasila, dhammayatra,
pattidana, pradaksina, anjangsana, mutual support for religious activities, and mutual
respect for holidays.(2) Implementation of Jepara Buddhist women’s spiritual behavior has
formed a pattern of behavior in the form of saddha, that is taking refuge in the Buddha
Dharma Sangha which is reflected in thoughts, attitudes, and actions by radiating love to all
beings, social implementation forms a pattern of mutual respect for fellow believers without
being based on enmity with one another, so that happiness in tolerance and peace in life is
formed Buddhist women’s neighborhood lives.
Jepara memiliki peran yang besar memberikan nasihat bahwa seorang wanita
meneguhkan identitas diri bangsa, baik dapat menjadi lebih baik dari pada seorang
dalam bidang spiritual dan sosial. Dengan pria dan mempunyai hak yang sama dalam
masuknya kaum wanita ke sektor publik, mencapai Nibbana.
berarti perannya tidak hanya sebagai Kondisi tersebut yang
seorang isteri dan ibu yang bertanggung melatarbelakangi penulis meneliti terkait
jawab dalam sosialisasi anak-anaknya implementasi nilai-nilai Ketuhanan Yang
melainkan sekaligus sebagai pekerja dan Maha Esa dalam aspek spiritual dan sosial
berorganisasi. Peran ganda tersebut pada wanita Buddhis Kabupaten Jepara.
menjadi salah satu upaya dalam Adapun yang menjadi rumusan dan tujuan
mengembangkan diri yang didasari oleh masalah sebagai berikut: Rumusan masalah:
nilai-nilai ajaran Buddha tanpa 1) Apa saja bentuk perilaku spiritual dan
meninggalkan identias jati diri bangsa sosial wanita Buddhis Kabupaten Jepara?,
yakni Ketuhanan yang Maha Esa. dan 2) Bagaimana keterkaitan perilaku
Eksistensi lembaga sosial wanita spiritual dan sosial wanita Buddhis Jepara
Buddhis Kabupaten Jepara menjadi pilar dengan nilai-nilai luhur Ketuhanan Yang
keberdayaan wanita dalam proses Maha Esa?. Tujuan penelitian: 1) Untuk
pembangunan,termasuk di dalamnya adalah mendiskripsikan bentuk perilaku spiritual
bidang spiritual dan sosial. Gerakan wanita dan sosial wanita Buddhis Kabupaten
yang mengusung wacana pemberdayaan Jepara?, dan 2) Untuk mendiskripsikan
berjalan perlahan tapi pasti telah relatif implementasi perilaku spiritual dan sosial
mampu mendesakkan berlangsungnya wanita Buddhis Jepara dengan nilai-nilai
emansipasi wanita di Kabupaten Jepara, luhur Ketuhanan Yang Maha Esa?
mulai dari tokoh nasional emasipasi wanita
R.A Kartini sampai saat ini wanita banyak Nilai
mengambil peran strategis pengembangan
Nilai dalam bahasa Inggris disebut
spiritual dan sosial masyarakat, termasuk
juga value yang berasal dari bahasa latin
wanita Buddhis Kabupaten Jepara.
yatu valere yang berarti berguna, mampu,
Emansipasi wanita telah terdapat
berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah
sejak zaman Buddha Gotama. Buddha
sifat-sifat atau (hal-hal) yang penting atau
Gotama merupakan salah satu pemimpin
berguna bagi kemanusiaan. Nilai merupakan
keagamaan yang memperjuangkan
sesuatu yang dihargai, selalu dijunjung
kesetaraan gender, dimana waktu itu
tinggi, serta dikejar oleh manusia untuk
terdapat sistem kasta yang menyebabkan
memperoleh kebahagiaan hidup. Manusia
adanya stratifikasi sosial yang terbagi
dapat merasakan kepuasan dengan nilai.
menjadi empat kasta yakni kasta brahmana,
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak tetapi
khattiya, vessa, sudra. Brahmana adalah
secara fungsional mempunyai ciri yang
kasta yang paling tinggi sedangkan sudra
dapat membedakan satu dengan yang
adalah kasta terendah. Posisi wanita sama lainnya. Dalam pengertian abstrak, bahwa
dengan sudra yang secara hirarki merupakan
nilai itu tidak dapat ditangkap oleh panca
kelas yang paling rendah dan mendapat
indra, yang dapat dilihat adalah objek yang
penindasan dan ketidakadilan. Buddha
mempunyai nilai atau tingkah laku yang
menjunjung kesetaraan gender dengan
mengandung nilai. Max Scheler menyatakan
mengangkat wanita sebagai posisi yang
bahwa nilai merupakan kualitas yang tidak
setara dengan pria. Mallikā Sutta dari
bergantung dan tidak berubah seiring
Saṁyutta Nikāya mencatat sebuah cerita di
perubahan barang, sedangkan Immanuel
mana istrinya Raja Kosala melahirkan anak
Kant mengatakan bahwa nilai tidak
perempuan. Raja Kosala terlihat sedih
tergantung pada materi, murni sebagai nilai
karena pada waktu itu masih banyak
tanpa tergantung pada pengalama (Najib,
anggapan bahwa posisi wanita adalah
2014: 14)
rendah. Melihat ini kemudian Buddha
Menurut Paul Edwards dalam buku analog hubungan secara interpersonal dan
“The Encycklopedia of phylosophy” transcendental), etik, dan sinoptik
menyebutkan bahwa “Nilai-nilai berarti (Mulyana, 2004: 26-38).
memberi taksiran atas sesuatu kebajikan.” Nilai jika dihubungkan dengan
Dagobert D. Runes dalam “dictionary of moral menurut Linda dan R. Eyre bahwa
Philosophy” menyebutkan bahwa: (a) nilai nilai moral merupakan perilaku yang diakui
adalah sesuatu yang dihadapkan dengan banyak orang sebagai kebenaran daan sudah
kejadian yang nyata atau kehidupan nyata. terbukti tidak menyulitkan orang lain,
Di sini sesuatu yang dihadapkan namun memudahkan untuk berinteraksi
maksudnya ialah antara yang seharusnya dengan orang lain. Merujuk sistem moral
dengan yang terjadi/terlaksana/berlaku, Spranger nilai moral diupayakan bagi
dan ukuran nilai tidak hanya digunakan perkembangan dasar disiplin yang
untuk mengenai hal-hal dari bermacam- mencakup nilai ekonomis, sosial politis,
macam kebaikan, tetapi juga meliputi ilmiah, estetis, dan agama (Subur, 2015: 57).
keindahan dan kebenaran. Dan masalah Dalam penelitian ini nilai sebagai sistem
yang utama adalah hubungan antara nilai moral yang diimplikasikan dalam aspek
dan kehidupan. (b) nilai juga digunakan spirital dan sosial sesuai dengan sila pertama
untuk hal-hal yang lebih sederhana, Pancasila sebagai dasar negara
manusia dihadapkan dengan kebenaran.
Dalam hal ini martabat yang dimaksudkan Sila Ketuhan yang Maha Esa
adalah suatu keharusan yang harus dijaga, Pancasila dipilih sebagai ideologi
dengan nilai yang diambil seharga dengan bangsa Indonesia karena nilai-nilainya berasal
“kebaikan” (Gusal, 2015, 3-4) dari kepribadian asli bangsa Indonesia sendiri.
Nilai menurut Quyen dan Zaharin Pancasila memiliki fungsi dan kedudukan
mempunyai enam karakteristik, yaitu relatif
yang penting dalam negara Indonesia yaitu
langgeng, keyakinan, opsional, tujuannya
sebagai jati diri bangsa Indonesia, sebagai
abstrak, menjadi standar atau kriteria, dan
ideologi bangsa dan negara Indonesia, sebagai
bersifat hierarkis, sedangkan Scwart
dasar filsafat negara, serta sebagai asas
merumuskan konsep-konsep nilai memiliki
persatuan bangsa Indonesia (Kristiono, 2017:
lima sifat dasar, yaitu nilai merupakan
194). Pancasila sebagai dasar falsafah
keyakinan, nilai merupakan konstruk
merupakan moral bangsa yang telah mengikat
motivasional, nilai mengatasi tindakan dan
negara sekaligus mengandung arti telah
situasi tertentu, milai menjadi pedoman
menjadi sumber tertib negara dan menjadi
dalam memilih atau mengevaluasi tindakan,
sumber tertib hukum serta jiwa seluruh
kebijakan, manusia, dan peristiwa, serta
kegiatan dalam segala aspek kehidupan negara
nilai tersusun berdasarkanarti penting
maupun masyarakat. Pancasila merupakan
relatifnya (Sanusi, 2015: 17)
nilai moral, sekaligus mengandung arti
Sistem nilai merupakan sekelompok
sebagai norma. Pancasila sebagai norma
nilai yang saling berkaitan, saling
terdiri dari lima norma, sebagai mana
menguatkan dan tidak terpisahkan, seperti
tercantum dalam lima sila pancasila yang
nilai-nilai yang bersumber dari agama atau
memiliki unsur bersama, sehingga dapat
tradisi humanistik. Ruang lingkup
diterima oleh seluruh rakyat Indonesia.
klasifikasi nilai mencakup nilai (a) terminal
Pancasila sebagai moral mengikat seluruh
dan instrumental, (b) instrinsik dan
bangsa Indonesia karena nilai-nilai moral yang
ekstrinsik, (c) personal dan sosial, (d)
terkandung dalam Pancasila yang bersifat
subjektif dan objektif. Kategorisasi nilai universal. Pancasila yang merupakan moral
meliputi enam klasifikasi nilai dan enam negara sekaligus menjadi moral individu,
dunia makna. Klasifikasi nilai mencakup sebagai moral individu mengatur sikap dan
nilai teoretik, ekonomis, estetik, sosial, tingkah laku manusia (Ardhi, 2014: 1). Sila
politik, dan agama. Dunia nilai mencakup pertama
simbolik, empirik, estetik, sinoetik(suatu
dari Pancasila yakni Ketuhanan yang dengan baik (Awaluddin, 2018 :56).
Maha Esa Organisai wanita Buddhis diantaranya
Sejarah lahirnya sila Ketuhanan adalah organisasi WBI dan Wandani
Yang Maha Esa berawal dari ketika
Indonesia menyatakan kemerdekaannya, 1. WBI
dalam sidang BPUPKI yang dilanjutkan Awal perkembangan organisasi
dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan wanita Buddhis dimulai sejak
Indonesia (PPKI), kemudian lebih bangkitnya kembali agama Buddha di
mengerucut menjadi Panitia Sembilan Indonesia sekitar tahun 1950-an, dimana
membahas dasar negara, kelompok Islamis telah terdapat seksi-seksi wanita dari
menginginkan agar negara Indonesia berbagai vihara yang kemudian pada
berdasar atas “Ketuhanan dengan kewajiban tahun 1970-an terbentuk organisasi dan
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- koordinator berbagai cabang dari seksi
pemeluknya”. Namun kelompok nasional wanita Buddhis. Saat itu tidak ada sekte
sekuler menolak keinginan tersebut dengan atau majelis agama, semuanya masih
alasan adanya keberatan dari wakil-wakil merupakan kesatuan dari perjuangan
Indonesia bagian timur atas rumusan umat Buddha di bawah Panji
“dengan kewajiban menjalankan syariat Persaudaraan Upasaka Upasika
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut Indonesia (PUUI). Pada tanggal 14 Juli
disahkan menjadi bagian dasar negara. 1973 terbentuk wanita Buddhis
Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru Indonesia . Pada tahun 1976 diadakan
diproklamasikan, Soekarno-Hatta menemui reorganisasi di Bandung. Hasil
wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil reorganisasi diantaranya terbentuk
golongan Islam, keberatan dengan usul organisasi wanita Buddhis dengan
penghapusan itu. Namun setelah diadakan bantuan Sangha Agung Indonesia dapat
konsultasi mendalam akhirnya mereka dibentuk/dikoordir wanita-wanita yang
menyetujui rumusan tujuh kata yang dikenal mewakili vihara-vihara dari 18 provinsi.
dengan Piagam Jakarta tersebut diganti Wadah organisasi wanita adalah Wanita
dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa” Buddhis Indonesia dengan ketua umum
sebagaimana termaktub dalam Undang- Dr. Parwati Soepangat, M.A. Pada tahun
Undang Dasar Republik Indonesia 1945 1986 dimulailah usaha-usaha pendekatan
(Kamaruddin, 2013: 167-168) untuk melaksanakan konggres pertama.
Pada tanggal 7 Januari 1987 pengurus
Wanita Buddhis pusat WBI diterima oleh Direktur
Urusan Agama Buddha dan mengadakan
Organisasi merupakan wadah
rapat bersama dengan pengurus Walubi
sekumpulan manusia yang mampunyai
dan Majelis-Majelis agama Buddha
budaya hasil kesepakatan bersama dalam
untuk rancangan konggres pertama. Pada
mencapai tujuan. Menurut Jones budaya
tanggal 17 Februari 1987 di gedung
organisasi diartikan sebagai sekumpulan
wanita Nyi Ageng Serang, Jakarta
nilai dan norma hasil berbagai yang konggres wanita Buddhis Indonesia
mengendalikan interaksi anggota dihadiri lebih dari 1000 orang
organisasi satu sama lain dan dengan (https://kowani.or.id)
orang di luar organisasi (Ernawati, 2018:
WBI dalam mencapai tujuan
344), sedangkan menurut Makmuri budaya
organisasi bertumpu pada visi dan
organisasi sebagai sebuah corak dari
misi. Visi WBI adalah menjadi
asumsi-asumsi dasar yang ditemukan atau
organisasi wanita Buddhis yang besar
dikembangkan oleh sebuah kelompok
dan aktif dalam hal sistem manajemen,
tertentu untuk belajar mengatasi problem-
cakupan wilayah, jumlah anggota dan
problem kelompok dari Adaptasi eksternal
dan integrasi internal yang telah bekerja cakupan aktivitasmelalui aktivis yang
berdedikasi dan tulus serta menjaga
1.107 jiwa , Hindu sebanyak 857, dan mendukung kegiatan keagamaan, dan
Buddha sebanyak 11.500 jiwa. Agama saling menghormati hari raya. Uppidana
Buddha yang berkembang di Kabupaten merupakan kegiatan pertemuan setiap satu
Jepara terdiri dari sekte Theravada, bulan sekali dengan melakukan pujabakti
Majelis Buddhayana, dan Tri Dharma. meditasi, dan sering Dharma. Uppidana
Tempat ibadah agama Buddha di Jepara WBI dan Uppidana Wandani merupakan
sebanyak 39 Vihara dan 2 TITD (Tempat kegiatan terpisah yang waktu dan jenis
Ibadah Tri Dharma). kegiatannya menyesuaikan kesepakan
Wanita Buddhis di Kabupaten masing-masing. Pujabakti merupakan
Jepara pada dasarnya mempunyai peran kegiatan rutin (Sembahyang) yang waktu
ganda dalam kehidupan sosial keagamaan, pelaksanaannya disesuaikan dengan
yakni berperan dalam kehidupan sebagai jadwal masing-masing vihara. Meditasi
ibu rumah tangga, pekerja, dan pengurus merupakan Pemusatan pikiran ke salah
organisasi vihara. Peran ganda yang satu objek. Selain melakukan meditasi
dilakukan oleh para wanita Buddhis wanita Buddhis Jepara juga berpartisipasi
Jepara tersebut merupakan kewajiban dalam mengikuti retret yang diselenggaran
yang harus dijalani dengan berbagai oleh WBI Pusat di Cipanas yakni latihan
resiko. Peran domestik yang dilakukan meditasi Vipassana Bhavana.
oleh wanita Buddhis Jepara yakni Kegiatan lain yang dilakukan wanita
mengurus rumah tangga seperti kewajiban Buddhis Jepara, khususnya WBI yakni
mengurus orangtua, suami dan anak. membantu penyelenggaraan kegiatan
Sedangkan dalam sektor publik wanita Pabbaja anak-anak yang berpusat di Vihara
Buddhis terbagi dalam pekerjaan dan Bodhi Kalingga Senggrong.
berorganisasi. Bekerja dilakukan didasari Penyelenggaraan kegiatan ini dilakukan
untuk menambah penghasilan dan mencari pada saat liburan sekolah, dengan tujuan
kesibukan, sedangkan berorganisasi pada mendidik anak-anak dalam peningkatan
kegiatan keagamaan didasari dengan spiritual, mulai kelas 4 SD sampai anak
panggilan hati nurani dan loyalitas pada SMA. Dhammayatra yakni kegiatan
agama. Perilaku wanita Buddhis Jepara mengunjungi tempat-tempat suci Agama
dalam upaya mengimplementasikan nilai- Buddha seperti candi Borobudur, candi
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Sewu, Candi Plaosan dan lainnya sampai
bidang spiritual dan sosial dilakukan dengan berkunjung ke India seperti Taman
sebagai rutinitas berdasarkan kebutuhan Lumbini, Buddha Gaya, Taman Rusa
dan kewajiban. Isipatana, dan Kusinara. Strategi
pelaksanaan Dhammayatra yakni dengan
cara menabung sampai dengan dapat
Kegiatan Spiritual terkumpul dana untuk transportasi dan
Perilaku spiritual dan sosial pada akomodasi selama satu bulan di India.
wanita Buddhis Jepara tercermin dalam Pattidana yakni kegiatan pelimpahan jasa
kehidupan sehari-hari. Perilaku spiritual kepada leluhur, seperti peringatan kematian
terlihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan selama 7 hari, 49 hari, 100 hari, 1 tahun, 2
yang dilakukan di vihara maupun di luar tahun, dan 1000 hari ataupun waktu-waktu
lainnya juga bisa digunakan untuk upacara
vihara. Perilaku spiritual yang dilakukan
pattidana, baik secara kolektif maupun
oleh wanita Buddhis Jepara diantaranya
individu. Pradaksina merupakan kegiatan
uppidana, pujabakti, meditasi, retret,
penghormatan pada tempat suci seperti
pabbaja anak-anak, attasila, dhammayatra,
vihara dengan cara berjalan memutar searah
pattidana, pradaksina, kegiatan Minggu Pon,
jarum jam sebanyak tiga kali mengelilingi
kegiatan Minggu Kliwon, dan kegiatan
vihara. Kegiatan Minggu Kliwon merupakan
Minggu Legi. Sedangkan kegiatan sosial
pertemuan rutin ibu-ibu Wandani, Kegiatan
tercermin pada kegiatan anjangsana, saling
Minggu Pon merupakan
pertemuan rutin, dan Kegiatan Minggu diundang pada kegiatan agama lain. Selain
Legi merupakan pertemuan rutin Bapak- itu juga saling mengucapkan selamat hari
Bapak dan Ibu-Ibu WBI dan Wandani raya seperti di Desa Simo dan Senggrong
telah menjadi budaya, begitu juga di
daerah lainnya.
Kegiatan Sosial
Perilaku sosial wanita Buddhis Implementasi Nilai Ketuhanan Yang
Jepara diantaranya melaksanakan Maha Esa dalam Aspek Spiritual dan
anjangsana, saling mendukung kegiatan Sosial
keagamaan, dan saling mengucapkan Implementasi nilai Ketuhanan Yang
selamat hari raya. Kegiatan anjangsana Maha Esa dari sila Pancasila sebagai
adalah kegiatan melakukan kunjungan ke idiologi bangsa tercermin dalam perilaku
rumah-rumah umat, dalam rangka kegiatan spiritual dan sosial wanita Buddhis Jepara.
pujabakti, mengucapkan hari raya atau Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
kegiatan lainnya. Saling mendukung diantaranya adalah percaya dan takwa
kegiatan keagamaan terlihat pada kegiatan- kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai
kegiatan keagamaan yakni saling dengan agamanya, Menghormati dan
menghormati, seperti saling mengundang bekerjasama antara pemeluk agama
agama lain dalsam kegiatan keagamaan, (kerukunan hidup), saling menghormati
contoh ketika Dhammasanti waisak atau kebebasan menjalankan ibadah sesuai
ulang tahun vihara mengundang agama lain dengan agama, dan tidak memaksakan suatu
demikian juga sebaliknya umat Buddha juga agama dan kepercayaan kepada orang lain
Aspek Spiritual
Tabel 1
Implikasi Aspek Spiritual
Nilai Sila Pertama Pancasila Implementasi Nilai-Nilai Buddhis Pola Perilaku Wanita Buddhis
Kegiatan
Percaya dan takwa kepada Pujabhakti Saddha (keyakinan) kepada Dalam melaksanakan pujabakti
Tuhan Yang Maha Esa sesuai Tiratana bertambah telah menjadi rutinitas dengan
dengan agamanya Adithana (tekad) berperilaku jadwal kesepakatan masing-masing
sesuai Dhamma lebih kuat vihara, dalam kegiatan Pujabakti
umat tidak tergantung pada satu
Indra (samvara) akan terkendali orang pemimpin, artinya semua
karena pikiran diarahkan untuk umat dapat memimpin pujabakti,
pujabakti terkecuali pada hari raya yang
Menimbulkan perasaan puas memimpin pujabakti seorang
(Santutthi) karena telah berbuat Pandita Buddha
baik
Meditasi Metta (cinta kasih ke semua Meditasi dilaksanakan secara rutin
mahkluk) setelah pujabakti, pelaksanaan
Upekha (batin seimbang) meditasi dipimpin oleh pemimpin
pujabakti, dengan obyek meditasi
Menimbulkan kebahagiaan
diserahkan pada masing-masing
(Sukha) dan ketenangan batin
umat
Amisa Puja Sakkara: memberikan Pelaksanaan persembahan amisa
persembahan materi puja yang dilakukan oleh umat,
Garukara: menaruh kasih serta dapat dilakukan secara mandiri
bakti terhadap nilai-nilai luhur maupun terorganisasi dalam
Manana: memperlihatkan rasa kegiatan keagamaan vihara
percaya/yakin Umat melakukan Dhammayatra
Vandana: menguncarkan telah direncanakan sebelumnya
ungkapan atau kata
persanjungan
Aspek Sosial
Tabel 2
Implikasi Aspek Sosial
Nilai Sila Pertama Implementasi Nilai-Nilai Buddhis Pola Perilaku Wanita Buddhis
Pancasila Kegiatan
Percaya dan takwa Uppidana Sukha Perempuan melaksanakan Uppidana
kepada Tuhan Yang sebagai wujud membangun persatuan
Maha Esa sesuai dengan Pertemuan Minggu Pon Chanda: kepuasan antar perempuan Buddhis
agamanya dan kegembiraan di
Pertemuan Minggu Legi dalam mengerjakan
Menghormati dan hal-hal yang sedang
bekerjasama antara Pertemuan Minggu Kliwon dikerjakan.
pemeluk agama
(kerukunan hidup) Menyanyikan mars Jepara Avirodhana (tanpa
Umat melaksanakan pertemuan
permusuhan) Minggu Pon, Minggu Legi dan
Saling menghormati Menggunakan batik
Minggu Kliwon sebagai sarana
kebebasan menjalankan (mencintai produk lokal)
berkumpulnya WBI Jepara, diantara
ibadah sesuai dengan
beberapa seragam pertemuan tersebut,
agama menggunakan pakaian batik dan
setiap awal pertemuan menyanyikan
Tidak memaksakan suatu
Mars Jepara sebagai bentuk mencintai
agama dan kepercayaan
produk lokal
kepada orang lain.
Saling mengucapkan hari Saling mengucapkan hari raya
raya keagamaan sebagai wujud rasa
persaudaraan hidup
Bermasyarakat
Waisak bersama Waisak bersama dilakukan oleh
Wanita Theravada dan wanita
Buddhaya dalam Dhammasanti
Waisak sebagai wujud rasa persatuan
intern agama Buddha
Desember 2005
Zuhriyah, Lailatuzz. 2018. Perempuan,
Pendidikan dan Arsitek Peradaban
Bangsa. Martabat: Jurnal
Perempuan dan Anak Vol. 2, No. 2,
Desember 2018
Sumber internet
Koalisi Perempuan (http://www.
koalisiperempuan.or.id).
Wanita Buddhis Indonesia (https://kowani.
or.id)