(ANTIHIPERGLIKEMIA)
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
PENDAHULUAN
Diabetes merupakan suatu hal yang terjadi akibat adanya gangguan pada
metabolisme glukosa , yang disebabkan oleh kerusakan proses pengaturan insulin
dari sel Beta, insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk
menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. kadar glukosa darah normal pada
waktu puasa antara 60 sampai 120 mg / dl. Dan sebelum makan dibawah 140 mg/
dl.Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik beroprasi kualitas maupun
kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa darah
cenderung naik ( hiperglikemia ). ( Kee dan hayes,1996; Tjokroprawiro,1998 )
Diabetes merupakan salah satu jenis penyakit yang ditandai dengan gangguan
kadar glukosa darah (hiperglikemia) sebagai akibat dari rendahnya sekresi insulin,
efek insulin, atau keduanya. Diabetes melitus bukan merupakan patogen melainkan
secara etiologi adalah kerusakan atau gangguan metabolisme titik gejala umum
diabetes adalah hiperglikemia, poliuria, polidipsia, kekurangan berat badan,
pandangan mata kabur, dan kekurangan insulin sampai pada infeksi. Hiperglikemia
akut dapat menyebabkan sindrom hiperosmolar dan kekurangan insulin dan
ketoasidosis. Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan jangka panjang
disfungsi dan kegagalan metabolisme sel jaringan dan organ. Komplikasi jangka
panjang diabetes adalah makroangiopati mikroangiopati,neuropati, katarak,
diabetes kaki dan diabetes jantung. ( Reinauer et al,2002).
Pada diabetes melitus semua proses terganggu, glukosa tidak dapat masuk
kedalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat
sekali hingga darah menjadi hyperosmotic terhadap cairan intrasel. Yang nyata
berbahaya ialah gliosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik,
sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya berbagai efektrolit. Hal ini
yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit pada penderita
diabetes yang tidak diobati karena adanya dehidrasi maka badan berusaha
mengatasinya dengan banyak minum (polidipsia) badan kehilangan 4 kalori untuk
setiap hari gram Glukosa yang diekskresi ( Katzung,dkk,2002).
Gejala penyakit diabetes melitus dari 1 penderita ke penderita lainnya tidak selalu
sama. gejala yang disebutkan di bawah ini adalah gejala yang umumnya timbul
dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Ada pula
penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apapun Sampai pada saat
tertentu ( Tjoktoprawiro,1998)
Pada asalnya,gejala yang ditinjukkan meliputi "tiga p" yaitu :
a. Polifagia ( meningkatnya nafsu makan, banyak makan)
b. Polidipsi ( meningkatnya rasa haus, banyak minum )
c. Poliuria ( meningkatnya keluaran urin, banyak kencing )
Dalam Fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan
ini jumlah insulin masih dapat tersedia kadar glukosa dalam darah ( kee dan
hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998 )
Obat hipoglikemik oral adalah obat yang sering digunakan untuk mengatasi
diabetes melitus (DM) tipe 2 pada pasien. Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) terdapat sekitar 160.000 penderita diabetes di dunia, yang jumlah
penderita diabetes memiliki peluang untuk meningkat dua kali lipat dalam
beberapa tahun terakhir. Karena prevalensi yang tinggi dan potensi efek merusak
pada fisik pasien dan keadaan psikologis, diabetes adalah masalah medis utama
yang perlu diperhatikan titik keberadaan penelitian yang melibatkan hewan coba
untuk pengobatan penyakit sangat membantu tidak hanya untuk memahami
tentang Patofisiologi penyakit tersebut, tetapi juga pengembangan obat untuk
pengobatannya.
Sulfonilurea
short-acting insulin secretagogues
golongan biguanid
Thiazolidindione
Golongan a-glukosidase-inhibitors
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Jumlah Metformin HCI yang digunakan = (100 ml/ 0,2 ml) × 1,95 mg
Toleransi Glukosa
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
PENDAHULUAN
Farmakologi adalah ilmu yang belajar pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya
baik Sifat kimiawi maupun fisiknya, kegiatan fisiologis, resobsi dan nasibnya dalam
organisme hidup. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk
mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan
kondisi tertentu. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu
farmakognosi, biofarmasi, farmakokinetika dan farmakodinamika, toksikologi dan
farmakoterapi ( india dan fajar, 2016 ).
Toksikologi adalah ilmu yang belajar keracunan yang dapat ditimbulkan oleh
bahan-bahan kimia terutama yang disebabkan karena mempersembahkan obat. Dalam
ilmu toksikologi dipelajari penyebab keracunan, cara pengobatannya serta tindakan
yang diambil untuk mencegah keracunan. Dalam kehidupan modern sekarang banyak
digunakan bahan kimia seperti insektisida, pestisida, zat pengawet makanan yang
mungkin dapat menyebabkan keracunan jadi peran toksikologi sangat penting
( Noviati dan Nurilawati, 2017 ).
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara
dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model dan juga untuk belajar dan
mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pengamatan laboratorium hewan model adalah objek hewan sebagai tiruan (peniru)
manusia yang digunakan untuk di fenomena biologi atau patobiologi. Salah satu
hewan uji yang sering digunakan adalah tikus putih.( Stevani, 2016 ).
Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus pembohong antara lain lebih cepat
dewasa, tidak perkawinan musiman dan umumnya lebih cepat berkembang biak.
Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat
ditinggali sendiri dalam kandang asal dapat mendengar suara tikus lain dan mengukur
cukup besar jadi memudahkan pengamatan secara umum, Berat badan tikus
laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus pembohong. Biasanya pada
umur 4 minggu beratnya 35 sampai 40 gram dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram
tapi bervariasi tergantung pada Galur. ( Mawarsari, 2015 ).
Luka merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan tubuh yang mengalami
kerusakan akibat benda tajam, zat kimia, gigitan hewan, sengatan listrik, dan lain
sebagainya. Menurut ( Puspitasari, 2013 ) luka sayat merupakan suatu kerusakan
yang terjadi pada jaringan kulit akibat trauma benda tajam seperti pisau, Silet,
kampak tajam, maupun pedang. Ketika jaringan tubuh mengalami luka maka terdapat
beberapa efek yang ditimbulkan seperti pendarahan dan pembekuan darah, hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, kontaminasi bakteri, respon stress simpatis, serta
kematian sel.
1.2 Tujuan praktikum
TINJAUN PUSTAKA
Luka sayat merupakan luka yang sering terjadi akibat beberapa faktor dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Oktaningrum (2016) luka sayat dapat disebabkan
oleh trauma benda tajam seperti pisau dapur, pecahan kaca, maupun seng yang akan
mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh. Luka akibat benda tajam tersebut memiliki
Serangan yang cepat serta waktu penyembuhan yang dapat diprediksi. Kulit sebagai
organ tubuh yang terletak paling luar dan terbesar serta fungsinya sebagai pelindung
tubuh mudah terjadi luka baik itu ringan maupun berat.
Penyembuhan luka merupakan proses biologis yang kompleks sehingga
menghasilkan pemulihan jaringan yang terintegritas. Secara fisiologis, proses
penyembuhan luka dapat dibagi menjadi empat tahap mulai dari hemostasis
inflamasi, poliferasi dan remodelling jaringan. Banyak faktor yang diketahui
memperlambat penyembuhan luka, yaitu gizi buruk, hipoksia, imunosupresi, penyakit
kronis dan keadaan pasca bedah. Sangat penting bagi ahli bedah untuk memahami
proses fisiologis yang terlibat dalam penyembuhan luka untuk meminimalkan
morbiditas pasien dari proses penyembuhan luka yang tertunda ( Young. A. 2015 ).
Seperti yang kita ketahui, Povidone iodine merupakan obat topikal yang
umumnya digunakan dalam perawatan luka dan mempunyai sifat antiseptik, baik
bakteri gram positif maupun negatif. Dalam penggunaannya sebagian besar antiseptik
topikal sedikit banyak mengganggu penyembuhan luka. Pembersihan sederhana luka
dengan sabun dan air kurang merusak dibandingkan dengan aplikasi antiseptik yang
biasa digunakan. Selain itu, penggunaan iodin yang berlebihan dapat menghambat
proses granulasi luka ( Katzung, 2014 ).
Beberapa ekstrak tumbuhan, seperti biji anggur, lemon, Rose Mary dan jojoba
telah digunakan sejak lama sebagai alternatif untuk membantu proses penyembuhan
luka dan memperpanjang usia sel. daun pegagan (Centella asiatica) merupakan salah
satu tanaman yang dapat membantu proses penyembuhan luka. Selain itu tanaman ini
biasanya berada di sekitar rumah dan mudah untuk ditemukan titik Tanaman ini
banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat, sayuran segar, lalapan atau dibuat jus.
Berbagai penelitian ilmiah tentang khasiat Pegagan Telah dilaporkan diantaranya
efek antineoplastik, efek pelindung tukak lambung, menurunkan tekanan dinding
pembuluh darah, mempercepat penyembuhan luka, analgesik,antiinflamasi,
hepatoprotektor, peningkatan kecerdasan, antisporasis,antiagregasi platelet, dan
antitrombosis ( BPOM RI 2007 ).
Salah satu komponen aktif daun pegagan yang penting dalam penyembuhan luka
adalah Asiaticoside yang berfungsi sebagai antioksidan dan juga mendukung
angiogenesis dalam proses penyembuhan luka ( Vhora dkk, 2011; Medicine Herbs,
2011 )
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
(ANTIHIPERTENSI)
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
METODOLOGI PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
Luka bakar merupakan salah satu jenis luka yang paling sering dialami oleh
semua orang di dunia. Besar kecilnya luas luka menjadi penentu dalam memberikan
tindakan keperawatan yang tepat. Penanganan luka bakar dalam kehidupan sehari-
hari sering kita jumpai, kasus kejadian luka bakar dimasyarakat masih jauh dari kata
steril, hal ini sangat berpengaruh terhadap prognosa medis terkait dengan keadaan
luka yang beresiko terkontaminasi dengan agen-agen penyebab infeksi. Penanganan
yang sederhana juga sering dijumpai khususnya pada luka bakar yang tidak terlalu
luas. Seperti penggunaan pasta gigi dan lain sebagainya yang pada kenyataannya
hanya dapat memberikan efek mendinginkan luka.
Infeksi luka bakar menjadi masalah serius karena menyebabkan keterlambatan
dalam pematangan epidermis dan menyebabkan pembentukan jaringan parut (Church
et al., 2006). Gomez et al., (2009) menjelaskan bahwa infeksi menjadi penyebab
umum dari morbiditas dan mortalitas pada penderita luka bakar. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan bakteri pada permukaan luka bakar dikontrol tetapi tidak
diberantas(Church et al., 2006).
Perawatan luka bakar dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan
tambahan, antara lain normal salin, lidah buaya, madu dan minyak zaitun. Minyak
zaitun adalah salah satu minyak tumbuhan yang pertama dibuat orang yang diperas
dari buah pohon zaitun (Oela europae L). Minyak zaitun khususnya jenis extra virgin
terus meraih ketenaran diseluruh dunia karena kandungannya akan vitamin E, vitamin
C, vitamin A, vitamin K, senyawa fenol, esterogen nabati, karotenoid, dan klorofil,
disamping masih banyak lagi unsur yang baik bagi kesehatan manusia khususnya
untuk melawan infeksi pada luka
Tindakan perawatan luka merupakan salah satu tindakan yang harus dilakukan
pada klien luka bakar karena klien mengalami gangguan intregritas kulit yang
memungkinkan terjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Tujuan utama dari
perawatan luka tersebut adalah mengembalikan integritas kulit dan mencegah
terjadinya komplikasi infeksi. Perawatan luka meliputi pembersihan luka, pemberian
terapi antibakteri topikal, pembalutan luka, penggantian balutan, debridemen, dan
graft pada luka (Smeltzer & Bare, 2002). Frekuensi perawatan luka tidak disebutkan
secara pasti, tergantung jumlah drainase, keinginan dokter, dan sifat luka (Taylor et
al, 1989).
1.2 Tujuan Praktikum
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit sebagai pertahanan terluar dari tubuh lebih rentan untuk mengalami
kerusakan, salah satunya adalah luka bakar. Luka bakar adalah rusaknya atau
hilangnya suatu jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas(scald), bahan kimia, listrik, radiasi, dan sengatan matahari (sunburn)
(Nugroho , 2012). Luka Bakar adalah luka yang terjadi akibat paparan secara
langsung maupun tidak langsung, serta pajanan suhu tinggi dari matahari, bahan
kimia berbahaya serta sengat listrik tegangan tinggi (Jong, 2011). Kedalaman dan
luas suatu jaringan yang mengalami kerusakan pada luka bakar dapat ditentukan dari
lama durasi terjadinya kontak dengan sumber yang menyebabkan luka bakar
(Moenajat, 2010).
Luka bakar merupakan salah satu cidera yang dapat mengenai siapa saja.
Diperkirakan satu dari sekitar 3,5 juta orang akan mengalami luka bakar(Sheridan,
2012). World Health Organization(WHO) memperkirakan bahwa terdapat 265.000
kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar (WHO,
2014). Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7% dan
telah mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%).
Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%),
sedangkan prevalensi di Jawa Timur sebesar 0.7% (Depkes, 2013)
Luka bakar dapat terjadi pada hewan, namun kejadiannya jarang ditemui dalam
praktik hewan kecil dan merupakan hasil daari paparan api yang disengaja ataupun
disengaja, luka bakar dari cairan atu gas panas, atau kontak dengan permukaan yang
panas. Perawaatan luka bakar mencakup tiga hal, yaitu pertolongan pertama,
penanganan komplikasi sistematik dan penanganan luka bakar local.
Perawatan luka bakar biasanya menggunakan obat topical komersial seperti
bioplacenton. Selain itu, bahan seoerti madu telah di gunakan juga sebagai terapi
luka bakar. Namun keduanya tidak selalu tersedia di sekitar kita. Mahalnya harga
untuk obat komersial seperti bioplacenton dapat meningkatkan biaya perawatan
luka bakar bagi pasien penderita luka bakar yang luas. bioplacenton yang di
gunakan sebagai terapi luka bakar kurang mampu menyerap eksudat yang terbrntuk
akinat luka bakar. Madu yang di gunakan untuk terapi sebaiknya adalah madu asli
yang harganya juga tidak murah.
Perawatan luka bakar dengan menggunakan rejimen salep antimikroba seperti
silver sulfadiazine, mafenide, silver nitrat, povidone-iodine, mupirocin dan bacitracin,
digunakan untuk mengurangi risiko infeksi pada luka ringan dan luka bakar. Namun,
antimikroba topikal tersebut memiliki beberapa efek samping dan hanya sebagian
efektif dalam penyembuhan luka (Somboonwong et al., 2012).
Sejumlah studi menunjukkan bahwa tanaman tradisional potensial sebagai agen
penyembuhan luka disamping pengobatan medis untuk luka bakar ringan-sedang (Lin
et al., 2010). Sebuah studi tentang aktivitas penyembuhan luka dari beberapa jenis
ekstrak berbeda Centella asiatica pada luka insisi dan luka bakar menjelaskan bahwa
penggunaan ekstrak dari Centella asiaticasangat menunjang proses penyembuhan
luka melalui mekanisme penghambatan inflamasi, menginduksi sintesis kolagen,
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru, menginduksi vasodilatasi serta
mengurangi stres oksidatif pada luka (Somboonwong et al., 2012).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
LAPORAN PRAKTIKUM V
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Disusun Oleh :
NIM : 1948201103
KELAS : 4C FARMASI
KELOMPOK : 2
JURUSAN S1 FARMASI
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah tropis yang kaya akan
keanekaragaman hayati. Hutan tropis Indonesia memiliki sekitar 30.000 spesies
tumbuhan, dan 1.845 spesies di antaranya telah diidentifikasi berkhasiat sebagai obat
(Abdullah, Mustikaningtyas, & Widiatningrum, 2010 tumbuhan obat merupakan
tumbuhan yang mengandung zat aktif pada salah satu bagian atau seluruh bagian
tumbuhan yang dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit tertentu. Bagian tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan meliputi daun, buah, bunga, biji, akar, rimpang, batang, kulit
kayu, getahnya (Sada & Tanjung, 2010). Masyarakat tradisional menggunakan bagian
tumbuhan tersebut dengan cara ditumbuk, direbus, diremas, dan digosokkan (Susiarti,
2015).
Metode yang sering digunakan pada analisis toksisitas yaitu Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Uji ini menggambarkan tingkat ketoksikan ekstrak terhadap larva Artemia
salina. Hasil uji ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi bioaktivitastanaman yang
lebih luas. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitastoksisitas ekstrak biji keempat
tanaman hutan tersebut diuji terhadap larva A. salina.
Menurut data dari World Health Organization (WHO), penderita kanker di dunia
pada tahun 2012 mencapai 12,7 juta dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Angka
kematian karena kanker juga meningkat dari 7,6 juta jiwa menjadi 8,2 juta jiwa dan 75%
diantara penderita kanker tersebut berada di negara berkembang.
Dalam pengobatan kanker, terdapat berbagai jenis obat antikanker yang tersebar di
Indonesia, namun obat tersebut mempunyai efek samping yang beragam diantaranya
mukositis, diare, dan trombositopenia. Oleh karena itu tidak sedikit masyarakat Indonesia
beralih menggunakan obat-obat tradisional yang berbahan dasar alami.
Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan metode yang disarankan
oleh Anderson (1991) dalam uji toksisitas kerena memiliki korelasi hingga tingkat
kepercayaan 95% terhadap uji spesifik antikanker. Uji sitotoksik dengan meggnakan
BSLT ini dapat ditentukann dari jumlah kematian larva udang (Artemia Salina) akibat
pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam. Artemia secara luas digunakan untuk
pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan
uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institute
(NCI), Amerika Serikat. Hasil uji dinyatakan sebagai LC50 apabila eksrak tumbuhan
tersebut bersifat toksik/aktif terhadap larva udang dengan nilai LC50< 1000 µg/mL, dan
dapat berpotensi sebagai sitotoksik (Meyer, 1982). Jika hasil uji BSLT menunjukkan
bahwa ekstrak tumbuhan bersifat sitotoksik maka dapat dikembangkan kepenelitian lebih
lanjut untuk mengisolasi senyawa sitotoksik tumbuhan tersebut sebagai usaha
pengembangan obat alternatif antikanker.
TINJAUAN PUSTAKA
Uji tosisitas dengan metode brine shrimp lethality test (BLST) telah terbukti
memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti kanker. Selai itu metode ini juga
terhitung sederhana, mudah pengerjaannya, cepat mendapatkan hasil, dan murah dalam
pelaksanaannya. Selain itu, BSLT merupakan suatu bioassay-guided fractionation yang
dapat digunakan untuk penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari suatu
bahan alam.
Metode BSLT menggunakan larva udang (Artemia salina Leach) sebagai hewan
coba. Artemia salina Leach merupakan organisme yang mempunyai kepekaan cukup
tinggi terhadap toksik. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki
korelasi positif dengan daya sitotoksik senyawa antikanker. Jika pada uji toksisitas
menunjukkan LC50 dibawah 1000 ppm berarti bahan tersebut memiliki potensi sebagai
antikanker. Nilai LC50 yang berbeda pada setiap bagian tanaman dapat disebabkan oleh
perbedaan kandungan metabolit sekundernya. Hal ini dibuktikan oleh Sari, Syafii,
Achmadi, dan Hanafi (2011) bahwa bagian tanaman yang berbeda mengandung senyawa
fitokimia yang berbeda serta menghasilkan nilai LC50 yang berbeda pula. Kandungan
metabolit sekunder dapat mempengaruhi aktivitas farmakologis dari tanaman tersebut
(Saxena, Saxena, Nema, Singh, & Gupta, 2013). Selain itu, faktor ekstraksi dan pelarut
yang berbeda juga mempengaruhi komponen aktif yang tertarik sehingga dapat
menyebabkan bioaktivitas yang berbeda pula (Azmir et al. 2013).
Toksikologi merupakan ilmu yang lebih tua dari farmakologi. Toksikologi telah ada
sejak jaman dahulu pada masa awal kehidupan manusia. Toksik (racun) pada jaman
dahulu meliputi racun dari hewan dan ekstrak tanaman yang digunakan untuk berburu,
perang ataupun pembunuhan. Dapat dikatakan bahwa manusia prasejarah telah
memahami racun dan dampaknya.
Uji toksisitas di lakukan untuk mengetahui tingkat ke amanan dan kebahayaan suatu
zat yang di uji. Adapun sumber zat toksik berasal darialam maupun bahan sintetiik
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM