Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstrak
Kalimantan merupakan pusat produksi batubara, yang menghasilkan lebih 90% batubara
dari Indonesia (kini pengekspor terbesar kedua di dunia). Kalimantan dianugerahi dengan
sungai-sungai dan tambang batubara yang terletak dekat pantai, memungkinkan transportasi
batubara dapat dilakukan tanpa pengembangan infrastruktur yang intensif dan berbiaya mahal.
Bagaimanapun, fasilitas yang diberikan alam tersebut kini tak memadai lagi seiring dengan
perkembangan produksi batubara di Kalimantan yang melesat pesat dari 2 juta ton (1985)
menjadi 145 juta ton ( 2005).
Pembangunan PLTU skala besar yang direncanakan Pemerintah akan mendongkrak
permintaan terhadap batubara di Kalimantan lebih tinggi lagi. Batubara harus hadir di mulut
PLTU (sebagian besar di Jawa) dan ini merupakan tantangan yang serius dari segi
transportasinya.
Makalah ini menunjukkan kondisi infrastruktur transportasi pertambangan batubara di
Kalimantan, tantangan yang dihadapi, dikaitkan dengan rencana percepatan pembangunan
PLTU 17.000 MW serta target Pemerintah untuk meningkatkan pangsa batubara dalam energy
mix nasional. Usulan disampaikan untuk meningkatkan kapasitas infrastruktur transportasi, di
antaranya merealisasikan pembangunan jalur kereta api dan mengembangkan kemitraan
pemerintah-swasta yang lebih baik.
1. Pengantar
Indonesia dalam 2 dekade belakangan telah meningkatkan produksi batubaranya besar-
besaran dari hanya 2 juta ton pada tahun 1985 menjadi 145 juta ton pada tahun 2005. Sebagian
besar dari produksi batubara tersebut diekspor terutama ke negara industri Asia (Taiwan, Jepang,
Hong Kong dan Korea Selatan). Indonesia saat ini tercatat sebagai pengekspor batubara terbesar
kedua di dunia, mengekspor 92,5 juta ton pada tahun 2005.
Kalimantan merupakan pusat produksi batubara Indonesia, yang menghasilkan lebih dari
90% produksi batubara di Tanah Air (Gambar 1). Cadangan batubara Kalimantan sebenarnya
hanyalah sekitar 51% dari cadangan batubara (resources) di Tanah Air, sementara daerah lain,
terutama Sumatra, juga memiliki cadangan batubara dalam jumlah besar, khususnya yang
1
Disampaikan sebelumnya dalam Seminar Peran Penting Batubara Menyongsong Era Energy-Mix 2025, dalam
rangka COAL 2006, The 1st International Trade Exhibition on Coal Mining Technology & Equipment, Jakarta
International Convention Center, 24-27 May 2006.
2
Perencana Senior (Ahli Perencana Madya) Bidang Energi & Pertambangan di BAPPENAS. Email:
nugrohohn@bappenas.go.id
1
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN LainnyaEdisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
1%
terbukti (proven reserves).
Sumatra Selatan
Mutu batubara Kalimantan Kalimantan
7%
sangat baik dengan kandungan Selatan
panas tinggi serta kadar abu dan 41%
belerang yang rendah,
membuatnya sangat laku, baik
untuk ekspor maupun pasaran
domestik. Kalimantan Timur
Dibandingkan Sumatra 51%
yang juga memiliki cadangan Gambar 1.
cukup besar dan beberapa Produksi batubara Indonesia berdasarkan propinsi asal (2004)
tambang batubara, industri
batubara di Kalimantan
diuntungkan dengan
keberadaan tambang-tambang yang berada relatif dekat dengan pantai serta sungai besar (Barito,
Mahakam) yang memungkinkan batubara dapat ditransport tanpa harus mengembangkan
infrastruktur transportasi yang mahal untuk itu.
Bagaimanapun, kapasitas dari infrastruktur transportasi batubara yang ada di Kalimantan
saat ini –khususnya yang disediakan oleh alam—sudah sangat terbatas dan tak layak dipaksa
lagi untuk melayani lalulintas batubara yang semakin banyak, apalagi bila produksi batubara
ditingkatkan secara besar-besaran. Investasi untuk meningkatkan kapasitas transportasi
dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan permintaan batubara yang akan terjadi.
Makalah ini menggambarkan kondisi pertambangan batubara di Kalimantan, infrastruktur
transportasi batubara yang terdapat dan permasalahannya, serta usulan untuk meningkatkan
kapasitas infrastruktur transportasi. Hal ini dikaitkan terutama dengan rencana Pemerintah
melakukan pembangunan PLTU Batubara secara besar-besaran (kapasitas 17.000 MW).
2
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
Tabel 1.
Produksi batubara dari Kalimantan Selatan dan Timur (juta ton/tahun)
Operasi tambang batubara di Kalimantan sampai saat ini dilakukan di tambang terbuka
(open pit mining), menggunakan teknologi penambangan sederhana mengandalkan truk dan
mobil “penggaruk” (shovel), dan hanya menerapkan pengolahan lanjut yang minimal sebelum
batubaranya dikirimkan.
Tambang-tambang yang sekarang dalam status “produksi” sebagian besar berlokasi di
dekat-dekat sungai atau tepi pantai. Sementara itu, beberapa studi kelayakan sedang dilakukan
untuk mengembangkan tambang-tambang yang berada lebih di pedalaman. Terdapat indikasi
bahwa cadangan batubara yang bermutu sangat tinggi (khususnya cooking coal yang berharga
sangat mahal) berada di wilayah-wilayah pedalaman yang masih jauh dari jangkauan
infrastruktur transportasi saat ini.
Gambar 2 menunjukkan tambang-tambang di Kalimantan dalam berbagai status operasi,
serta gambaran infrastruktur transportasi batubara yang ada, khususnya sungai-sungai dan
terminal batubara.
3
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
Gambar 2.
Tambang di Kalimantan dalam berbagai status operasi (2005)
Produksi
Eksplorasi
Studi Kelayakan
0 100 200km
4
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
Gambar 3.
Pelabuhan Batubara Indonesia
5
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
Mahakam dan Barito merupakan sungai utama di Kalimantan tempat lalulintas tongkang
batubara dilakukan. Tongkang yang dipergunakan untuk angkutan batubara di sungai-sungai
tersebut berukuran 3.000-10.000 DWT. Kapal pengangkut untuk tujuan ekspor berkapasitas
hingga 180.000 DWT. Armada angkutan batubara dikuasai asing.
Kereta api yang merupakan moda angkutan paling efisien dan berdampak lingkungan kecil
untuk pengangkutan bulk batubara (seperti dibuktikan di USA, Australia, dsb.) belum satu jalur
pun terbangun jaringannya di Kalimantan. Studi pembangunan jalur-jalur kereta api batubara di
Kalimantan sebetulnya telah pernah dilakukan, misalnya oleh Institut Ekonomi Energi Jepang,
METI-Jepang maupun BAPPENAS.
Wujud fisik dari jaringan kereta api tersebut belum ada, karena pembangunannya
terkendala mahalnya biaya konstruksi, lemahnya kapasitas institusi untuk membangun jalur
baru, termasuk –sementara ini-- UU Kereta Api yang mengizinkan pembangunan jalur kereta api
hanya oleh PJKA/PTKA. Institusi yang tak siap ini termasuk unsur-unsur di pemerintah pusat
dan daerah.
Permasalahan yang kini terjadi dengan sistem angkutan batubara di Kalimantan adalah
kapasitas sungai-sungai untuk menampung lalulintas barge batubara sudah tak mungkin lagi
dilanggar, karena sudah dilampaui. Lalulintas angkutan batubara sangat padat, di beberapa
tempat harus dipandu untuk menghindari “tabrakan” dengan kapal pengangkut lain atau sasaran
lain. Kapasitas angkuta juga menjadi rendah karena berkurangnya jumlah hari traffic disebabkan
perubahan musim dan pendangkalan. Pada musim kemarau, sebagian badan sungai tak dapat
dilayari karena kering, sedangkan di musin penghujan, pelayaran juga sering tak dapat dilakukan
karena banjir.
Peningkatan kapasitas angkut di sungai-sungai utama tak hanya membutuhkan
pengerukan/pelebaran, tapi juga menggantikan jembatan-jembatan. Mahakam, misalnya,
memiliki jembatan panjang (Mahakam) namun tidak cukup lebar untuk armada tongkang dapat
berlalulintas dengan leluasa. Hal ini diperburuk dengan ramainya lalulintas kapal mengangkut
berbagai macam komoditi di muara Mahakam. Barito memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi,
bersumber dari muara, apalagi saban musim banjir tiba. Di hulu Barito mungkin digunakan
barge berukuran hingga 10.000 DWT, namun yang harus dipindahkan lagi ke barge yang lebih
kecil (3.000 DWT) di hilir karena kendala perairan dangkal. Frekuensi transhipment yang
terlampau sering ini sangat mengganggu efisiensi angkutan batubara.
Lalulintas batubara yang semrawut, mencemari, mengganggu lalulintas komoditas lain –di
samping pengerukan yang sering terlambat-- membuat Pemerintah Daerah belakangan
mengancam menutup angkutan batubara. 3 Ini jelas membuat situasi semakin rumit.
Tak hanya angkutan sungai, armada truk batubara yang mencemari dengan debu dan
sebagian malah merusak jalan umum merupakan bagian dari keluhan masyarakat sehari-hari di
Kalimantan. Jalan darat untuk lewat truk pengangkut batubara sebagian besar merupakan jalan
tanah yang akan berkumpur ketika hujan tiba, menghalangi kapasitas transportasi batubara.
Selain itu, beban truk yang berat dengan batubara yang diangkut mengakibatkan jalan cepat
rusak dan membutuhkan biaya cukup besar untuk memperbaikinya. Beban untuk membangun
dan memelihara jalan (yang dapat mencapai puluhan, bahkan lebih dari 100 km) sebenarnya
cukup berat untuk ditanggung secara sendiri-sendiri oleh perusahaan tambang.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, belakangan menghadapi kendala penyediaan dana
pembangunan, tercermin jelas pada infrastruktur transportasi di Tanah Air yang meluruh, serta
pelayanan transportasi yang secara umum menurun. Sementara pembangunan PLTU dan
penyiapan tambang adalah wilayah tanggung jawab Departemen Energi & Sumberdaya Mineral,
tidak jelas dari pandangan Sektor Transportasi apakah angkutan batubara (sungai, kereta api,
darat, laut) menjadi prioritas tinggi dibandingkan aneka masalah dalam sektor mereka sendiri?
Bagaimana Pemerintah Daerah atau perencanaan nasional melihat permasalahan infrastruktur
3
Alur Barito Makin Dangkal, Jika Dana Pengerukan Tidak Turun, Angkutan Batubara Dihentikan,
KOMPAS, 3 Mei 2006.
6
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
transportasi dalam suatu kawasan pulau besar dari komoditas yang belakangan telah tumbuh
sebagai penyumbang devisa utama dari ekspor sumberdaya alam Indonesia?
4
Angka sementara. Detail rencana pembangunan PLTU Batubara yang akan dilakukan, hingga makalah
ini disusun, masih bersifat belum pasti (frozen).
7
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
memastikan harga dan bahwa pekerjaan di sisi hulu (penambangan) dapat disiapkan. Hampir
tidak mungkin nanti tiba-tiba mengubah kontrak penjualan perusahaan tambang atau
memperoleh batubara murah dalam skala besar dan kontinu di pasar bebas. Apalagi batubara
Kalimantan/Indonesia memiliki alternatif pemanfaatan/pembeli lain yang dapat menawarkan
harga pembelian yang lebih bersaing dibanding PLTU selama ini.
5
Di antaranya yang belakangan dilakukan oleh Intititut Ekonomi Energi Jepang, BAPPENAS dan Kementrian
Ekonomi, Perdagangan dan Industri (Jepang).
8
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
kereta api batubara perlu direalisasikan, dengan atau sebetulnya tanpa dikaitkan dengan
percepatan pembangunan PLTU Batubara 17.000 MW, karena kebutuhannya yang sudah sangat
mendesak.
Pembangunan tersebut dapat dimulai dari jalur yang paling significant dampaknya terhadap
peningkatan produksi serta kapasitas angkut batubara, yaitu jalur Mahakam. Keberhasilan
dalam mewujudkan satu jalur kereta api merupakan proses belajar yang sangat baik untuk
mewujudkan jalur-jalur lainnya yang akan menunjang efektivitas angkutan batubara di Tanah
Air.
Tak hanya jalur kereta api, pengembangan jaringan jalan, angkutan sungai dan terutama
terminal-terminal batubara perlu dirumuskan kembali. Perlu ditekankan bahwa pembangunan
infrastruktur transportasi tak hanya akan bermanfaat bagi kegiatan penambangan batubara saat
ini, namun juga –nantinya- untuk kebutuhan angkutan lain, termasuk manusia. Pembangunan
infrastruktur transportasi tersebut dapat dipertimbangkan sebagai bentuk “bayar hutang”
terhadap bumi Kalimantan yang sebelumnya telah dieksploitasi --termasuk hutan, minyak dan
gasnya-- tanpa warisan infrastruktur yang memadai.
Gambar 4.
Gagasan Pengembangan Jalur Kereta Api Batubara di Kalimantan
1 ) M a n g k a p a d ie L in e (3 5 4 k m )
2 ) S e n g g a ta L in e
(1 4 9 k m )
T a n ju n g B a ra
B o n ta n g
3 ) M a h a k a m L in e (3 5 0 k m )
BCT
4 ) S o u th B a lik p a p a n L in e (2 1 8 k m )
5 ) S e la ta n L in e
(2 4 0 k m )
NPLCT
6 ) B a tu L in e (1 5 1 k m )
IB T
0 100 200km
9
Hanan Nugroho PERENCANAAN PEMBANGUNAN Edisi 03/Th. XI/ Maret – Juni 2006
Pustaka
• Mimuroto & Shugiuchi, Preliminary Feasibility Study on Railway Coal Transportation in
Kalimantan, Indonesia, Japan Institute of Energy Economics, 2002.
• Bappenas, Studi Kebijakan Bauran Energi Nasional, Laporan Akhir, 2003.
• Ministry of Economy, Trade and Industry (Japan), Kalimantan Coal Transport Program
(Project Assistance for Private Initiative Infrastructure Project in Developing Countries), Final
Report, Maret 2006.
• Hanan Nugroho, Percepatan Pembangunan PLTU: Tantangan Transportasi Batubara dan
Pembiayaan, Investor Daily, 12 Mei 2006.
• Hanan Nugroho, Pipa Transmisi Gas Bumi Kalimantan Timur – Jawa Sebagai Alternatif Untuk
Memasok Kebutuhan Energi di Jawa, Perencanaan Pembangunan 02/XI/ Januari-Maret 2006.
• Hanan Nugroho, Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi
BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional, dan pembangunan
infrastruktur energi, Perencanaan Pembangunan Edisi 02 Tahun X, 2005.
• Asian Development Bank, Gas Transportation Project Through Public-Private Partnership
(East Kalimantan – Java), ADB TA 4360-INO, Part A, Final Report, Januari 2006.
10