Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM I

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(ANTIHIPERGLIKEMIA)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2

JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman globalisasi saat ini ditemukan berbagai macam penyakit yang


mematikan.salah satu penyakit yang sering terkenal yaitu diabetes melitus yang
dapat menyerang segala macam kelas. Mulai dari anak-anak sampai orang tua,
bahkan pada orang lansia sekalipun titik diabetes militus umumnya lebih banyak
menderita oleh kaum wanita terutama bagi wanita terutama bagi mereka yang
memiliki masalah pada berat anak.
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin.insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langherhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsif nya sel-sel tubuh terhadap
insulin,Jika kekurangan produksi insulin atau terdapat resistensi insulin maka kadar
glukosa dalam darah akan meninggi (melebihi nilai normal).
Dalam tubuh manusia terdapat pengaturan tersendiri yang dapat digunakan untuk
mencegah terbentuknya suatu penyakit. Dan hormon-hormon yang dihasilkan oleh
tubuh yang memiliki kerja seperti yang disebutkan sebelumnya. Salah satu hormon
yang memiliki fungsi dalam pengaturan metabolisme dan Peredaran glukosa dalam
tubuh adalah hormon insulin.
Insulin adalah suatu zat yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Insulin
diperlukan agar glukosa dapat memasuki sel tubuh dimana gula tersebut kemudian
dipergunakan sebagai sumber energi. jika tidak ada insulin, atau jumlah insulin
tidak memadai, atau jika insulin tersebut cacat, maka glukosa tidak dapat memasuki
sel dan tetap berada di darah dalam jumlah besar.
Apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian terutama bagi yang bekerja di sektor
kefarmasian komunitas memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan
penatalaksanaan diabetes. Membantu penderita menyesuaikan pola diet
sebagaimana yang disarankan ahli gizi, mencegah dan mengendalikan komplikasi
yang mungkin timbul, mencegah dan mengendalikan efek samping obat,
memberikan rekombinasi penyesuaian regiment dan dosis obat yang harus
dikonsumsi penderita bersama-sama dengan dokter yang merawat penderita yang
kemungkinan dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi penderita
merupakan peran yang sangat sesuai dengan kompetensi dan tugas seorang
apoteker. Apoteker dapat juga memberikan tambahan ilmu pengetahuan kepada
penderita tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi dan
pengelolaan diabetes.
1.2 Tujuan praktikum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan:


1. Mengetahui cara mengkonversi dosis beberapa obat hipoglikemik oral manusia
ke dosis pada mencit.
2. Membuat sediaan suspensi obat hipoglikemik oral yang sesuai dengan hewan
coba mencit yang digunakan.
3. Melakukan induksi glukosa darah pada hewan coba baik dengan induksi glukosa
maupun dengan bahan kimia lainnya.
4. Mengukur kadar glukosa darah mencit dengan menggunakan glucometer.
5. Menganalisis perbedaan penurunan kadar glukosa darah mencit antara perlakuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

Diabetes merupakan suatu hal yang terjadi akibat adanya gangguan pada
metabolisme glukosa , yang disebabkan oleh kerusakan proses pengaturan insulin
dari sel Beta, insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk
menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. kadar glukosa darah normal pada
waktu puasa antara 60 sampai 120 mg / dl. Dan sebelum makan dibawah 140 mg/
dl.Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik beroprasi kualitas maupun
kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa darah
cenderung naik ( hiperglikemia ). ( Kee dan hayes,1996; Tjokroprawiro,1998 )
Diabetes merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan gangguan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya sekresi insulin,
efek insulin, atau keduanya. Diabetes melitus bukan merupakan patogen melainkan
secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan metabolisme titik gejala umum
diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan,
pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia
akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan
ketoasidosis. Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan jangka panjang
disfungsi dan kegagalan metabolisme sel jaringan dan organ. Komplikasi jangka
panjang diabetes adalah makroangiopati mikroangiopati,neuropati, katarak,
diabetes kaki dan diabetes jantung. ( Reinauer et al,2002).
Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat
sekali hingga darah menjadi hyperosmotic terhadap cairan intrasel. Yang nyata
berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik,
sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini
yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita
diabetes yang tidak diobati karena adanya dehidrasi maka badan berusaha
mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia) badan kehilangan 4 kalori untuk
setiap hari gram Glukosa yang diekskresi ( Katzung,dkk,2002).
Gejala penyakit diabetes melitus dari 1 penderita ke penderita lainnya tidak selalu
sama. gejala yang disebutkan di bawah ini adalah gejala yang umumnya timbul
dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Ada pula
penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apapun Sampai pada saat
tertentu ( Tjoktoprawiro,1998)
Pada asalnya,gejala yang ditinjukkan meliputi "tiga p" yaitu :
a. Polifagia ( meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
b. Polidipsi ( meningkatnya rasa haus, banyak minum )
c. Poliuria ( meningkatnya keluaran urin, banyak kencing )
Dalam Fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan
ini jumlah insulin masih dapat tersedia kadar glukosa dalam darah ( kee dan
hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998 )

Penyakit diabetes melitus (DM) dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori


yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, dan diabetes melitus
gestasional. Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit dimana sistem kekebalan
tubuh menyerang beta cell yang berfungsi untuk memproduksi hormon insulin.
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit dimana jumlah produksi hormon insulin
dalam tubuh tidak cukup untuk mengontrol kadar glukosa darah dalam tubuh dan
diabetes melitus gestasional adalah penyakit yang menyerang wanita di mana
tingkat kadar glukosa darah menjadi tinggi pada masa kehamilan. ( International
diabetes federation,2015; Varma et al,2014 )

Obat hipoglikemik oral adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi
diabetes melitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di dunia, yang jumlah
penderita diabetes memiliki peluang untuk meningkat dua kali lipat dalam
beberapa tahun terakhir. Karena prevalensi yang tinggi dan potensi efek merusak
pada fisik pasien dan keadaan psikologis, diabetes adalah masalah medis utama
yang perlu diperhatikan titik keberadaan penelitian yang melibatkan hewan coba
untuk pengobatan penyakit sangat membantu tidak hanya untuk memahami
tentang Patofisiologi penyakit tersebut, tetapi juga pengembangan obat untuk
pengobatannya.

Senyawa-senyawa hipoglikemik oral terdiri dari golongan:

 Sulfonilurea
 short-acting insulin secretagogues
 golongan biguanid
 Thiazolidindione
 Golongan a-glukosidase-inhibitors
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


a. Batang pengaduk
b. Beaker
c. Gelas ukur
d. Gunting
e. Hot plate
f. Mixer
g. Spoit 1 cc
h. Spoit oral
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Alkohol 70%
b. Aqua destilat
c. Kapas
d. Natrium CMC
e. Tablet Acarbose
f. Tablet Glibenklamid
g. Tablet Metformin

3.2 Hewan yang digunakan


Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat
badan 20g- 30g berumuran anatara 6-8 minggu.

3.3 Pembuatan Bahan Penelitian


1. Pembuatan Natrium CMC 1%
a. Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
b. Timbang Na.CMC sebanyak 1g
c. Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300ml lalu tambahkan 50ml
air panas
d. Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan
tidak nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa
seperti gel.
e. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume
larutan tersebut menjadi 100ml, kemudian dinginkan.
2. Pembuatan Glukosa 5% b/v
a. Timbang Glukosa sebanyak 5g
b. Masukan kedalam labu ukur 100ml lalu tambahkan 50ml air suling
c. Aduk camuran hingga larut
d. Lalu camuran hingga larut
e. Lalu celupkan volumenya hingga 100ml dengan air suling

3. Pembuatan Suspensi Glibenklamid


a. Perhitungan Dosis oral Glibenklamid untuk mencit
Dosis lazim Glibenklamid untuk manusia = 5 mg

Konversi dosis untuk mencit BB 20g = Dosis Lazim × Faktor Konversi

= Dosis Lazim × 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30g = (30g/20g) × hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100ml

Jumlah Glibenklamid yang digunakan = (100 ml/0,2 ml) × 0,0195 mg

b. Cara Pembuatan Suspensi Glibenklamid


1. Ambil tablet Glibenklamid lalu gerus hingga halus
2. Masukkan serbuk Glibenklamid yang sudah halus kedalam
Erlenmeyer 100ml
3. Tambahkan sekitar 50ml larutan Natrium CMC, kocok hingga
homogeny
4. Cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

4. Pembuatan suspensi Metformin HCI


a. Dosis lazim Metformin HCI untuk manusia = 500 mg

Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis lazim × Faktor konversi

= Dosis lazim × 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/20 g) × hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Metformin HCI yang digunakan = (100 ml/ 0,2 ml) × 1,95 mg

b. Cara pembuatan suspensi Metformin HCI 1% b/v


1. Ambil tablet Metformin HCI lalu gerus hingga halus
2. Masukkan serbuk Metformin HCI yang sudah halus kedalam
erlenmeyer 100 ml
3. Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga
homogeny lalu celupkan volumenya hingga 100 ml dengan
larutan Na.CMC 1%
5. Pembuatan suspensi Acarbose
a. Dosis lazim Acarbose untuk manusia = 25 mg
Konvensi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis lazim × Faktor konversi
= Dosis lazim × 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/20 g) × hasil konversi

Dosis ini diberikan dengan volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Acarbose yang digunakan = (100 ml/ 0,2 ml) × 0,0975 mg

b. Cara pembuatan suspensi Acarbose 0,04875% b/v


1. Ambil tablet Acarbose lalu gerus hingga halus, dan timbang
sebanyak yang dibutuhkan sesuai yang dibutuhkan sesuai
perhitungan.
2. Masukkan serbuk Acarbose yang sudah ditimbang, tambahkan
sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, aduk hingga homogeny
3. Pindahkan ke suspensi Acarbose tersebut ke dalam erlenmeyer lalu
cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na. CMC 1 % 

3.4 Cara Kerja

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing-


masing kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang
yang berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7 hari
untuk membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan
dengan suhu kamar, pemberian makan dengan pekan reguler dan air minum,
sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10 jam tetapi tetap diberikan air
minum dan diberi makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan
berat badan tidak lebih dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal.

Toleransi Glukosa

 Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor


 Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
 Mencit kemudian dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan
Na. CMC 1 % kelompok II diberi suspensi glibenklamid, kelompok III
diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi metformin
HCI
 Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah
yang ada di vena ekor dengan cara dipotong ekor mencit tersebut ± 0,5
cm dari ujjung ekor dengan menggunakan gunting yang telah di usap
dengan alkohol 70 %.
 Darah yang dikeluarkan di teteskan pada strip glukometer yang terpasang
pada alat. Kadar glukosa darah yang muncul pada alat kemudian dicatat
sebagai kadar glukosa puasa.
 Setelah penentuan kadar glukosa puasa pada mencit, kemudian semua
mencit diberikan larutan glukosa 5 % dengan dosis 1-2,5 g/kg BB
mencit secara oral
 Menit kemudian diukur kadar glukosa darahnya sebagai kadar glukosa
setelah pembebanan pada menit ke 10 (atau 5 menit setelah kadar
glukosa di ukur) setiap mencit diberiakan perlakuan, kelompok I diberi
larutan Na.CMC 1%, kelompok II diberi sespensi glibenklamid,
kelompok III diberi suspensi akarbose dan kelompok IV diberi suspensi
metformin HCL, semua perlakukan secara oral dengan volume
pemberian 0,2 ml/ 30 g BB mencit.
 Mencit kemudian diberikan dan diukur kadar gula darahnya tiap 20 menit
selama 60 menit.
LAPORAN PRAKTIKUM II

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(PENYEMBUHAN LUKA SAYAT TIKUS)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2

JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi adalah ilmu yang belajar pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya
baik Sifat kimiawi maupun fisiknya, kegiatan fisiologis, resobsi dan nasibnya dalam
organisme hidup. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk
mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan
kondisi tertentu. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu
farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi dan
farmakoterapi ( india dan fajar, 2016 ).
Toksikologi adalah ilmu yang belajar keracunan yang dapat ditimbulkan oleh
bahan-bahan kimia terutama yang disebabkan karena mempersembahkan obat. Dalam
ilmu toksikologi dipelajari penyebab keracunan, cara pengobatannya serta tindakan
yang diambil untuk mencegah keracunan. Dalam kehidupan modern sekarang banyak
digunakan bahan kimia seperti insektisida, pestisida, zat pengawet makanan yang
mungkin dapat menyebabkan keracunan jadi peran toksikologi sangat penting
( Noviati dan Nurilawati, 2017 ).
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara
dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model dan juga untuk belajar dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorium hewan model adalah objek hewan sebagai tiruan (peniru)
manusia yang digunakan untuk di fenomena biologi atau patobiologi. Salah satu
hewan uji yang sering digunakan adalah tikus putih.( Stevani, 2016 ).
Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus pembohong antara lain lebih cepat
dewasa, tidak perkawinan musiman dan umumnya lebih cepat berkembang biak.
Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat
ditinggali sendiri dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan mengukur
cukup besar jadi memudahkan pengamatan secara umum, Berat badan tikus
laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus pembohong. Biasanya pada
umur 4 minggu beratnya 35 sampai 40 gram dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram
tapi bervariasi tergantung pada Galur. ( Mawarsari, 2015 ).
Luka merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan tubuh yang mengalami
kerusakan akibat benda tajam, zat kimia, gigitan hewan, sengatan listrik, dan lain
sebagainya. Menurut ( Puspitasari, 2013 ) luka sayat merupakan suatu kerusakan
yang terjadi pada jaringan kulit akibat trauma benda tajam seperti pisau, Silet,
kampak tajam, maupun pedang. Ketika jaringan tubuh mengalami luka maka terdapat
beberapa efek yang ditimbulkan seperti pendarahan dan pembekuan darah, hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, kontaminasi bakteri, respon stress simpatis, serta
kematian sel.
1.2 Tujuan praktikum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan:


1. Mengetahui cara pengobatan dan perawatan luka sayat
2. Mengetahui bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai terapi atau obat luka
sayat, baik yang alami maupun kimia.
3. Mampu mengamati dan menganalisis perubahan luka sayat sebelum dan
setelah pemberian terapi pada tiap bahan uji yang diberikan
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

Luka sayat merupakan luka yang sering terjadi akibat beberapa faktor dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Oktaningrum (2016) luka sayat dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam seperti pisau dapur, pecahan kaca, maupun seng yang akan
mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh. Luka akibat benda tajam tersebut memiliki
Serangan yang cepat serta waktu penyembuhan yang dapat diprediksi. Kulit sebagai
organ tubuh yang terletak paling luar dan terbesar serta fungsinya sebagai pelindung
tubuh mudah terjadi luka baik itu ringan maupun berat.
Penyembuhan luka merupakan proses biologis yang kompleks sehingga
menghasilkan pemulihan jaringan yang terintegritas. Secara fisiologis, proses
penyembuhan luka dapat dibagi menjadi empat tahap mulai dari hemostasis
inflamasi, poliferasi dan remodelling jaringan. Banyak faktor yang diketahui
memperlambat penyembuhan luka, yaitu gizi buruk, hipoksia, imunosupresi, penyakit
kronis dan keadaan pasca bedah. Sangat penting bagi ahli bedah untuk memahami
proses fisiologis yang terlibat dalam penyembuhan luka untuk meminimalkan
morbiditas pasien dari proses penyembuhan luka yang tertunda ( Young. A. 2015 ).
Seperti yang kita ketahui, Povidone iodine merupakan obat topikal yang
umumnya digunakan dalam perawatan luka dan mempunyai sifat antiseptik, baik
bakteri gram positif maupun negatif. Dalam penggunaannya sebagian besar antiseptik
topikal sedikit banyak mengganggu penyembuhan luka. Pembersihan sederhana luka
dengan sabun dan air kurang merusak dibandingkan dengan aplikasi antiseptik yang
biasa digunakan. Selain itu, penggunaan iodin yang berlebihan dapat menghambat
proses granulasi luka ( Katzung, 2014 ).
Beberapa ekstrak tumbuhan, seperti biji anggur, lemon, Rose Mary dan jojoba
telah digunakan sejak lama sebagai alternatif untuk membantu proses penyembuhan
luka dan memperpanjang usia sel. daun pegagan (Centella asiatica) merupakan salah
satu tanaman yang dapat membantu proses penyembuhan luka. Selain itu tanaman ini
biasanya berada di sekitar rumah dan mudah untuk ditemukan titik Tanaman ini
banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat, sayuran segar, lalapan atau dibuat jus.
Berbagai penelitian ilmiah tentang khasiat Pegagan Telah dilaporkan diantaranya
efek antineoplastik, efek pelindung tukak lambung, menurunkan tekanan dinding
pembuluh darah, mempercepat penyembuhan luka, analgesik,antiinflamasi,
hepatoprotektor, peningkatan kecerdasan, antisporasis,antiagregasi platelet, dan
antitrombosis ( BPOM RI 2007 ).
Salah satu komponen aktif daun pegagan yang penting dalam penyembuhan luka
adalah Asiaticoside yang berfungsi sebagai antioksidan dan juga mendukung
angiogenesis dalam proses penyembuhan luka ( Vhora dkk, 2011; Medicine Herbs,
2011 )
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Silet
 Cotton bud
 Kapas
 Kassa
 Timbangan hewan
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Alkohol 70%
 Etakridin laktat
 Propolis

3.2 Hewan yang digunakan


Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu 6 ekor tikus putih jantan
(Rattus novegicus) yang berumur tiga sampai empat bulan dengan berat badan 150-
200 gram. Tikus dipelihara dalam kandang individu yang terbuat dari kayu.
Kandang diberi sekam untuk menjaga suhu tetap optimal.

3.3 Cara Kerja


Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 3 kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri dari 2 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang
berbeda. Sebelum penelitian dilakukan tikus diaklimatisasi selama 7 hari untuk
membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan standar. Hewan
dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta
memperlihatkan perilaku normal.
 Gunakan tikus jantan sebanyak 6 ekor
 Tikus ditimbang berat badan lalu dicatat
 Tikus kemudian dikelompokkan dalam 3 kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 2 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, kelompok II diberi luka dan
pengobatan etakridin laktat, kelompok III diberi luka dan pengobatan
propolis.
 Diamati luka sayat selama 7 hari
LAPORAN PRAKTIKUM III

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(ANTIHIPERTENSI)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2

JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi menjangkiti kira-kira 50 juta penduduk United State dan kirakira 1


milyar penduduk belahan dunia lain. Data terakhir dari Framingham Heart Study
mengatakan bahwa individu yang termasuk normotensi pada umur 55 tahun
mempunyai waktu hidup 90% dengan risiko hipertensi (Chobanian,2003).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan masalah besar, tidak hanya di
negara barat tetapi juga di Indonesia. Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan
mengakibatkan jantung bekerja keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan
yang serius (Anonim, 2010). Di Jawa Tengah, dari tahun ke tahun menunjukkan
persentase kasus hipertensi menunjukkan peningkatan. Dibandingkan dengan kasus
penyakit tidak menular secara keseluruhan, pada tahun 2004 persentase kasus
hipertensi 17,34%, meningkat menjadi 29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun
2006 mengalami pengkatan menjadi 39,47% (Anonim, 2010). Di Indonesia
banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang
merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50%
diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung
untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor
risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007).
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah
menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di
tahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat
ini (Armilawaty, 2007).
Tujuan pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup. Sayangnya, banyak yang berhenti berobat ketika merasa tubuhnya sedikit
membaik. Sehingga diperlukan kepatuhan pasien yang menjalani pengobatan
hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Faktor yang
mempengaruhi ketekunan pasien dalam berobat antara lain tingkat penghasilan,
tingkat pendidikan pasien, kemudahan menuju fasilitas kesehatan, usia pasien,
tersedianya asuransi kesehatan yang meringankan pasien dalam membayar biaya
pengobatan (Wibawa, 2008).
Kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting karena dengan
minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah penderita
hipertensi. Sehingga dalam jangka panjang risiko kerusakan organorgan penting
tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak dapat dikurangi. Oleh karena itu, diperlukan
pemilihan obat yang tepat agar dapat meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko
kematian (Anonim, 2010).

1.2 Tujuan Praktikum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa di harapkan:


1. Mengetahui cara mengkonversi dosis beberapa obat antihipertensi manusia ke
dosis padamencit.
2. Membuat sediaan suspense obat antihipertensi oral yang sesuai dengan hewan
coba mencit yang di gunakan
3. Melakukan induksin untuk meningkatkan tekanan darah pada hewan coba
4. Mengamati tekanan darah mencit
5. Menganalisis perbedaan penurunan tekanan darah mencit antar perlakukan
6. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
penurunan tekanan darah suatu obat
7. Mampu mengobserfasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian
berbagai dosis obat antihipertensi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Hipertensi di kenal secara luas sebagai penyakit kariovaskular. Di perkirakan


telah menyebabkan 4,5% dari beberapa penyakit secara global,dan prevalensinya
hampir sama besar di Negara berkembang maupun di Negara maju. Hipertensi
merupakan salah satu faktor resiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan
gagal jantung,hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit
serebrovascular (Anonnim,, 2006:12)
Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah diastolik tetap yang lebih besar
dari 90mmHgdi sertai dengan kenaikan tekanan darah sistolik (140mmHg)hipertensi
di sebabkan oleh peningkatan tonus otot polos vascular perifer, yang menyebabkan
peningkatan resistensi arteriola dan menurunnya kapasitas system tumbuluh pena
(Mycek,2001:18)
Berdasarkan laporan Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ke 7disebutkan bahwa hipertensi
didasarkan pada penguuran tekanan darah sistolik dan diastolik. Isolated systolic
hypertension (ISH) adalah kenaikan tekanan sistolik (biasanya lebih dari 140-160
mmHg) tanpa kenaikan tekanan diastolik. Sedangkan isolated diastolic hypertension
(IDH) , jika tekanan diastolik Lebih dari 90 mmHg tanpa kenaikan tekanan darah
sistolik (<140 mmHg). Hipertensi atau hipertensi sistolik diastolik adalah jika
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg.
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi merupakan suatu
keadaan dimana peningkatan darah sistolik berada diatas batas normal yaitu lebih dari
140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Kondisi ini
menyebabkan pembuluh darah terus meningkatkan tekanan.
Tekanan darah normal sendiri berada pada nilai 120 mmHg sistolik yaitu pada
saat jantung berdetak dan 80 mmHg diastolik yaitu pada saat jantung berelaksasi. Jika
nilai tekanan melewati batas itu, maka bi dikatakan bahwa tekanan darah seseorang
tinggi.
Mekanisme terjadinya hipertensi yaitu system renin angiontensin aldosteron,
singkatnya RAAS.bila volume darah yang mengalir melalui ginjal berkurang dan
tekanan darah di glomeruli ginjal menurun, misalnya karena penyempitan arteri
setempat, maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan enzim proteolitis
rennin.dalam plasma rennin menghidrolisa protein angiotensinogen (yang terbentuk
dalam hati) menjadi angiotensin I (AT1)zat ini di rubah oleh enzim ACE yang di
sentesa antara lain di paru-paru menjadi zat aktif angiotensin II (AT2.) AT dua ini
antara lain berdaya vasocon striktips, kuat dan menstimulasi sekresi hormone
aldosterone oleh anak ginjal dengan sipat retensi garam dan air akibatnya ialah
volume dan tekanan darah naik lagi. (Tjay dan Raharja,,2011).
Hipertensi dapat menghadirkan beragam penyakit serius mulai dari jantung,
ginjal, hingga otak. risiko hipertensi sendiri saat ini lebih banyak ditemukan di
negara-negara berkembang yang memiliki penghasilan rendah. Hipertensi sendiri
dikenal sebagai “silent killer” atau pembunuh diam-diam dimana orang yang
memiliki hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali.
Pada umumnya tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mengurangi angka
morbiditas. Pemilihan terapi untuk pasien hipertensi bergantung pada derajat
peningkatan tekanan darah dan penyakit penyakit lainnnya.penderita hipertensi tahap
satu sebaiknya untuk terapi awal mendapatkan obat golongan diuretik. Untuk
penderita hipertensi tahap dua biasanya di berikan terapi kombinasi diuretik dengan
golongan Beta Blocker, inhibitor ACE, ARB.
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


 Batang pengaduk
 Beaker
 Gelas ukur
 Gunting
 Hot plate
 Mixer
 Spoit 1 cc
 Spoit oral
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Alkohol 70%
 Aqua destilat
 Kapas
 Natrium CMC
 Tablet Captopril
 Tablet Amlodipine
 Tablet Propanolol
 Epinefrin

3.2 Hewan yang digunakan


Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan
20g-30g berumur antara 6-8 minggu.

3.3 Pembuatan Natrium CMC 1%


1. Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
2. Masukkan Na. CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air
panas
3. Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan tidak
nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti gel.
4. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume tersebut
menjadi 100 ml, dinginkan.

3.4 Pembuatan Suspensi Captropil


1. Perhitungan Dosis oral Captopril untuk mencit
Dosis lazim Captopril untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Captopril yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,0975 mg

1. Cara Pembuatan Suspensi Captopril


 Ambil tablet Captopril lalu gerus hingga halus
 Masukkan serbuk Captopril yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml
 Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogeny
 Cukupkan volumenya hingga 100 ml Na.CMC 1% dengan larutan

3.5 Pembuatan Suspensi Amlodipin


1. Perhitungan Dosis oral untuk mencit
Dosis lazim Amlodipin untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi
= Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Amlodipin yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,0195mg

2. Cara pembuatan suspensi Amlodipin


 Ambil tablet Amlodipin lalu gerus hingga halus
 Masukkan serbuk Amlodipin yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100
ml
 Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogen
 lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

3.6 Pembuatan Suspensi Propanolol


1. Perhitungan Dosis oral Propanolol untuk mencit
Dosis lazim Propanolol untuk manusia = 10 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 = g-Dosis Lazim x Faktor
Konversi
= Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,,026 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml


Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Propanolol yang digunakan = (100 ml /0,2 ml) x 0,0345 mg

2. Cara pembuatan suspensi Propanolol


 Ambil tablet Propanolol lalu gerus hingga halus, dan timbang sebanyak yang
dibutuhkan sesuai perhitungan.
 Masukkan serbuk Propanolol yang sudah ditimbang lumpang. tambahkan
sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, aduk hingga homogen
 Pindahkan serbuk Propanolol tersebut ke dalam erlenmeyer lalu cukupkan
volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

3.7 Cara Kerja

Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing masing


kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang
berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk
membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu
kamar, siklus cahaya terang gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler
dan air minum. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari
10% serta memperlihatkan perilaku normal
 Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor.
 Ditimbang berat badan tiap mencit lalu catat
 Mencit kemudian dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan Na.CMC 1%,
kelompok II diberi suspensi Captopril, kelompok III diberi suspensi Amlodipin
dan kelompok IV diberi suspensi Propanolol
 Sebelum perlakuan, diamati warna telinga mencit sebelum diinduksi adrenalin
(epinefrin)
 Diinduksi adrenalin (epinefrin) pada telinga mencit
 Setelah 30 menit diamati kembali warna telingan mencit. berwarna pucat
menandakan vasokontriksi (hipertensi) Apabila .
 Mencit kemudian dikelompokkan secara dalam 4 kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan
Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Captopril, kelompok III diberi
suspensi Amlodipin dan kelompok IV diberi suspensi Propanolol.
 Di amati warna telingan mencit pada mencit 15, 30, 60, jika warna merah
menandakan vasodilatasi (penurunan tekanan darah), dan jika berwarna pucat
menandakan vasokontriksi (hipertensi)
LAPORAN PRAKTIKUM IV

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(PENYENBUHAN LUKA BAKAR TIKUS)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2

JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami oleh
semua orang di dunia. Besar kecilnya luas luka menjadi penentu dalam memberikan
tindakan keperawatan yang tepat. Penanganan luka bakar dalam kehidupan sehari-
hari sering kita jumpai, kasus kejadian luka bakar dimasyarakat masih jauh dari kata
steril, hal ini sangat berpengaruh terhadap prognosa medis terkait dengan keadaan
luka yang beresiko terkontaminasi dengan agen-agen penyebab infeksi. Penanganan
yang sederhana juga sering dijumpai khususnya pada luka bakar yang tidak terlalu
luas. Seperti penggunaan pasta gigi dan lain sebagainya yang pada kenyataannya
hanya dapat memberikan efek mendinginkan luka.
Infeksi luka bakar menjadi masalah serius karena menyebabkan keterlambatan
dalam pematangan epidermis dan menyebabkan pembentukan jaringan parut (Church
et al., 2006). Gomez et al., (2009) menjelaskan bahwa infeksi menjadi penyebab
umum dari morbiditas dan mortalitas pada penderita luka bakar. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan bakteri pada permukaan luka bakar dikontrol tetapi tidak
diberantas(Church et al., 2006).
Perawatan luka bakar dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan
tambahan, antara lain normal salin, lidah buaya, madu dan minyak zaitun. Minyak
zaitun adalah salah satu minyak tumbuhan yang pertama dibuat orang yang diperas
dari buah pohon zaitun (Oela europae L). Minyak zaitun khususnya jenis extra virgin
terus meraih ketenaran diseluruh dunia karena kandungannya akan vitamin E, vitamin
C, vitamin A, vitamin K, senyawa fenol, esterogen nabati, karotenoid, dan klorofil,
disamping masih banyak lagi unsur yang baik bagi kesehatan manusia khususnya
untuk melawan infeksi pada luka
Tindakan perawatan luka merupakan salah satu tindakan yang harus dilakukan
pada klien luka bakar karena klien mengalami gangguan intregritas kulit yang
memungkinkan terjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Tujuan utama dari
perawatan luka tersebut adalah mengembalikan integritas kulit dan mencegah
terjadinya komplikasi infeksi. Perawatan luka meliputi pembersihan luka, pemberian
terapi antibakteri topikal, pembalutan luka, penggantian balutan, debridemen, dan
graft pada luka (Smeltzer & Bare, 2002). Frekuensi perawatan luka tidak disebutkan
secara pasti, tergantung jumlah drainase, keinginan dokter, dan sifat luka (Taylor et
al, 1989).
1.2 Tujuan Praktikum

Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa di harapkan:


8. Mengetahui factor-faktor penyebab luka bakar.
9. Mengetahui cara pengobatan dan perawatan luka bakar
10. Mengetahui bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai terapi/obatluka bakar,
baik yang alami maupun yang kimia
11. Mampu mengamati dan menganalilis perubahan luka bakar sebelum dan setelah
pemberian terapi pada tiap bahan uji yang di berikan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

Kulit sebagai pertahanan terluar dari tubuh lebih rentan untuk mengalami
kerusakan, salah satunya adalah luka bakar. Luka bakar adalah rusaknya atau
hilangnya suatu jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas(scald), bahan kimia, listrik, radiasi, dan sengatan matahari (sunburn)
(Nugroho , 2012). Luka Bakar adalah luka yang terjadi akibat paparan secara
langsung maupun tidak langsung, serta pajanan suhu tinggi dari matahari, bahan
kimia berbahaya serta sengat listrik tegangan tinggi (Jong, 2011). Kedalaman dan
luas suatu jaringan yang mengalami kerusakan pada luka bakar dapat ditentukan dari
lama durasi terjadinya kontak dengan sumber yang menyebabkan luka bakar
(Moenajat, 2010).
Luka bakar merupakan salah satu cidera yang dapat mengenai siapa saja.
Diperkirakan satu dari sekitar 3,5 juta orang akan mengalami luka bakar(Sheridan,
2012). World Health Organization(WHO) memperkirakan bahwa terdapat 265.000
kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar (WHO,
2014). Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7% dan
telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%).
Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%),
sedangkan prevalensi di Jawa Timur sebesar 0.7% (Depkes, 2013)
Luka bakar dapat terjadi pada hewan, namun kejadiannya jarang ditemui dalam
praktik hewan kecil dan merupakan hasil daari paparan api yang disengaja ataupun
disengaja, luka bakar dari cairan atu gas panas, atau kontak dengan permukaan yang
panas. Perawaatan luka bakar mencakup tiga hal, yaitu pertolongan pertama,
penanganan komplikasi sistematik dan penanganan luka bakar local.
Perawatan luka bakar biasanya menggunakan obat topical komersial seperti
bioplacenton. Selain itu, bahan seoerti madu telah di gunakan juga sebagai terapi
luka bakar. Namun keduanya tidak selalu tersedia di sekitar kita. Mahalnya harga
untuk obat komersial seperti bioplacenton dapat meningkatkan biaya perawatan
luka bakar bagi pasien penderita luka bakar yang luas. bioplacenton yang di
gunakan sebagai terapi luka bakar kurang mampu menyerap eksudat yang terbrntuk
akinat luka bakar. Madu yang di gunakan untuk terapi sebaiknya adalah madu asli
yang harganya juga tidak murah.
Perawatan luka bakar dengan menggunakan rejimen salep antimikroba seperti
silver sulfadiazine, mafenide, silver nitrat, povidone-iodine, mupirocin dan bacitracin,
digunakan untuk mengurangi risiko infeksi pada luka ringan dan luka bakar. Namun,
antimikroba topikal tersebut memiliki beberapa efek samping dan hanya sebagian
efektif dalam penyembuhan luka (Somboonwong et al., 2012).
Sejumlah studi menunjukkan bahwa tanaman tradisional potensial sebagai agen
penyembuhan luka disamping pengobatan medis untuk luka bakar ringan-sedang (Lin
et al., 2010). Sebuah studi tentang aktivitas penyembuhan luka dari beberapa jenis
ekstrak berbeda Centella asiatica pada luka insisi dan luka bakar menjelaskan bahwa
penggunaan ekstrak dari Centella asiaticasangat menunjang proses penyembuhan
luka melalui mekanisme penghambatan inflamasi, menginduksi sintesis kolagen,
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru, menginduksi vasodilatasi serta
mengurangi stres oksidatif pada luka (Somboonwong et al., 2012).
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


 Silet cukur
 Plat stainless steel (luas 2,5x2,5 cm dengan ketebalan . untuk pembuatan luka
bakar
 Cotton bud
 Kapas
 Kassa
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Alkohol 70%
 Nacl
 Gula bubuk
 Madu
 Bioplacenton

3.2 Hewan yang digunakan


Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 4 ekor tikus putih jantan (Rattus
norvegicus) yang berumur tiga sampai empat bulan dengan berat badan 150-200
gram. Tikus dipelahara dalam kandang individu yang terbuat dari kayu. Kandang
diberi sekam untuk menjaga suhu tetap optimal.

3.3 Cara Kerja


Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri dari 1 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang
berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk
membiasakan pada lingkungan percobaan, dipelihara dalam ruangan dengan suhu
kamar, siklus cahaya terang gelap (14:10) pemberian makan dengan pakan reguler
dan air minum, sebelum perlakuan mencit tetap diberikan air minum dan diberi
makanan standar. Hewan dianggap sehat apabila perubahan berat badan. tidak lebih
dari 10% serta memperlihatkan perilaku normal.
 Gunakan tikus jantan sebanyak 4 ekor
 Ditimbang berat badan tiap tikus lalu catat
 Mencit kemudian dikelompokkan ke dalam 4 kelompok, tiap kelompok terdiri
dari 1 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberi perlukaan dengan bilasan
NaCl fisiologi saja, kelompok II diberi luka dengan pengobatan Bioplacenton,
kelompok III diberi luka dengan pengobatan gula dan kelompok IV diberi luka
dengan pengobatan madu.
 Mencit kemudian dibiarkan dan diamati lukanya selama 14 hari

LAPORAN PRAKTIKUM V

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(EFEK OBAT HIPOKOLESTEROLEMIA)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2

JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG


TAHUN AKADEMIK 2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hiperkolesterolemia merupakan suatu kondisi dimana jumlah kolesterol darah


melebihi batas normalnya. Menurut Yuliani (2014), kadar LDL yang tinggi
menyebabkan keadaan hiperkolesterolemia, dimana pada jurnal Iqball Zahid (2016)
menyebutkan bahwa hiperkolesterolemia atau hiperlipidemia dianggap sebagai faktor
resiko yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri koroner, stroke, penyakit jantung
koroner (PJK) dan atherosklerosis. Menurut data yang dikeluarkan oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2002, tercatat sebanyak 4,4 juta kematian akibat
hiperkolesterolemia atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian. Pada jurnal Iqball
Zahid (2016) juga menyebutkan bahwa hiperlipidemia dikaitkan dengan peningkatan
serum kolesterol total (TC), low density lipoprotein (LDL), very low densitiy
lipoprotein (VLDL) dan mengurangi kepadatan lipoprotein tingkat tinggi (HDL),
hiperlipidemia dianggap menginduksi atheroskelrosis dan penyakit arteri koroner
(Saravanan dkk, 2003).
Hiperkolesterolemia biasanya tidak menunjukan gejala yang khas, seringkali
seseorang baru mengetahui terkena hiperkolesterolemia ketika mereka melakukan
pemeriksaan kesehatan, untuk mencegah terjadinya hiperkolesterolemia salah satu
obat yang sering digunakan dalam pengobatannya adalah obat golongan statin yaitu
simvastatin. Simvastatin adalah obat yang sering digunakan oleh masyaratat dalam
mengatasi hiperkolesterolemia. Menurut Bahri (2004) pada skripsi Izzatika Candrika
(2011) simvastatin dapat menghambat sintesis kolesterol dalam hati dengan cara
menghambat enzim hidroksi metil KoA (HMG KoA) reduktase, saat ini simvastatin
masih cukup efektif dan aman untuk pengobatan penyakit hiperkolesterolemia.
Selain obat modern yang digunakan untuk mengobati penyakit
hiperkolesterolemia, masyarakat Indonesia juga sering menggunakan obat tradisional
sebagai pengobatan hiperkolesterolemia. Sehingga telah banyak dilakukan penelitian
mengenai kandungan dari tanaman herbal yang berkhasiat hipolipidemik. Pada jurnal
Iqball Zahid (2016), menurut WHO 80% penduduk dunia percaya metode
pengobatan tradisional yang menggunakan pengobatan herbal (Muller and Mechler,
2005). Salah satu tanaman obat tradisional yang bersifat hipolipidemik dan sangat
sering digunakan oleh masyarakat, karena sangat mudah didapat serta salah satu
tanaman yang kaya akan khasiat dan kegunaannya dimasyarakat adalah kayu manis
(Cinnamomum burmanii). Pada penilitian terhadap tikus yang diberi diet tinggi
kolesterol, cinnamate (0,1/100 g diet) dapat menghambat aktivitas HMG KoA
reduktase hepar dan menurunkan peroksidasi lipid di hepar, mekanisme ini setara
dengan obat penurun kolesterol golongan statin (Hermansyah, 2014).
Pada hasil penelitian Iqball Zahid (2016), menyebutkan bahwa berbagai dosis
kayu manis (1 mg/kg, 2 mg/kg, 4 mg/kg, dan 6 mg/kg) dapat meningkatkan profil
lipid serum pada tikus albino dengan mengurangi total lipid, total kolesterol,
trigliserida dan kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Selain itu,
efek paling signifikan ditunjukan pada dosis 6 mg/kg bb tikus albino.
Mengkonsumsi obat herbal bersamaan dengan obat modern tidak menutup
kemungkinan terjadinya interaksi antara kedua obat tersebut, karena memiliki
mekanisme kerja yang sama ataupun efek penggunaan yang sama. Pada penelitian
lain menurut Boroujeni (2015), bahwa obat hipolipidemik yang paling banyak
berinteraksi dengan tanaman obat yang mempunyai fungsi yang sama adalah obat
golongan statin¸ dimana pada hasil penelitian diantara artikel yang diterbitkan tentang
interaksi tanaman obat dengan obat hipolipidemik yang termasuk pada kriteria adalah
17 tanaman obat yang digambarkan efektif pada profil lipid penurun kolesterol serta
dapat berinteraksi dengan obat golongan statin.
Penggunaan obat hipolipidemik golongan statin yaitu simvastatin dengan ekstrak
kayu manis (Cinnamomum burmanii) diketahui memiliki mekanisme kerja yang
sama menurut Hermansyah (2014), sehingga kemungkinan besar dapat terjadi
interaksi seperti penurunan kolesterol yang dibawah normal (hipolipidemik) apabila
kedua obat tersebut diberikan secara bersamaan.
Berdasarkan pada uaraian tersebut perlu dilakukan penelitian selain untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanii)
kombinasi simvastatin terhadap efek hipolipidemik, perlu dilakukan juga penelitian
untuk mengetahui ada tidaknya interaksi yang terjadi pada penggunaan ekstrak kayu
manis (Cinnamomum burmanii) oleh penderita kolesterol yang mengkonsumsi
simvastatin dalam pengobatannya

1.2 tujuan praktikum


Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan:
1. mengetahui cara mengkonversi dosis beberapa obat hiperkolesterolemia manusia
ke dosis pada mencit
2. Membuat sediaan suspensi obat hipokolesterolemia oral yang sesuai dengan
hewan coba mencit yang digunakan
3. Melakukan induksi untuk meningkatkan kadar kolesterol pada hewan coba baik
dengan pakan tinggi kolesterol maupun dengan bahan kimia lainnya
4. Mengukur kadar kolesterol mencit
5. Menganalisis perbedaan penurunan kadar kolesterol mencit antar perlakukan
6. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
penurunan kadar kolesterol suatu obat
7. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian
berbagai dosis obat hipokolesterolemia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

Definisi hiperlipidemia menurut American Heart Association adalah kadar lemak


yang tinggi dalam darah. Hiperlipidemia menunjukkan suatu kondisi kelebihan
subtansi lemak yaitu lipid, sebagian besar kolesterol dan trigliserida dalam darah.
Hiperlipidemia dibagi menjadi dua subkategori yaitu hiperkolesterolemia dan
hipertrigliserida (Harikumar, et al., 2013).
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya konsentrasi
kolesterol dalam darah yang melebihi nilai normal (Guyton & Hall, 2008).
Sedangkan hipertrigliseridemia adalah suatu kondisi dimana kadar trigliserida yang
tinggi (Rakhmiditya, 2014). Hiperlipidemia dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
familial (primer) karena abnormalitas atau kelainan dari suatu gen spesifik, bisa juga
manifestasi dari penyakit lain yang dapat membuat perubahan pada plasma lipid atau
metabolisme lipid (sekunder). Ada pula idiopatik yang penyebabnya masih belum
diketahui (Harikumar, et al., 2013).
Hiperlipidemia dipicu oleh karena gaya hidup yang tidak seimbang seperti
kurang olahraga yang membuat obesitas dan merokok. Pemicu yang lain bisa karena
diabetes mellitus, penyakit ginjal, kehamilan, alkohol, obatobatan seperti golongan
diuretik, glukokorticoid, dan sebagainya (Harikumar, et al., 2013).
Penelitian yang berkaitan dengan penyakit hiperlipidemia telah banyak di
lakukan baik secara langsung pada manusia atau melalui hewan uji. Penelitian pada
hewan uji dilakukan untuk mengetahui penyebab penyakit hipilepidemia, mekanisme
penyakit atau untuk menemukan obat baru yang dapat mengatasi hyperlipidemia.
Untuk mendapatkan hewan coba yang mengalami hyperlipidemia dapat di
lakukan dengan berbagai cara :
1. Dengan menggunakan hewan coba yang secara genetik telah mengalami
perubahan dimana hewan coba tersebut memiliki kadar lipid yamg lebih
tinggi
2. Dengan menggunakan diet tinggi kolesterol, hewan di berikan pakan tinggi
kolesterol untuk jangka waktu tertentu, cara ini akan memakan waktu yang
lebih lama.
3. Menggunakan induksi bahan kimia, bahan kimia dapat menyebabkan
kenaikan kadar kolesterol dengan cara meningkatkan sintesa kolesterol atau
dengan menghambat penghilangan kolesterol dalam darah. Bahan kimia yang
sering di gunakan adalah , triton WR 1933, poloxamer 407 (P-407),
Propiltiourasil (PTU).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


a. Batang pengaduk
b. Beaker
c. Gelas ukur
d. Hot plate
e. Timbangan hewan
f. Spoit 1 ml
g. Spoit oral
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Alkohol 70%
b. Aqua destilat
c. Lemak Sapi
d. Natrium CMC.
e. Ol. Cocos
f. Propiltiourasil
g. Tablet Fenofibrate
h. Tablet Gemfibrozil
i. Tablet Simvastatin

3.2 Hewan yang digunakan


Hewan yang digunakan adalah mencit jantan, galur lokal dengan berat badan 20
g-30 g berumur antara 6-8 minggu

3.3 Pembuatan Natrium CMC 1%


1. Panaskan kurang lebih 200 ml air hingga mendidih
2. Masukkan Na.CMC kedalam beaker gelas 300 ml lalu tambahkan 50 ml air
panas
3. Aduk campuran tersebut dengan mixer hingga homogen, ditandai dengan tidak
nampaknya lagi serbuk berwarna putih dan campuran berupa seperti gel.
4. Tambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga volume larutan
tersebut menjadi 100 ml, dinginkan
3.4 Pembuatan Suspensi Simvastatin
1. Perhitungan Dosis oral Simvastatin untuk mencit
Dosis lazim Simvastatin untuk manusia = 5 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor
Konversi
= Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Simvastatin yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 0,0195 mg

2. Cara Pembuatan Suspensi Simvastatin


 Ambil tablet Simvastatin lalu gerus hingga halus
 Masukkan serbuk Simvastatin yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml
 Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogeny
 Cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

3.5 Pembuatan Suspensi Gemfibrozil


1. Perhitungan Dosis oral Gemfibrozil untuk mencit
Dosis lazim Gemfibrozil untuk manusia = 600 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor
Konversi

=Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x hasil konversi

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Gemfibrozil yang digunakan = (100 ml / 0,2 ml) x 2,34 mg

2. Cara pembuatan suspensi Gemfibrozil


 Ambil tablet Gemfibrozil lalu gerus hingga halus
 Masukkan serbuk Gemfibrozil yang sudah halus kedalam Erlenmeyer 100 ml
 Tambahkan sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, kocok hingga homogen.
 Lalu cukupkan volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

3.6 Pembuatan Suspensi Fenofibrat


1. Perhitungan Dosis oral Fenofibrate untuk mencit
Dosis lazim Fenofibrate untuk manusia = 54 mg
Konversi dosis untuk mencit BB 20 g = Dosis Lazim x Faktor Konversi

= Dosis Lazim x 0,0026

Untuk mencit dengan berat 30 g = (30 g/ 20 g) x 0,1404 mg

Dosis ini diberikan dalam volume = 0,2 ml

Dibuat larutan persediaan sebanyak = 100 ml

Jumlah Fenofibrate yang digunakan = (100 ml/0,2 ml) x 0,2106 mg

2. Cara pembuatan suspensi Fenofibrat


 Ambil tablet Fenofibrate lalu gerus hingga halus, dan timbang sebanyak yang
dibutuhkan sesuai perhitungan.
 Masukkan serbuk Fenofibrate yang sudah ditimbang lumpang. tambahkan
sekitar 50 ml larutan Natrium CMC, aduk hingga homogen
 Pindahkan serbuk Fenofibrate tersebut ke dalam erlenmeyer lalu cukupkan
volumenya hingga 100 ml dengan larutan Na.CMC 1%

3.7 Pembuatan Makanan Diet Lemak Tinggi (MDLT)


Makanan Diet Lemak Tinggi (MDLT) yang terdiri dari campuran lemak. sapi dan
minyak goreng (1:5) dibuat dengan cara: lemak sesuai dengan yang dibutuhkan
dicampurkan dengan minyak dengan bantuan pemanasan aduk hingga homogen lalu
dinginkan.

3.8 Pembuatan minuman propiltiourasil 0,01% untuk mencit


 Ambil 1 tablet propiltiourasil lalu gerus hingga halus
 Masukkan dalam erlenmeyer, dan tambahkan 250 ml aquadest.
 Kocok larutan tersebut hingga larut, lalu saring masuk ke dalam ukur 1 liter
 Cukupkan volumenya hingga 1 liter

3.9 Cara Kerja

1. Hewan percobaan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dan masing masing


kelompok terdiri dari 3 ekor. Setiap kelompok dipisahkan dalam kandang yang
berbeda. Sebelum penelitian dilakukan mencit diaklimatisasi selama 7 hari untuk
membiasakan pada lingkungan percobaan, dan diberi makanan standar. Hewan
dianggap sehat apabila perubahan berat badan tidak lebih dari 10% serta
memperlihatkan perilaku normal
2. Gunakan mencit jantan sebanyak 12 ekor
3. Mencit ditimbang berat badan tiap lalu dicatat
4. Sebelum perlakukan mencit diambil darahnya melalui pembuluh darah yang ada
di vena ekor dengan cara di potong ekor mencit tersebut +0,5 cm dari ujung ekor
dengan menggunakan gunting yang telah di usap dengan alkohol 70%.
5. Darah yang keluar di teteskan pada strip Kolesterol yang terpasang pada alat.
Kadar Kolesterol darah yang muncul pada alat kemudian dicatat sebagai kadar
kolesterol awal
6. Setelah penentuan kadar Kolesterol awal pada mencit, semua tikus dibuat
hiperlipidemia dengan cara diberi pakan tinggi lemak, dan PTU 0.01% yang
dilarutkan dalam air minum ad libitum selama 4 minggu
7. Setelah 4 minggu semua mencit diukur kadar kolesterolnya dan makanan tinggi
kolesterol kemudian diganti dengan pakan standart dan air minum yang
diberikan adalah aqua dest tanpa PTU
8. Mencit kemudian dikelompokkan secara dalam 4 kelompok, tiap kelompok
terdiri dari 3 ekor, dimana kelompok I sebagai kontrol, diberikan larutan
Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin, kelompok III diberi
suspensi Gembifrozil dan kelompok IV diberi suspensi Fenofibrate.
9. Selama 3 minggu mencit diberi perlakukan dimana kelompok I diberi larutan
Na.CMC 1%, kelompok II diberi suspensi Simvastatin, kelompok III diberi
suspense Gembifrozil dan kelompok IV diberi suspensi Fenofibrate, semua
perlakukan secara oral 1 kali sehari dengan volume pemberian adalah 0,2 ml/30
g BB mencit.
10. Mencit tetap diberi pakan standart dengan minum aquadest tanpa ptu
11. Pengambilan darah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada waktu: minggu ke-5
minggu ke-6 dan minggu ke-7
LAPORAN PRAKTIKUM VI

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

(UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BSLT)

Disusun Oleh :

NAMA : HANIFAH DWI SAFITRI

NIM : 1948201103

KELAS : 4C FARMASI

KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SALSABILA SERANG

TAHUN AKADEMIK 2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Hutan tropis Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies
tumbuhan, dan 1.845 spesies di antaranya telah diidentifikasi berkhasiat sebagai obat
(Abdullah, Mustikaningtyas, & Widiatningrum, 2010 tumbuhan obat merupakan
tumbuhan yang mengandung zat aktif pada salah satu bagian atau seluruh bagian
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu. Bagian tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan meliputi daun, buah, bunga, biji, akar, rimpang, batang, kulit
kayu, getahnya (Sada & Tanjung, 2010). Masyarakat tradisional menggunakan bagian
tumbuhan tersebut dengan cara ditumbuk, direbus, diremas, dan digosokkan (Susiarti,
2015).

Metode yang sering digunakan pada analisis toksisitas yaitu Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Uji ini menggambarkan tingkat ketoksikan ekstrak terhadap larva Artemia
salina. Hasil uji ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi bioaktivitastanaman yang
lebih luas. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitastoksisitas ekstrak biji keempat
tanaman hutan tersebut diuji terhadap larva A. salina.

Efek farmakologis dari tumbuhan disebabkan adanya senyawa metabolit sekunder


yang terkandung di dalamnya. Efektivitas komponen aktif tersebut sebagai obat herbal
dapat ditentukan melalui analisis awal berupa analisis toksisitas. uji toksisitas adalah
suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat padasistem biologi dan untuk
memperoleh data dosis-respon yang khas darisediaan uji. Data yang diperoleh dapat
digunakan untuk memberi informas mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila
terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi
keamanan manusia.

Menurut data dari World Health Organization (WHO), penderita kanker di dunia
pada tahun 2012 mencapai 12,7 juta dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Angka
kematian karena kanker juga meningkat dari 7,6 juta jiwa menjadi 8,2 juta jiwa dan 75%
diantara penderita kanker tersebut berada di negara berkembang.

Dalam pengobatan kanker, terdapat berbagai jenis obat antikanker yang tersebar di
Indonesia, namun obat tersebut mempunyai efek samping yang beragam diantaranya
mukositis, diare, dan trombositopenia. Oleh karena itu tidak sedikit masyarakat Indonesia
beralih menggunakan obat-obat tradisional yang berbahan dasar alami.

Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan metode yang disarankan
oleh Anderson (1991) dalam uji toksisitas kerena memiliki korelasi hingga tingkat
kepercayaan 95% terhadap uji spesifik antikanker. Uji sitotoksik dengan meggnakan
BSLT ini dapat ditentukann dari jumlah kematian larva udang (Artemia Salina) akibat
pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam. Artemia secara luas digunakan untuk
pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan
uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institute
(NCI), Amerika Serikat. Hasil uji dinyatakan sebagai LC50 apabila eksrak tumbuhan
tersebut bersifat toksik/aktif terhadap larva udang dengan nilai LC50< 1000 µg/mL, dan
dapat berpotensi sebagai sitotoksik (Meyer, 1982). Jika hasil uji BSLT menunjukkan
bahwa ekstrak tumbuhan bersifat sitotoksik maka dapat dikembangkan kepenelitian lebih
lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan tersebut sebagai usaha
pengembangan obat alternatif antikanker.

1.2 Tujuan praktikum


Setelah menyelesaikan praktikum ini mahasiswa diharapkan:
1. Mampu melaksanakan penetapan uji toksisitas akut.
2. Mampu menetapkan LC50 sebagai parameter ketoksisan akut dengan analisa
probit.
3. Mampu menetapkan potensi ketoksisan akut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Uji tosisitas dengan metode brine shrimp lethality test (BLST) telah terbukti
memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selai itu metode ini juga
terhitung sederhana, mudah pengerjaannya, cepat mendapatkan hasil, dan murah dalam
pelaksanaannya. Selain itu, BSLT merupakan suatu bioassay-guided fractionation yang
dapat digunakan untuk penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari suatu
bahan alam.

Uji sitotoksisitas dengan metode BSLT menggunakan A. salina merupakan uji


pendahuluan untuk mengetahui adanya bioaktivitas dari suatu sampel. Uji ini berguna
untuk menentukan berbagai aktivitas biologis pada tanaman seperti aktivitas sitotoksik,
fototoksik, pestisida, inhibisi enzim, dan regulasi ion (Veni & Pushpanathan, 2014).
Janakiraman dan Johnson (2016) juga menyatakan bahwa uji BSLT dapat digunakan
sebagai dasar untuk uji toksisitas terhadap sel line, aktivitas anti-tumor dan anti-kanker.
Keuntungan dari uji ini yaitu cepat, mudah, hasilnya dapat diulang, serta tidak
membutuhkan biaya yang mahal (Hamidi et al., 2014)

Metode BSLT menggunakan larva udang (Artemia salina Leach) sebagai hewan
coba. Artemia salina Leach merupakan organisme yang mempunyai kepekaan cukup
tinggi terhadap toksik. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki
korelasi positif dengan daya sitotoksik senyawa antikanker. Jika pada uji toksisitas
menunjukkan LC50 dibawah 1000 ppm berarti bahan tersebut memiliki potensi sebagai
antikanker. Nilai LC50 yang berbeda pada setiap bagian tanaman dapat disebabkan oleh
perbedaan kandungan metabolit sekundernya. Hal ini dibuktikan oleh Sari, Syafii,
Achmadi, dan Hanafi (2011) bahwa bagian tanaman yang berbeda mengandung senyawa
fitokimia yang berbeda serta menghasilkan nilai LC50 yang berbeda pula. Kandungan
metabolit sekunder dapat mempengaruhi aktivitas farmakologis dari tanaman tersebut
(Saxena, Saxena, Nema, Singh, & Gupta, 2013). Selain itu, faktor ekstraksi dan pelarut
yang berbeda juga mempengaruhi komponen aktif yang tertarik sehingga dapat
menyebabkan bioaktivitas yang berbeda pula (Azmir et al. 2013).

Toksikologi merupakan ilmu yang lebih tua dari farmakologi. Toksikologi telah ada
sejak jaman dahulu pada masa awal kehidupan manusia. Toksik (racun) pada jaman
dahulu meliputi racun dari hewan dan ekstrak tanaman yang digunakan untuk berburu,
perang ataupun pembunuhan. Dapat dikatakan bahwa manusia prasejarah telah
memahami racun dan dampaknya.

Uji toksisitas di lakukan untuk mengetahui tingkat ke amanan dan kebahayaan suatu
zat yang di uji. Adapun sumber zat toksik berasal darialam maupun bahan sintetiik

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat Dan Bahan

1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :


 Loupe
 Aerator
 Vial
 Pipet
 Wadah plastic
2. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 NaCl
 Artemia Salina Leach
 Ekstrak

3.2 Cara Kerja

1. Persiapan larva Artemia salina Leach


2. Buatlah air laut buatan dengan memasukkan 40 gram garam dalam 2 liter air
kemudian disaring
3. Larva sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam air laut buatan
4. Didiamkan selama 48 jam dengan menggunakan penerangan I watt dan aerator
untuk sirkulasi udaranya.
5. Buatlah larutan uji (ekstrak) untuk dijadikan larutan stok dengan konsentrasi
2000 ppm. Konsentrasi ekstrak (min 5 konsentrasi): 1000 ppm, 500 ppm, 200
ppm, 100 ppm, dan 50 ppm.
6. Ambillah 10 Artemia salina hidup yang sebelumnya berasal dari larva yang telah
menetas, masukan kedalam vial kemudian tambahkan air garam sebanyak 10 ml
dan ekstrak sebanyak 1 ml. Dibuat 5 konsentrasi yaitu: 1000 ppm, 500 ppm, 200
ppm, 100 ppm. dan 50 ppm
7. Biarkan selama 24 jam.
8. Hitunglah jumlah Artemia salina yang mati tiap masing-masing konsentrasi
ekstrak.
9. Buatlah tabel hasil pengamatan dengan lengkap.
10. Hitunglah nilai LC50 menggunakan rumus analisa probit

Anda mungkin juga menyukai