Anda di halaman 1dari 15

Referat

DEVIASI SEPTUM

Oleh :
Liana
NIM 2008437656

Pembimbing :
dr. Loriana Ulfa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2022
DEVIASI SEPTUM

I. DEFINISI
Deviasi Septum adalah perubahan posisi septum nasi dari letaknya yang
berada di garis medial tubuh, membentuk deviasi ke salah satu maupun kedua
rongga hidung yang menyebabkan obstruksi.1

II. ANATOMI SEPTUM NASI


Septum nasi merupakan pemisah antara cavitas nasi kanan dan kiri yang
dibentuk oleh kartilago dan tulang. Bagian kartilago terdiri dari kartilago septum
dan kolumela, sedangkan bagian tulang terdiri dari lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Septum
nasi dilapisi oleh periosteum pada bagian tulang dan perikondrium pada bagian
kartilago, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Pada bagian
posterior, septum berartikulasi dengan lamina perpendikularis os etmoid, os nasal
dan vomer.1,2

Gambar 1. Anatomi septum nasi3

Vaskularisasi septum nasi dari cabang arteri karotis interna dan cabang
arteri karotis eksterna. Cabang arteri karotis interna yang memperdarahi septum
nasi yaitu arteri etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan cabang arteri karotis

1
eksterna yang memperdarahi septum nasi adalah arteri sfenopalatina (cabang
arteri maksilaris), arteri labial superior (cabang arteri fasialis) dan arteri palatina
mayor disebut pleksus kiesselbach yang terletak superfisial sehingga mudah
mengalami cedera dan sering menjadi sumber perdarahan.2

Gambar 2. Vaskularisasi Hidung3

Pada anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh nervus


etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan cabang dari nervus maksilaris dan
ganglion pterigopalatina mempersarafi bagian posterior dan memberikan sensasi
pada bagian anteroinferior septum nasi dan dinding lateral.2

Gambar 3. Persarafan Hidung3

2
III. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian septum yang benar-benar lurus dan berada di tengah
hanya sedikit dijumpai, biasanya terdapat pembengkokkan minimal atau terdapat
spina pada septum. Diperkirakan 75%-85% dari seluruh populasi mengalami
kelainan bentuk anatomi hidung dan yang paling banyak adalah deviasi septum.
Gray melaporkan diantara 2112 orang dewasa kejadian deviasi septum adalah
79%, sedangkan Van der Veken menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum
pada anak-anak meningkat dari 16% sampai 72% secara linear dari usia 3 tahun
sampai 14 tahun.4,5
Penelitian Mladina menunjukkan wanita memiliki septum yang normal
dua kali lebih banyak dibandingkan pada pria, tidak ada perbedaan yang
signifikan secara statistik untuk kejadian deviasi septum nasi di wilayah geografis
tertentu, walaupun bentuk dasar tengkorak manusia berbeda-beda pada populasi
dari berbagai wilayah geografis. Studi klinis juga menunjukkan bahwa deviasi
septum nasi dapat terjadi pada semua usia serta prevalensinya juga meningkat
seiring dengan bertambahnya usia.6,7
Penelitian di Pakistan tahun 2011 ditemukan 88% kasus deviasi septum
pada laki-laki dan 12% pada perempuan dengan 76% disebabkan trauma
kecelakaan dan 24% oleh trauma saat lahir.8

IV. ETIOLOGI
Trauma merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada deviasi
septum nasi. Umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya
berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung, seperti fraktur os nasal.
Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma, sehingga Gray (1972)
menerangkan dengan teori Birth Moulding. Posisi intrauterin yang abnormal dapat
menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi
pergeseran septum. Demikian pula tekanan torsi pada hidung saat kelahiran dapat
menambah trauma pada septum.1,9,10
Penyebab lain yaitu ketidakseimbangan pertumbuhan yang terjadi karena
tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah
menetap dan juga adanya perbedaan pertumbuhan antara septum dan palatum.1,9

3
Selain itu terdapat faktor ras dan herediter yang berperan, yaitu ras Caucasian
lebih banyak ditemukan dari pada ras Black Americans.3

V. KLASIFIKASI
Mladina membagi deviasi septum berdasarkan letak deviasinya, yaitu
sebagai berikut :6,11
a. Tipe I : Benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
b. Tipe II : Benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,
namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang
bermakna.
c. Tipe III : Deviasi menekan konka media/area osteomeatal.
d. Tipe IV : Disebut juga tipe S dimana septum bagian posterior dan
anterior berada pada sisi yang berbeda.
e. Tipe V : Tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara
di sisi lain masih normal.
f. Tipe VI : Tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral,
sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.
g. Tipe VII: Kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I - tipe VI.

Gambar 4. Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina6

4
Klasifikasi lain yang dibuat oleh Jin RH dkk membagi deviasi septum
berdasarkan berat atau ringannya keluhan yaitu :12,13
a. Ringan
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian
septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
b. Sedang
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung tetapi ada sedikit
bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
c. Berat
Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral
hidung.
Jin RH dkk juga mengklasifikasikan deviasi septum menjadi 4, yaitu :13
1. Deviasi lokal termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal
2. Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir
3. Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal
4. Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar

Gambar 5. Klasifikasi Deviasi Septum Menurut Jin RH dkk13

Klasifikasi deviasi septum berdasarkan bentuk deformitasnya terdiri


dari:1,9,10
1. Krista dan spina : Terjadi penonjolan tulang atau tulang rawan septum.
Bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista
dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina.

5
2. Deviasi : Biasanya berbentuk huruf C atau S
3. Dislokasi : Bagian bawah kartilago septum ke luar dari krista
maksila dan masuk ke dalam rongga hidung.
4. Sinekia : Deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan
konka di hadapannya. Bentuk ini menambah beratnya
obstruksi.

Gambar 6. Bentuk Deviasi Septum Nasi3

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis deviasi septum ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan salah satu keluhan
yang paling sering yaitu sumbatan hidung. Sumbatan hidung bisa unilateral atau
bilateral. Keluhan lainnya pada pasien deviasi septum yaitu, perdarahan hidung
(epistaksis), infeksi sinus (sinusitis), nyeri pada wajah, nyeri kepala dan sekitar
mata, post nasal drip, mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep) terutama
pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata pada deviasi
septum adalah efek neurologis berupa tekanan yang diberikan oleh deviasi septum
pada saraf sensoris dari dinding lateral hidung. Saraf sensoris ini berasal dari
nervus maksilaris melalui ganglion sfenopalatina, yang mana nervus maksilaris
merupakan percabangan dari nervus trigeminus.4,9
Pemeriksaan fisik dimulai dari inspeksi bentuk luar hidung untuk menilai
suatu deviasi, dilanjutkan dengan palpasi untuk merasakan ada atau tidaknya
krepitasi tulang hidung pada fraktur os nasal atau nyeri tekan pada peradangan
hidung dan sinus paranasal. Kemudian dilakukan pemeriksaan rinoskopi anterior
menggunakan spekulum hidung dan nasal endoskopi untuk melihat rongga hidung
bagian dalam. Pemeriksaan rinoskopi anterior dan pemeriksaan nasal endoskopi

6
adalah gold standard dalam menegakkan diagnosis deviasi septum. Pemeriksaan
nasal endoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum
bagian posterior atau untuk melihat robekan mukosa.4,7
Terdapat juga pemeriksaan lainnya yaitu uji cottle yang digunakan dalam
menilai sumbatan hidung karena kelainan dari nasal valve. Tes ini dilakukan
dengan cara menarik pipi kesamping dan pasien diminta bernafas dengan tenang.
Test dikatakan positif apabila jalan napas hidung membaik pada sisi uji yang
menunjukkan kelainan pada komponen vestibular dari nasal valve.3

`
Gambar 7. Uji Cottle3

Pemeriksaan penunjang yang sering dikerjakan pada diagnosis deviasi


septum nasi adalah foto rontgen dan Computed Tomography (CT) Scan sinus
paranasal.14 Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen dan CT Scan sinus
paranasal lebih ditujukan untuk menilai komplikasi, struktur anatomi hidung dan
sinus paranasal lainnya.15

Gambar 8. Rontgen Sinus Paranasal15

7
Gambar 9. CT Scan Sinus Paranasal. Deviasi septum nasi (a), Normal septum
nasi (b)14

VII. PENATALAKSANAAN
Bila gejala tidak ditemukan atau keluhan sangat ringan, tidak perlu
dilakukan tindakan koreksi septum. Pemberian analgetik dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit dan dekongestan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Pada deviasi septum yang memberikan gejala obstruksi dapat dilakukan upaya
pembedahan :4,9
a. Septoplasti
Septoplasti adalah prosedur operasi yang dilakukan untuk koreksi deviasi
septum nasi. Operasi septum dilakukan setelah usia 17 tahun, sehingga tidak
mengganggu pertumbuhan tulang hidung. Pada operasi ini dilakukan reposisi di
tulang rawan yang bengkok, yaitu pada bagian yang berlebih untuk diangkat. Cara
operasi ini dapat mencegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi
submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan saddle nose.4,16

Gambar 10. Septoplasty16

8
Pada septoplasti ada beberapa insisi yang dapat dilakukan seperti, Killian
incision biasanya dilakukan pada deviasi septum yang ditemukan pada bagian
tengah sampai sepertiga posterior rongga hidung. Namun dengan jenis insisi ini
bagian caudal septum tidak dapat dijangkau, sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya robekan pada membran. Hemitransfixion incision biasanya dilakukan
pada batas caudal septum. Hemitransfixion incision adalah salah satu insisi yang
lebih umum digunakan dalam prosedur septoplasti dan memberikan akses lebih
mudah ke caudal septum yang mengalami deviasi. Cottle Elevator incision
septoplasti menggunakan alat khusus yang memiliki dua sisi. Satu sisi tumpul dan
datar, sisi yang lain dalam bentuk tajam. Sisi alat yang memiliki bagian tajam di
ujungnya digunakan untuk membuat sayatan, sedangkan sisi yang tumpul dan
datar digunakan untuk meninggikan struktur hidung tanpa melukai sisa struktur
hidung yang rapuh.17,18

Gambar 11. Insisi pada septoplasti. Killian incision (a), hemitransfixion


incision (b)18

Gambar 12. Cottle elevator incision19

9
b. Reseksi Sub Mukosa
Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiostium kedua sisi
dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang rawan
dari septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan
mukoperiostium sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.
Indikasi khusus untuk reseksi submukosa yaitu ketika tulang rawan atau tulang
dari septum diperlukan untuk graft. Reseksi submukosa sudah mulai digantikan
dengan septoplasti, karena reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi
seperti terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung,
oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat.1

Gambar 13. Submucous resection (SMR)20

VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari deviasi septum nasi yaitu :3,7
a. Rinosinusitis
Hal ini sesuai dengan teori aerodinamik yaitu deviasi septum
mengakibatkan peningkatan kecepatan aliran udara dalam kavum nasi yang
menyebabkan mukosa kering dan fungsi mukosiliar berkurang yang merupakan
salah satu faktor terjadinya rinosinusitis.

10
b. Gangguan Tuba Eustachius
Penyebab gangguan fungsi tuba eustachius salah satunya yaitu obstruksi
mekanik yang dapat terjadi secara intraluminer maupun ekstraluminer. Obstruksi
secara intraluminer pada keadaan alergi atau infeksi dapat menyebabkan edema
sepanjang mukosa tuba eustachius. Sedangkan obstruksi secara ekstraluminer
disebabkan oleh struktur yang sangat berdekatan dengan ostium tuba seperti
hipertrofi adenoid, tumor nasofaring, deviasi septum dan polip nasi yang meluas
ke nasofaring. Deviasi septum nasi merupakan salah satu faktor predisposisi dan
tidak secara langsung menyebabkan obstruksi pada ostium tuba.
Komplikasi juga dapat terjadi setelah dilakukan operasi deviasi septum.
Beberapa komplikasi post-operasi deviasi septum nasi, diantaranya :21
1. Uncontrolled Bleeding, biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau
berasal dari perdarahan pada membran mukosa.
2. Septal Hematoma, terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga
menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan terjadi pengumpulan
darah. Hal ini umumnya terjadi segera setelah operasi dilakukan.
3. Nasal Septal Perforation, apabila terbentuk rongga yang menghubungkan
antara kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan perdarahan
pada kedua sisi membran hidung selama operasi.
4. Saddle Deformity, dapat terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak
diangkat dari dalam hidung.
5. Recurrence of The Deviation, sering terjadi pada pasien yang memiliki
deviasi septum berat yang sulit untuk dilakukan perbaikan.

IX. PROGNOSIS
Prognosis dari deviasi septum nasal baik bila cepat ditangani dengan
tindakan yang tepat dan belum ada komplikasi. Pada pasien deviasi septum
setelah menjalani operasi cukup baik, dalam 10-20 hari biasanya dapat melakukan
aktivitas kembali. Pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi
dilakukan dan harus menghindari trauma pada daerah hidung.9

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam: Soepardi EA,


Iskandar N, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi 7, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2012: 104-105.

2. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 9, Jakarta:


EGC; 2012. Hal: 174-177.

3. Dhingra P, Dhingra S. Nasal Septum and Its Diseases. In: Dhingra P,


Dhingra S, editor. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and Neck
Surgery. 6 ed. Elsevier; 2014. Hal. 138-416.

4. Budiman BJ, Pulungan MR. Penatalaksanan deviasi septum dengan


septoplasti endoskopik metode open book. Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas; 2012;42(1):6-7. [diakses pada 14 Februari 2022].
Tersedia dari: https://www.orli.or.id/index.php/orli/article/view/33.

5. Harar R, Chadha NK, Rogers G. The role of septal deviation in adult chronic
rhinosinusitis. Rhinology 2004;42:126-30. [cited 2022 Feb 14]. Available
from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15521664/.

6. Mladina R, Čujić E, Šubarić M, Vuković K. Nasal septal deformities in ear,


nose, and throat patients: an international study. Am J Otolaryngol.
[Internet]. 2008;29(2):75-82. [cited 2022 Feb 15]. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/18314016/.

7. Toluhula TT, Punagi AQ, Perkasa MF. Hubungan tipe deviasi septum nasi
menurut klasifikasi mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba
eustachius. Makasar: Universitas Hasanuddin; 2013;43(2):120-130. [diakses
pada 15 Februari 2022]. Tersedia dari:
https://www.orli.or.id/index.php/orli/article/view/69.

8. A Santosa, D Permatasari, IBS Putera. Management Of Nasal Septal


Deviation With Endoscopic Septoplasty. Bali: Universitas Warmadewa;
2018;434(1):1. [cited 2022 Feb 15]. Available from:
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1757-899X/434/1/012337/pdf.

9. Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2017. Hal: 104.

12
10. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran sumbatan hidung pada deviasi septum
nasi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2012. Hal; 16-17.
[diakses pada 15 Februari 2022]. Tersedia dari:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/4.

11. Teixeria J, Certal V, Chang ET, Chamaco M. Nasal Septal Devitions: A


Systematic Review of Classification Systems. Hindawi: Walter Reed
National Military Medical Center; 2016. P; 3-5. [cited 2022 Feb 16].
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26933510/.

12. Redzic SH, Poje G. Relation characteristics of nasal septal deviations and
external nasal deformities. Folia Med. Fac. Med. Univ. Saraeviensis
2017;52(2):68-73. [cited 2022 Feb 15]. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/351986072_Relation_characteristic
s_of_nasal_septal_deviations_and_external_nasal_deformities.

13. Jin RH, Lee YJ. New description method and classification system for septal
deviation. Journal of Rhinology. 2007;14(1):27-31. [cited 2022 Feb 20].
Available from: https://www.j-rhinology.org/upload/pdf/jr-14-1-27.pdf.

14. Hartman C, Holton N, Miller S, Yokley T, Marshall S, Srinivasan S, et al.


Nasal septal deviation and facial skeletal asymmetries. Anat
Rec.2016;299(3):295–306. [cited 2022 Feb 16]. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26677010/.

15. Bailey BJ, Johnson JT, Head and Neck Surgery-Otolaryngology, Fourth
edition, Volume one. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2006:307-334.

16. Pandey A. Septoplasty. US: American Society Of Plastic Surgeon; 2020.


[cited 2022 Feb 14]. Available from:
https://www.myupchar.com/en/surgery/septoplasty.amp.

17. Sadati K, Florin W. [homepage on the Internet]. Gallery of Cosmetic Surgery


& Aesthetic Lounge. San Miguel. [cited 2022 Mar 03]. Available from:
https://galleryofcosmeticsurgery.com/patient-resources/blog/.

18. Gilman GS. Septoplasty. [Internet]. Ento key. Otolaryngology; Jun 2016.
[cited 2022 Mar 03]. Available from: https://entokey.com/septoplasty/.

13
19. Persichetti P, Toto V, et al. The correction of nasal septal deviations in
rhinoplasty. Annals of Oral and Maxillofacial Surgery. London. 2013;1(2):2.
[cited 2022 Mar 03]. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/259266762_The_correction_of_nas
al_septal_deviations_in_rhinoplasty.

20. Netter FH, Carlos M, et al. Netter images. [Internet]. Elsevier; 2005. [cited
2022 Feb 24]. Available from: https://www.netterimages.com/.

21. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic,
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2005.hal.
319-34.

14

Anda mungkin juga menyukai