Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolak ukur kehidupan berbangsa dan
bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik
Indonesia tertanam dalam jiwa pancasila. Kesadaran etik yang merupakan kesadaran
relational akan tumbuh subur bagi warga masyarakat Indonesia ketika nilai-nilai
pancasila itu diyakini kebenarannya, kesadaran etik juga akan lebih berkembang ketika
nilai dan moral pancasila itu dapat di breakdown kedalam norma-norma yang
diberlakukan di Indonesia.
Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka, namun jika kita telah secara
individu (minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan
para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya mampu
menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan keadilan bersama. Sehingga cita-cita untuk
mewujudkan rakyat yang adil dan makmur kenyap ditelan kepentingan politik pribadi.
Dalam fakta sejarah tidak sedikit orang berpolitik dangan menghalalkan segala cara.
Dunia politik penuh dengan intrik-intrik kotor guna memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan.
Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif
ataupun praktis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum yang pada gilirannya
harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma hukum
dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika?
2. Apa pengertian nilai, moral, dan norma?
3. Apa yang dimaksud dengan etika politik?
4. Apa saja prinsip dasar etika politik pancasila?
5. Bagaimana hubungan politik dan pancasila?
6. Makna nilai-nilai pancasila dalam etika politik?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos , yang artinya
watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa
Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata
etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari, dua kata ini
digunakan secara berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang
di nilai , sedangkan etika digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada. Dalam bahasa
Arab, padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak; khuluk yang berarti
perangai, tingkah laku atau tabiat.1
Selanjutnya etika dapat dibagi atas etika umun dan etika khusus. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. Sedangkan
etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia. Etika khusus terbagi menjadi etika individual, yaitu membahas
kewajiaban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial membahas kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat. 2

Pada dasarnya etika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti
nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan
sebagainya.
1. Sumber kebaikan dan keburukan
Sumber kebaikan dan keburukan _ kemauan bebas untuk memilih
Teori kemauan bebas, yaitu: determinisme dan indeterminisme
- Determinisme: “Manusia sejak semula sudah ditetapkan/direncanakan”
 Determinisme materialistis :
“Manusia serba materi _ Hukum alam”
-Darwinisme _ Manusia hasil perkembangan alamiah.
“Stunggle for life, survival of the fittest” = perjuangan hidup, siapa yang kuat
dialah yang hidup terus menerus
-La Mettic (Mesin), fourbach (atheisme)
 Determinisme Religius
“Kekuasaan Tuhan menjadi prinsip penetapan tingkah laku manusia”
- Indeterminisme
 manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan memilih
 tanpa kemauan bebas manusia tidak mungkin mengetahui moral yang baik

1
Prof. A. Qodri Azizi, Ph.D, et. al. Membangun integritas bangsa, (Jakarta 2004: Renaisan) hlm.116
2
Franz Magnez-Suseno, Etika politi, (Jakarta 1987: PT Gramedia Pustaka Utama) hlm. 7 - 8

2
2. Kriteria tentang baik dan buruk
 Hedonisme : kenikmatan
 Utilisme : kemanfaatan
 Vitalisme : kekuatan hidup/kekuasaan. Pesaingan adalah dinamika hidup
 Sosialisme : pandangan masyarakat
 Religiusme : seuai dengan kehendak tuhan
 Homarisme : kodrat manusia (human-nature)

 Religiusme _ Islam memiliki 5 kategori


Baik : Baik sekali = wajib; Baik = sunnat, Netral = mubah; buruk = makruh, buruk
sekali = haram
 Humanisme _ tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat
manusia, tidak mengurangi/menentang kemanusiaan.
- Kebaikan berdasarkan kodratnya (kebaikan kodrati)
- Kebaikan yang mengatasi kodrat (kebaikan adi kodrati/kebaikan wahyu tuhan)
- Akal budi (penerang baik buruknya tindakan)
- Hati nurani (indeks (petunjuk), indeks (hakim, index (penghukum) )

3. Pendekatan etika
Normatif Etik : melalui menelaahan dan penyaringan ukuran-ukuran normatif
seseorang berperilaku sesuai dengan norma yang telah disepakati baik lisan maupun
tulisan.
Deskriptif : sadar akan kebaikan etika tapi tidak merasa perlu mentaatinya secara
keseluruhan.
Practical Etik : sadar memperlakukan etika sesuai status dan kemampuannya.3

4. Norma dasar etika (metaethics)


 Norma ke-Tuhanan (Hablum Minallah)
“Manusia berperilaku etika _ melaksanakan perintah/menjauhi larangan tuhan”
 Nurma kemanusiaan (Hablum Minannas)
“perilaku etika _ berakibat baik pada kehidupan bersama”

5. Prinsip-prinsip etika
The Great Ideas : A syntopicon of Great Books of Western World
 120 macam “ide agung” _ enam landasan prinsipil etika:
- Prinsip keindahan (Beauty)
- Prinsip persamaan (Equality)

3
Syafi’e Inu Kencana, Etika pemerintahan, (Jakarta 1994: Rika cipta) hlm. 11

3
- Prinsip keadilan (Justice)
- Prinsip kebebasan (Library)
- Prinsip kebenaran (Truth)

B. Pengertian Nilai, Moral dan Norma


Nilai, moral dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini
saling terkait dalam memahami Pancasila sebagai etika politik.

1. Nilai
Nialai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, namun
bukan objek itu sendiri. Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam
bersikap dan berperilaku baik disadari maupun tidak disadari. Nilai merupakan harga
untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan.
Nilai akan lebih bermanfaat dalam menuntut sikap dan tingkah laku manusia, maka
harus lebih dikongkritkan lagi secara objektif, sehingga memudahkannya dalam
menjabarkannya dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma huku, norma
agama, norma adat istiadat.

Prof. Notonegoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia

Nilai kerohanian dapat dirinci menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:
1) Nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
2) Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intiusi.
3) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa,
etika).
4) Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang
tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber pada keyakinan dan keimanan manusia
terhadap tuhan. Nilai religi ini berhubungan dengan nilai penghayatan yang bersifat
transedental, dalam usaha manusia untuk memahami arti dan makna kehadirannya di
dunia. Nilai ini berfungsi sebagai sumber moral yang dipercaya sebagai rahmat dan
ridha Tuhan.4

2. Moral

4
Dr. H. Syahrial Syurbaini, M.A., Pendidikan Pancasila, (Bandung 2003: Ghalia Indonesia) hlm. 43 - 45

4
Moral berasal dari kata mos (mores) = kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah
ajaran tentang hala yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia. Seseorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang
berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
sebaliknya yang terjadi , maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dan
perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan
mulia.
Moral merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik.
Moral dan etika hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan yang
membahas prinsip-prinsip moralitas.

3. Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-
hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya merupakan perwujudan martabat
manusia sebagai makhluk budaya, social, moral, dan religi. Norma merupakan suatu
kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu
norma dan perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan,
norma hukum, dan norma sosial
Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi,
misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan.
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yan
dipaksakan oleh alat Negara.

C. Pengertian Etika Politik


Etika adalah filsafat moral tentang dimensi politik kehidupan manusia. Karena itu,
etika politik mempertanyakannya tanggung jawab dan kewajiaban manusia sebagai
manusia dan sebagai warga Negara terhadap Negara hukum dan sebagainya. Selanjutnya
dijelaskan bahwa “Dimensi Politis Manusia” adalah demensi masyarakat sebagai
keseluruhan. Jadi yang menjadi ciri khas suatu pendekatan yang disebut “pilitis” adalah
pendekatan itu terjadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada masyarakat secara
kesuluruhan.5
Dimensi politis itu sendiri memiliki dua fungsi fundamental yang saling
melengkapi, sesuai kemampuan fundamental manusia yaitu pengertian dan kehendak

5
Drs Ali Amran, S.H., M.H., Pendidikan pancasilka, (Jakarta 2016: PT Raja Grafindo Persada) hlm 183

5
untuk bertindak. Struktur ganda ini, “tahu” dan “mau” dapat diamati dalam setiap bidang
kehidupan manusia.
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam
lingkungan filsafat. Filsafata yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah
etikaika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiabn manusia. Ada berbagai
etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi dan etika
pendidikan. Dalam hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis
kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur
betul salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian etika politik
mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiaban manusia sebagai manusia dan bukan
hanya sebagai warga negara terhadap Negara, hokum yang berlaku dan lain sebagainya.6

D. Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila


Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip yang disusun menurut
pengelompokan pancasila, karena pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan
tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralism adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup
dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang
berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan
pengakuan terhadap kebebasan Bergama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari
informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan
kelompok orang.
2. Hak asasi manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti kemanusiaan yang adil dan beradab.
Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan
dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik
mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut. Mutlak karena manusia
memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena
pemberian Sang Pencipta. Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu
mulai disadari, diambang modernitas dimana manusia tidak alagi dilindungi oleh
adat/tradisi, dan sebaiknya diancam oleh Negara modern. 7
3. Solidaritas bangsa
Solidaristas tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain,
bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya
apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup
manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu
keluarga, kampong, kelompok etnis, kelompok agama, kelompok kebangsaan,
6
Ibid, hlm. 184
7
Kaelan, Pendidikan panasila, (Yogyakarta 2002: Paradigma), hlm. 40

6
solidaritas sebagai manusia. Maka disini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi
seimbang apabila lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan
masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa taka da manusia atau sebuah elit
atu sekelompok ediologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus
atau boleh hidup. demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin
berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin.
Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke
dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar, yaitu: pengakuan dan
jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak
menjadi kediktatoran mayoritas. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan
terhadap hukum (Negara hokum demokrasi). Maka kepastian hukum merupakan unsur
hakiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat.
Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidak adilan. Tuntunan
keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadialn yang ada
dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi disemua bidang terhadap
perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
kemiskinan, ketidakperdulian dan kekerasan sosial. Ekstremisme ideologis yang anti
pluralisme, pertama-tama ekstremisme agama diamana mereka yang merasa tahu
kehendak tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

E. Hubungan Etika Politik dan Pancasiala


Dalam kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu sendiri. Etika
politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas
(legitimasi hukum), secara demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan prinsip-
prinsip moral atu tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral). Pancasila sebagai
suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.8

Penyelenggaraan Negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang


menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral
religius (sila I) serta moral kemanusiaan (sial II). Selain itu dalam pelaksanaan dan

8
https://www.gurupendidikan.co.id/2020/24, Pancasila Sebagai Etika Politik

7
menyelenggarakan Negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip legalitas.
Negara Indonesia adalah Negara hukum, oleh karena itu “keadilan” dalam hidup bersama
(keadilan sosial) sebagaimana terkandung dalam sila ke V. Negara adalah berasal dari
rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat
(sila VI).
Prinsip-prinsip dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam pancasila.
Dengan demikian, pancasila adalah sumber etika politik yang mesti direalisasikan. Para
pejabat eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Pelaksanaan aparat dan penegak hokum
harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus
berdasar pada legitimasi moral yang memang pembentukan dari nilai-nilai serta
dikongkretitasi oleh norma.

F. Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik


Pancasila sebagai dasar falsafat bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan
nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika
dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan
berbangsa yang lainnya. Namun, makna pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-
masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak bias ditukar balikkan letak dan susunannya.
Untuk memahami dan mendalami nilai-nilai pancasila dalam etika berpolitik itu semua
terkandung dalam kelima sila pancasila.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


Ketuhanan berasal dari kata tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa
berarti Maha Tunggal, tidaka ada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya.
Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada ketuhanan
yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya untuk beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak
boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan yang Maha Esa dan anti
Keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan
memiliki potensi piker, rasa, karsa, dan cipta. Dengan akal nuraninya manusia
menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai
dengan hak dan kewajiaban seseorang. Beradap kata pokoknya dalah adab, sinonim
dengan sopan, berbudi luhur dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesoapanan,
dan bersusila.
Hakikatnya terkandung dalam UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu , penjajahan di atas dunia

8
harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan pri keadilan …”.
Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.9

3. Persatuan Indonesia
Peresatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup persatuan dalam arti
ideologis, politik, ekonomi dan sosial budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk
membantu suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh
UUD 1945.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar kerakyatan, yaitu kelompok manusia yang
berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila ini bermaksud bahwa Indonesia menganut
sistem demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa
kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan.
Sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu,
“… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat
…”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang
kehidupan, baik maretial maupun spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara
Indonesia baik yang tinggal di dalam negeri maupun yang di luar negeri. Hakikat
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua
pembukaan UUD 1945, yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia …
Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Pola pikir untuk


membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai
dengan kelima sila yang telah dijabarkan di atas. Yang mana dalam berpolitik harus
bertumpu pada ketuhanan yang Maha Esa, kemudian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

9
Ibid, hm. 197

9
Permusyawaratan/Perwakilan dan dengan penuh keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia tanpa pandang bulu.
Nilai-nilai pancasila tersebut mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang
berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan
seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi, dan
nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika
dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis permasalahan dalam makalah ini
adalah pancasila adalah dasar Negara yang memjadi tolak ukur pemikiran bangsa
Indonesia yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristralilasi dalam sila-
silanya. Yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuai dengan
kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Di dalam tubuh pancasila telah terukir
berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas moralitas, politik, sosial,
agama, kemusyawaratan, persatuan dan kesatuan seluruh aspek tersebut bernafas, sejiwa,
meruapan suatu totalitas saling hidup menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.

11
12

Anda mungkin juga menyukai